Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

ABDOMINAL COMPARTMENT SYNDROME

Perceptor:
dr. Putu Junita, Sp.An

Disusun oleh :
Airi Firdausia 1218011006
Istighfariza Shaqina 1218011084
Kautsar Ramadhan 1218011090

Kepanitraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif


RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sindrom kompartemen terjadi bila kompartement terfiksir yang dibentuk dari elemen
miofasial atau tulang menjadi sesuatu yang dapat meningkatkan tekanan sehingga menjadikan
daerah tersebut iskemi dan terjadi disfungsi organ. Seperti yang terjadi di ekstremitas, hal
tersebut dapat juga terjadi di abdomen dan juga rongga intracranial.

Kondisi klinis yang pasti mengenai sindrom kompartemen abdominal masih


kontroversial. Bagaimanapun, disfungsi organ yang disebabkan oleh hipertensi intra abdomen
berhubungan dengan sindrom kompartemen abdominal. Disfungsi tersebut dapat berupa
insufisiensi respirasi sekunder yang menekan volume tidal, menurunkan produksi urin karena
kegagalan perfusi ginjal atau disfungsi organ lain yang disebabkan peningkatan
tekanan kompartemen di abdomen.1

Sindrom kompartemen abdomen (ACS) terjadi berdasarkan peningkatan tekanan


intraabdominal (IAP), dengan konsekuensi patofisiologi terhadap seluruh organ. Setelah
cedera, sebagian besar kasus perut luka serius dengan pendarahan massif intraabdominal dan
retroperitoneal di rongga perut karena koagulopati, atau pada tamponade perdarahan non-
bedah di perut, panggul atau ruang retroperitoneal, atau akumulasi koagulan darah, tetapi juga
dalam kasus edema dan kebocoran dinding usus dari volume resusitasi massif dan perfusi atau
dalam kasus ketegangan penutupan dalam rongga abdomen.

Namun ACS juga terjadi setelah operasi berlarut-larut rongga abdomen. Gambaran
klinis ACS dijelaskan oleh Ivatury pada tahun 1997, dengan ciri distensi perut, hipoksia dan
hypercapnia dengan oliguria sampai anuria, saat ini disfungsi organ disesuaikan hanya setelah
melakukan dekompresi abdomen.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Abdomen

Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas dari atas
dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian,
abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar dari pelvis yaitu
rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas
diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua
sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang
tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum.

Isi dari rongga abdomen adalah:

 Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, sebagian terlindung di belakang iga-iga
sebelah bawah beserta tulang rawannya,
 Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam
keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ibo kolika tempat
bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi
usus besar.
 Usus besar adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup ileokdik yaitu
tempat sisa makanan.
 Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas dalam
rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma.
 Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran
berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati, sampai
di pinggiran depannya.
 Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip dengan kelenjar
ludah. Panjangnya kira-kira lima belas centimeter, mulai dari duodenum sampai limpa
 Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di sebelah
kanan dari kiri tulang belakang, di belakang peritoneum. Dapat diperkirakan dari

2
belakang, mulai dari ketinggian vertebre thoracalis sampai vertebre lumbalis ketiga
ginjal kanan lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah
kanan.
 Limpa, terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara fundus
ventrikuli dan diafragma.10

B. Definisi

Sindrom kompartemen terjadi bila kompartemen tetap didefinisikan oleh lapisan


myofascial, tulang, atau keduanya menjadi sasaran meningkatnya tekanan, yang mengarah ke
kompromi pembuluh darah dan iskemia. Hal ini paling sering dikaitkan dengan trauma
ekstremitas tetapi juga diakui sebagai yang terjadi di dalam rongga perut.

Tekanan intra-abdomen normal pada sakit kritis, rawat khas intensif ~5-7 mm Hg,
tetapi hal ini tidak statis, bervariasi dengan respirasi; meningkat pada inspirasi dan menurun
pada ekspirasi.5

ACS (Abdominal Compartment Syndrome) itu dapat didefinisikan sebagai:

1 IAP (intra-abdominal pressure)> 20mm Hg terkait dengan disfungsi organ onset baru.

2. Tekanan perfusi abdomen (perbedaan antara tekanan rata-rata sistemik dan tekanan
intra-abdomen) kurang dari 60mm Hg dengan disfungsi organ untuk onset baru.6

Sindrom kompartemen adalah abdominal adalah suatu kondisi yang sangat berpotensi
akan terjadinya kematian, hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa kasus yang menyebabkan
hipertensi intra-abdominal; penyebab tersering adalah trauma tumpul abdominal. Peningkatan
tekanan intra-abdominal menyebabkan hipoperfusi dan iskemik usus besar, dan selaput perut
lainnya.

C. ETIOLOGI

Banyak penyebab yang berbeda dari akut peningkatan tekanan IAP. ACS
mengembangkan dengan elevasi akut dan cepat di IAP4. Sindrom kompartemen abdomen
terjadi ketika IAP terlalu tinggi, mirip dengan kompartemen sindrom di ekstremitas. 3 jenis
sindrom kompartemen abdominal (primer, sekunder, dan kronis) memiliki penyebab yang
berbeda dan kadang-kadang tumpang tindih.

 Primer

3
o Trauma Menembus
o Perdarahan intraperitoneal
o Pankreatitis
o Fraktur panggul
o Pecahnya aneurisma aorta
o Ulkus peptikum perforasi

 Sekunder

Sekunder sindrom kompartemen abdominal dapat terjadi pada pasien tanpa


cedera intra-abdomen, ketika cairan menumpuk dalam volume yang cukup untuk
menyebabkan IAH. Penyebabnya antara lain sebagai berikut:

o Besar volume resusitasi: Literatur menunjukkan peningkatan signifikan risiko


dengan infus lebih dari 3 L
o Daerah besar full-thickness luka bakar. Hobson et al menunjukkan sindrom
kompartemen abdominal dalam waktu 24 jam pada pasien luka bakar yang telah
menerima rata-rata 237 mL / kg selama 12 jam
o Menembus atau trauma tumpul tanpa cedera diidentifikasi
o Pascaoperasi
o Packing dan penutupan fasia primer, yang meningkatkan insiden
o Sepsis

 Kronis

Penyebab sindrom kompartemen abdominal kronis meliputi berikut ini:

o Peritoneal dialysis
o Obesitas morbid
o Sirosis
o Sindrom Meigs
o Massa intraabdomen7

D. FAKTOR RESIKO

4
1. Hilangnya kepatuhan dinding perut
 Gagal napas akut, terutama dengan tekanan intratoraks tinggi
 Operasi perut dengan penutupan primer subyektif ketat
 Mayor trauma / luka bakar
 Posisi Rawan, kepala tempat tidur ditinggikan> 30°
 Tinggi BMI, obesitas sentral
2. Peningkatan isi intra-luminal
 Gastroparesis
 Ileus
 Kolon pseudo-obstruksi
3. Peningkatan isi perut
 Haemoperitoneum / pneumoperitoneum
 Ascites / disfungsi hati
4. Kebocoran kapiler / resusitasi cairan
 Asidosis (pH <7.2)
 Hipotensi
 Hipotermia (suhu inti <33°C)
 Polytransfusion (>10 unit darah / 24 jam)
 Koagulopati (trombosit <55 000 mm -3, waktu protrombin> 15 s, waktu
tromboplastin parsial> 2 kali normal, atau rasio standar internasional> 1,5)
 Resusitasi cairan besar (> 5 liter / 24 jam)
 Pankreatitis
 Oliguria
 Sepsis
 Mayor trauma / luka bakar
 Pengendalian kerusakan laparotomi3

E. EPIDEMIOLOGI

Insiden hipertensi intra-abdomen dan sindrom kompartemen abdominal


bervariasi, tetapi penelitian menunjukkan bahwa bila dikaitkan dengan syok septik,
mungkin setinggi, 85% dan 30% masing-masing. Dalam pankreatitis akut, 40-70% dari
5
pasien berpikir untuk mengembangkan hipertensi intra-abdomen dan 10-50% perut
sindrom kompartemen. Insiden pasca laparotomi sangat bervariasi, dari rendah dengan
operasi elektif untuk cukup setelah prosedur darurat.3

F. PATOFISIOLOGI

Disfungsi organ dengan sindrom kompartemen abdominal merupakan produk efek IAH
(Intra-Abdominal Hipertension) pada beberapa sistem organ. Sindrom kompartemen abdomen
mengikuti jalur merusak mirip dengan sindrom kompartemen ekstremitas.

Masalah dimulai di tingkat organ dengan kompresi langsung; sistem berongga seperti
saluran usus dan runtuhnya sistem portal-caval di bawah tekanan tinggi.Efek seketika seperti
trombosis atau dinding usus edema diikuti oleh translokasi produk bakteri, yang menyebabkan
akumulasi cairan tambahan, yang meningkatkan lebih lanjut tekanan intra-abdomen.

Pada tingkat sel, pengiriman oksigen terganggu, menyebabkan iskemia dan


metabolisme anaerobik. Zat vasoaktif seperti histamin dan meningkatkan serotonin endotel
permeabilitas; kebocoran kapiler juga mengganggu transportasi sel darah merah; dan iskemia
memburuk.7

Sistem kardiovaskular
Tekanan dalam rongga perut secara langsung ditransmisikan ke pembuluh darah
perut. Kompresi dari sistem vena menyebabkan oklusi vena dan penurunan preload, kompresi
arteri sementara menyebabkan penurunan kepatuhan arteri dan afterload
meningkat. Kombinasi ini menyebabkan penurunan curah jantung. Curah jantung dapat lebih
lanjut dikompromikan oleh peningkatan tekanan intra-toraks karena belat diafragma dan
elevasi.Jantung dan pembuluh darah besar keduanya dikompresi dan terdistorsi sehingga
mengurangi kepatuhan dan kontraktilitas. Kombinasi peningkatan tekanan intra-abdomen
(dengan patologi yang tidak diobati) dan penurunan curah jantung dapat dengan cepat
menyebabkan cedera iskemik intra-abdominal dan kematian tak terelakkan.3

Sistem pernapasan
Tidak mengherankan, kolaps basal / atelektasis, dan penurunan paru dan dada kepatuhan
dinding adalah fitur dari kondisi ini. Dalam kombinasi, faktor-faktor ini menyebabkan

6
peningkatan hipoksia dan hiperkarbia. Pada pasien ventilasi mekanik, peningkatan tekanan
inspirasi dan PEEP lanjut akan berkompromi aliran balik vena dan fungsi kardiovaskular.
Pengobatan hipertensi intra-abdomen telah dikaitkan dengan hari ventilasi berkurang dalam
beberapa penelitian.3

Sistem Renal

Disfungsi ginjal merupakan dampak yang paling sering terjadi. Efek klasik IAH/ACS pada
system ginjal yaitu oliguria hingga menjadi anuria dengan IAP yang meningkat. IAP 15±20
mmHg dapat terjadi oliguria, sementara IAP lebih dari 30 mmHg dapat terjadi anuria.
Mekanisme terjadinya disfungsi ginjal terdiri dari banyak faktor. ACS membuat gangguan
pada kardiovaskular dengan menurunkan curah jantung sehingga menurunkan aliran arteri
ginjal, meningkatkan resistensi vascular ginjal, menurunkan filtrasi glomerulus dan kompresi
vena ginjal.5

Gambar 1. Pengaruh intra-abdominal tekanan pada fungsi ginjal

Sistem saraf pusat

Hipertensi intra-abdomen telah terbukti meningkatkan tekanan intra-kranial. Peningkatan


tekanan intra-toraks menghambat aliran balik vena dengan akibat peningkatan tekanan intra-
kranial.Beberapa penelitian pada pasien dengan cedera otak traumatis dan peningkatan tekanan
intrakranial telah menunjukkan manfaat pada tekanan intra-serebral menurunkan tekanan intra-

7
abdomen. Hipertensi intra-abdomen telah ditemukan menjadi faktor risiko independen untuk
cedera otak sekunder pada pasien cedera otak.3

Sistem gastrointestinal
Sistem pencernaan sangat rentan terhadap sakit kritis, dan ini diperparah ketika tekanan
intra-abdomen meningkat. Penurunan perfusi usus, karena redistribusi darah menurun sebagai
bagian dari respon terhadap penyakit kritis, hal ini diperburuk oleh penurunan tekanan yang
disebabkan tekanan perfusi abdomen dan peningkatan obstruksi vena yang menyebabkan
dinding usus edema. Penurunan kritis pada dinding usus disebabkan pengiriman oksigen yang
menurun, mengarah pada iskemia usus, hilangnya integritas selular, dan translokasi bakteri ke
dalam sirkulasi sistemik yang mengakibatkan sepsis. Penyembuhan anastamosis usus dan luka
perut yang terganggu menyebabkan anastomosis dan kerusakan luka.

Aliran darah hati dalam arteri, vena, dan sistem portal hati juga terpengaruh,
menyebabkan disfungsi mitokondria dan akhirnya terjadi disfungsi hati. Ini biasanya muncul
sebagai kegagalan faktor pembekuan dan sintesis protein, peningkatan kerentanan terhadap
infeksi, dan ensefalopati. Pada kasus ini asam laktat akan terganggu, sehingga kurang berguna
sebagai penanda resusitasi dan metabolisme obat juga akan terpengaruh, sehingga
pertimbangan yang matang untuk farmakokinetik obat dan dinamika diperlukan.3

Algoritma Patofisiologi Sindrom Kompartemen Abdominal

G. MANIFESTASI KLINIS

8
Kebanyakan pasien yang menderita ACS (Abdominal Compartement Syndrome) tidak
mampu berkomunikasi. Pasien jarang yang mampu menyampaikan gejala mungkin mengeluh
malaise, kelemahan, penglihatan kabur, dyspnea, perut kembung, atau sakit perut.8

Gejala klinis yang terjadi pada ACS dikenal dengan 5P, yaitu:

1. Pain (nyeri), nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada
trauma langsung.

2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut

3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)

4. Parestesia (rasa kesemutan)

5. Paralysis, merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlajut dengan
hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.5

H. Pemeriksaan Diagnostik

Studi laboratorium dan perut memakai tomografi merupakan bagian dari pemeriksaan
untuk sindrom kompartemen abdominal. Mengukur tekanan intra-abdomen (IAP) jika sindrom
kompartemen abdominal diduga. IAP dapat dengan mudah dipantau dengan mengukur tekanan
kandung kemih.7Studi laboratorium berikut dapat diindikasikan:

o Panel metabolik Komprehensif (CMP)


o Jumlah sel darah lengkap (CBC)
o Amilase dan lipase penilaian
o Waktu protrombin (PT), waktu tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT) jika pasien
heparinized
o Tes penanda Jantung
o Urinalisis dan obat urin layar
o Pengukuran kadar serum laktat (di banyak lembaga, sampel harus disimpan di atas
es)
o Gas darah arteri (ABG) : Ini adalah cara cepat untuk mengukur pH, laktat, dan
defisit basa7

9
CT scan perut dapat mengungkapkan banyak temuan halus pada sindrom kompartemen
abdominal :
o Distensi abdomen dengan rasio peningkatan anteroposterior sampai melintang
diameter perut (rasio> 0.80)
o Keruntuhan vena kava
o Penebalan dinding usus yang meningkat
o Bilateral herniasi inguinalis

Studi radiografi polos abdomen seringkali tidak berguna dalam mengidentifikasi


sindrom kompartemen abdominal, meskipun mereka mungkin menunjukkan bukti udara bebas
atau obstruksi usus.

Pada tahun 1999 Pickhardt dkk menemukan gambaran di bawah ini pada pasien dengan
sindrom kompartemen abdominal:
1. Round-belly sign – distensi abdomen dengan rasio diameter abdomen anteroposterior
ke transversal meningkat
2. Kolaps vena kaca
3. Penebalan dinding usus dengan enchancement
4. Hernia inguinal bilateral
5. USG Abdomen
6. Aneurisma aorta, bila besar dapat terdeteksi
7. Gas usus atau kegemukan mempersulit pemeriksaan5

Ultrasonografi abdomen dapat mengungkapkan aortic aneurysm, terutama dengan


aneurisma besar, tetapi gas usus atau obesitas membuat melakukan penelitian sulit.6

Diagnosis pasti dari ACS memerlukan pengukuran tekanan intraabdominal, yang harus
dilakukan dengan ambang rendah. Hal ini terutama berlaku untuk pasien yang memiliki
trauma, transplantasi hati, obstruksi usus, pankreatitis, atau peritonitis karena kondisi ini
diketahui terkait dengan ACS.

Pengukuran tekanan intraabdominal

10
Tekanan intraabdominal dapat diukur secara tidak langsung menggunakan intragastrik,
intracolonic, intravesical (kandung kemih), atau lebih rendah kateter vena cava. Dinding dari
viskus berongga atau struktur pembuluh darah bertindak sebagai membran untuk transduce
tekanan.

Pengukuran kandung kemih (misalnya, intravesical) tekanan adalah metode standar


untuk menyaring IAH dan ACS. Hal ini sederhana, minimal invasif, dan akurat (tekanan
tambahan tidak disampaikan dari otot-otot sendiri). Karena perbedaan mencatat tekanan
intravesical terjadi dengan berbagai posisi kepala, perawatan harus dilakukan untuk
memastikan kepala konsisten dan posisi tubuh dari satu pengukuran ke yang lain.

Produk komersial yang tersedia untuk menyederhanakan pengukuran, bagaimanapun,


pengukuran tekanan kandung kemih dapat dilakukan dengan persediaan rutin tersedia di unit
perawatan intensif menggunakan langkah-langkah berikut:

 Tabung drainase Foley (kandung kemih) kateter pasien dijepit.


 Saline steril (sampai 25 mL) ditanamkan ke dalam kandung kemih melalui port aspirasi
kateter Foley dan kateter berisi cairan.
 Sebuah jarum 18-gauge yang melekat pada transduser tekanan dimasukkan ke port
aspirasi. Dengan beberapa gaya yang lebih baru Foley kateter, hal ini dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem sambungan jarum-kurang.
 Tekanan diukur pada akhir ekspirasi dalam posisi terlentang setelah memastikan bahwa
kontraksi otot perut yang absen. Transduser harus memusatkan perhatian pada tingkat
linea midaxillaris.

11
Gambar 2. Measurement of intraabdominal pressure

Langkah-langkah ini membutuhkan port aspirasi yang akan ditusuk dua kali. Tiga-cara
stopcocks dapat digunakan untuk menghindari menusuk berulang port aspirasi. Komersial
sistem yang tersedia juga telah dikembangkan untuk menyederhanakan pengukuran.

Ada korelasi yang kuat antara tekanan kandung kemih dan tekanan intraabdominal
diukur secara langsung di kedua hewan dan manusia. Namun, tekanan kandung kemih
mungkin tidak akurat di hadapan adhesi intraperitoneal, hematoma panggul, patah tulang
panggul, paket perut, atau kandung kemih neurogenik karena pengukuran yang akurat
memerlukan gerakan bebas dari dinding kandung kemih.

Kronis peningkatan tekanan intraabdominal karena obesitas morbid, kehamilan, atau


ascites dapat mempersulit diagnosis. Peningkatan akut tekanan intraabdominal dapat
ditoleransi kurang baik jika ditumpangkan pada kronis IAH.8

I. PENATALAKSANAAN

12
Angka kematian yang terkait dengan sindrom kompartemen abdominal yang signifikan,
berkisar antara 60% dan 70%. Hasil yang buruk tidak hanya berkaitan dengan sindrom
kompartemen abdominal sendiri tetapi juga untuk cedera bersamaan dan syok
hemoragik. Pengobatan shock dengan besar volume resusitasi dapat memperburuk sindrom
kompartemen abdominal dengan menyebabkan reperfusi usus edema.9

The World Society of Abdominal Compartment Syndrome menunjukkan bahwa setiap


pasien dengan dua atau lebih faktor risiko memiliki tekanan intra-abdomen yang harus dipantau
dan pendekatan proaktif untuk intervensi yang harus diikuti. Manajemen awal dapat dipisahkan
menjadi rezim pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan intra-abdomen dan bertujuan
untuk mendukung organ yang lain.3

Tekanan Intra Abdomen dibagi atas:

1. Grade I : IAP 12-15 mmHg

2. Grade II : IAP 16-20 mmHg

3. Grade III : IAP 21-25 mmHg

4. Grade IV : IAP > 25 mmHg

Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur IAP, yakni dengan cara
langsyng (misalnya punksi abdomen saat dialysis peritoneal atau laparoskopi) dan secara tidak
langsung (misalnya pengukuran tekanan intrabuli, tekanan gaster, colon, atau tekanan uterus).
Nilai normal IAP adalah 5-7 mmHg.5

Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan peningkatan IAP. IAP
kritis yang menimbulkan berbagai disfungsi organ bergantung pada keadaan premorbid pasien.
Pasien gemuk setiap saat meningkat IAP tetapi telah terkompensasi dengan hal tersebut. Grade
I IAH secara umum hanya memerlukan resusitasi volume dengna pemantauan tekanan
berkelanjutan. Beberapa pasien tidak membaik keadaannya. Pasien dengan grade II harus
ditangani berdasarkan gejalanya. Bila oliguria ringan dengan kompresi jantung dan paru
minimal, dapat diresusitasi lebih lanjut dan dilanjutkan dengan memantau tekanannya. Grade
III dan IV ditangani dengan operasi dekompresi. Saat ini sebagian besar menyetujui bahwa
tekanan kritis untuk ACS adalah antara 20 hingga 25 mmHg.5

13
Penatalaksanaan tekanan grade (mmHg):

I : 10 – 15 mmHg = pertahankan normovolemia

II : 16 – 15 mmHg = Reusitasi hipervolemik

III : 26 – 35 mmHg = Dekompresi

IV :> 35 mmHg = Dekompresi dan re-eksplorasi5

Langkah-langkah sederhana seperti posisi terlentang dan melewati tabung nasogastrik


untuk dekompresi perut akan memiliki efek moderat untuk mengurangi tekanan intra-
abdomen.

Salah satu tujuan utama dalam manajemen adalah untuk mengoptimalkan curah
jantung. Seperti dijelaskan sebelumnya, kompromi kardiovaskular karena meningkatnya
tekanan intra-abdomen jauh lebih jelas pada hipovolemik bawah dihidupkan kembali
pasien. Resusitasi cairan awal harus ditujukan untuk memulihkan normovolaemia.

Kelebihan cairan, sebagaimana telah ditunjukkan, mungkin sendirinya tidak


merugikan, sehingga keseimbangan harus dicari. Jika seorang pasien penuh cairan tapi 'target'
tekanan perfusi abdomen dari 60 mm Hg belum tercapai maka terapi inotropik atau vasopresor
harus dimulai.Tidak ada bukti yang jelas untuk yang inotrope atau vasopressor harus dimulai
sebagai baris pertama, tapi terapi harus disesuaikan dengan masing-masing pasien.3

Terdapat manajemen nonoperatif pada ACS yang teridiri dari lima intervensi terapi,
tiap terapi mengandung beberapa langkah tingkat terapi:

1. Evakuasi isi intralumen

2. Evakuasi space-occupying lesion intra-abdomen

3. Memperbaiki komplians dinding abdomen

4. Optimalkan kebutuhan cairan

5. Optimalkan perfusi jaringan regional dan sistemik5

Manajemen pembedahan

14
Laparotomi dekompresi merupakan gold standard dalam penanganan pasien dengan
ACS. Pendekatan dekompresi abdomen sangat beragam. Temporary Abdominal Course (TAC)
telah banyak digunakan sebagai mekanisme mengembalikan dampak akibat peningkatan IAP.
Beberapa menganjurkan penggunaan TAC sebagai profilaksis untuk mengurangi komplikasi
post operasi dan mempermudah re-eksplorasi yang telah direncanakan. Setelah laparotomi
dekompresi, dilakukan temporer abdominal closure yang dikaitkan dengan permanen
abdominal closure pada hari berikutnya.5

Waktu dekompresi bedah adalah penting. Pada pasien dianggap beresiko tinggi
sindrom kompartemen abdominal pada saat prosedur intra-abdominal, penutupan kemudian
sementara dengan tas Bogota harus menjadi peristiwa utama. Pada orang lain yang telah
mengembangkan sindrom kompartemen abdominal, dan di mana metode non-bedah telah
gagal, dekompresi harus dilakukan sebagai prosedur darurat.3

Beberapa metode dari temporary abdominal closure dapat digunakan. Keputusan


pertama yang harus dibuat adalah apakah menutup fascia dengan bahan sintetis atau
membiarkannya terbuka. Fascia tidak boleh ditutup primer, ini berkaitan dengan tingginya
tingkat rekuren dari ACS. Jika fascia ditutup dengan bahan sintetis, berbagai bahan bisa
digunakan. Berbagai tipe dari mesh dapat digunakan termasuk polyglycolic acid,
polypropylene, atau polytetrafluoroethylene. Bahan yang dapat diserap lebih dipilih. Penutup
dengan alat burr artificial, kantung cairan vena, kantung kaset x-ray steril, dan kertas Silastic
telah digunakan.5

Penutupan perut permanen dilakukan setelah hipovolemia, hipotermia, coaguloopathy,


dan asidosis telah diperbaiki; yang biasanya tiga sampai empat hari setelah dekompresi
abdomen. Beberapa metode penutupan perut telah dideskripsikan. Primer penutupan fasia
dapat dilakukan atau cangkok kulit dapat ditempatkan diikuti oleh dinding perut tertunda
rekonstruksi.

Setelah mobilisasi signifikan cairan, dimungkinkan untuk menutup fasia tanpa


ketegangan yang signifikan. Namun, sebuah “pemisahan bagian” teknik mungkin diperlukan
untuk reapproximate fasia.5

Pasien yang dirasat di ICU sebaiknya diskrining untuk melihat factor resiko terjadinya
IAH/ACS dan dengan kegagalan organ yang baru atau progresif. Bilda dua atau lebih factor
resiko dijumpai, pengukuran IAP harus dilakukan. Dan bila IAH ditemukan, pengukuran IAP

15
serial harus dilakukan pada pasien tersebut. Gold standard pengukuran IAP adalah dengan
tekanan buli-buli.

Untuk mengukur tekanan buli-buli, suntikkan 50-100 ml saline steril kedalam Foley
kateter melalui lubang aspirasi; klem silang steril dari kantong drain urin yang diletakkan distal
dari lubang aspirasi; hubungkan ujung selang kantong drain urin ke Foley kateter; lepaskan
klem sesaat agar cairan buli keluar dan kemudian kelm ulang; Y-connect transduser tekanan
ke kantong drain melalui lubang aspirasi menggunakan jarum G 16; pastikan IAP dari
transduser menggunakan puncak dari tulang simfisis pubis sebagai titik nol dalam posisi
terlentang. Manometer tangan yang dihubungkan ke Foley kateter melalui kolom cairan di
selang dapat digunakan untuk menentukan tekanan sebagai ganti transduser.5

Sindrom kompartemen intra-abdominal algoritma manajemen hipertensi / perut.Dibuat


dengan izin dari World Society of the abdomen Kompartemen Syndrome (WSACS).3

16
/

Gambar 3. Algoritma IAH/ACS Management

17
J. Pencegahan
Pencegahan awal sangat efektif terutama pada yang telah diketahui berisiko tinggi
terkena ACS dan intervensi pre-emtif akan mengurangkan risiko penigkatan tekanan intra-
abdominal. Biasanya pasien yang berisiko ACS diketahui pada pasien yang dilaparotomi dan
operasi harus diberhentikan jika didapatkan ada gangguan pada fisiologis pasien seperti
hipotermi, asidosis, dan coagulopati. Terdapat berbagai cara untuk menutuk luka terbuka pada
abdomen. Telah tebukti bahwa ACS dapat dicegah dengan penutupan luka dengan
menggunakan jaringan yang bersifat menyerap terutama pada pasien yang menjalani
laparotomi yang paling berisiko ACS. Resusitasi yang optimal harus diterapkan berbanding
over resusitasi untuk mencegah terjadi komplikasi dalam penanganan intensif. Terdapat
berbagai cara resusitasi yang telah dievaluasi. Laktat, deficit basa, dan pH mukosa abdomen
adalah sebagai indikator untuk resusitasi. (3)

K. Penangan dalam Unit Perawatan Intensif (ICU)


Pencegahan dini pada pasien di ICU yang berisiko terkena ACS sangat bermanfaat.
Langkah lanjut yang bisa dilakukan adalah manajemen tekanan intra-abdominal dan gangguan
organ. Terdapat 4 stadium menurut pertumbuhan, uji kaji dan manejemen yang berhasil dalam
penanganan ACS. Stadium ini bergantung pengukuran tekanan kandung kemih. Gangguan
fungsi organ berhubung dengan peningkatan tekanan kandung kemih dan 100% pada pasien
dengan gangguan fungsi paru, kardiovaskular dan ginjal pada tekanan yang lebih dari 35
mmHg.(3) Meldrum et al melakukan dekompresi yang sederhana pada tekanan kandung kemih
dari tekanan 26 sampai 35 mmHg di samping tempat tidur pasien, namun merekomendasikan
eksplorasi abdomen formal dengan tekanan lebih besar dari 35 mmHg untuk mengantisipasi
signifikan iskemia intra-abdominal. Hal ini didasarkan pada perfusi gangguan kapiler usus
pada tekanan intra-abdominal lebih dari 35 mmHg. (3)
Terapi bedah merupakan jalan alternatif yang dipilih berdasarkan indicator fisiologis
klinis yang merugikan,bukan pada pengukuran parameter tunggal. Dalam pengaturan tekanan
intra-abdominal, dekompresi abdomen telah direkomendasikan pada kegagalan fungsi paru,
kardiovaskular dan ginjal. Selain itu, tekanan intra-abdominal yang tidak memberi respon
terhadap intervensi standard dan indicator usus iskemik ( asidosis dengan tonometri atau warna
usus kehitaman terlihat melalui materi cakupan transparan) dianjurkan tindakan dekompresi.
Kegagalan fungsi paru dan hiperkapnia telah diidentifikasikan sebagai indikator penting terjadi
kegagalan fungsi paru dan harus mendapat tindakan dekompresi dengan segera. (3)

18
Dekompresi abdomen dan manejemen luka
Setelah keputusan dilakukan untuk melakukan dekompresi bedah dan kebutuhan
intervensi ditegakkan, lokasi dan transportasi harus disediakan. Keputusan yang diambil untuk
melakukan dekompresi dalam unit rawat intensif (ICU) adalah fungsi dari persyaratn ventilasi
dari pasien dan resiko yang berkaitan dengan transportasi ke ruang operasi. Walaupun suplai
pernapasan optimal mungkin sudah optimal di ICU, namun lokasi ini biasanya kurang optimal
untuk mengendalikan perdarahan bedah. (3)
Potensi utama perdarahan intra-abdominal bervariasi, tetapi bisa menjadi signifikan
pada pasien dengan ACS. Perencanaan operasi harus mencakup kontinjensi untuk pengelolaan
perdarahan bedah ditemui ketika dekompresi dilakukan di ICU, yang mungkin memerlukan
transportasi mengemas dan segera ke ruang operasi. Wajib bahwa ruang operasi segera
disediakan dan tepat dikelola sebelum memulai sebuah dekompresi abdomen ICU. Pasien yang
memerlukan saluran tekanan udara yang tinggi untuk pertukaran gas memerlukan transportasi
dengan menggunakan ventilator yang bertekanan tinggi didukung oleh sumber baterai. (3)
Dekompresi abdomen memicu keadaan fisiologis dan metabolic yang buruk harus
diantisipasi. Hal ini termasuk peningkatan yang besar pada pengaturan paru dengan elevasi
dalam menit ventilasi dan alkalosis respiratorik kecuali terdapat perubahan ventilasi yang tepat.
(3)

“Washout” merupakan hasil dari akumulasi metabolisme anaerob dan member kesan
dan pemberian bolus asam dan Kalium secara sistemik langsung ke jantung. Hal ini bisa
menyebabkan aritmia dan asystol. Maka sangat penting untuk mengantisipasi,
mengidentifikasi dan mengobati efek dari gejala ini. (3)
Hal pertama yang harus dilakukan setelah tindakan dekompresi adalah penutupan fasia
secara segera. Cara alternatif untuk melindungi abdomen adalah menutup kulit dengan
menggunakan klip atau jahitan juga bisa dibungkus dengan penutup silicon dan graft. (3)
Pasien yang pernah dilakukan laparatomi dekompresi masih kemungkinan ACS untuk
kambuh, dan harus pertimbangkan untuk melakukan eksplorasi bertahap terhadpabagian yang
ditutup. Penutupan fasia mengambil waktu 7-10 hari untuk perbaikan diikuti dengan penebalan
kulit dan granulasi diikuti dengan perbaikan dari hernia dari dinding abdomen sehingga
beberapa bulan. Akhirnya, manajemen awal pada abdomen yang terbuka harus mencakup total
kehilangan cairan dan penggantian cairan yang signifikan.(3)

Terapi Intervensi

19
Standar perawatan untuk hipertensi intra-abdomen mengarahkan abdominal
compartment syndrome ditangani dengan laparotomi dekompresif dengan penutupan dinding
abdominal temporer untuk memperbesar ruang peritoneal dan mengurangi tekanan inta-
abdominal sehingga mencapai tingkat yang normal.(4)
Skema penanganan ini parallel dengan standar penanganan sindrom kompartemen
ekstremitas atau sindrom kompartemen dada. Serupa dengan sindrom kompartemen
ekstremitas, setelah penyebab hipertensi intra-abdominal dikontrol (perdarahan, asites)
abdomen dapat secara primer tertutup. Jika ACS disertai dengan edema intestinal, penutupan
primer jarang terjadi dan dapat tercapai dengan beberapa metode memperluas pembungkus
peritoneal untuk mencegah ACS rekuren. (4)
Teknik ini menggunakan teknik separasi musculo-fasial, graft prostetik, dan graft kulit atau
flap untuk rekonstruksi dinding abdomen. Ketika terapi operatif denganmudah diterima di
komunitas bedah, berbagai pengobatan non-bedah telah dieksplorasi sebagai alternatif baik
dikalangan medis maupun bedah, termasuk drainase kateter, terapi pangganti ginjal, blokade
neuromuscular dan agen prokinetik jika terdapat gas usus. Merupakan hal yang penting untuk
dicatat bahwa tidak satupun alternatif diteliti dengan prospektif, analisis percobaan acak
terkontrol mendukung efisiensi mereka dibandingkan dengan gold-standar laparotomi
dekompresif. (4)

L. KOMPLIKASI

Jika kompartemen sindrom tidak mendapatkan penanganan dengan baik maka dapat
menimbulkan berbagai komplikasi:

1. nekrosis pada saraf dan otot dalam kompartemen

2. Kontraktur volkman, merupakan kerusakan oror yang diakibatkan terlambatnya penanganan


sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas pada tangan, jari dan pergelangan tangan
karena adanya trauma lengan bawah

3. Trauma vascular

4. Gagal ginjal akut

5. Sepsis

6. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)5

20
M. PROGNOSIS

Tingkat kematian dengan kasus ACS dilaporkan 10-68% dari pasien yang
mengalaminya. Prosentase pasien yang dapat bertahan hidup dengan kasus ACS sekitar 53%.
Jika sudah diketahui ada tanda-tanda mengalami ACS, maka penatalaksaan yang harus
dilakukan adalah dekompresi laparotomi.5

N. KESIMPULAN

Abdominal compartment syndrome adalah kondisi berpotensi tinggi membawa


kematian. Kondisi ini harus didiagnosa secara dini dan harus ditangani secara efektif untuk
mengoptimalkan hasil. Sebagian besar kematian terkait dengan ACS disebabkan oleh sepsis
atau kegagalan organ multiple. Kematian terkait dengan kondisi ini telah dilaporkan dalam
10,6-68% pasien. Dalam satu seri, pasien yang mati akibat sindroma ini cenderung ke arah
jalan yang lebih fulminan, dengan mayoritas kematian terjadi dalam 24 jam pertama dari
cedera. Ada beberapa bukti bahwa sindrom tersebut dapat dicegah dalam kelompok pasien
yang berisiko tinggi dengan penutupan menggunakan graft pada dinding abdomen setelah
dilakukan laparotomi. (3)
Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji lebih lanjut tentang insiden ini, dalam
jangka waktu pendek maupun panjang pada morbiditas dan mortalitas. (3)

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Paula, Richard MD. 2009. Abdominal Compartment Syndrome. Available


at www.emedicine.com/ 829008-overview.htm
2. Pleva, J. Šír, M. Mayzlík, J. 2004. Abdominal Compartment Syndrome in Polytrauma.
In: Biomed. Papers 148(1), 81–84 (2004). Available at
http://publib.upol.cz/~obd/fulltext/Biomed/2004/1/81.pdf
3. Berry, Neil. Abdominal Compartement Syndrome . Di unduh dari alamat website
http://ceaccp.oxfordjournals.org/content/early/2012/03/08/bjaceaccp.mks006
4. Guidelines: Intra-Abdominal Hypertension and the Abdominal Compartment
Syndrome: IMPROVE Trial Guidelines. Diunduh dari alamat wesite
http://www1.imperial.ac.uk/resources/7E446966-128C-40E7-8F73-DC2CD6502FC6/
5. Diunduh dari http://normaastria.blogspot.com/2012/05/abdominal-compartment-
syndrome.html
6. Bob H Saggi, Rao Ivatury, Harvey J Sugerman. Abdominal Compartement Syndrome.
Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK6965/
7. Paula, Richard MD. Abdominal Compartement Syndrome. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/829008-overview#aw2aab6b2b3
8. Gestring, Mark MD. Abdominal Compartement Syndrome. Diunduh dari
http://www.uptodate.com/contents/abdominal-compartment-syndrome#H16
9. Patel, Aashish. Abdominal Compartement Syndrome. Diunduh dari
http://www.ajronline.org/doi/full/10.2214/AJR.07.2092
10. Diunduh dari http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/08/anatomi-abdomen.html

22

Anda mungkin juga menyukai