Anda di halaman 1dari 6

ORANGUTAN YANG SEMAKIN LANGKA

Oleh
Caesar Argo Satria Pamungkas
18/430114/KT/08803
Bahasa Indonesia Kelas C

INTISARI

Orangutan, kera besar yang hidup secara alami di benua Asia, saat ini sedang
diambang kepunahan. Orangutan pada saat ini menjadi satwa yang dilindungi dan
jumlahnya semakin berkurang karena ulah manusia. Penelitian ini berusaha menjawab
masalah-masalah berupa kehidupan orangutan saat ini, penyebab orangutan semakin
langka, dan solusi untuk mengatasi punahnya orangutan. Lalu, berdasarkan masalah
tersebut penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan kehidupan orangutan
saat ini, untuk mengetahui penyebab langkanya orangutan, dan mendeskripsikan solusi
untuk mengatasi punahnya orangutan. Pengumpulan data menggunakan metode
pustaka yaitu dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang
berhubungan dengan penelitian tentang orangutan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penyebab semakin berkurangnya jumlah orangutan adalah degradasi hutan,
perburuan orangutan, pembantaian orangutan, serta faktor pertumbuhan dan
perkembangan orangutan yang relatif lama. Untuk itu untuk itu perlu solusi agar
orangutan tidak mengalami kepunahan.
Kata kunci : Orangutan, konservasi, orangutan Sumatera (Pongo albelii), orangutan
Kalimantan (Pongo pygmaeus)

1. PENDAHULUAN

Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup secara alami di benua
Asia,. Orangutan ada dua jenis, yaiu orangutan Sumatera (Pongo albelii) dan orangutan
Kalimantan (Pongo pygmaeus). Orangutan berperan penting dalam menggambarkan
kondisi kualitas lingkungan (Rohman, 2006). Tema mengenai orangutan ini menarik
karena berasal dari kesadaran akan pentingnya orangutan bagi ekosistem alam.
Keberadaan orangutan di dalam hutan hujan tropis sangat penting karena mereka
membantu menumbuhkan pohon melalui biji-biji pohon yang mereka sebar. Orangutan
mempunyai peran penting bagi masyarakat Indonesia karena orangutan adalah fauna
endemik Indonesia.
Populasi orangutan liar saat ini semakin menurun, berdasarkan daftar merah yang
dikeluarkan IUCN tahun 2015, Orangutan yang saat ini hanya tersisa dua spesies, , yaiu
orangutan Sumatera (Pongo albelii) dan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus),
namun keberadaan primata ini semakin hari semakin menghawatirkan bahkan sudah
sangat sulit ditemui. Orangutan ditetapkan sebagai satwa yang memiliki status
terancam punah sehingga ditetapkan sebagai satwa langka dan dilindungi dalam
peraturan perundang-undangan No. 5 tahun 1990. Lebih dari 1 juta hektare hutan
Indonesia hilang setiap tahun akibat perluasan sektor perkebunan yang menghancurkan
hutan alam sehingga habitat orangutan hilang. Taman Nasional Tanjung Putting adalah
satu-satunya hutan dataran rendah yang dilindungi di Kalimantan Tengah dan sekarang
malah menjadi sumber kayu komersial liar yang menyebabkan kerusakan parah.
Kawasan lindung bagi spesies langka ini banyak yang rusak karena kayu-kayunya
ditebang untuk kemudian dijual. Lebih dari 500 ekor orangutan beredar di pasaran
setiap tahun untuk dijual dan dikoleksi. Selain itu, di kawasan perkebunan orangutan
dianggap sebagai hama sehingga banyak diburu untuk dijual. Padahal satwa ini
tercantum dalam appendix I CITES atau spesies sangat langka dan dilindungi.
Penelitian ini berusaha menjawab masalah-masalah berupa kehidupan orangutan saat
ini, penyebab orangutan semakin langka, dan solusi untuk mengatasi punahnya
orangutan. Lalu, berdasarkan masalah tersebut penelitian ini memiliki tujuan untuk
mendeskripsikan kehidupan orangutan saat ini, untuk mengetahui penyebab langkanya
orangutan, dan mendeskripsikan solusi untuk mengatasi punahnya orangutan.
Orangutan bisa hidup sampai 45 tahun. Orangutan dan manusia memiliki kesamaan
DNA hingga 97%. Ada dua jenis orangutan di dunia, yaitu orangutan Borneo (Pongo
pygmaeus) dan orangutan Sumatra (Pongo abelii). Orangutan tinggal di hutan tropis
dan rawa-rawa. Orangutan mengonsumsi buah dan daun-daunan, kulit, bunga, madu,
serangga, tumbuhan merambat dan tunas dari tumbuhan. Orangutan mulai berkembang
biak pada umur 7 hingga 10 tahun. Orangutan merupakan satwa terancam punah dan
dilarang ditangkap dan diperjualbelikan karena jumlahnya semakin sedikit. Di habitat
alaminya, jumlah orangutan di Borneo sekitar 23.000 dan orangutan Sumatra sekitar
12.000.
Ancaman terhadap orangutan adalah perubahan fungsi hutan menjadi ladang atau
perkebunan besar, pertambangan dan diambil kayunya. Hutan menjadi semakin sempit
dan rusak. Ketersediaan makanan menjadi berkurang akibatnya banyak orangutan
terpaksa memasuki ladang, kebun masyarakat bahkan perkebunan kelapa sawit untuk
mencari makanan. Manusia kemudian menganggap orangutan sebagai hama. Padahal
manusialah yang mengambil tempat tinggal orangutan. Di samping itu orangutan juga
terancam perburuan. Orangutan ditangkap untuk dijadikan binatang peliharaan.
Memelihara orangutan sebagai binatang peliharaan di rumah bukanlah tindakan yang
tepat. Karena orangutan dan manusia memiliki kesamaan DNA hingga 97% yang
menyebabkannya mudah untuk saling menyebarkan penyakit. (WWF).
Dari penelitian Wanda Kuswanda dari jurnalnya yang berjudul “Ancaman
Terhadap Populasi Orangutan Sumatera” ancaman serius terhadap kelangsungan hidup
orangutan Sumatera (Pongo albelii) di sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali (CADS)
adalah penyusutan habitat yang diakibatkan oleh penebangan hutan, perambahan
hutan, perladangan, pembangunan pemukiman dalam kawasan, dan dampak negative
pembangunan jaringan jalan. Perburuan orangutan di sekitar CADS sudah jarang
terjadi karena sebagian masyarakat sudah mengetahui bahwa orangutan sebagai satwa
liar yang dilindungi, namun aktivitas warga sekitar yang terlalu dekat dengan kawasan
teridentifikasi dapat mengancam kehidupan orangutan seperti mengambil kayu bakar,
menggembalakan ternak, dan mengambil air nira.
Sedangkan dari penelitian Raniah Rahmawati (2016) dari jurnalnya yang berjudul
“Upaya penyelamatan Orangutan Kalimantan dari Kepunahan di Taman Nasional
Tanjung Puting” di Tanjung putting, hilangnya spesies tanaman pangan, penghancuran
sekunder tumbuhan jalar dan pepohonan kecil, dan pembukaan jalur untuk
pengangkutan kayu, berdampak langsung terhadap jumlah orangutan di kawasan
sebagai akibat dari kegiatan penebangan liar. Penelitian ini memperlihatkan bahwa
kepadatan orangutan turun antara 60 persen dan 95 persen pada tebangan hutan
tertentu, sebagai akibat migrasi paksa, kelaparan dan kecelakaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah metode pustaka yaitu
dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan
penelitian tentang orangutan, baik berupa buku, jurnal, maupun informasi di internet.

2. PEMBAHASAN

Dalam PHVA 2004 (Orangutan Population and Habitat Viability Assesment) di


Jakarta, Penyusutan dan kerusakan kawasan hutan dataran rendah yang terjadi di
Sumatera dan Kalimantan selama sepuluh tahun terakhir telah mencapai titik kritis
yang dapat membawa bencana ekologis skala besar bagi masyarakat. Bagi orangutan,
kerusakan kawasan hutan telah menurunkan jumlah habitat orangutan sebesar 1--1,5%
per tahunnya di Sumatera. Jumlah kehilangan habitat di Kalimantan yaitu 1,5--2% per
tahunnya, lebih tinggi jika dibandingkan dengan Sumatera. Kerusakan hutan dan
habitat orangutan di Kalimantan menyebabkan distribusi orangutan menjadi
terfragmentasi di kantong kantong habitat. Nasib orangutan juga diperburuk dengan
ancaman perburuan untuk dijadikan satwa peliharaan, bahkan sebagai sumber makanan
bagi sebagian masyarakat. Kondisi yang sangat mengkhawatirkan tersebut telah
menempatkan orangutan sumatera ke dalam kategori kritis/sangat terancam punah
(critically endangered) di dalam daftar merah IUCN (2007), sebuah badan dunia yang
memantau tingkat keterancaman jenis secara global. Meskipun orangutan di
Kalimantan ditempatkan pada posisi terancam punah/endangered, tidak berarti masa
depan primata itu lebih cerah dibandingkan kerabatnya di Sumatera. Hanya tindakan
segera dan nyata dari semua pemangku kepentingan untuk melindungi orangutan di
kedua pulau tersebut yang dapat menyelamatkan satu-satunya kera besar Asia dari
ancaman kepunahan.
Konflik yang sering terjadi menimbulkan dampak besar terhadap orangutan. Di
Kabupaten Kutai Kertanegara, terdapat kasus pembunuhan orangutan yang disebabkan
karena pembukaan lahan sawit di Desa Puan Cepak Kecamatan Muara Kaman.
Pembunuhan itu dilakukan oleh karyawan dari PT KAM tanpa memperhatikan
ekosistem dan habitat satwa yang ada menyebabkan habitat orangutan rusak sementara
orangutan yang mendekati kelapa sawit dianggap hama karena merusak perkebunan.
Menurut data Relawan Center for Orangutan, di Kalimantan menjadi pusat
penyiksaan oleh pihak tertentu, salah satunya PT. Khaleda Agroprima Malindo atau
KHAM dimana menyisakan sedikit habitat bagi Orangutan yang berakibat menipisnya
sumber makanan bagi Orangutan.
Semakin hari, jumlah orangutan semakin berkurang karena pembukaan lahan di
habitat Orangutan yang akan mengganggu ekosistem populasi Orangutan. Orangutan
yang sering dinggap hama akan diburu untuk dijual dalan keadaan mati ataupun hidup,
faktor perkembangan Orangutan yang relatif lama juga mempengaruhi jumlah populasi
di habitatnya karena sulitnya berkembangbiak.
Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap lingkungan
karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya.
Selama periode tahun 1980--1990, hutan Indonesia telah berkurang akibat konversi
menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan permukiman, kebakaran hutan dan
pengusahaan hutan yang tidak berkelanjutan. Pengembangan otonomi daerah dan
penerapan desentralisasi pengelolaan hutan pada 1998 juga dipandang oleh banyak
pihak sebagai penyebab peningkatan laju deforestasi di Indonesia. Pembangunan
perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah
turut berdampak terhadap upaya konservasi orangutan.
Sebagai langkah awal dalam penyelamatan orangutan dari kepunahan adalah
dengan cara menyelamatkan habitatnya terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara penghentian pembukaan hutan untuk lahan perkebunan sawit, berperang melawan
penebangan liar, reboisasi, membatasi jarak habitat orangutan dengan pemukiman
penduduk dan menggalakkan gerakan tanam seribu pohon.
Mustahil kita melestarikan orangutan tanpa melestarikan habitatnya, karena
orangutan adalah satwa liar yang lebih suka hidup di alam bebas daripada di
penangkaran atau di kebun binatang. Penelitian membuktikan orangutan yang tinggal
di penangkaran dan karantina umurnya lebih pendek dari orang utan yang hidup di
alam bebas. Jadi, rehabilitasi habitat orangutan adalah harga mutlak dalam usaha
pelestarian orangutan.
Salah satu undang-undang yang sangat penting adalah Undang-undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah
ditetapkan dalam Pasal 21 ayat (2) menjelaskan bahwa setiap orang dilarang : (a)
menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut,
dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (b) menyimpan,
memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi
dalam keadaan mati; (c) mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di
Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (d) memperniagakan,
menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi
atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari
suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (e)
mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki
telur dan atau sarang satwa yang dilindungi. termasuk turunannya yaitu Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar dan
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa
Liar terdapat 70 jenis mamalia dilindungi undangundang, termasuk di dalamnya
orangutan. Pembunuhan orangutan jelas bertentangan dengan Undang-undang No. 5
tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, proses
penegakan hukum tersebut menjadi acuan dalam dilema masalah masyarakat dengan
lingkungannya. Hukum yang dibuat pemerintah ini harus ditegakkan agar tidak ada
penyuapan untuk pembukaan lahan yang merusak atau mengambil alih habitat
orangutan agar tidak terjadi konflik antara manusia dan orangutan. Pembantaian dan
penjualan orangutan juga harus ditindak secara hukum yang berlaku bagi pihak yang
melanggarnya.
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sehingga Undang-undang ini menentukan pula
kategori atau kawasan suaka alam dengan ciri khas tertentu, baik didarat maupun
diperairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengamanan
keanekaragaman satwa langka, serta ekosistemnya. Peraturan-peraturan tersebut
mengatur semua jenis satwa langka yang dilindungi oleh negara, baik yang dimiliki
dimasyarakat maupun yang tidak dapat dimiliki oleh masyarakat, dikarenakan satwa
langka tersebut sudah hampir punah, dihabitat aslinya sudah jarang ditemui.
Menggalakkan kampanye orangutan, baik di perkotaan maupun pedesaan.
Misalnya mengadakan sosialisasi orangutan, seminar, memberikan pendidikan
langsung tentang konservasi terhadap masyarakat, penyebaran poster-poster dan slogan
tentang penyelamatan orangutan dari kepunahan, memberikan seruan agar tidak
membuka lahan perkebunan di kawasan konservasi, dan lain-lain. Dengan adanya
kegiatan ini masyarakat akan mulai sadar habitat orangutan yang semakin terancam
dan setiap tahun semakin berkurang jumlahnya. Untuk menyelamatkan kehidupan
orangutan, upaya konservasi dan ekosistem harus dilakukan tidak hanya oleh orang-
orang yang bekerja dalam bidang konservasi saja. Akan tetapi, harus dilakukan dan
didukung oleh masyarakat.
3. PENUTUP

Orangutan pada saat ini menjadi satwa yang dilindungi dan jumlahnya semakin
berkurang karena ulah manusia, untuk itu perlu solusi agar orangutan tidak diburu dan
dimanfaatkan untuk diperjualbelikan sehingga mengalami kepunahan. Peran
pemerintah bersifat tegas terhadap permasalahan ini dan penegakan Undang-Undang
serta peran masyarakat untuk membantu konservasi orangutan dan menjaga ekosistem
lingkungan sangat diperlukan.
Penyebab orangutan semakin langka adalah degradasi hutan yang disebabkan
oleh penebangan liar dan pembukaan lahan, perburuan orangutan secara illegal,
pembantaian orangutan karena dianggap sebagai hama perkebunan, dan faktor
pertumbuhan dan perkembangan orangutan yang relatif lama menyebabkan orangutan
sulit untuk berkembangbiak.
Solusi untuk mengatasi punahnya orangutan di masa yang akan datang adalah
dengan cara menyelamatkan habitat orangutan terlebih dahulu. kebijakan dan aturan
yang terkait tentang orangutan harus dipertegas, pelanggaran yang terjadi harus
ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Masyarakat harus mulai sadar habitat
orangutan yang semakin terancam dan setiap tahun semakin berkurang jumlahnya.
Masyarakat juga harus berperan aktif dalam upaya konservasi dalam penyelamatan
kehidupan orangutan.

4. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai