Anda di halaman 1dari 8

I.

LIBERALISME MENURUT PARA AHLI

1) John Locke:
Individu pada State of Nature adalah baik
Namun, karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan maka
khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka
membuat perjanjian yang diserahkan oleh penguasa sebagai pihak penengah
tetapi harus ada syarat bagi penguasa sehingga tidak seperti ‘membeli kucing
dalam karung.
Menurut Locke, karena adanya keadaan ini maka akan berpotensi untuk
timbulnya negara Monarkhi Konstitusional.
Sedangkan Locke berpendapat, keberadaan Negara itu akan dibatasi oleh
individu sehingga kekuasaan Negara menjadi terbatas – hanya sebagai
“penjaga malam” atau hanya bertindak sebagai penetralisasi konflik.

2) Hobbes:
Berpandangan bahwa dalam ‘’State of Nature’’,
Individu itu pada dasarnya jelek (egois)
Namun, manusia ingin hidup damai. Oleh karena itu mereka membentuk
suatu masyarakat baru – suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk
membuat perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu lain di mana
perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa)
Hobbes berpendapat akan timbul Negara Monarkhi Absolute
Inti dari terbentuknya Negara, menurut Hobbes adalah demi kepentingan
umum (masing-masing individu) meskipun baik atau tidaknya Negara itu
kedepannya tergantung pemimpin negara
3) Adam Smith:

Pertama, haluan pandangan Adam Smith tidak terlepas dari falsafah politik.

Kedua, perhatian yang ditujukan pada identifikasi tentang faktor-faktor apa dan
kekuatan-kekuatan yang manakah yang menentukan nilai dan harga barang.
Ketiga, pola, sifat, dan arah kebijaksanaan negara yang mendukung kegiatan
ekonomi ke arah kemajuan dan kesejahteraan mesyarakat.

II. SEJARAH LIBERALISME

Sekularisme sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui


proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara
sekular telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat
119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya
tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama. (Suminto,
1986:27).

Politik etis yang dijalankan penjajah Belanda di awal abad XX semakin


menancapkan liberalisme di Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan itu disebut
unifikasi, yaitu upaya mengikat negeri jajahan dengan penjajahnya dengan
menyampaikan kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan,
sebagaimana disarankan Snouck Hurgronje, menjadi cara manjur dalam proses
unifikasi agar orang Indonesia dan penjajah mempunyai kesamaan persepsi
dalam aspek sosial dan politik, meski pun ada perbedaan agama. (Noer, 1991:183)

Proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 seharusnya menjadi


momentum untuk menghapus penjajahan secara total, termasuk mencabut
pemikiran sekular-liberal yang ditanamkan penjajah. Tapi sayang sekali ini tidak
terjadi. Revolusi kemerdekaan Indonesia hanyalah mengganti rejim penguasa,
bukan mengganti sistem atau ideologi penjajah. Pemerintahan memang berganti,
tapi ideologi tetap sekular. Revolusi ini tak ubahnya seperti Revolusi Amerika
tahun 1776, ketika Amerika memproklamirkan kemerdekaannya dari
kolonialisasi Inggris. Amerika yang semula dijajah lantas merdeka secara politik
dari Inggris, meski sesungguhnya Amerika dan Inggris sama-sama sekular.

III. MACAM MACAM LIBERALISME :

Terdapat dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme klasik dan


liberalisme modern. Liberalisme klasik timbul pada awal abad ke 16. Liberalisme
klasik mendukung kebebasan sipil dan kebebasan politik dengan pemerintahan
demokrasi perwakilan berdasarkan aturan hukum dan mengutamakan kebebasan
ekonomi. Liberalisme klasik berkembang di Eropa dan Amerika Serikat. Meski
liberalisme klasik dibangun di atas pemikiran yang sudah berkembang pada akhir
abad ke-19, liberalisme klasik mendukung terciptanya masyarakat, pemerintahan,
dan kebijakan umum jenis laun sebagai tanggapan terhadap Revolusi industri dan
urbanisasi. Tokoh ternama yang pemikirannya digunakan dalam liberalisme klasik
meliputi John Locke, Jean-Baptiste Say, Thomas Malthus, dan David Ricardo.
Liberalisme klasik bergantung pada teori ekonomi Adam Smith, hukum kodrat,
utilitarianisme, dan kemajuan.

Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Paham liberalisme


modern (baru) merupakan antitesa yang mengoreksi prinsip-prinsip fundamental
liberalisme klasik (lama) sebagaimana diuraikan Spencer yang sebagian besar
pijakan gagasan-gagasannya didasarkan pada pemikiran Adam Smith (1723-
1790). Sebagaimana telah disinggung didepan dalam tulisan ini, dalam membahas
kembali isu liberalisme lama dan baru, Ebenstein mengambil John Maynard
Keynes sebagai representasi dari pemikiran liberalisme modern. Pertimbangannya
sangat jelas dan masuk akal : Keynes, yang pernah hidup dan bersentuhan dengan
pemikiran Spencer, adalah tokoh liberalisme utama yang secara keras dan
gamblang mengoreksi prinsip-prinsip liberalisme klasik model Smith dan
Spencer. Pertama sekali Keynes menegaskan bahwa untuk menolong sistem
perekonomian negara-negara penganut liberalisme klasik dari kebangkrutannya
karena krisis ekonomi pada tahun 1930an itu, bangsa-bangsa harus bersedia
meninggalkan ideologi laissez faire yang murni. Artinya, prinsip membebaskan
individu-individu dalam mengelola dan menjalankan kehidupan ekonominya
tanpa melibatkan pemerintah harus dihentikan. Pemerintah harus melakukan
campur tangan lebih banyak dalam mengendalikan perekonomian nasional.

Keynes mengatakan bahwa kegiatan produksi dan pemilikan faktor-faktor


produksi masih tetap bisa dipegang oleh pihak swasta, tetapi pemerintah wajib
mengambil langkah-langkah kebijakan yang secara aktif akan dan harus mampu
mempengaruhi gerak perekonomian negaranya. Sebagai contoh, pada saat terjadi
depresi itu, pemerintah harus mengambil prakarsa melakukan berbagai program
atau kegiatan yang secara langsung dapat meyerap tenaga kerja (yang tidak
tertampung di sektor swasta), meskipun untuk itu negara harus menggelontorkan
anggaran (subsidi) yang sangat besar. Jika tidak, maka pengangguran akan
merebak dimana-mana, dan ini tentu berdampak luas dalam kehidupan sosial.

Sebagaimana sudah diuraikan dalam pemikiran Spencer, para pendukung


liberalisme klasik berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu campur tangan
dalam perekonomian. Alasannya, mereka menganggap dan meyakini bahwa
perekonomian akan dengan sendirinya mampu mengatur dirinya sendiri
sedemikian rupa sehingga sumberdaya ekonomi yang ada akan mampu digunakan
secara efisien, dan akan selalu terjadi keadaan dimana kondisi perekonomian pada
full employment. Pandangan dan keyakinan ini cukup lama berakar dan dipegang
sebagai landasan perekonomian sebelum munculnya Keyness yang membawa
perspektif baru dalam tradisi liberalisme. Perspektif baru Keynes ini, sekali lagi
bertumpu pada keyaninan bahwa intervensi pemerintah itu diperlukan dalam
perekonomian dalam upaya membuat suatu kehidupan bersama yang lebih baik.

Sejak adanya liberalisme modern, liberalisme klasik tidak hilang begitu


saja karena sampai saat ini nilai-nilai liberalisme klasik masih ada. Liberalisme
Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya
atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada
tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa
Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir.

IV. POKOK POKOK LIBERALISME


Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan,
Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-
nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
1. Percaya bahwa Tuhan adalah Sang Pencipta (Trust in God as a Creator) .
Semua manusia diciptakan sama, bahwa mereka dianugerahi oleh Tuhan
Penciptanya hak-hak tertentu yang tidak dapat dipisahkan dari padanya.
2. Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being).
Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang
kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena
kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan
persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya
masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan)
adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
3. Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang
mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam
setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan
politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara
diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting
untuk menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally.)
4. Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah
tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak
menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The
Governed)
5. Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela
dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan
hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah
adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan
rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang),
persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.
6. Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of
Individual)
7. Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu
mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar
dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan
bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri,
dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara
sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.
8. Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse
Dogatism). Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke
(1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan
pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.

V. KEBEBASAN DALAM PAHAM LIBERALISME

a. Dalam Bidang Politik

Terbentuknya suatu negara merupakan kehendak dari individu-individu.


Maka yang berhak mengatur menentukan segala-galanya adalah individu-
individu itu. Dengan kata lain kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam suatu
negara berada di tangan rakyat (demokrasi). Agar supaya kebebasan atau
kemerdekaan individu tetap di hormati dan dijamin, maka harus disusun
dibentuk Undang-Undang, Hukum, Parlemen dan lain-lain. Demokrasi yang
dikehendaki oleh golongan liberal tadi kemudian dikenal
sebagai Demokrasi Liberal. Dalam alam demokrasi liberal itu golongan
yang kuat akan selalu memperoleh kemenangan, sedang golongan yang
lemah akan selalu kalah. Meskipun demikian demokrasi itu hingga sekarang
dapat berjalan dengan baik di negara-negara Eropa Barat dan Amerika
Serikat.

b. Dalam Bidang Ekonomi

Liberalisme menghendaki adanya sistim ekonomi besar. Tiap-tiap individu,


tiap orang, harus memiliki kebebasan kemerdekaan dalam berusaha,
memilih mata pencaharian yang disukai, mengumpulkan harta benda dan
lain-lain. Pemerintah jangan mencampuri masalah perekonomian, karena
masalah itu adalah masalahnya individu. Semboyan Kaum Liberalyang
terkenal berbunyi adalah "Laisser faire, laisser passer, ie monde va de lui
meme" Artinya Produksi bebas, perdagangan bebas, dunia akan berjalan
sendiri. Dalam alam ekonomi liberal akan terjadi persaingan hebat antara
individu satu dengan individu lainnya. Pengusaha-pengusaha dengan modal
besar akan mudah menelan pengusaha-pengusaha kecil. Akibatnya
timbullah perusahaan-perusahaan raksasa yang dapat menguasai
perekonomian negara dan politik negara. Jurang pemisah antara si kaya dan
si miskin makin lama makin bertambah lebar dan dalam.

c. Dalam Bidang Agama

Liberalisme menganggap masalah agama sebagai masalah indiviu, masalah


pribadi. Tiap-tiap individu harus memiliki kebebasan kemerdekaan
beragama. Oleh sebab itu Liberalisme menolak campur tangan negara
(Pemerintah) dalam bidang agama. Kebebasan kemerdekaan beragama
menurut pendapat liberalisme dapat diartikan :

 Bebas merdeka memilih agama yang disukai


 Bebas merdeka menjalankan ibadah menurut agama yang dianutnya.
 Bebas merdeka untuk tidak memilih menganut masalah satu agama.
DAFTAR PUSTAKA

1.
Deliar Noer. Pemikiran Politik di Negeri Barat. (Jakarta: Penerbit Mizan,
1998)
2. Sukarna. Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik. (Bandung: Penerbit Alumni,
1981)
3. O. Dickerson et al., An Introduction to Government and Politics: A
Conceptual Approach (2009)
4. Sukarna. Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik. (Bandung: Penerbit Alumni,
1981)
5. M. O. Dickerson et al., An Introduction to Government and Politics: A
Conceptual Approach (2009)
6. Shodiq, Abdulloh, Sekularisme Soekarno dan Mustafa Kamal, (Pasuruan :
PT Garoeda Buana Indah), 1992
7. Adams, Ian, Ideologi Politik Mutakhir (Political Ideology Today),
Penerjemah Ali Noerzaman, (Yogyakarta : Penerbit Qalam), 2004

Anda mungkin juga menyukai