Disusun oleh:
1. Muh. Rafli Junaidi
2. Nurfadila Yusdal
3. Jaysti Alfitri Ramadani Kine
Mengesahkan,
Mengetahui,
Segala puji bagi Tuhan semesta alam yang maha pengasih lagi
maha penyayang sebagai sang pencipta yang tidak ada duanya. Dialah
Allah yang menciptakan manusia dengan berbagai macam bentuk, sifat,
perilaku, dan pemikiran yang berbeda-beda. Atas berkat ridho-Nya karya
tulis ini dapat selesai. Salam dan taslim kita haturkan kepada nabi
Muhammad SAW sebagai pembawa kebenaran bagi kita semua.
Karya tulis ini hadir dengan tujuan yang mulia yaitu untuk memberi
jawaban atas permasalahan yang dihadapi dalam bidang sains yang
mengambil penanganan penyakit. Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai
hasil akhir dari kegiatan Pelatihan Karya Tulis Ilmiah Remaja 2018.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata
kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis butuhkan demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar besarnya kepada pihak yang
telah membantu penyusunan karya tulis ini. Atas berkat bantuan dari LPM
Penalaran UNM, terkhusunya kepada kakak Panitia Pengarah, Panitia
Pelaksana, dan Mentor yang rela meluangkan waktunya sampai pada
tahap akhir membantu penulis dalam penyusunan karya tulis ini. Hal ini
juga tidak berarti apa-apa tanpa dukungan moril dan materil dari orang tua
dan motivasi dari teman-teman serta kata-kata semangat dari para
sahabat. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi masyarakat,
bangsa dan negara.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
1. Permasalahan
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam
menjlankan kegiatan sehari hari. Tanpa adanya kondisi fisik yang
sehat mungkin saja ada kegiatan yang terbengkalai. Banyaknya
tantangan dan kendala yang dihadapi dalam mewujudkan sumber
daya manusia yang sehat, diantaranya adalah tingginya penyakit
infeksi di masyarakat. Infeksi merupakan salah satu faktor
penyebab tingginya angka kematian terutama di Indonesia
(Darmadi, 2008). Infeksi adalah penyakit yang paling sering terjadi
pada kulit. Infeksi kulit dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, atau
virus (Sudigdoadi, 2007). Dampak yang berkelanjutan dari infeksi
yakni terjadinya peradangan pada kulit salah satunya pada
telinga. Menurut Imanto (2015) para ahli THT sangat sering
menemukan kasus radang pada telinga dalam praktek sehari-hari
khusunya pada telinga bagian luar. Sebagaimana diketahui bahwa
radang pada telinga luar merupakan kasus yang paling sering
menyebabkan pasien datang ke klinik untuk mendapatkan
pengobatan. Penyebab paling sering dari infeksi pada telinga yaitu
bakteri patogen, diantaranya adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, dan bakteri coryneform. Bentuk infeksi
yang paling sering dapat berupa impetigo, folikulitis, dan furunkel.
Furunkel merupakan penyakit yang pada umunya terjadi
pada bagian luar telinga yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus
pada folikel rambut. Bagian luar telinga memiliki folikel rambut,
maka di tempat itu dapat terjadi infeksi sehingga membentuk
furunkel. Furunkel adalah suatu infeksi nekrotik akut folikel
rambut. Furunkel dapat terjadi sekunder terhadap dermatosis lain.
Furunkel biasa terjadi pada kulit yang sering mendapat
gesekan,tekanan, dan garukan. Awal mula terjadinya penyakit
furunkel adalah gatal gatal, merasa nyeri, timbulnya peradangan
folikuler kecil dan merah yang cepat bertambah besar.
Cara mengatasi atau mengobati penyakit Furunkel adalah
memerlukan antibiotik yang tepat, penisilin yang resisten terhadap
penisilinase seperti kloksasilin, dikloksasilin atau floksasilin.
Eritromisin dapat dipakai pada penderita yang alergik terhadap
anitibiotik (Harahap, 2000). Penyakit Furunkel peradangan pada
folikel rambut serta ja4#ringan-jaringan disekitarnya. Kelainan kulit
berupa makula eritematosa lentikuler numular kemudian nodula
lentikuler numular berbentuk kerucut. Penyebabnya yaitu
staphylococcus aureus. Lokasi yang sering ditemui yaitu didaerah
berambut lembab, dan sering terkena gesekan atau tekanan yaitu
pantat, ketiak, leher, punggung, dan wajah. Dampak penyakit
furunkel adalah rasa gatal dan nyeri pada daerah lesi yang timbul
mendadak, keluhan di sertai demam dan malaise. Rasa nyeri
yang dirasakan dapat timbul pada saat penderita membuka mulut.
Apabila penyakit furunkel ini dibiarkan maka akan
mengganggu pendengaran dikarenakan menyumbat liang telinga
(Imanto, 2015). Terjadinya penyumbatan pada liang telinga maka
akan menyebabkan erjadinya gangguan pendengara. Pengobatan
yang dilakukan dalam mengatasi penyakit furunkel tergantung
pada keadaan furunkelnya. Bila lesi sedikit, cukup diberi antibiotik
topikal, misalnya salap. Bila lesi banyak atau terdapat
pembesaran kelenjar getah bening dapat diberi antibiotik sistemik
(Daili, 2005). Cara mengatasi infeksi dari bakteri yaitu dengan
menggunakan antibiotik sehingga dapat membunuh bakteri
penyebab infeksi.
2. Teori dan inovasi
Penyembuhan penyakit furunkel pada masyarakat umumnya
biasa diberikan kompres atau salep iktiol 5% atau salep antibiotik,
mengunakan antibiotik sistemik, jika lesi matang dilakukan insiasi
dan aspirasi. Masyarakat awalnya cuman memakai kompres untuk
penangulangannya dan kami memberi solusi untuk pencegahan
penyakit furunkel solusi yang kami tawarkan adalah tumbuhan
herbal yang dijadikan busa pada earphone.
Tumbuhan memiliki banyak manfaat, salah satu diantaranya
dalah sebagai obat. Obat dari tumbuhan sangat sering
dimanfaatkan karena harga obat-obatan dari zat kimiawi semakin
mahal sehingga masyarakt mencari alternatif lain dengan
memanfaatkan tanaman sebagai obat. Salah satu tanaman yang
dapat dijadikan sebagai tanaman obat adalah matoa. Matoa
(pometia pinnata) adalah tanaman yang tersebar di seluruh
Indonesia (Uji, 2007). Matoa adalah salah satu tanaman yang
dapat berkhasiat mengobati penyakit. Kulit batang matoa
merupakan bahan herbal alami yang dapat berfungsi sebagai anti
bakteri hal ini dikarenakan kulit batang matoa mengandung
senyawa flavonoid dan senyawa saponin (Ngajow, 2013).
Senyawa flavonoid dan senyawa tanin dapat mengganggu
aktivitas antibakteri dengan menghambat pertumbuhannya atau
membunuh bakteri tersebut.
Solusi yang kami tawarkan yaitu dengan mengaplikasikan
ekstrak kulit batang matoa pada busa earphone dikarenakan
seringnya dijadikan sebagai alat hiburan atau alat komunikasi.
Earphone sendiri merupakan alat elektronik yang sering
digunakan pada telinga dan sering digunakan oleh setiap orang.
Oleh karena itu ekstrak kulit batang matoa diaplikasikan ke dalam
busa earphone, dimana kelebihannya tidak hanya dapat
menanggulangi penyakit furunkel namun juga dapat mencegah
terjadinya berkembang bakteri staphylococcus aureus.
B. Tujuan Penulisan
Memanfaatkan kulit batang matoa sebagai antibakteri pada busa
earphone untuk mencegah penyakit furnukel dari bakteri
staphylococcus aureus.
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoretis
Penulisan karya tulis ilmiah ini mampu memberikan informasi
mengenai potensi kulit batang matoa sebagai antibakteri pada busa
earphone untuk mencegah penyakit furunkel dari bakteri
staphylococcus aureus.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah
Melalui penulisan karya tulis ilmiah ini dapat memberikan solusi
bagi pemerintah dalam mengatasi masalah kesehatan telinga
demi memperbaiki kualitas sumber daya manusia.
b. Bagi Masyarakat
Penulisan karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan sebagai
pemecahan masalah terhadap masalah kesehatan pada
masyarakat khususnya kalangan remaja yang seringkali
menggunakan earphone sehingga penyakit furunkel dapat legih
mudah untuk disembuhkan dan dicegah.
c. Bagi Penulis
Penulisan karya tulis ilmiah ini sebagai dasar berpikir kritis untuk
memberikan solusi pembuatan obat serta menambah dan
meningkatkan wawasan mengenai penyakit furunkel dan sebagai
gambaran untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
C. Penyakit Furunkel
Kulit, yang meliputi dan melindungi tubuh, merupakan garis
pertahanan tubuh pertama terhadap bakteri. Kulit adalah tempat yang
tidak ramah bagi kebanyakan mikroorganisme karena sekresi kulit
bersifat asam dan sebagian besar kulit kelembabannya sangat rendah.
Beberapa bagian dari tubuh, seperti aksila dan daerah sela-sela kaki,
memiliki kelembaban yang cukup tinggi untuk memberi kesempatan
populasi bakteri relatif besar berada pada daerah-daerah tersebut.
Infeksi kulit dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur dan terjadi
primer atau sekunder. Infeksi primer ditandai dengan perjalanan dan
morfologi karakteristik, yang diawali oleh organisme tunggal dan
biasanya sering terjadi pada kulit normal. Penyebab paling sering
adalah staphylococcus aureus.
Furunkel adalah suatu infeksi yang terjadi dibagian luar telinga.
furunkel biasa terjadi pada kulit yang sering mendapat gesekan ,
tekanan , dan garukan. Awal mula terjadinya gatal-gatal, merasa nyeri,
timbulnya peradangan folikuler kecil dan merah yang cepat bertambah
besar. Penyakit furunkel disebabkan karena adanya bakteri
staphylococcus aureus. Furunkel dapat dicegah dengan bahan alami
yaitu kulit batang matoa. Kulit batang matoa merupakan bahan herbal
alami yang dapat berfungsi sebagai anti bakteri hal ini dikarenakan
kulit batang matoa mengandung senyawa flavonoid dan senyawa
saponin.
Penyakit furunkel diakibatkan pemakaian headset berlebihan
sehingga timbulnya penyakit furnkel penyakit ini banyak terjadi
dikalangan anak remaja sebagai alat hiburan dan alat komunikasi
penyakit furunkel sudah disembuhkan berbagai obat contohnya salep
tapi salep hanya berfungsi sebagai antibiotik maka dari itu kami
menawarkan solusi seperti kulit batang matoa. Kulit batang matoa
dibuat busa dan diaplikasikan ke earphone.
D. Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif,
memiliki bentuk bulat dan tersusun dalam kelompok yang tidak
beraturan. Bakteri ini dapat tumbuh dengan cepat, memiliki pigmen
putih sampai kuning tua. Sel-selnya terdapat dalam kelompok-
kelompok seperti buah anggur. Bakteri Staphylococcus aureus dapat
menyebabkan furunkel, pericarditis, meningitis.
Bakteri S. aureus adalah bakteri yang bersifat anaerob fakultatif
, bakteri ini mudah tumbuh di daerah pernapasan dan kulit . Bakteri ini
tumbuh secara berpasangan maupun berkelompok, bakteri ini juga
biasa tumbuh lebih cepat pada suhu badan 37 0C dan waktu
pembelahan 0,47 jam. Jika terinfeksi serius dengan bakteri ini sangat
memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang. Bakteri ini
memproduksi nanah. Pengobatan akibat infeksi staphylococcus aureus
dapat diberi antibiotic berupa penesilin G atau derivet penesilin
lainnya, namun pada infeksi yang berat diduga sudah ada beberapa
yang telah resisten dari antibiotik, maka saat ini telah dilakukan
pengujian efek tanaman obat antaranya jeruk nipis sebagai
antibakteria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri daun
jeruk nipis mempunyai aktivitas hambatan terhadap pertumbuhan
staphylococcus aures pada kadar 20%, 40% dan 80% serta
Escherichia coli pada kadar 40% dan 80%. Analisis fitokimia
menunjukkan bahwa kulit batang matoa mengandung senyawa
flavonoid yang ditandai dengan tingginya intensitas warna merah tua
pada uji flavonoid. Dari hasil analisis tersebut diperkirakan komponen
aktif utama yang menghambat aktivitas a-glukosidase adalah
flavonoid.
BAB III
METODE PENULISAN
A. Bahan
Jenis penulisan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini yakni berupa
studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan penulisan yang
bersumber dari buku-buku dan data yang relevan.
B. Alat
No. Alat Buah
1. Hot plate 1
2. Timbangan analitik 1
3. Pisau 2
4. Baskom 1
5. Pipet tetes 6
6. Talenan plastik 1
7. Kain flanel 1
8. Labu takar 1
9. Gelas ukur 100 ml 1
10. Gelas beaker 250 ml dan 100 ml 1
11. Corong kaca 1
12. Plat tetes 1
13. Cetakan 2
14. Pinset 2
15. Toples kaca 1
16. Rotary Evaporatory 1
17. Labu Erlenmeyer 250 ml 1
18. Batang pengaduk 1
19. Gelas Kimia 200 1
C. Prosedur Kerja
1. Preparasi bahan
Kulit batang matoa sebanyak 2 kg dicuci dan dibersihkan dengan
menggunakan air dan ditiriskan. Kemudian dikeringkan di bawa
sinar matahari dengan menggunakan kain hitam di permukaannya
selama 10 jam. Bahan kemudian dihaluskan menggunakan blender
hingga menjadi serbuk.
2. Ekstraksi
Serbuk kulit batang matoa yang telah dihaluskan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer dan ditambahkan pelarut etil asetat sebanyak
500 ml, kemudian digoyang selama satu jam untuk mencapai
kondisi homogen dalam shaker water bath dengan kecepatan 120
rpm (rotation per minutes) selama 1 jam. Selanjutnya larutan
dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar, setelah 24 jam,
larutan difiltrasi atau dipisahkan dengan menggunakan penyaring
Buchner. Kemudian residu penyaringan di angina-anginkan dan
dilakukan remaserasi ulang selama 24 jam, maserasi di ulang
sampai 3 kali. Hasil saringan 1-3 dicampur dan dipekatkan dengan
Rotary vakum evaporator dengan suhu 500 sampai didapatkan
ekstrak pekat. Ekstrak pekat yang diperoleh kemudian di timbang
dengan menggunakan neraca analitik dan digunakan sebagai
bahan utama pembuatan busa.
3. Pembuatan busa earphone
Ekstrak pekat yang diperoleh kemudian ditambahkan gelatin
untuk memadatkan ekstrak, kemudian ekstrak dimasukkan dalam
cetakan yang telah disiapkan dan ditunggu beberapa saat hingga
ekstrak memadat, busa earphone kemudian dikeluarkan dari
cetakannya. Busa earphone yang telah diperoleh tidak dapat
digunakan pada setiap jenis earphone dikarenakan setiap jenis
earphone memiliki perbedaan bentuk dan model. Pembuatan busa
earphone dari kulit batang matoa disesuaikan dengan cetakannya.
Busa yang telah jadi dapat digunakan sebagai anti bakteri karena
mengandung senyawa flavonoid dan senyawa tanin. Kedua bahan
aktif tersebut bekerja pada bakteri dengan merusak membran
sitoplasma dan mencegah pembelahan sel kuman. Aktivitas busa
sebagai antibakteri tidak hanya karena adanya senyawa flavonoid
dan tanin namun diduga juga karena adanya senyawa fenolik.
Senyawa fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam.
Pertumbuhan dari bakteri dapat terganggu akibat adanya senyawa
fenol pada busa earphone. Kondisi asam oleh senyawa fenol dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dengan mendenaturasi
sel dan merusak dinding sel bakteri tanpa dapat diperbaiki lagi
sehingga pertumbuhan bakteri terhambat. Kegunaan dari busa
earphone ini tidak hanya dapat mengatasi infeksi yang disebabkan
antibakteri namun juga dapat mencegah terjadinya penyakit pada
bagian luar telinga.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis
Infeksi masih menempati faktor utama penyebab penyakit dan
kematian di negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Infeksi
karena bakteri menjadi faktor utama terjadinya infeksi berat dan
disfungsi multiorgan. Penderita yang mengalami infeksi tidak hanya
mengalami penderitaan fisik, namun juga mengalami penurunan
kinerja dan produktifitas, yang akan berdampak pada kerugian dalam
hal-hal lainnya.
Kulit menjadi pertahanan pertama bagi tubuh dalam
menghadapi mikroorganisme dari luar tubuh. Menurut Buana (2015)
pasien kulit dan kelamin dari jumlah pasien keseluruhan selama tahun
2013 menunjukkan jumlah yang cukup tinggi yakni 20.913 pasien dari
360.209 pasien. Adapun persentase penderita penyakit furunkel dari
semua pasien penderita penyakit kulit dan kelamin yaitu 7,40%.
Mikroorganisme banyak tumbuh pada kulit dengan kelembaban
yang tinggi. Timbulnya penyakit pada kulit disebabkan mikroba masuk
melalui lesi kulit yang tidak nampak, sehingga terjadi infeksi. Infeksi
biasanya ditularkan melalui kontak dengan individu yang terinfeksi dan
dapat pula disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit secara
langsung.
Penurunan kinerja dan rasa sakit yang dirasakan penderita
akan semakin besar apabila infeksi terjadi pada salah satu panca indra
yang menjadi keperluan kita sehari-hari. Salah satu panca indra yang
sangat penting dalam melakukan aktivitas ialah indra pendengaran
yang berkaitan dengan sistem organ pendengaran yaitu telinga.
Menurut Imanto (2015) para ahli THT sangat sering menemukan kasus
radang pada telinga dalam praktek sehari-hari khusunya pada telinga
bagian luar. Sebagaimana diketahui bahwa radang pada telinga luar
merupakan kasus yang paling sering menyebabkan pasien datang ke
klinik untuk mendapatkan pengobatan.
Radang dan infeksi pada telinga umunya disebabkan karena
bakteri patogen, yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri S. aureus
merupakan bakteri yang paling berbahaya diantara marga
Staphyloccus. Hal ini diperparah dengan kemampuan resistensi bakteri
tersebut sehingga mempersulit dalam pemilihan antibakteri yang
sesuai untuk keperluan pengobatan. Menurut Jawetz (2010) bakteri
Staphylococcus mengalami resistensi multiobat yaitu keadaan dimana
bakteri resisten terhadap dua atau lebih antibakteri yang berbeda.
Kulit batang matoa dapat mencegah penyakit furunkel ,karena
ampuh untuk mengatasi hal-hal yang berkaitan tentang anti bakteri.
Terutama bakteri staphylococcus aereus ,yang menjadi penyebab
penyakit furunkel. Penyakit furunkel biasanya meradang dibagian luar
telinga , yang awal mula penderita rasakan yaitu gatal-gatal, nyeri, dan
bernanah. Penyakit furunkel biasa diderita oleh remaja dikarenakan
remaja pada umunya menggunakan earphone. Cara mengatasi
penyakit Furunkel dengan menggunakan antibiotik yang tepat,
contohnya penisilin yang resisten terhadap penisilinase seperti
kloksasilin, dikloksasilin atau floksasilin. Kulit batang matoa
mengandung senyawa flavonoid dan senyawa tanin. Senyawa tersebut
berfungsi sebagai antibakteri yang dapat mencegah terjadinya
penyakit furunkel. Bakteri staphylococcus aureus dapat dihambat
pertumbuhannya dengan menggunakan senyawa flavonoid. Hal ini
dikarenakan senyawa flavonoid bersifat antibakteri, senyawa flavonoid
dapat mengganggu metabolisme bakteri
B. Sintesis
Berdasarkan beberapa masalah yang tertulis dalam analisis
diatas, dibuatlah busa earphone dengan memanfaatkan ekstrak kulit
batang matoa sebagai solusi untuk mengatasi masalah infeksi pada
telinga. Kulit batang matoa mengandung anti bakteri yang dapat
mencegah kontaminasi buruk dari bakteri staphylococcus aereus yang
menyebabkan penyakit furunkel. Karena kulit batang matoa
mengandung senyawa flavonoid dan senyawa saponin. Senyawa
flavonoid dan senyawa tanin bersifat antibakteri karena senyawa
tersebut dapat menggangu metabolisme bakteri sehingga
menyebabkan pertumbuhan bakteri terhambat dan dapat pula
menyebabkan kematian pada bakteri. Senyawa tersebut diperoleh
dengan cara mengekstraknya dari kulit batang matoa. Prosedurnya
yakni sebagai berikut
1. Preparasi bahan
Kulit batang matoa sebanyak 2 kg dicuci dan dibersihkan dengan
menggunakan air dan ditiriskan. Kemudian dikeringkan di bawa
sinar matahari dengan menggunakan kain hitam di permukaannya
selama 10 jam. Bahan kemudian dihaluskan menggunakan blender
hingga menjadi serbuk.
2. Ekstraksi
Serbuk kulit batang matoa yang telah dihaluskan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer dan ditambahkan pelarut etil asetat sebanyak
500 ml, kemudian digoyang selama satu jam untuk mencapai
kondisi homogen dalam shaker water bath dengan kecepatan 120
rpm (rotation per minutes) selama 1 jam. Selanjutnya larutan
dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar, setelah 24 jam,
larutan difiltrasi atau dipisahkan dengan menggunakan penyaring
Buchner. Kemudian residu penyaringan di angina-anginkan dan
dilakukan remaserasi ulang selama 24 jam, maserasi di ulang
sampai 3 kali. Hasil saringan 1-3 dicampur dan dipekatkan dengan
Rotary vakum evaporator dengan suhu 500 sampai didapatkan
ekstrak pekat. Ekstrak pekat yang diperoleh kemudian di timbang
dengan menggunakan neraca analitik dan digunakan sebagai
bahan utama pembuatan busa.
3. Pembuatan busa earphone
Ekstrak pekat yang diperoleh kemudian ditambahkan gelatin
untuk memadatkan ekstrak, kemudian ekstrak dimasukkan dalam
cetakan yang telah disiapkan dan ditunggu beberapa saat hingga
ekstrak memadat, busa earphone kemudian dikeluarkan dari
cetakannya. Busa earphone yang telah diperoleh tidak dapat
digunakan pada setiap jenis earphone dikarenakan setiap jenis
earphone memiliki perbedaan bentuk dan model. Pembuatan busa
earphone dari kulit batang matoa disesuaikan dengan cetakannya.
Busa yang telah jadi dapat digunakan sebagai anti bakteri karena
mengandung senyawa flavonoid dan senyawa tanin. Kedua bahan
aktif tersebut bekerja pada bakteri dengan merusak membran
sitoplasma dan mencegah pembelahan sel kuman. Aktivitas busa
sebagai antibakteri tidak hanya karena adanya senyawa flavonoid
dan tanin namun diduga juga karena adanya senyawa fenolik.
Senyawa fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam.
Pertumbuhan dari bakteri dapat terganggu akibat adanya senyawa
fenol pada busa earphone. Kondisi asam oleh senyawa fenol dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dengan mendenaturasi
sel dan merusak dinding sel bakteri tanpa dapat diperbaiki lagi
sehingga pertumbuhan bakteri terhambat. Kegunaan dari busa
earphone ini tidak hanya dapat mengatasi infeksi yang disebabkan
antibakteri namun juga dapat mencegah terjadinya penyakit pada
bagian luar telinga.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Furunkel adalah suatau infeksi nekrotik akut folikel. Furunkel
biasa terjadi pada kulit, dimana cara mengatasinya dengan
memberikan antibiotik yang tepat. Salah satu contohnya yaitu kulit
batang matoa yang dibuat menjadi busa untuk dapat mencegah atau
menghambat bakteri staphylococcus aureus yang menjadi peyebab
penyakit furunkel pada telinga. Kulit batang matoa mengandung
flavonoid, tannin, terpenoid, dan saponin zat-zat tersebut berfungsi
sebagai untuk obat anti septik yang sifatnya membersihakan (saponin
dan terpenoid). Tanin juga berfungsi untuk obat anti septik misalnya
peradangan dan obat keputihan. Kulit batang matoa digunakan untuk
mencegah bakteri staphylococcus aureus menginfeksi kulit yang
menyebabkan terjadinya penyakit furunkel yang dibuat menjadi busa.
Busanya kemudian diaplikasikan pada earphone.
B. Saran
Adapun saran yang diajukan bagi penulis masyarakat dan
pemerintah
1. Bagi penulis selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan
produk kulit batang matoa sebagai obat pencegahan penyakit
furunkel.
2. Bagi masyarakat sebaiknya jangan terlalu sering menggunakan
earphone dan memperhatikan kesehatan telinga.
3. Bagi pemerintah sebaiknya mensosialisasikan obat pencegah
penyakit furunkel tersebut agar masyarakat sehat dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Daili, Emmy S. Sjamsoe., Sri Linuwih Menaldi dan I Made Wisnu. 2005.
Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Jakarta: PT Medical
Multimedia Indonesia.
Harahap, M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta ; Hipokrates.
Imanto, Mukhlis. 2015. Radang Telinga Luar. Jurnal Kesehatan. 6(2): 201-
210.
Jawetz, E. Melnick, J.L dan Adelberg, E.A. 2001. Medical Microbiology
Twenty Second Ed. Buku 1. Terjemahan Bagian Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta: Salemba
Medika.
Ngajow, Mercy., Jemmy Abidjulu dan Vanda S. Kamu. 2013. Pengaruh
Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Matoa (Pometia pinnata) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Jurnal MIPA
UNSRAT. 2(2): 128-132.
Sudigdoadi, Sunaryanti. 2008. Mikrobiologi pada Infeksi Kulit. Padjajaran.
Departemen Mikrobiologi.