Tanggal Kunjungan: 07 FEBRUARI 2019 Pendamping : Dr. dr. Gustaaf A. E. Ratag, MPH
1
Rangkuman Portofolio
1. Subjektif :
2. Objektif :
4. Plan :
Edukasi : Harus teratur minum obat jangan sampai putus obat, makan
dan minum teratur, olahraga teratur.
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
home visit saat ini akan dilakukan peninjauan pada pasien yang telah didiagnosa
sebagai tuberkulosis paru yang sementara menjalani pengobatan.
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksi kronik menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sudah sangat lama dikenal pada
manusia dan sampai saat ini menjadi masalah kesehatan penting di dunia. Menurut
World Health Organization (WHO) dalam satu tahun, kuman M. tuberculosis telah
membunuh sekitar 2 juta jiwa, dan WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2002-
2020 ada sekitar 2 miliar orang yang terinfeksi kuman ini, di mana 5-10% di antara
infeksi akan berkembang menjadi penyakit, 40% di antara yang sakit dapat berakhir
dengan kematian. Perkiraan dari WHO, yaitu sebanyak 2-4 orang terinfeksi
tuberkulosis setiap detiknya dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena
tuberkulosis. Kecepatan penyebaran tuberkulosis bisa meningkat lagi sesuai dengan
peningkatan penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acuired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan munculnya kasus TB-MDR (multi drug
resistant) yang kebal terhadap bermacam obat. Pada tahun 2013 WHO
memperkirakan ada 8,6 juta kasus baru TB (13% merupakan koinfeksi dengan
HIV) dan 1,3 juta orang meninggal karena tuberkulosis di mana diantaranya
940.000 orang dengan HIV negatif dan 320.000 orang dengan HIV dan tuberkulosis
positif.5-7
Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah penderita TB terbanyak
di dunia setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar
5,8% dari total jumlah pasien TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun
terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka
prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan
TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Oleh karena itu kerugian ekonomi
akibat TB juga cukup besar. 7,8
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan tingginya kasus TB di Indonesia.
Waktu pengobatan TB yang relatif lama (enam sampai delapan bulan) menjadi
penyebab penderita TB sulit sembuh karena pasien TB berhenti berobat (drop)
setelah merasa sehat meski proses pengobatan belum selesai. Selain itu, masalah
TB diperberat dengan adanya peningkatan infeksi HIV/AIDS yang berkembang
cepat dan munculnya permasalahan TB- Multi Drugs Resistant (MDR, kebal
4
terhadap bermacam obat). Masalah lain adalah adanya penderita TB laten, dimana
penderita tidak sakit namun akibat daya tahan tubuh menurun, penyakit TB akan
muncul.8,9
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan,
serta keadaan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang kurang kemungkinan
besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan
jumlah kasus TB. Telah terbukti di amerika serikat selama bahwa lingkungan sosial
ekonomi yang baik, pengobatan teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil
menurunkan angka borbiditas dan mortalitas. Proses penularan penyakit ini terjadi
secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering
dibandingkan dengan organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui
basil tahan asam (BTA). Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui
inokulasi langsung.
Tatalaksana pada pasien dengan Tuberkulosis paru dibagi menjadi
penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis
1. Tatalaksana Farmakologis
Pada pasien baru dengan BTA positif, pasien baru TB paru BTA negatif
dengan foto thoraks mendukung TB dan TB ekstra paru, pengobatan fase
awal terdiri dari 4 Kombinasi Dosis Tetap (KDT) yaitu Rifampicin 150mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamide 400 mg dan etambutol 275 mg diminum
setiap hari selama 2 bulan dimana jumlah tablet yang diminum berdasarkan
berat badan yaitu 2 tablet untuk berat badan 30-37 kg, 3 tablet untuk berat
badan 38-54, 4 tablet untuk berat badan 55- 70 kg, dan 5 tablet untuk berat
badan diatas 70 kg. Jumlah tablet berdasarkan berat badan tersebut juga
digunakan untuk pengobatan fase lanjutan. Pada fase lanjutan, obat yang
diminum adalah 2 KDT yang terdiri dari rifampisin 150 mg dan isoniazid
150 mg dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 4 bulan.10
2. Tatalaksana Nonfarmakologis11
Tatalaksana nonfarmakologis yang dapat diberikan pada pasien dan
keluarga penderita TB paru adalah sebagai berikut:
a. Konseling mengenai pentingnya tipe pengobatan preventif
dibandingkan kuratif.
5
b. Konseling mengenai penyakit TB pada pasien dan keluarga.
c. Konseling kepada pasien untuk melakukan kontrol rutin jika ada
keluhan dan mengambil obat di Puskesmas jika obatnya habis.
d. Konseling kepada pasien untuk memeriksakan kembali dahaknya
setelah dua bulan dan enam bulan pengobatan.
e. Konseling kepada pasien untuk makan makanan yang bergizi berupa
tinggi kalori dan tinggi protein.
f. Konseling kepada pasien efek samping obat yang timbul seperti buang
air kecil akan berwarna merah yang menandakan itu bukanlah darah
hanya menandakan reaksi obat. Selain itu juga bisa timbul gatal-gatal
dan kepala terasa pusing. Hal ini dilakukan agar pasien tetap minum
obatnya dan tidak berhenti minum obat.
g. Konseling kepada pasien untuk mengalihkan stress psikososial dengan
hal-hal bersifat positif.
h. Edukasi mengenai gaya hidup bersih dan sehat seperti tidak merokok
serta fungsi dari ventilasi dalam rumah.
i. Konseling mengenai penyakit TB yang dapat menular dengan anggota
keluarga lainnya yang dapat dicegah dengan pemakaian masker, dan
tidak membuang dahak sembarangan (di wc/ kotak sampah didapur/
asbak).
j. Konseling kepada pasien untuk pemberian imunisasi BCG kepada
cucunya yang masih berusia satu bulan untuk pencegahan terhadap TB.
k. Memberikan edukasi kepada keluarga untuk berperan dalam
mengingatkan pasien mengenai rutinitas minum obat.
l. Edukasi dan motivasi mengenai perlunya perhatian dukungan dari
semua anggota keluarga terhadap perbaikan penyakit pasien.
m. Deteksi dini kuman TB pada keluarga yang tinggal serumah dengan
pasien.
6
dalam menolong penderita TB, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya
yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan
kesehatan.Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat
berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan, serta cara untuk
mencegah penularan.12
7
BAB II
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Tuan YW
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Manado, 10 November 1952
Umur : 66 Tahun
Alamat : Kelurahan Banjer, Kec. Tikala
Agama : Kristen
Pekerjaan : Pensiunan
Bangsa : Indonesia
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Kunjungan : 07 Februari 2019
B. Struktur Keluarga/Genogram
: Pasien
: Perempuan
: Laki-laki
8
DW Anak Perempuan 22 Sehat
5
3. Bertingkat/tidak : Tidak
5. Ruang keluarga :-
8. Dapur : 1 ruang
E. Denah Rumah
Kamar Kamar T
Dapur E
R
Ruang Tamu A
Kamar S
WC/
Gambar 1. Denah Rumah
KM
9
F. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD: 130/80 mmHg, N: 88 x/m, R: 20 x/m, S : 36.4oC, BB:
50 kg, TB: 162 cm, IMT : 19,1 kg/m2, status gizi menurut WHO: Gizi baik
Thoraks: Simetris, rhonki (+/+), wheezing (-/-), suara napas vesikuler, bunyi
jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-/-).
Abdomen: Tidak terdapat bekas luka, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), massa
(-), hepar dan lien tidak teraba, timpani, BU (+) normal.
10
6. Riwayat Keluarga dan Lingkungan
Pasien menyangkal adanya riwayat TB paru di dalam keluarga tapi
dalam lingkungan pasien dikatakan terdapat tetangga yang menjalani
pengobatan 6 bulan karena batuk berdarah.
7. Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan merokok dan minum alkohol disangkal.
8. Riwayat Sosial Ekonomi
Hubungan dengan tetangga dan orang sekitar baik, tidak ada masalah
baik di rumah maupun di masyarakat. Penderita sudah menikah dan
tinggal bersama anak dan cucunya di rumah.
9. Riwayat Gizi
Penderita memiliki berat badan 50 kg, tinggi badan 162 dan indeks
massa tubuh 19,1 kg/m2. Berdasarkan data ini, status gizi pasien
dikategorikan sebagai gizi baik.
10. Diagnostik holistik (biopsikososial)
Personal : Sesak napas jika beraktifitas lama dan berat
Klinis : Tuberkulosis paru
Faktor Internal : Tidak terdapat riwayat genetik
Faktor Perilaku :-
Psikososial : Pasien tinggal bersama istri dan anaknya
di daerah lingkungan yang padat serta lembab.
H. Manajemen Kasus
1. Promotif
- Menjelaskan kepada pasien mengenai tuberkulosis paru serta
penanggulangannya.
- Menjelaskan cara penggunaan, penyimpanan dan dosis yang benar.
2. Preventif
- Menjaga kebersihan individual
- Menggunakan masker baik pasien maupun keluarga
- Tidak membuang air liur sembarangan
- Ventilasi udara baik
11
- Lingkungan rumah dan kamar sebaiknya terkena sinar matahari agar
tidak lembab
3. Kuratif
Melakukan pengobatan tuberculosis paru selama 6 bulan dan dimulai
dengan tahap awal selama 2 bulan kemudian tahap lanjut selama 4
bulan. Tahap awal menggunakan Kombinasi Dosis Tetap.
12
BAB III
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
15