Anda di halaman 1dari 15

TUGAS REFERAT

KANKER PAYUDARA PADA KEHAMILAN

DISUSUN OLEH :
AMALIA IFANASARI (G99181008)
CLARA ANGELICA R. (G99181016)
ENDAH AUGINA B. (G99172068)
M. SALSABIL LASARIK (G99171030)
RIZAL RIAN DHALAS (G99181057)
YO TENDY PRATAMA (G99171050)

PEMBIMBING :
dr. JOKO PURNOMO, Sp.B(K)Onk

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH ONKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Referat ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Referensi artikel dengan judul:

Kanker Payudara pada Kehamilan

Hari, tanggal : , Maret 2019

Disusun oleh:
AMALIA IFANASARI (G99181008)
CLARA ANGELICA R. (G99181016)
ENDAH AUGINA B. (G99172068)
M. SALSABIL LASARIK (G99171030)
RIZAL RIAN DHALAS (G99181057)
YO TENDY PRATAMA (G99171050)

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Referensi Artikel

dr. Joko Purnomo, Sp.B(K)Onk


19690624 201001 1 002
BAB I
PENDAHULUAN

Benign breast tumor have always been neglected in comparison to cancer, despite
the fact that there are many more patients with such diseases than patients
presenting to a breast clinic for cancer. So far, benign breast tumor have been the
subject of a relatively few isolated and unconnected studies, and earlier related work
has often been ignored. This situation has led to a great deal of confusion, especially
because different authors have their own nomenclature for benign lesions of the
breast, and, unfortunately, a unique and unequivocal definition has not yet been
commonly accepted. Hence, it is even more difficult to find in the literature data
concerning the mechanisms involved in the development of such disorders. Breast
tissues are under a complex system of control by systemic factors, particularly
hormones acting through their respective receptors, as well as a number of local
factors. These include paracrine hormones, released by one type of cell to influence
adjacent cells of similar or differing function; juxtacrine factors, situated on the
surface of the producing cell to influence adjacent cells by direct contact; and
autocrine hormones, which act on the same cell by intracellular or surface receptors.
All of these hormones interact, as is true for systemic hormones, by influencing
locally derived factors cell adhesion-related proteins as well as autocrine and
paracrine hormones—to produce signal pathways that finally result in cell
regulation and stimulation.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. EPIDEMIOLOGI
Karsinoma mammae menjadi komplikasi 1 dari 3000 kelahiran di
Amerika Serikat. Insidensi keganasan pada kehamilan oleh karsinoma
hanya lebih rendah dari karsinoma cervix uteri. Kedua karsinoma ini
menyumbang 25% dari total kanker yang didiagnosis saat kehamilan.
PABC didefinisikan sebagai kanker yang didiagnosis saat kehamilan atau
hingga 1 tahun pasca persalinan. (Scott, 1999)

Analisis matematikal telah mendemonstrasikan insidensi PABC


adalah mengenai tentang kemungkinan terjadinya sesuatu. Jika periode
laten pra-klinis dari kanker payudara ditemukan, hal ini dapat menyebabkan
meningkatnya risiko kemungkinan adanya kehamilan ketika perjalanan
penyakit tersebut muncul. Walaupun dalam kondisi ini, serorang wanita
tersebut tidak memenuhi kriteria dari PABC. Insidensi dari PABC
diperkirakan meningkat karena meningkatnya wanita yang hamil pada usia
30 tahunan dan 40 tahunan di negara berkembang. Insidensi dari riwayat
keluarga sama seperti kanker-kanker yang lainnya. Belum ditemukan
adanya penelitian mengenai BRCA-1 adan tumor marker lainnya khusus
mengenai PABC.(Scott, 1999)

Namun demikian, telah dibuat postulant bahwa perubahan homrmonal


yang rumit dan perubahan imunologis yang berhubungan dengan kehamilan
dapat menciptakan suasana yang disukai oleh kanker untuk tumbuh. Bukti
definitif mengenai hipotesis ini masih belum ada. (Scott, 1999)
B. FAKTOR RISIKO

Seperti kebanyakan Pregnancy-Ascociated Breast Cancer (PABC),


dan kehamilan, terjadi pada wanita usia <40 tahun, mutasi gen BRCA
terrepresentasi secara berlebihan pada kelompok ini. Pada wanita usia 20
tahunan, diperkirakan 33% kanker payudara terjadi diakibatkan mutasi
genetik, angka ini berkurang menjadi 22% pada wanita usia 30 tahunan.
Seluruh wanita kuran dari 40 tahun yang didiagnosis dengan kanker
payudara seharusnya ditawarkan untuk tes genetik. (Keyser, 2012)

Terdapat peningkatan insidensi ER-negative breast cancer pada


kehamilan, tetapi kenaikan ini mungkin dibuat, yaitu dikarenakan
tingginya kadar estrogen yang tersirkulasi berkompetesi dengan binding
assay (Keyser, 2012)

Hou et al (2013) mengatakan bahwa angka paritas yang tinggi


meningkatkan resiko dari PABC tetapi tidak signifikan secara
statistik.Riwayat keluarga dengan kanker payudara menjadi predikotr kuat
pada pasien PABC <2 tahun post partum

Faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker


payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun, riwayat
keluarga dan genetik (Pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau
TP53 (p53)), riwayat penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara
yang sama, LCIS, densitas tinggi pada mamografi), riwayat menstruasi dini
(< 12 tahun) atau menarche lambat (>55 tahun), riwayat reproduksi (tidak
memiliki anak dan tidak menyusui), hormonal, obesitas, konsumsi alkohol,
riwayat radiasi dinding dada, faktor lingkungan. (Kemenkes, 2014).
C. DIAGNOSIS
Saat pertama pasien datang berobat, pemeriksaan payudara dengan
seksama sangat perlu dilakukan sebelum payudara membesar dan sulit
diperiksa. Dokter dan pasien sering gagal menentukan perkembangan serius
pada payudara selama kehamilan. Xeroradiografi tidak begitu membantu
menunjukkan perubahan parenkim. Peningkatan densitas air payudara
menurunkan kapasitas mammogram. Pajanan radiasi pada janin harus
dihindari dengan melindungi abdomen secra tepat. Dalam penelitian
pemeriksaan mamografi terhadap 368 wanita hamil, tidak tampak
kerusakan janin. Pada wanita dengan massa yang teraba dan berbatas tegas,
mammogram hanya sedikit memengaruhi terapi, sebaiknya tidak dilakukan.

Evaluasi sebaiknya dimulai dengan FNAB untuk membedakan lesi


solid dan kistik, dapat dilakukan dengan anestesi lokal. Jika biopsi
dilakukan selama laktasi, beberapa ahli bedah cenderung mensupresi laktasi
preoperative menggunakan bromokriptin. Risiko fistula sangat rendah
untuk lesi perifer tetapi dapat menjadi masalah pada lesi sentral dan dalam.
Spektrum histopatologi pasien hamil sama dengan yang ditemukan pada
pasien tidak hamil, penemuan karsinoma tampaknya sama dengan sampel
massa payudara pada populasi tidak hamil. Byrd et al. menemukan 22%
sampel biopsi payudara pada wanita hamil menunjukkan keganasan
dibandingkan dengan 19% pada seluruh populasi. Karsinoma inflamatori
dikatakan lebih sering terjadi selama kehamilan tetapi tidak ditunjang oleh
penelitian modern.

Reseptor hormon steroid sulit didapat pada jaringan kanker payudara


selama kehamilan kecuali dengan metode khusus. Kehamilan dapat
menurunkan kadar reseptor estrogen dan progesteron yang terdapat pada
fraksi sitosol kanker payudara dan menyebabkan hasil negatif palsu. Kadar
estrogen darah yang tinggi pada kehamilan menyebabkan translokasi
reseptor menuju nukleus dan menempati semua reseptor sitoplasmik,
sehingga tidak ada yang tersisa untuk assay. Selama kehamilan, estrogen
yang tidak terikat harus disingkirkan dengan terapi sitosol dengan dextran.
Assay kemudian dilakukan untuk mendeteksi reseptor estrogen yang
terpakai dalam sitosol dan nukleus.

Tidak ada data mengenai reseptor estrogen pada kanker payudara


selama kehamilan yang memiliki arti prognostik.1-3 Tidak terdapat bukti
biopsi payudara menimbulkan risiko yang bermakna untuk ibu dan bayi
sekalipun dengan anestesi umum. Hanya terdapat satu kematian janin dari
134 kasus biopsi payudara dengan anestesi umum pada wanita hamil karena
ketidaktahuan keadaan hamil.

D. TATA LAKSANA
Penanganan kanker payudara pada kehamilan membutuhkan
kerjasama yang baik antara pasien, keluarga dan tim medis yang
multidisipliner (melibatkan bidang obstetrik). Pada umumnya prinsip
penanganan dan dan prognosis kanker payudara pada kehamilan sama
dengan kanker payudara di luar kehamilan. Terminasi kehamilan bukan
merupakan opsi tatalaksana pada kasus ini karena terbukti tidak memiliki
manfaat.

1. Operasi
Pembedahan untuk mengangkat kanker di payudara dan
sekitar kelenjar getah bening umumnya aman dilakukan bagi ibu
hamil. Operasi merupakan bagian utama dari pengobatan untuk
setiap wanita pengidap kanker payudara dini, termasuk ibu hamil.
Operasi dapat dilakukan dengan mengangkat seluruh bagian
payudara (mastektomi) maupun hanya sebagian yang mengandung
kanker (breast-conserving surgery – BCS). Dibandingkan dengan
BCS, mastektomi lebih sering direkomendasikan untuk ibu hamil
karena tidak memerlukan terapi radiasi pasca operasi. Radiasi dapat
memengaruhi tumbuh kembang janin dalam kandungan, sehingga
tidak dapat diberikan sebelum persalinan. Menunda radiasi terlalu
lama juga meningkatkan risiko kanker datang kembali. Jika kanker
ditemukan pada trimester ketiga, radiasi biasanya diberikan setelah
kemoterapi (kemo), sehingga pasien yang akan menjalani
kemoterapi pascaoperasi mungkin tidak dapat menunda pengobatan
radiasi. Namun jika kanker ditemukan pada awal kehamilan,
pengobatan radiasi masih dapat ditunda. Kanker di awal kehamilan
sering kali ditangani dengan mastektomi.
2. Anestesi
Operasi kanker payudara umumnya membawa sedikit risiko
pada janin. Tapi dalam beberapa kasus, anestesi (obat bius yang
digunakan selama operasi) mungkin berisiko bagi janin. Maka dari
itu diperlukan koordinasi antara bagian kandugan, bedah, dan
anastesi dalam menentukan obat dan teknik yang paling aman bagi
ibu dan janin.
3. Pengobatan pascaoperasi
Tergantung stadium kanker yang bervariasi, pasien bisa
mendapatkan perawatan lebih lanjut, seperti kemoterapi, radiasi,
dan/atau terapi hormon setelah operasi untuk membantu
menurunkan risiko kanker datang kembali. Pengobatan ini disebut
dengan pengobatan dampingan (adjuvant treatment). Dalam
beberapa kasus, pengobatan ini dapat ditunda sampai bayi lahir.
4. Kemoterapi
Kemoterapi tidak diberikan selama trimester awal kehamilan
karena pada masa ini sebagian besar organ internal bayi sedang
berkembang. Risiko keguguran juga paling rentan terjadi pada masa
ini.
Ketika ibu hamil dengan kanker payudara dini perlu
menjalani kemoterapi setelah operasi, biasanya kemoterapi akan
ditunda sampai setidaknya usia kandungan berada di trimester
kedua. Jika kanker ditemukan di trimester ketiga, kemoterapi
mungkin ditunda sampai bayi lahir. Pada beberapa kasus, persalinan
akan diinduksi sehingga bayi dapat lahir beberapa minggu lebih
awal. Persalinan induksi juga dilakukan pada ibu hamil dengan
kanker stadium lanjut.
5. Terapi radiasi
Terapi radiasi pada payudara sering dilakukan setelah
operasi konservasi payudara (lumpektomi atau mastektomi parsial)
untuk membantu mengurangi risiko kanker datang kembali. Radiasi
dosis tinggi yang digunakan pada terapi ini dapat membahayakan
janin selama kehamilan. Radiasi ini dapat menyebabkan keguguran,
cacat lahir, pertumbuhan janin yang lambat, atau risiko kanker pada
anak. Karena itu, dokter tidak menggunakan pengobatan radiasi
pada ibu hamil.
Ibu hamil yang memilih lumpektomi atau mastektomi parsial
mungkin dapat menjalani operasi selama kehamilan dan kemudian
menunggu hingga bayi lahir sebelum menjalani terapi radiasi.
Namun, menunggu terlalu lama sebelum menjalani radiasi dapat
meningkatkan kemungkinan kanker datang kembali.
6. Terapi hormone
Terapi hormon sering digunakan sebagai pengobatan
lanjutan pasca operasi atau sebagai pengobatan untuk kanker
payudara stadium lanjut pada pengidap kanker payudara
jenis hormone receptor positive breast cancer. Untuk kanker
payudara dini, obat yang digunakan meliputi tamoxifen, anastrozole,
letrozole, dan exemestane. Obat terapi hormon lainnya dapat
digunakan untuk kanker payudara stadium lanjut.
Terapi hormon tidak boleh dijalani ibu hamil karena dapat
memengaruhi perkembangan janin. Terapi ini baru boleh dijalani
jika bayi sudah lahir.
7. Terapi target
Jenis obat-obatan, seperti trastuzumab (Herceptin®),
pertuzumab (Perjeta®), ado-trastuzumab emtansine (Kadcyla™)
dan lapatinib (Tykerb®), merupakan bagian penting dalam
pengobatan untuk kanker payudara positif HER2 pada wanita tidak
hamil. Trastuzumab digunakan sebagai bagian dari pengobatan
tambahan pasca operasi. Trastuzumab dapat digunakan bersama
pertuzumab sebelum operasi, dan semua jenis obat ini dapat
digunakan untuk mengobati kanker stadium lanjut. Namun
berdasarkan penelitian, obat-obatan ini tergolong tidak aman bagi
janin bila dikonsumsi selama kehamilan.

E. PROGNOSIS
1. Evaluasi
Setelah diagnosis kanker payudara ditegakkan, harus
dilakukan staging sebelum keputusan terapi diambil. Tes fungsi hati,
kalsium dan evaluasi CEA dapat membantu, namun tidak
memberikan diagnosis definitif atau lokasi metastasis. Beberapa
kepustakaan menyebutkan bone scanning dapat dilakukan bila
terdapat keluhan nyeri tulang pada kehamilan setelah 25-30 minggu,
tetapi pemeriksaan tersebut tidak menentukan keputusan terapi.
Pasien dengan defisit neurologis disarankan lebih baik menjalani CT
Scan dan evaluasi hepar dengan ultrasonografi.
Kanker payudara pada kehamilan sering ditemukan pada
stadium lanjut karena keterlambatan diagnosis. Jackisch et al.
melaporkan 17% pasien terdiagnosis pada stadium I, 33% pada
stadium II, 17% stadium III dan 33% stadium IV, rata-rata ukuran
tumor 2,9 cm. Skrining klinis kanker payudara perlu untuk dijadikan
program penting saat masa prenatal. Selain itu, biopsi payudara
merupakan skrining yang penting.
2. Prognosis
Kanker payudara pada kehamilan dan laktasi merupakan
kasus yang jarang dijumpai. Penelitian retrospektif sebagian besar
hanya melaporkan sedikit pasien sehingga sulit dianalisis. Hampir
seluruhnya mempertimbangkan kesamaan antara laktasi dan
kehamilan. Wanita hamil dan menyusui yang didiagnosis lebih awal
dengan KGB aksila negatif memiliki hasil terapi yang mirip dengan
wanita tidak hamil (Tabel 1). Nugent dan O’Connell
membandingkan distribusi stadium penyakit kanker payudara pada
wanita hamil dengan wanita yang lebih muda dari 40 tahun yang
tidak hamil. Kecenderungan menunjukkan stadium penyakit yang
lebih tinggi pada wanita hamil (74% memiliki kelenjar positif
dibandingkan dengan 37% pada wanita tidak hamil) (Tabel 2).
Sebagian besar bukti mendukung pendapat bahwa kehamilan tidak
memperburuk penyakit tapi menutupi penyakit sehingga metastasis
berlanjut. Diperlukan peningkatan kewaspadaan dokter saat
pemeriksaan selama kehamilan.
Valentgas mendapatkan bahwa wanita hamil dengan kanker
payudara invasif stadium I dan II yang diterapi, mempunyai risiko
kekambuhan yang lebih rendah. Petrek mengevaluasi 56 pasien
kanker payudara yang hamil dan 166 pasien kanker payudara yang
tidak hamil dan mendapatkan 5 dan 10-year survival rate yang sama.
Zemlickis et al. membandingkan 102 pasien hamil dan 269 pasien
tidak hamil, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan survival rate
yang signifikan. Tetapi menurut Tretli et al. berdasarkan penelitian
retrospektif pada 20 pasien kanker yang hamil didapatkan hasil
survival rate yang secara signifikan lebih buruk pada wanita hamil,
dengan membandingkan umur dan stadium saat didiagnosis. Hampir
semua laporan menyebutkan bahwa pasien hamil ditemukan pada
stadium lanjut saat didiagnosis, namun ditinjau menurut stadium
penyakit didapatkan survival rate yang sama antara pasien hamil dan
pasien yang tidak hamil.

Tabel 1. Hasil Operasi Pasien Kanker Payudara pada Kehamilan dan Laktasi

Tabel 2. Stadium Kanker Payudara pada Pasien Dibawah Usia 40 Tahun

Tabel 3. Five-year Survival Rate pada Pasien Hamil dan Tidak Hamil Dibawah
Usia 40 Tahun
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Breast cancer and pregnancy. http://www.imaginis.com/breasthealth/lump. asp.


(Diakses pada Maret 2019)

Cancer.org. (2019). How To Detect Breast Cancer | Breast Cancer Diagnosis.


[online] Diunduh di: https://www.cancer.org/cancer/breast-
cancer/screening-tests-and-early-detection.html (Diakses pada Maret
2019).
Fiorica JV. Breast cancer and pregnancy, in: Marchant DJ. Breast Disease.
Philadelphia. W.B. Saunders Co. 1997.p241-6.

Helewa M, Levesque P, Provencher D. Breast cancer, pregnancy, and


breastfeeding. SOGC Clinical Practice Guideline. (Internet) 2002 (Cited
2013 April 18). Diunduh di:
http://sogc.org/wp.content/upload/2013/01/111-CPG-February 2002.pdf .
(Diakses pada Maret 2019)

Hoover HC Jr. Carcinoma of the breast in pregnancy and lactation. In: Special
Clinical Problem in Breast Cancer. Philadelphia. WB. Saunders Co.
2001.p1034–40.

Hou, N., Ogundiran, T., Ojengbede, O., Morhason-Bello, I., Zheng, Y., Fackenthal,
J., Adebamowo, C., Anetor, I., Akinleye, S., Olopade, O. I., … Huo, D.
(2013). Risk factors for pregnancy-associated breast cancer: a report from
the Nigerian Breast Cancer Study. Annals of epidemiology, 23(9), 551-7.

Keyser, E. A., Staat, B. C., Fausett, M. B., & Shields, A. D. (2012). Pregnancy-
associated breast cancer. Reviews in obstetrics & gynecology, 5(2), 94-9

Komite Nasional Penanggulangan Kanker. Pedoman nasional pelayanan


kedokteran kanker payudara. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
. http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPK Payudara.pdf. (Diakses pada
Maret 2019)

Martinez, C, Simon, A. Breast Cancer During Pregnancy. Breast cancer Res Treat
(2010)123:55-58 10 Rovera, F., et. al. Breast Cancer in Pregnancy. The
Breast J.2010(16):1: S22-S25

Scott-Conner CE. Diagnosing and Managing Breast Disease During Pregnancy and
Lactation. MedGenMed 1(2), 1999. [formerly published in Medscape
Women's Health eJournal 2(3), 1997].
http://www.medscape.com/viewarticle/408859. (Diakses pada Maret
2019)

Townsend, C. and Sabiston, D. (2012). Sabiston textbook of surgery. 20th ed.


Philadelphia, PA: Elsevier Saunders, pp.835-837.

Anda mungkin juga menyukai