Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

DIABETES MELITUS

I. KONSEP DASAR TEORI


A. PENGERTIAN
Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer & G. Barre, 2002).
Diabetes adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai oleh adanya kadar glukosa
darah yang tinggi atau hiperglikemi yang disebabkan oleh kekurangan hormon pengatur
kadar glokosa darah (insulin) baik secara mutlak yaitu memang kadarnya berkurang dan
dapat juga jumlah insulinnya sendiri mencukupi tetapi kerja insulin yang kurang baik
dalam mengatur kadar glukosa darah (Arjatmo Tjokronegoro, 2002)
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronis
pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membrane basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop electron (Masjoer, 2007).

B. KLASIFIKASI
Corwin (2000) mengklasifikasikan DM menjadi beberapa tipe:
1. DM tipe I Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM)
DM tipe ini diperkirakan timbul karena destruksi autoimun sel-sel beta langerhans
yang dicetuskan oleh lingkungan, serangan autoimun dapat timbul setelah infeksi
virus misalnya Mumps, Rubella, Sitomegalo, atau setelah pajanan obat atau toksin.
2. DM Tipe II Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM).
DM tipe ini berkaitan dengan faktor genetik dan faktor-faktor risiko tertentu : usia
(resistensi insulin meningkat pada usia lebih dari 40 tahun), obesitas, riwayat keluarga
kelompok etnik, diit.
3. DM Gestasional
Penyebabnya berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan
hormon pertumbuhan yang terus menerus tinggi dalam masa kehamilan.
4. DM Tipe lain :
Yaitu Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
hiperglikemik terjadi karena penyakit lain; penyakit pankreas, hormonal, obat atau

1
bahan kimia, endokrinopati (hipertiroidisme), kelainan reseptor insulin dan sindroma
genetik tertentu (sindroma down, kinefelter, turner).

C. ETIOLOGI
1. DM Tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi/ kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
2. DM Tipe II:
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. PATOFISIOLOGI
1. Diabetes mellitus
Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi fenomena autoimun yang ditentukan secara
genetik dengan gejala yang akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik
sel-sel yang memproduksi insulin. Tipe diabetes ini berkaitan dengan tipe
histokompabilitas (Human Leucocyt Antigen/HLA) spesifik. Tipe gen
histokompabilitas ini adalah yang memberi kode pada protein yang berperan penting
dalam interaksi monosit-limfosit. Protein ini mengatur respon sel T yang merupakan
2
bagian normal dari sistem imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang
terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan pulau langerhans.
Sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 berkaitan dengan kelainan sekresi insulin,
serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Pada tipe ini terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor yang disebabkan oleh berkurangnya tempat reseptor pada membran
sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor
intrinsik insulin. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan post reseptor ini dapat
menggangu kerja insulin. (Sylvia A Price, 2006)
Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama
kekurangan insulin. Keadaan patologi tersebut akan berdampak hiperglikemia,
hiperosmolaritas, dan starvasi seluler.
a. Hiperglikemia
Keadaan insulin normal asupan glukosa dalam tubuh akan difasilitasi oleh
insulin untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa ini kemudian diolah menjadi
bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan
disimpan dalam bentuk glukogen dalam hati dan sel-sel otot proses glikogenesis
(pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia).
Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik
sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia).
b. Hiperosmolaritas
Pada penderita diabetes melitus hiperosmolaritas terjadi karena peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah. Peningkatan glukosa dalam darah akan
berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk mengabsorbsi dan
memfiltrasi glukosa. Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan
glukosa melalui urin (glukosuria). Ekresi molekul glukosa yang aktif secara
osmosis akan menyebabkan kehilangan sebagian besar air (diuresis osmotik) dan
berakibat peningkatan volume air (poliuria).
c. Starvasi Seluler
Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena
glukosa sulit masuk padahal disekeliling sel banyak glukosa. Dampak dari starvasi
seluler ini terjadi proses kompensasi seluler untuk tetap mempertahankan fungsi
sel antara lain:
3
1) Defisiensi insulin, kegagalan untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-
jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan jaringan
lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot memetabolisme cadangan
glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa dan energi
mungkin juga menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini ini
berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot dan rasa mudah lelah.
2) Strarvasi seluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein
dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk
glukoneogenesis dalam hati. Proses ini akan menyebabkan penipisan
simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur pembentuk
protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi diubah menjadi
urea dalam hepar dan dieksresikan melalui urin. Depresi protein akan
berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan
sulitnya pengembalian jaringan yang rusak.
3) Starvasi juga akan berdampak peningkatan mobilisasi lemak (lipolisis) asam
lemak bebas. Trigliserida dan gliserol yang meningkat bersirkulasi dan
menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan
untuk melakukan aktivitas sel.
4) Starvasi juga akan meningkatkan mekanisme penyesuaian tubuh untuk
meningkatkan pemasukan dan munculnya rasa ingin makan (polifagi).

4
E. PATHWAYS

Kelainan genetik Gaya hidup stress Malnutrisi Obesitas Infeksi

Penyampaian
kelainan pankreas Meningkatkan beban Penurunan produk Peningkatan Merusak
ke individu turunan metabolik pankreas insulin kebutuhan insulin pankreas

Penurunan insulin berakibat penyakit diabetes mellitus

Penurunan fasilitas glukosa dalam sel

Glukosa menumpuk di Sel tidak memperoleh


darah nutrisi

Peningkatan tekanan Starvasi seluler


osmolitas plasma

Kelebihan ambang glukosa Pembongkaran glikogen, Pembongkaran protein


pada ginjal asam lemak, keton untuk dan asam amino
energi

Diuresis Penurunan Penumpukan Penurunan Penurunan


osmotik massa otot benda keton antibody perbaikan
jaringan

Poliuria Nutrisi Asidosis Risiko Risiko


kurang dari tinggi terhadap
kebutuhan infeksi cedera

Kekurangan Pola nafas


volume cairan tidak efektif

F. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis DM Awalnya ditandai dengan adanya gejala khas berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan
pasien adalah kesemutan , gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta pruritus vulva
pada wanita (Masjoer, 2007)
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
1. Katarak 5. Pruritus Vulvae
2. Glaukoma 6. Infeksi bakteri kulit
3. Retinopati 7. Infeksi jamur di kulit
4. Gatal seluruh badan 8. Dermatopati

5
9. Neuropati perifer 14. Penyakit pembuluh darah perifer
10. Neuropati visceral 15. Penyakit koroner
11. Amiotropi 16. Penyakit pembuluh darah otak
12. Ulkus Neurotropik 17. Hipertensi
13. Penyakit ginjal 18. Angiopati

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena < 100 100-200 >200
Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-120 >126
Darah kapiler <90 90-110 >110

H. KOMPLIKASI
Menurut Masjoer (2007) komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan diabetes
melittus:
1. Akut
a. Koma hipoglikemia
b. Ketoasidosis
c. Koma hyperosmolar nonketotik
2. Kronik
a. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung,
pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

6
b. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil; retino diabetic, nefropati
diabetic Kaki diabetic (diabetic foot)
c. Rentan infeksi, seperti TB, dan infeksi saluran kemih.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta
neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Pendidikan (edukasi)
5. Terapi (jika diperlukan)

7
II. KONSEP DASAR ASKEP
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
3. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
5. Integritas Ego
Stress, ansietas
6. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
8. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
9. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
11. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

8
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d defisiensi insulin (penurunan ambilan
dan penggunaan glukosa oleh njaringan).
3. Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotic
4. Risiko infeksi b/d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit.
5. Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolic.
6. Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perceptual b/d gangguan penglihatan.
7. Ansietas b/d pengobatan atau kurang informasi.
8. Kerusakan integritas kulit/jaringan b/d luka/ ulkus diabetic.

C. PERENCANAAN
1. Diagnosa 1
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Intervensi :
a. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
b. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : tinggikan
kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ),
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di
belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.
c. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : hindari diet tinggi
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan
obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok
dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.

9
d. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan
gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
2. Diagnosa 2
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
- Berat badan ideal.
- Pasien mematuhi dietnya.
- Kadar gula darah dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi :
a. Timbang BB tiap hari.
Rasional : mengkaji masukan nutrisi yang adekuat.
b. Tentukan program diit dan pola makan pasien.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan kebutuhan terapeutik.
c. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
d. Observasi tanda-tanda hipoglikemia ( perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/
dingin, nadi cepat, sakit kepala).
Rasional : metabolisme karbohidrat mulai terjadi, gula darah akan berkurang,
semantara
tetap diberikan insulin maka hipoglikemia terjadi.
e. Kolaborasi dala pemberian insulin secara teratur.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula
dapat membantu memudahkan glukosa kedalam sel.
3. Diagnosa 3
Intervensi:
a. Pantau tanda vital.
Rasional : hipovolume dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi.
b. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
10
Rasional : mempertahankan hidrasi/ volume sirkulasi
c. Pertahankan untuk memberikan cairan 250 cc/hari dalam batas yang dapat
ditoleransi oleh jantung.
Rasional : mempertahankan hidrasi/ volume sirkulasi
d. Beri terapi cairan sesuai dengan indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah cairan tergantung kepada derajat kekurangan cairan
dan respon pasien secara individual.
4. Diagnosa 4
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
- Tanda-tanda infeksi tidak ada.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,5 0C )
- Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Intervensi :
a. Gunakan teknik steril sewaktu penggantian balutan
Rasional : mencegah masuknya bakteri, mengurangi risiko infeksi nosokomial
b. Gunakan sarung tangan waktu merawat luka
Rasional : mencegah pencegahan infeksi
c. Pantau kecendrungan suhu
Rasional : Hipotermi adalah tanda-tanda penting yang merefleksikan
perkembangan status shock/ penurunan perfusi jaringan
d. Berikan obat anti infeksi sesuai dengan petunjuk
Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk infeksi
umum/ penyakit khusus
5. Diagnosa 5
Intervensi :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktifitas
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatan aktifitas
b. Bentuk aktifitas alternative dengan periode istirahat yang cukup
Rasional : mencegah kelelahan yang berlebih
c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah sebelum dan sesudah
melakukan aktifitas
Rasional : Mengidentifikasi tingkat aktifitas yang dapat ditolerandsi
d. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas
11
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri/ harga diri pasien.
6. Diagnosa 6
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital dan status mental
Rasional : sebagai dasar dalam membandingkan temuan abnormal
b. Lindungi pasien dari cedera
Rasional : Pasien mengalami disorientasi merupakan awal terjadinya cedera
c. Selidiki adanya keluhan parasetia, nyeri/ kehilangan sensori pada kaki/ paha
Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatka rasa tidak nyaman yang berat
d. Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang ditentukan
Rasional : Gangguan terhadap aktifitas, kejang biasanya hilang bila keadaan
hiperosmolalitas teratasi.
7. Diagnosa 7
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
- Emosi stabil., pasien tenang.
- Istirahat cukup.
Intervensi :
a. Kaji tingkat ansietas
Rasional : ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat
b. Ciptakan lingkungan saling percaya
Rasional : dengan timbulnya rasa saling percaya terhadap petugas dapat
menurunkanansietas pasien terhadap pengobatan
c. Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipsi tindakan
Rasional : mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas
d. Kurangi stimulasi dari luar
Rasional : menciptakan terapi yang terapeutik
e. Berikan obat anti ansietas
Rasional : menurunkan pengaruh dan sekresi hormon tiroid yang berlebihan.
8. Diagnosa 8
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
- Berkurangnya oedema sekitar luka.
12
- Pus dan jaringan berkurang
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.
Intervensi :
a. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
b. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada
luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka
dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.

D. PELAKSANAAN
Intervensi dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.

E. EVALUASI
1. Perfusi jaringan perifer normal
2. Nutrisi pasien adekuat
3. kebutuhan cairan pasien adekuat
4. Tidak terjadi infeksi
5. Pasien lebih bertenaga
6. Tidak terjadi perubahan persepsi
sensoris
7. Pasien Tidak cemas
8. Integritas kulit/jaringan baik,
terjadi proses penyembuhan luka.
9. Nyeri berkurang/terkontrol
13
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau
belum, evaluasi membandingkan keadaan yang ada pada pasien dengan kriteria hasil pada
perencanaan. Evaluasi menggunakan system SOAP (Subjektif, objektif, analisis, planning).

14
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2004. Diagnosa Kperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Jakarta :
EGC
Doengos, Marylin E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Masjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Nanda. 2005. Nursing Diagnosis Definition and Classification 2005-2006. Philadephia : Nanda
Internasional
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A.,dkk. 2006.Patofisiologi, vol. 2. Jakarta: EGC
Yuda.2009. Ulkus kaki diabetes (online). Available. http ://dokteryudabedah.com.ulkus-
kakidiabetes.html. (22 september 2015).

15

Anda mungkin juga menyukai