Anda di halaman 1dari 27

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan
jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu
keadaan gula darah yang tingginya sudah membahayakan (Setiabudi, 2008).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnonormalitas metabolism karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. (Yuliana elin, 2009)
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif Mansjoer,
2001).
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer Suzzane C &
Brenda G.Bare, 2001).
Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dm adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini adalah
hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan metabolisme
karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak
dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik karena proses autoimune,
dipengaruhi secara genetik dengan gejala yang pada akhirnya menuju tahap perusakan
imunologi sel-sel yang memproduksi insulin.

2. Etiologi
a. Diabetes tipe I:
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
Orang yang gemuk, insulin yang beredar didalam tubuh menjadi tidak efektif,
yang disebabkan banyaknya glukosa didalam tubuh meskipun pankreas telah
bekerja keras mengeluarkan insulin untuk menormalkan kadar glukosa dalam
darah.
3) Riwayat keluarga
Faktor Genetik Orang tua yang memiliki riwayat diabetes melitus cenderung
akan menurunkan kepada anaknya karena diperkirakan genetik locus yang
menurunkan penyakit diabetes melitus tipe II yaitu kromosom tipe II yang
menyebabkan resistensi insulin.

3. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes yang utama adalah : (Brunner and Suddarth)
a. Tipe I : Diabetes Melitus tergantung insulin (Insulin dependent diabetes mellitus
atau IDDM). Ciri-ciri klinis dari DM Tipe I ini yaitu awitan terjadi pada segala
usia, tetapi biasanya pada usia muda (<30 tahun), biasanya bertubuh kurus pada
saat didiagnosis dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadi, etiologi
mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan misalnya virus, sering
memiliki antibodi terhadap insulin meskipun belum pernah mendapatkan terapi
insulin, cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin, komplikasi akut
hiperglikemi : ketoasidosis diabetik.
b. Tipe II : Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin dependent
diabetes mellitus atau NIDDM). Ciri-ciri klinis dari DM tipe II ini yaitu awitan
terjadi pada segala usia, biasanya diatas 30 tahun, biasanya bertubuh gemuk pada
saat didiagnosis, etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan,
penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin, ketosis
jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stres atau menderita infeksi, komplikasi
akut : sindrom hiperosmoler nonketotik).
c. Gestational Diabetes : Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil.
Diabetes melitus( gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu
kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak
cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan selama
kehamilan dan dapat meningkatkan atau menghilang setelah persalinan.
Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan diabetes gestational dapat
mengganggu kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-
wanita dengan Diabetes Melitus gestational sewaktu-waktu dapat menjadi
penderita.
d. Diabetes yang berhubungan dengan sindrom lainnya : Disertai dengan keadaan
yang diketahui/ dapat menyebabkan penyakit: pankreatitis, kelainan hormonal,
obat-obatan seperti glukokortikoid, dan preparat yang mengandungsetrogen
penyandang diabetes.

4. Patofisiologi
Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hipereglikemia-
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.Disamping itu
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam
urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani
akan mengakibatkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe
II.
5. Pathway
Factor genetic, factor imunologi, factor lingkungan (virus/ toksin), Usia, resistensi insulin, obesitas, riwayat keluarga

Kerusakan sel beta pankreas

Defisiensi insulin

Glukosa tidak dapat diserap oleh sel

Gula dalam darah tinggi (hiperglikemia)

Ginjal tidak mampu menyerap Glukosa dalam sel menurun Glukagon Anabolisme
kembali semua glukosa Gangguan sirkulasi darah
protein menurun
Proses metabolisme terganggu
Glukogenesis
Glukosuria Suplai darah ke
Sel dalam tubuh lapar Polifagia Kerusakan pada
Metabolisme jaringan perifer ↓
antibodi
Diuresis osmotik lemak meningkat
Produksi energy ↓ Hipoksia
Kekebalan tubuh
Poliuria Produksi badan jaringan perifer
Lemak menurun
Ketonuria
Lemah, letih, lesu lisis keton meningkat
Dehidrasi Polidipsia Ketidakefektifan
Neuropati Resiko
Ketoasidosis diabetik perfusi jaringan
Keletihan BB menurun sensori infeksi
perifer
perifer
Kekurangan Nafas bau aseton, Hiperventilasi
volume cairan mual, muntah Klien tidak merasa sakit
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Anoreksia Luka
kebutuhan tubuh
Luka gangren
Kerusakan Proses penyembuhan luka ↓
integritas kulit
Hambatan
mobilitas fisik
6. Manifestasi klinis
a. Diabetes Melitus Tipe I
Gejala dari penderita Diabetes mellitus yaitu 3P :
1) Poliuria
Peningkatan dalam berkemih. Terjadi akibat konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
2) Polidipsia
Peningkatan rasa haus. Terjadi karena pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan yang disebut diuresis osmotik.
3) Poliphagia
Peningkatan selera makan akibat menurunnya simpanan kalori dan defisiensi
insulin mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan.
4) Nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian yaitu akibat dari ketoasidosis, yang
merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila
jumlahnya berlebihan.
b. Diabetes Melitus Tipe II
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lama dan progresif maka DM Tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi dengan gejala ringan seperti :
1) -Kelelahan
2) -Iritabilitas
3) -Poliuria
4) -Polidipsia
5) -Luka pada kulit yang lama sembuh
6) -Infeksi vagina
7) -Pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi sekali)

7. Pemeriksaan penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan Belum pasti DM
DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu
- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200

Kadar glukosa darah puasa


- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

c. Tes toleransi glukosa oral / TTGO


Tes ini telah digunakan untuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti,
namun tidak dibutuhkan untuk penapisan dan tidak sebaiknya dilakukan pada
pasien dengan manifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia.
Cara pemeriksaannya adalah :
1) Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
2) Kegiatan jasmani cukup
3) Pasien puasa selama 10 – 12 jam
4) Periksa kadar glukosa darah puasa
5) Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum
dalamwaktu 5 menit
6) Periksa kadar glukosa darah saat ½, 1, dan 2 jam setelah diberi glukosa
7) Saat pemeriksaan, pasien harus istirahat, dan tidak boleh merokok
Pada keadaan sehat, kadar glukosa darah puasa individu yang dirawat jalan
dengan toleransi glukosa normal adalah 70 -110 mg/dl.
Setelah pemberian glukosa , kadar glukosa akan meningkat, namun akan
kembali ke keadaan semula dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa serum yang < 200
mg/dl setelah ½. 1, dan 1 ½ jam setelah pemberian glukosa, dan <140 mg/dl
setelah 2 jam setelah pemberian glukosa, ditetapkan sebagai nilai TTGO normal.
d. Tes Benedict
Pada tes ini, digunakan reagen Benedict, dan urin sebagai specimen
Cara kerja :
1) Masukkan 1 – 2 ml urin spesimen ke dalam tabung reaksi
2) Masukkan 1 ml reagen Benedict ke dalam urin tersebut, lalu dikocok
3) Panaskan selama kurang lebih 2-3 menit
4) Perhatikan jika adanya perubahan warna
Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada
keadaan DM, kadar glukosa darah amat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler
dan glomerulus ginjal,sehingga pada akhirnya, ginjal mengalami ”kebocoran” dan
dapat berakibat terjadinya Renal Failure, atau Gagal Ginjal. Jika keadaan ini
dibiarkan tanpa adanya penanganan yang benar untuk mengurangi kandungan
glukosa darah yang tinggi, maka akan terjadi berbagai komplikasi sistemik yang
pada akhirnya menyebabkan kematian karena Gagal Ginjal Kronik.
Hasil dari Benedic Test :
0 = Berwarna Biru. Negatif. Tidak ada Glukosa. Bukan DM
+1 = Berwarna Hijau . Ada sedikit Glukosa. Belum pasti DM, atau DM stadium
dini/awal
+2 = Berwarna Orange. Ada Glukosa. Jika pemeriksaan kadar glukosa darah
mendukung/sinergis, maka termasuk DM
+3 = Berwarna Orange tua. Ada Glukosa. Positif DM
+4 = Berwarna Merah pekat. Banyak Glukosa. DM kronik
e. Rothera test
Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai Rothera
agents dan amonium hidroxida pekat. Test ini berguna untuk mendeteksi adanya
aceton dan asam asetat dalam urin, yang mengindikasikan adanya kemungkinan
dari ketoasidosis akibat DM kronik yang tidak ditangani. Zat – zat tersebut
terbentuk dari hasil pemecahan lipid secara masif oleh tubuh karena glukosa
tidak dapat digunakan sebagai sumber energi dalam keadaan DM,sehingga tubuh
melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Zat awal dari
aceton dan asam asetat tersebut adalah Trigliseric Acid/TGA, yang merupakan
hasil pemecahan dari lemak.
Cara kerja :
1) Masukkan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi
2) Masukkan 1 gram reagens Rothera dan kocok hingga larut
3) Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu 1 - 2 mlmasukkan amonium
hidroxidasecara perlahan – lahan melalui dinding tabung
4) Taruh tabung dalam keadaan tegak
5) Baca hasil dalam setelah 3 menit
6) Adanya warna ungu kemerahan pada perbatasan kedua lapisan cairanmenanda
kan adanya zat – zat keton

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan secara medis
1) Obat Hipoglikemik Oral
a. Golongaan Sulfonilurea / ulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagan obat
golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh
sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM
tipe 2 dengan berat badan berlebihan
b. Golongan Biguanad /metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
pengambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer) dianjurkan sebagai
obat tinggal pada pasien kelebihan berat badan.
c. Golongan Inhibitor Alfa Glikosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
2) Insulin
a) Indikasi insulin
Pada DM tipe 1 yang tHuman Monocommponent Insulin (40 UI dan 100
UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid. Injeksi insulin dapat diberikan
kepada penderita DM tipe11 yang kehilangan berat badan secara drastis.
Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat-obatan anti DM dengan dosis
maksimal atau mengalami kontra indikasi dengan obat-obatan tersebut.
Bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar asidosis laktat, stress berat
karena infeksi sistemik, pasien operasi berat , wanita hamil dengan gejala
DM yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.
b) Jenis insulin
(1) insulin kerja cepat
jenisnya adalah reguler insulin, cristalin zink, dan semilente
(2) Insulin kerja sedang
Jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
(3) Insulin kerja lambat
Jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
b. Penatalaksanaan Secara Keperawatan
1) Perencanaan makanan (Diet)
Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut :
a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan
mineral).
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
c) Memenuhi kebutuhan energi.
d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis.
e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
2) Latihan/ olahraga.
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik tetapi jangan melakukan olahraga
terlalu berat.
3) Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan bagi penderita DM dengan tujuan merubah prilaku pasien untuk
meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.

9. Komplikasi
Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
c. Komplikasi Akut, adalah komplikasi akut pada DM yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek,
ketiga komplikasi tersebut adalah:
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer,20002)
2) Koma Hiperosmolar Nonketonik(KHHN)
Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak tepatnya ketosis
dan asidosis pada KHHN (SMELTZER,2000)
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60 mg/dl
keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2000)
d. Komplikasi Kronik
Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh
bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2 :
1) Mikrovaskuler
a) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal.Bila kadar glukosa dalam
darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress
yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine (Smeltzer,2000)
b) Penyakit Mata
Penderita DM akan mengalami gejala pengelihatan sampai kebutaan
keluhan pengelihatan kabur tidak selalu disebabkan neuropati. Katarak
disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa. (long,1996)
c) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer, sistem saraf otonom
medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan
perubahan- perubahan metabolik lain dalam sintesa fungsi myelin yang
dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi
saraf.
2) Makrovaskuler
a) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam
pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis)
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
b) Pembuluh Darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf- saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan ganggren. Infeksi di mulai dari celah –celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan kalus
demikian juga pada daerah –daerah yang terkena trauma.
c) Pembuluh Darah ke Otak
Pada pembuluh darah otak daoat terjadi penyumbatan sehingga suplai
darah ke otak menurun (long,1996)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Identitas : Nama, Usia (DM tipe I < 30 tahun, DM tipe II > 30 tahun,
cenderung meningkat pada usia > 65 tahun), Jenis Kelamin
2) Keluhan utama :
a) Kondisi hipoglikemia (biasa terjadi pada DM tipe II)
b) Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, rasa lapar, sakit kepala, vertigo,
penurunan perfusi dimana perfusinya dingin, mengantuk, lemah,
konfusi, penurunan kesadaran.
c) Kondisi hiperglikemia (biasa terjadi pada DM tipe I)
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus, banyak kencing, dehidrasi, suhu
tubuh meningkat, sakit kepala.
3) Riwayat penyakit sekarang
Dominan muncul adalah sering berkemih, sering lapar dan haus, berat badan
menurun, biasanya penderita belum tahu, sampai memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit pankreas, gangguan penerimaan insulin, gangguan hormon,
konsumsi obat-obatan (Glukokortikoid, Furosemid, Thiazid, Beta-Bloker,
kontrasepsi mengandung estrogen).
5) Riwayat penyakit keluarga
Menurun menurut silsilah, kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak
dapat menghasilkan insulin dengan baik.
b. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki
diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan
sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai
akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur
dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
6) Pola kognitif-perseptual
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
7) Pola persepsi diri/konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
9) Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
10) Pola manajemen koping stress
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan tehnik inspeksi, palpasi, auskultasi untuk
mendapatkan data objektif. Pemeriksaan fisik pada sistem endokrin bersifat
menyeluruh, namun manifestasi klinik akan sangat membantu dalam
memfokuskan pemeriksaan fisik.
1) Inspeksi
a) Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai
akibat dari gangguan pertumbuhan dan perkembangan, keseimbangan
cairan dan elektrolit, seks dan reproduksi, metabolisme dan energi.
b) Amatilah penampilan umum dan proporsi tubuh, apakah adanya tremor
atau tidak.
c) Wajah : abnormalitas struktur bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk
dahi, rahang dan bibir
d) Mata : amati adanya edema periorbita dan exoptalmus serta apakah
ekspresi wajah datar atau tumpul
e) Lidah :kelainan bentuk dan penebalan
f) Kulit, perubahan warna kulit seperti kemerahan, ekimosis, sianosis, striae.
Observasi rambut, distribusinya dan teksturnya. Inpeksi warna,
pigmentasi, striae, ekimosis. Adakah kemerahan, sianosis, kekuningan,
hematoma.
(1) Hiperpigmentasi pada persendian, genetalia ditemukan pada penyakit
addison. Hal ini dikarenakan kekurangan adrenokartikal kronik
menyebabkan kelebihan pigmen pada kulit.
(2) Pigmentasi abu-abu kecoklatan di leher dan ketiak ditemukan pada
pasien dengan cushing syndrome. Pigmentasi kuning pada palmar
dapat mengindikasikan penyakit hiperlipidemia.
(3) Penurunan pigmentasi kulit dapat terjadi pada panhipopituitari.
(4) Keadaan kulit yang kering, keras dan bersisik menjadi indikasi pada
hipotiroid.
(5) Kulit hangat, lembab, tipis dapat ditemukan pada hipertiroid.
(6) Striae keunguan dan ekimosis dapat ditemukan pada cushing
syndrome.
(7) Edema, dapat terjadi pada hipotiroid (myxedema).
(8) Penyembuhan luka yang lama, indikasi penyakit diabetes melitus.
(9) Pertumbuhan yang terlambat atau cepat, terjadi pada kekurangan atau
kelebihan growth hormone.
(10) Perubahan distribusi rambut, jumlah, tekstur, dapat terjadi pada pasien
dengan gangguan tiroid.
g) Kepala, kesimetrisan, proporsi dengan anggota tubuh yang lain, bentuk
dan ukuran, ekspresi wajah pada kecemasan. Pada gangguan hormon
pituitari dapat ditemukan pembesaran ukuran kepala, pembesaran rahang
dan pertumbuhan gigi tidak rata. Perubahan bentuk yang terjadi adalah
penurunan ukuran bibir dan hidung, penonjolan supraorbital.
h) Mata, kaji ketajaman penglihatan, kesimetrisan, posisi, edema pada mata,
pergerakan bola mata. Kebutaan, misalnya pada penyakit DM. Mata yang
melotot keluar (exopthalmos), karakteristik dari hipertiroid.
i) Leher :
(1) Amati bentuk leher, apakan leher tampak membesar, simetris atau
tidak
(2) Amati warna kulit (hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) apakah
merata dan catat lokasinya.
(3) Infeksi jamur, penyembuhan yang lama, bersisik, dan ptechiae
(hiperfungsi adrenokortikal)
(4) Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut, Vitiligo atau hipopigmentasi
pada kulit (hipofungsi kelenjar adrenal)
(5) Penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian belakang
(Buffalo neck) (hiperfungsi adrenokortikal)
j) Thoraks, pada laki-laki adakah pembesaran mamae, pada perempuan
payudara kecil. Auskultasi bunyi paru dan jantung.
(1) Atropi payudara pada wanita terjadi pada hipopituitari
(2) Ginekomastia dapat ditemukan
(3) Perubahan tanda vital, misalnya hipertensi dapat terjadi pada tumor
adrenal, menurunkannya sekresi ADH.
(4) Meningkatnya nadi dan denyut jantung, misalnya pada pasien dengan
hipertiroid.
k) Abdomen, dapat ditemukan:
(1) Pembesaran hati, limpa.
(2) Peristaltik usus menurun pada hipotiroid.
(3) Perubahan pola eliminasi bowel seperti diare, misalnya pada pasien
hipertiroid, konstipasi sering terjadi pada hipotiroid.
(4) Rasa haus dan makan yang berlebihan, karakteristik penyakit DM.
l) Genitalia, adanya atropi pada laki-laki merupakan indikasi hipopituitari.
(1) Frekuensi urin yang berlebihan (poliuria), indikasi pada pasien DM.
(2) Adanya batu ginjal, indikasi pada hiperparatiroid.
(3) Perubahan siklus menstruasi, penurunan libido, impoten merupakan
indikasi gangguan pada hormon gonadotropin.
m) Ekstremitas, kaji bentuk, ukuran, kesimetrisan, kekuatan otot, ROM. Dapat
ditemukan adanya kelemahan tonus otot, nyeri sendi saat digerakkan,
pembesaran tangan dan kaki, trunkei obesitas (badan besar ekstremitas
kecil).
n) Amati keadaan rambut aksila dan dada, Pertumbuhan rambut yang
berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme
o) Pada buah dada :
(1) Amati bentuk dan ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya
pengeluaran cairan. Striae pada buah dada atau abdomen (hiperfungsi
adrenokortikal)
(2) Bentuk abdomen : Cembung akibat penumpukan lemak centripetal
(hiperfungsi adrenokortikal)
2) Palpasi
a) Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui
rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus
dapat diraba dengan mengadakan kepala klien.
b) Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji ukuran, nodul tunggal
atau multipel, apakah ada rasa nyeri pada saat dipalpasi. Pada saat
dilakukan pemeriksaan, klien duduk atau berdiri sama saja namun untuk
menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi duduk. Untuk hasil yang
lebih baik, dalam melakukan palpasi pemeriksaan berada dibelakang klien
dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat
jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.
c) Palpasi testes dilakukan dengan posisi tidur dan tangan perawat harus
dalam keadaan hangat. Perawat memegang lembut dengan ibu jari dan dua
jari lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya terhadap ukuran atau
besarnya simetris tidaknya, konsistensi dan ada tidaknya nodul.
Normalnya testes teraba lembut, peka terhadap sinar dan kenyal seperti
karet.
3) Auskultasi
Mendengar bunyi tertentu dengan bantuan stetoskop dapat
menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh. Auskultasi pada daerah leher,
diatas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi “bruit”. Bruit adalah bunyi yang
dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan
normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi peningkatan
sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar
tiroid.
Auskultasi dapat pula dilakukan untuk menidentifikasi perubahan pada
pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung yang
dapat menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan
katekolamin dan perubahan metabolisme tubuh.

2. Diagnosa
a. Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme regulasi
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrient
c. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan sensasi akibat diabetes militus
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes melitus
e. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
f. Keletihan berhubungan dengan malnutrisi
g. Resiko infeksi b.d penyakit kronis diabetes mellitus
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Kekurangan Setelah diberikan asuhan a. Kaji tanda-tanda vital , membrane a. Untuk mengkaji hidrasi, adanya
volume cairan b.d keperawatan selama …x 24jam mukosa, tanda-tanda syok, akral dan perdarahan dan adanya tanda-
kegagalan diharapkan kebutuhan cairan pasien tingakt kesadaran setiap 4 jam atau tanda syok
mekanisme terpenuhi dengan kriteria hasil : sesuai indikasi
regulasi - TTV dalam batas normal b. Pertahankan pemasukan dan b. Pasien dapat menurun pemasukan
(TD: 100-120/80 mmHg, RR: pengeluaran akurat. cairan selama periode krisis
12-20x/menit, N: 60-100x/menit, karena malaise, anoreksia, dsb.
S= 36,5-37,5oC) Dehidrasi dari muntah, diare,
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, demam, dapat menurunkan
mukosa bibir lembab, pasien haluaran urine dan pencetus krisis
tidak merasa haus vaso-okslusif.
c. Berikan larutan rehidrasi oral (LRO) c. LRO untuk rehidrasi dan
sedikit tapi sering khususnya bila penggantian kehilangan cairan
pasien muntah melalui feses
d. Ajarkan pasien untuk pentingnya d. Mempertahankan keseimbangan
minum, sedikitnya 2500 ml/hari cairan, mengurangi rasa haus dan
melembabkan membran mukosa.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam e. Mempertahankan keseimbangan
pemberian cairan IV sesuai indikasi cairan/elektrolit pada tidak adanya
pemasukan oral; menurunkan
risiko komplikasi ginjal.
2. Ketidakseimbanga Setelah diberikan asuhan a. Observasi adanya mual muntah a. Untuk mengetahui penyebab dari
n nutrisi kurang keperawatan selama … x 24 jam b. Kaji adanya alergi makanan mual muntah
dari kebutuhan diharapkan kebutuhan nutrisi dapat c. Timbang berat badan pasien b. Untuk mencegah pasien
tubuh b.d terpenuhi dengan kriteria hasil : d. Anjurkan pasien makan dengan porsi mendapatkan makanan yang dapat
ketidakmampuan - Adanya peningkatan berat badan sedikit tapi sering menimbulkan reaksi alergi
mengabsorpsi - Tidak ada tanda malnutrisi e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk c. Untuk mengetahui apakah berat
nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi badan pasien stabil atau tidak
yang dibutuhkan pasien d. Makanan dalam porsi kecil tidak
membutuhkan energi, banyak
selingan memudahkan reflek.
e. Agar kebutuhan gizi pasien dapat
terpenuhi
3. Kerusakan Setelah diberikan asuhan a. Observasi kulit terhadap perubahan a. Menandakan aliran sirkulasi buruk
integritas kulit b.d keperawatan selama …x 24jam warna, turgor, vaskuler, perhatikan yang dapat menimbulkan infeksi
gangguan sensasi diharapkan tidak terjadi komplikasi kemerahan.
akibat diabetes dengan Kriteria Hasil : b. Berikan posisi dengan mengubah b. Menurunkan tekanan pada edema
militus - Integritas kulit yang baik bias posisi setiap 2 jam dan beri bantalan dan menurunkan iskemia
dipertahankan pada tonjolan tulang
- Perfusi jaringan baik c. Beri perawatan kulit seperti c. Menghilangkan kekeringan pada
- Menunjukan pemahaman dalam penggunaan lotion kulit dan robekan pada kulit
proses perbaikan kulit dan d. Lakukan perawatan luka dengan d. Mencegah terjadinya infeksi
mencegah terjadinya cedera teknik aseptik
berulang e. Anjurkan pasien untuk menjaga agar e. Menurunkan resiko cedera pada
kuku tetap pendek kulit oleh karena garukan
f. Kolaborasi dengan ahli gisi dalam f. Makanan TKTP dapat membantu
pemberian diet penyembuhan jaringan kulit yang
rusak
4. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan a. Monitor adanya daerah tertentu yang a. Mengetahui sensasi perifer
perfusi jaringan keperawatan selama …x 24jam hanya peka terhadap panas, dingin, pasien.
perifer b.d diabetes diharapkan tidak terjadi penurunan tajam, dan tumpul. b. Mencegah terjadinya tekanan
melitus sirkulasi darah ke perifer yang dapat b. Batasi gerak pada kepala, leher, dan intrakranial.
mengganggu kesehatan dengan punggung. c. Mencegah terjadinya perubahan
Kriteria Hasil: c. Instruksikan keluarga untuk karakteristik kulit (warna,
1. Mendemonstrasikan status mengobservasi kulit jika ada isi atau elastisitas, rambut, kelembapan,
sirkulasi. laserasi. kuku, sensasi, suhu).
2. Mendemonstrasikan d. Kolaborasi pemberian analgetik. d. Membantu mengegah nyeri
kemampuan yang kognitif. ekstermitas dan mempercepat
3. Menunjukkan fungsi sensori penyembuhan luka perifer.
motori cairan yang utuh:
tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-gerakan
involunter.
5. Hambatan Setelah dilakukan asuhan a. Kaji derajat imobilitas yang a. Pasien mungkin dibatasi oleh
mobilitas fisik b.d keperawatan selama …x 24 jam dihasilkan oleh adanya gangrene di pandangan diri atau persepsi
penurunan diharapkan tidak ada hambatan ekstremitas bawah tentang keterbatasan fisik
kekuatan otot mobilitas fisik, dengan criteria hasil b. Bantu latihan rentang gerak khusus b. Mencegah perubahan bentuk
: untuk area yang sakit dan yang tidak
- Klien mengingkat dalam sakit mulai secara dini
aktivitas fisik c. Dorong latihan aktif atau isometric c. Meningkatan kekuatan otot untuk
- Mengerti tujuan dari peningkatan untuk paha atas dan lengan atas pemindahan
mobilitas d. Berikan perawatan luka secara
- Memverbalisasikan perasaan teratur d. Untuk mengevaluasi
dalam meningkatkan kekuatan e. Berikan atau bantu dalam mobilisasi penyembuhan dan komplikasi
dan kemampuan berpindah e. Mobilisasi dini menurunkan
- Bantu untuk mobilisasi komplikasi tirah baring
6. Keletihan Setelah dilakukan asuhan a. Observasi TTV a. Untuk mengetahui keadaan umum
berhubungan keperawatan selama …x 24 jam b. Diskusikan kebutuhan akan pasien
dengan malnutrisi diharapkan keletihan dapat teratasi aktivitas. Buat jadwal perencanaan b. Pendidikan dapat memberikan
dengan criteria hasil : dan identifikasi aktivitas yang motivasi untuk meningkatkan
- Istirahat cukup menimbulkan kelelahan tingkat aktivitas meskipun pasien
- Glukosa darah adekuat c. Diskusikan penyebab keletihan sangat lemah
- Memverbalisasikan peningkatan seperti nyeri sendi, penurunan c. Dengan mengetahui penyebab
energy dan merasa lebih baik efisiensi tidur, peningkatan upaya keletihan, dapat menyusun jadwal
yang diperlukan untuk ADL aktivitas
d. Bantu mengidentivikasi pola energy d. Membantu dalam merencanakan
dan buat rentang keletihan. Skala 0- aktivitas untuk memaksimalkan
10 (0= tidak lelah, 10= sangat lelah) konserfasi energy dan
e. Berikan aktivitas dengan periode produktifitas
istirahat yang cukup atau tanpa e. Mencegah kelelahan yang
diganggu berlebih
f. Ajarkan untuk mengidentivikasi f. Membantu dalam mengantisipasi
tanda dan gejala yang menunjukan terjadinya keletihan yang
peningkatan aktivitas penyakit dan berlebihan
mengurangi aktivitas, seperti
demam, penurunan berat badan,
keletihan makin memburuk
7. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan a. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran a. Pengkajian yang tepat dapat
penyakit kronis keperawatan selama …x 24 jam infeksi pada luka. membantu menentukan tindak
diabetes mellitus diharapkan Tidak terjadi penyebaran lanjut
infeksi (sepsis) dengan kriteria Hasil b. Anjurkan kepada pasien dan b. Kebersihan diri yang baik
: keluarga untuk selalu menjaga merupakan salah satu cara untuk
- Tidak ada tanda-tanda infeksi kebersihan diri selama perawatan. mencegah infeksi kuman.
- Keadaan luka baik dan kadar c. Lakukan perawatan luka secara c. Untuk mencegah kontaminasi
gula darah normal. aseptik. luka dan penyebaran infeksi.
d. Anjurkan pada pasien agar mentaati d. Diet yang tepat, latihan fisik yang
diet, latihan fisik, pengobatan yang cukup dapat meningkatkan daya
ditetapkan. tahan tubuh, pengobatan yang
tepat, mempercepat penyembuhan
e. Kolaborasi dengan dokter untuk
e. Antibiotika dapat menbunuh
pemberian antibiotika dan insulin.
kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam
darah sehingga proses
penyembuhan menjadi lebih
cepat.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
a. Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme regulasi
1) TTV dalam batas normal (TD: 100-120/80 mmHg, RR: 12-20x/menit, N: 60-
100x/menit, S= 36,5-37,5oC)
2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, mukosa bibir lembab, pasien tidak merasa haus
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrient
1) Adanya peningkatan berat badan
2) Tidak ada tanda malnutrisi
c. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan sensasi akibat diabetes militus
1) Integritas kulit yang baik bias dipertahankan
2) Perfusi jaringan baik
3) Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
4) Integritas kulit yang baik bias dipertahankan
5) Perfusi jaringan baik
6) Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes mellitus
1) Mendemonstrasikan status sirkulasi.
2) Mendemonstrasikan kemampuan yang kognitif.
3) Menunjukkan fungsi sensori motori cairan yang utuh: tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakan-gerakan involunter.
e. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
1) Klien mengingkat dalam aktivitas fisik
2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
4) Bantu untuk mobilisasi
f. Keletihan berhubungan dengan malnutrisi
1) Istirahat cukup
2) Glukosa darah adekuat
3) Memverbalisasikan peningkatan energy dan merasa lebih baik
g. Resiko infeksi b.d penyakit kronis diabetes mellitus
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2) Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heather, Dkk. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, A, (2001) Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai