Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcopotes Scabiei var. hominis dan produknya. Penyakit ini ditandai
dengan gatal pada malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat
predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat
polimorfik tersebar di seluruh badan.1 Sarcopotes Scabiei var.hominis termasuk pada
filum Arthropoda kelas Arachnida, ordo Acari, family Sarcoptidae merupakan tungau
yang ditemukan pada manusia yang memiliki bentuk oval, punggung cembung, perut
rata, dan mempunyai 8 kaki dan tungau ini memiliki ukuran kecil. Tungau akan
menggali kedalam lapisan kulit teratas namun tidak akan melebihi dari stratum
korneum. Terowongan yang digalih oleh tungau ini akan berbentuk garis seperti ular
yang berwarna keabu-abuan dan dapat berukuran 1 cm atau lebih.2

Cara penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung kulit dengan kulit
misalnya hubungan seksual, berjabat tangan dan tidur bersama atau secara tidak
langsung (melalui benda) misalnya dengan berbagi pakaian, handuk seprai, bantal
dan lain-lain. Penularan antara anggota keluarga dan orang-orang terdekat sangat
sering terjadi.3 Diagnosis pada skabies adalah dengan menemukan 2 dari 4 tanda
kardinal yaitu pruritus nokturna artinya gatal dimalam hari, menyerang sekelompok
orang misalnya sebuah keluarga, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat
predileksi yang berwarna keputihan atau kebau-abuan, serta ditemukannya tungau
pada pemeriksaan penunjang tungau yang ditemukan dapat satu atau lebih.1

Di Amerika serikat, rata-rata prevalensi skabies adalah 2,81 dari 1000


perempuan terkena skabies dan 2,27 dari 1000 laki-laki terkena skabies, sedangkan
di Spanyol dan Yunani skabies merupakan masalah yang signifikan pada imigran
yaitu 4,8% dan 4,1%. Angka kejadian terjadinya skabies tinggi di negara dengan

1
iklim panas dan tropis. Skabies merupakan endemik di lingkungan yang padat
penduduk dan miskin.4 Menurut Departemen Kesehetan RI prevalensi skabies di
Indonesia pada tahun 2009 adalah 4,6%-12,9% dan skabies menduduki urutan ketiga
dari 12 penyakit kulit tersering yang di jumpai. Terdapat 704 kasus skabies yang
merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru.5 Juliver Gabriel dkk menemukan bahwa
dari 4099 penderita penyakit kulit yang datang berobat di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado terdapat 60 penderita skabies (1,46%), terbanyak pada kelompok
usia 15-24 tahun (16 orang).6 Berdasarkan dari uraian diatas maka dapat diketahui
bahwa skabies merupakan penyakit kulit yang sering ditemukan di negara beriklim
tropis seperti Indonesia itulah mengapa penulis tertarik untuk membuat laporan kasus
mengenai skabies.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. DT
Umur : 36 tahun
TTL : Lolah, 1 Desember 1981
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Lolah satu jaga IX, Tombariri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Minahasa
Agama : Katolik
Pasien Konsul : 4 Agustus 2018
Ho. HP : 085256776581

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Bercak kehitaman pada hampir seluruh tubuh sejak 3 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dikonsulkan ke bagian Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou pada tanggal 4 agustus dengan keluhan utama timbul bercak kehitaman
pada hampir seluruh tubuh sejak 3 minggu yang lalu. Sebelumnya timbul bintil
kemerahan dulu di tangan yang mulai menjalar hingga di seluruh tubuh. Keluhan
tersebut disertai dengan gatal-gatal yang terutama dirasakan pada malam hari
yang membuat pasien sering menggaruk kulitnya hingga timbul luka akibat
garukan di kaki dan mengeluarkan nanah. Namun saat ini nanahnya sudah tidak

3
ada dan luka di kaki pasien sudah mulai mengering. Pasien saat ini dirawat di
irina F neuro dengan penurunan kesadaran ec SOL intracranial.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami penyakit yang seperti ini sebelumnya kurang lebih 1
tahun yang lalu dan diobati dengan scabimite.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan maupun debu.

Riwayat Atopi
Pasien tidak memiliki riwayat asma dan riwayat bersin-bersin pada pagi hari.

Riwayat Penyakit Keluarga


Sebelumnya anak pasien menderita penyakit yang serupa dan saat ini seluruh
anggota keluarga dalam rumah juga menderita penyakit yang seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi


Kehidupan sehari-hari pasien sebagai ibu rumah tangga. Rumah pasien
beratap seng, berdinding beton, berlantai keramik dan memiliki ventilasi yang
baik.

Riwayat Kebiasaan
Pasien tinggal dirumah orang tuanya dan tinggal 6 orang dalam rumah. Pasien
mengaku jarang mandi dan jarang menjemur kasur. Pasien tidur bersama suami
dan anaknya di ruangan yang sama.

4
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 61 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6°C
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 55 kg
BMI : 22.03
Status Gizi : Normal
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (-)
Hidung : Sekret (-), Saddle Nose (-)
Mulut : Karies gigi (-)
Leher
Trakea letak tengah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks
Cor : SI-II Reguler, bising (-), murmur (-)
Pulmo : Simetris, retraksi (-), Sp. Vesikuler, Rh -/- , Wh -/-
Abdomen
Datar, lemas, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-).
Hepar / Lien : Tidak teraba.
Inguinalis
Pembesaran KGB : (-)
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik.

5
Status Dermatologis
Generalisata: Makula hiperpigmentasi, multiple, berbatas difus
Regio dorsum pedis dekstra makula hiperpigmentasi, multiple, berbatas difus,
erosi (+), Krusta (+)

Gambar 1. Lesi pada regio kruris, regio femoralis dekstra et sinistra

Gambar 2. Lesi pada regio brachii, regio antebrachii dekstra et sinistra

Gambar 3. Lesi pada regio manus

6
Gambar 4. Lesi pada regio abdominalis

Gambar 5. Lesi pada regio dorsum pedis

D. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit tidak ditemukan parasit, telur
ataupun kotoran (skibala)

E. Diagnosis
Skabies + Infeksi Sekunder

F. Diagnosis Banding
- Prurigo
- Pedikulosis korporis
- Dermatitis

7
G. Penatalaksanaan
- Permethrin 5% 1x oles selama 10 jam
- Asam fusidat cream 2x oles
- Cetirizine 10 mg 1x1 PO

H. Edukasi
- Mandi dengan air hangat dan keringkan badan;
- Pengobatan skabisid topikal yang dioleskan di seluruh kulit, kecuali wajah,
sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur;
- Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan;
- Ganti pakaian, handuk, sprei yang digunakan, dan cuci teratur, bila perlu
direndam dengan air panas karena tungau akan mati pada suhu 130o C;
- Hindari penggunaan pakaian, handuk, seprai bersama anggota keluarga
serumah;
- Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid dan tidak
boleh mengulangi penggunaan skabisid yang berlebihan setelah seminggu
sampai dengan 4 minggu yang akan datang; dan
- Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang
sama dan ikut menjaga kebersihan.

I. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8
BAB III

PEMBAHASAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiel var. hominis dan produknya. Penyakit ini ditandai gatal
malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit
yang tipis, hangat dan lembab. Cara penularan dapat kontak langsung (kulit dengan
kulit) maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal dan lain-lain).1

Siklus hidup Sarcoptes scabei diawali dengan masuknya tungau dewasa ke


dalam kulit manusia dan membuat terowongan di stratum korneum sampai akhirnya
tungau betina bertelur. Sarcoptes scabei tidak dapat menembus lebih dalam dari
lapisan stratum korneum. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 2-3 hari dan
larva menjadi nimfa dalam 3-4 hari. Nimfa berubah menjadi tungau dewasa dalam 4-
7 hari. Sarcoptes scabei jantan akan mati setelah melakukan kopulasi, tetapi kadang-
kadang dapat bertahan hidup dalam beberapa hari. Pada sebagian besar infeksi,
diperkirakan jumlah tungau hanya terbatas 10-15 ekor dan kadang terowongan sulit
diidentifikasi. Siklus hidup Sarcoptes scabei sepenuhnya tergantung pada tubuh
manusia sebagai host, namun tungau ini mampu hidup di tempat tidur, pakaian atau
permukaan lain pada suhu kamar selama 2-3 hari dan masih memiliki kemampuan
untuk berinfestasi dan menggali terowongan.7,8

Seseorang mengalami gejala skabies ketika tungau masuk ke dalam lapisan


kulitnya. Lesi primer pada umumnya terbentuk akibat infeksi skabies pada umumnya
berupa terowongan yang berisi tungau, telur dan hasil metabolismenya. Terowongan
berwarna abu-abu, putih, tipis dan kecil seperti benang dengan struktur linear atau
berkelok-kelok merupakan hasil dari pergerakan tungau dalam lapisan korneum. Di
ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan dapat

9
ditemukan bila belum ada infeksi sekunder. Ketika menggali terowongan, tungau
mengeluarkan sekret yang dapat melisiskan stratum korneum. Sekret tersebut akan
menyebabkan sensitisasi sehingga menimbulkan lesi sekunder. Lesi primer pada
infeksi skabies sangat menular melalui jatuhnya krusta yang berisi tungau. Krusta
tersebut menyediakan makanan dan perlindungan bagi tungau yang memungkinkan
mereka untuk bertahan hidup.9

Diagnosis penyakit ini ditegakkan melalui anamnesis, gambaran klinis dan


juga pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini pasien dikonsulkan dengan keluhan
utama bercak kehitaman pada hampir seluruh tubuh sejak 3 minggu yang lalu.
Awalnya timbul bintil kemerahan di hampir seluruh disertai gatal-gatal terutama pada
malam hari. Berdasarkan riwayat keluarga pasien, dikatakan bahwa seluruh anggota
keluarga dalam rumah juga menderita keluhan sama seperti ini. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan generalisata makula hiperpigmentasi, multiple, batas difus. Pada
regio dorsum pedis tampak adanya erosi dan krusta akibat bekas garukan pasien.

Seseorang dapat didiagnosis menderita penyakit skabies, apabila memenuhi 2


dari 4 tanda kardinal skabies. Tanda kardinal skabies yaitu pruritus menyerang
berkelompok, adanya terowongan (kanalikulus) dan menemukan tungau.1 Pada
pasien ini didapatkan 2 tanda kardinal skabies yaitu pruritus nokturna dan adanya
anggota keluarga sekitar pasien yang mengalami keluhaan yang sama (menyerang
berkelompok). Dua tanda kardinal lainnya tidak ditemukan pada pasien ini yaitu
terowongan (kanalikulus) pada tempat predileksi dan ditemukannya tungau, telur dan
kotoran (skibala). Hal ini disebabkan karena terowongan (kanalikulus) telah digaruk
oleh pasien akibat reaksi gatal sehingga terowongan rusak dan pada pemeriksaan
mikroskopis kerokan kulit tidak ditemukan parasit, telur ataupun kotoran (skibala).

Patomekanisme gatal pada skabies diakibatkan dari proses skabies betina


yang dibuahi menggali terowongan (kanalikulus) dalam stratum korneum yang
menyebabkan rasa gatal dan menimbulkan respon imunitas selular dan humoral serta
mampu meningkatkan IgE baik diserum maupun dikulit. Gatal pada malam hari atau

10
pruritus nokturna pada kasus skabies disebabkan oleh aktivitas skabies lebih tinggi
pada suhu yang lebih lembab dan panas.1

Lokasi predileksi skabies dominan pada daerah kulit yang memiliki stratum
korneum yang relatif longgar dan tipis dikarenakan siklus hidup skabies yang sangat
bergantung pada kemampuannya meletakan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum seperti sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, sekitar pusar, paha
bagian dalam, genitalia pria dan bokong. Efloresensi/sifat dari lesi akibat skabies
adalah wujud kelainan kulit pada skabies dapat berupa papula dan vesikel miliar
sampai lenticular disertai eksoriasi (scratch mark). Jika terjadi infeksi sekunder
tampak pustula lenticular.10-12

Penyakit skabies merupakan penyakit dengan tingkat penularan yang cukup


tinggi melalui transmisi secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu,
skabies umumnya menyerang komunitas atau kelompok manusia, misalnya sebuah
keluarga, sehingga seluruh keluarga dapat terkena infeksi yang sama. Pada pasien ini,
ditemukan adanya riwayat dengan keluhan yang sama pada anak pasien dan seluruh
anggota keluarga dalam rumah juga menderita keluhan yang sama dengan pasien.

Diagnosis pasti penyakit skabies dapat ditegakkan bila pada pemeriksaan


penunjang menemukan tungau Sarcoptes scabei melalui kotoran, insisi maupun
biopsy pada lesi. Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan mikroskopis kerokan
kulit tetapi hasilnya tidak ditemukan parasit, telur ataupun kotoran (skibala) pada
skabies. Namun, tidak ditemukannya tungau Sarcoptes scabei tidak menyingkirkan
diagnosis skabies.13

Pada pasien ini diberikan pengobatan topikal dan sistemik. Pada terapi
sistemik diberikan antihistamin yaitu cetirizine untuk mendapatkan efek anti
pruritusnya. Pada terapi lokal diberikan krim permetrin 5% yang fungsinya sebagai
skabisid. Dipilih permetrin krim karena sifat skabisidnya sangat baik serta aman
karena efek toksisitasnya sangat rendah, dan kemungkinan keracunan karena salah
penggunaan sangat kecil.14 Selain itu krim permethrin juga dapat membunuh telur

11
dari parasit.7 Penelitian yang dilakukan oleh Celestyna Mila dkk juga menemukan
bahwa terapi skabies menggunakan krim permethrin menunjukan perbaikan yang
lebih cepat dibandingkan dengan crotamiton dan sulfer ointment.15 Pada pasien ini
juga diberikan terapi Asam Fusidat 2% krim, dimana mekanisme kerjanya
menghambat sintesis protein sehingga mencegah pertumbuhaan bakteri terutama
bakteri gram positif pada daerah lesi, agar tidak terjadi infeksi sekunder.
Penatalaksanaan lainnya meliputi edukasi bagi pasien dan seluruh anggota keluarga
atau orang yang dekat dengan penderita, yaitu:
- Mandi dengan air hangat dan keringkan badan;
- Pengobatan skabisid topikal yang dioleskan di seluruh kulit, kecuali wajah,
sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur;
- Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan;
- Ganti pakaian, handuk, sprei yang digunakan, dan cuci teratur, bila perlu
direndam dengan air panas karena tungau akan mati pada suhu 130o C;
- Hindari penggunaan pakaian, handuk, seprai bersama anggota keluarga
serumah;
- Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid dan tidak
boleh mengulangi penggunaan skabisid yang berlebihan setelah seminggu
sampai dengan 4 minggu yang akan datang; dan
- Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang
sama dan ikut menjaga kebersihan.

Prognosis dari skabies pada umumnya baik bila diobati dengan benar dan juga
menghindari faktor pencetus dan predisposisi. Penatalaksanaan tidak hanya berfokus
pada pasien tetapi juga orang-orang yang kontak langsung atau dekat dengan
penderita melalui edukasi atau bahkan skabisid topikal bila perlu bertujuan untuk
mencegah penyebaran karena seseorang dapat mengandung tungau skabies yang
masih dalam periode inkubasi asimptomatik.1,2,16

12
BAB IV
PENUTUP

Seorang perempuan berumur 36 tahun, dikonsulkan dengan keluhan utama


bercak kehitaman di hampir seluruh tubuh sejak 3 minggu yang lalu. Awalnya timbul
bintil kemerahan dulu di seluruh tubuh serta adanya keluhan gatal yang terutama pada
malam hari. Sebelumnya anak Pasien menderita penyakit yang serupa dan saat ini
seluruh anggota keluarga dalam rumah juga menderita seperti ini. Pada pemeriksaan
fisik status dermatologis didapatkan makula hiperpigmentasi, multiple, berbatas difus
generalisata. Pada regio dorsum pedis dekstra erosi (+), krusta (+). Pada pemeriksaan
mikroskopis kerokan kulit tidak ditemukan tungau, telur atau kotoran (skibala).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien di diagnosis dengan
skabies. Penatalaksanaan yang diberikan berupa krim permethrin 5%, krim asam
fusidat dan obat oral cetirizine 1x 10 mg.
Prognosis skabies pada umumnya baik bila di obati dengan benar serta pasien
juga harus memperhatikan cara pemakaian obat dengan benar dan menghilangkan
faktor pencetus. Penatalaksanaan juga diberikan pada orang terdekat pasien atau
orang-orang yang kontak langsung dengan penderita.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi Sri Linuwih SW, Bramono Kusmarinah, Indriatmi Wresti. Buku


Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin.2016. edisi 7. FKUI.
2. Chosidow O. Scabies [Internet]. 2006. [cited 2018 Agust 10]. Available from:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp052784
3. Diagnosis of Scabies.2015. CDC journal
4. Tan Sukmawati Tansil, Angelica Jessica, Krisnataligan. Scabies: Terapi
Berdasarkan Siklus Hidup. 2017. Kalbemed
5. Parman, Hamdani, Irwandi, Pratama Angga. Factor Resiko Hygiene
Perorangan Santro Terhadap Kejadian Penyakit Kulit Skabies di Pesantren
AL-Baqiyatushalihat Tanjung Jabung Barat Tahun2017. 2017. Jurnal Ilmiah
Universitas Batangkari Jambi.
6. Gabriel Juliver, Suling Pieter, Pandaleke Harry. Profil Skabies di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-
Desember2013.2013. Journal e-Clinic
7. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi Kedokteran edisi
keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008
8. Currie BJ, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. N Egl J Med.
2010;362(8): h. 717-25
9. Mutiara H, Syailindra F. Skabies. Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Majority. 2016:5(2): h. 37-42.
10. Fathy FM, El-Kasah F, El-Ahwal AM. Clinical and parasitological study on
scabies in Sirte, Libya. J Egyptian Soc Parasitology. 2010; 40:707-31.
11. Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2005.
12. Mansyur M, Wibowo AR, Maria A, Munandar A, Bdillah A, Ramadora AF.
Pendekatan kedokteran keluarga pada penatalaksanaan skabies anak usia pra
sekolah. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FK UI; 2006.

14
13. Salvastru CM, Chosidow O, Boffa MJ, Janier M, Tiplica GS. European
Guideline for the Management of Scabies. Journal of the European Academy
of Dermatology and Venerology. 2017; 31: h. 1248-53.
14. Ayerbe FJ, Munoz JB. Ivermectin for crusted Norwegian scabies induced by
use of topical steroids. Arch Dermatol 1998;134:143-5
15. Kerzenkowska CM, Wozniak A, Malinow EK, Kaluzna L, Wesolowski R,
Pocwiardowski W, et al. Comparative Efficacy of Topical Permethrin,
Crotaminton and Sulfur Ointment in Treatment of Scabies. J Arthropod-Borne
Dis. 2017;11(1): h. 1-9
16. American Academy of Dermatology. Scabies [Internet]. 2015. [cited 2018
Agust 10]. Available from: https://www.aad.org/dermatology-a-to-z/diseases-
andtreatments/scabies

15

Anda mungkin juga menyukai