Anda di halaman 1dari 6

A.

KONSEP KOMUNITAS BIOTIK


1. Pengertian Komunitas

Komunitas merupakan kumpulan dari beberapa populasi organisme yang


hidup di suatu habatat (Krebs, 1978). Berdasarkan Resosoedarmo (1990)
komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup bersama dalam suatu
tempat yang sama.

Menurut Odum (1996), mendeskripsikan tentang komunitas biotik sebagai


kumpulan populasi apa saja yang hidup dalam daerah atau habitat fisik yang telah
ditentukan, hal tersebut merupakan satuan yang di organisir sedemikian bahwa
komunitas biotik mempunyai sifat tambahan terhadap komponen individu dan
fungsi sebagai unit melalui transformasi metabolik yang bergandengan.
Komunitas utama adalah mereka yang cukup besar hingga mereka relatif tidak
tergantung dari masukkan dan hasil dari komunitas didekatnya sedangkan
komunitas minor adalah mereka yang kurang bergantung pada kumpulan
tetangganya.

2. Karakteristik Komunitas
Komunitas dapat beraneka macam bentuk dan besarnya, seperti halnya
komunitas tumbuhan di hutan yang luasnya hampir dalam satu benua, pulau, atau
provinsi (Soedjipta, 1993).
Berdasarkan pendapat Krebs (1978), Setiap komunitas hanya memiliki arti
atau karakteristik dalam kaitan sebagai anggota komunitas secara terstruktur.
Lima karakteristik yang telah diukur dan dikaji yaitu sebagai berikut:
a) Keragaman spesies, daftar spesies tumbuhan dan hewan merupakan ukuran
sederhana dari kekayaan spesies, atau disebut keragaman spesies.
b) Bentuk dan struktur pertumbuhan, tipe komunitas dapat dideskripsikan
oleh kategori utama dari bentuk pertumbuhan, misalnya pohon yang
selanjutnya bentuk pertumbuhan dapat diperinci dalam beberapa kategori
seperti pohon berdaun lebar atau pohon berdaun jarum. Perbedaan bentuk
pertumbuhan tersebut dapat menentukan stratifikasi suatu komunitas.
c) Dominansi, tidak semua spesies dalam komunitas kedudukannya sama
penting dalam menentukan sifat komunitas. Secara ekologik spesies yang
berpengaruh dalam hal besar, jumlah maupun aktifitas mampu menentukan
kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhannya.
d) Kelimpahan relatif, ukuran proporsi dari tiap spesies dalam komunitas.
e) Struktur trofik, hubungan memberi makan spesies dalam komunitas akan
mempengaruhi aliran energi dan tumbuhan ke herbivor ke karnivor.

3. Struktur Komunitas
Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan
interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola. Struktur suatu komunitas
tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah
individu dari setiap spesies organisme. Hal yang demikian itu menyebabkan
kelimpahan relatif suatu spesies dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas,
bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem dan akhirnya
berpengaruh pada stabilitas komunitas itu sendiri (Heddy, 1986). Berdasarkan
pembentukannya struktur komunitas dibagi 2 jenis, yatu :
a) Struktur fisik, suatu komunitas tampak jika komunitas diamati, misalnya
jika mengunjungi hutan deciduosa akan tampak suatu struktur primer secara
musiman dan suatu struktur sekunder berupa pepohonan kecil.
b) Struktur biologi, komposisi perubahan temporal dalam komunitas yang
merupakan hubungan antara spesies dalam suatu komunitas sehingga
sebagiannya bergantung pada struktur fisik.
Kedua struktur komunitas berpengaruh kuat pada fungsi suatu komunitas.
Fungsi komunitas yaitu kerja suatu komunitas sebagai pemroses energi dan zat
hara. Struktur maupun fungsi komunitas telah dimodifikasi oleh seleksi alam yang
bertindak pada para individu yang menyusun komunitas.

4. Keanekaragaman jenis

Keragaman jenis menjadi suatu sifat komunitas yang memperlihatkan


tingkat jenis keragaman organisme yang dinyatakan dengan indeks keragaman.
Indeks keragaman dihitung secara matematik dan dapat digunakan untuk
mengetahui baik buruknya kualitas suatu wilayah tertentu. Komunitas yang
memiliki keragaman jenis yang tinggi akan terjadi interaksi jenis yang melibatkan
transfer energi, predasi, kompetisi, dan bagian relung lebih kompleks (Odum,
1996).

Menurut Krebs (1978), Tinggi rendahnya derajat kenakaragaman jenis


dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
a) Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan dengan waktu, berarti
semakin tua suatu komunitas maka semakin berkembang dan melimpah
organisme yang ada.
b) Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin
kompleks komunitas tumbuhan dan hewan yang ada dan semakin tinggi
keragaman jenisnya pada skala makro maupun mikro.
c) Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme (dari spesies yang sama
ataupun berbeda) menggunakan sumber makanan yang sama namun
ketersediaannya kurang
d) Pemangsaan, kondisis mempertahankan komunitas populasi dari jenis
bersaing yang berbeda di bawah daya dukung masing-masing selalu
memperbesar kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi
keragaman.
e) Kestabilan lingkungan, semakin stabil keadaan suhu, kelembaban,
salinitas, pH dan faktor abiotik lainnya dalam suatu lingkungan maka akan
lebih banyak spesies yang hadir.
f) Produktifitas, syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi.

5. Sebaran Komunitas

Komunitas merupakan kumpulan populasi yang saling berinteraksi pada


ruang dan waktu secara bersamaan (Dharmawan, 2005). Apabila kondisi
lingkungan berubah secara gradual, maka struktur dan komposisi berubah secara
berangsur-angsur dan dapat menimbulkan tumpang tindih antar komunitas tanpa
ada batas yang tajam (continuum). Pola sebaran komunitas kontinum dapat
diilustrasikan secara makro dengan melihat struktur dan komposisi hewan dari
daerah kutub ke arah equator. Dalam lingkup yang lebih kecil dapat dilihat pada
perubahan struktur dan komposisi hewan dari puncak gunung ke arah pantai
(Dharmawan, 2005).

B. SPESIES KUNCI (Keystone Species)

Spesies kunci (keystone species) merupakan suatu spesies yang


menentukan kelangsungan hidup sejumlah spesies lain. Dengan kata lain,
keberadaannya menyumbangkan suatu keragaman hidup dan di samping itu
kepunahannya secara konsekuen menimbulkan kepunahan bentuk kehidupan lain
(memegang peranan sangat penting dalam suatu komunitas).(Power & Mills, 1995
dalam Prianto, 2007).
Contohnya pada ekosistem pesisir, seluruh fauna yang hidup di dalam
ekositem tersebut mempunyai peranan yang penting dalam menjaga
keseimbangan ekologi. Salah satu spesies tersebut adalah kepiting. Kepiting
diusulkan sebagai keystone species di kawasan pesisir karena setiap aktivitasnya
mempunyai pengaruh utama pada berbagai proses paras ekosistem. Peran kepiting
di dalam ekosistem diantaranya mengkonversi nutrien dan mempertinggi
mineralisasi, meningkatkan distribusi oksigen di dalam tanah, membantu daur
hidup karbon, serta tempat penyedia makanan alami bagi berbagai jenis biota
perairan (Prianto, 2007).
Secara tindak langsung melalui pola tingkah laku dan kebiasaannya,
kepiting telah memberikan manfaat yang besar terhadap keberlangsungan proses
biologi di dalam ekosistem pesisir, seperti hutan mangrove. Menurut Prianto
(2007), beberapa peran kepiting di dalam ekosistem pesisir, sebagai berikut :
a) Konversi nutrien dan mempertinggi mineralisasi. Kepiting berfungsi
menghancurkan dan mencabik-cabik daun/serasah menjadi lebih kecil
(ukuran detritus) sehingga mikrofauna dapat dengan mudah
menguraikannya. Hal ini menjadikan adanya interaksi lintas permukaan,
yaitu antara daun yang gugur akan berfungsi sebagai serasah (produsen),
kepiting sebagai konsumen dan detrivor, mikroba sebagai pengurai;
b) Meningkatkan distribusi oksigen dalam tanah. Lubang yang dibangun
berbagai jenis kepiting mempunyai beberapa fungsi diantaranya sebagai
tempat perlindungan dari predator, tempat berkembang biak dan bantuan
dalam mencari makan. Disamping itu, lubang-lubang tersebut berfungsi
untuk komunikasi antar vegetasi misalnya mangrove, yaitu dengan
melewatkan oksigen yang masuk ke substrat yang lebih dalam sehingga
dapat memperbaiki kondisi anoksik;
c) Membantu daur hidup karbon. Dalam daur hidup karbon, unsur karbon
bergerak masuk dan keluar melewati organisme. Kepiting dalam hal ini
sangat penting dalam konversi nutrien dan mineralisasi yang merupakan
jalur biogeokimia karbon, selain dalam proses respirasinya.
d) Penyedia makanan alami. Dalam siklus hidupnya kepiting menghasilkan
ratusan bahkan pada beberapa spesies dapat menghasilkan ribuan larva
dalam satu kali pemijahan. Larva-larva ini merupakan sumber makanan
bagi biota-biota perairan, seperti ikan. Larva kepiting bersifat neuston
yang berarti melayang-layang dalam tubuh perairan, sehingga merupakan
makanan bagi ikan-ikan karnivor.
DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM Press.


Heddy, Suwasono. 1986. Pengantar Ekologi. Jakarta: CV Rajawali.
Krebs, Charles J. 1978. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance
second Edition. New York: Harper International Edition.
Odum, E. P. 1996. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press.
Resosoedarmo, S. 1989. Pengantar Ekologi. B andung: CV Remadja Karya
Soedjipta. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Yogyakarta:UGM Press

Anda mungkin juga menyukai