Anda di halaman 1dari 34

contoh makalah syok lengkap

SYOK

Oleh

Soni Arsah
Ummu Salamah
Yulena

PONDOK PESANTREN AKADEMI KEPERAWATAN


BAITUL HIKMAH BANDAR LAMPUNG
2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami
masih diberi kesempatan untuk bekerja bersama untuk menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“syok”.Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah “Askeb Kegawatdaruratan”.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki kami. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………............................................………….…
DAFTAR ISI………………………………………………………...............................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG…………………........................................………….........
B. RUMUSAN MASALAH……………......................................………………......
C. TUJUAN…………………………...........................................………………....
BAB II PEMBAHASAN
a. Defenisi syok.....................................................................................................
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN…………....…………………………...........................................
B. SARAN………………………………………………..........................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan
zat gizi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan kematian
sel yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian penderita
(Boswick John. A, 1997, hal 44).
Syok sulit didefinisikan, hal ini berhubungan dengan sindrom klinik yang
dinamis yang ditandai dengan perubahan sirkulasi volume darah yang
menyebabkan ketidaksadaran dan memyebabkan kematian (Skeet, Muriel, 1995,
hal 203).
Shock tidak terjadi dalam waktu lebih lama dengan tanda klinis penurunan
tekanan darah, dingin, kulit pucat, penurunan cardiac output , ini semua
tergantung dari penyebab shock itu sendiri. Shock septic tanda yang dapat terjadi
cardiac output meningkat tidak normal, dan kulit pasien hangat dan dingin
(Guthrie Mary. M, 1982, hal 1)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan infeksi dan syok septik ?
2. Apa saja tanda dan gejala pada syok septik ?
3. Apa saja prognosa pada syok septik ?
4. Bagaimana indikasi tindakan pada syok septik ?
5. Bagaimana persiapan alat,pasien & petugas yang menderita syok septik ?
6. Tindakan apa yang dilakukan untuk menangani peyakit syok septik ?
7. Apakah Satuan oprasional tindakan syok septik ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari infeksi dan syok septik.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala syok septik.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosa pada syok septik.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan indikasi tindakan pada syok septik.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan persiapan alat, pasien & petugas yang menderita syok septik.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tindakan yang dilakukan untuk menangani syok septik.
7. Siswa mampu menjelaskan Satuan oprasional tindakan syok septik.

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh sehingga tidak terpenuhinya
kebutuhan metabolisme jaringan (Rupi, 2005). Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi
dalam mencukupi nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme
selular jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di tingkat selular (Tash Ervien S,
2005). Suatu bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan jaringan sebab
substrat yang diperlukan untuk metabolisme aerob pada tingkat mikroseluler dilepas dalam
kecepatan yang tidak adekuat oleh aliran darah yang sangat sedikit atau aliran maldistribusi
(Candido, 2006).
Bentuk berat dari kekurangan pasokan oksigen dibanding kebutuhan. Keadaan ini disebabkan oleh
menurunnya oksigenasi jaringan atau perubahan dalam sirkulasi kapiler. Kekurangan oksigen akan
berhubungan dengan ASIDOSIS LACTATE, dimana kadar lactat tubuh merupakan indikator dari
tingkat berat- ringannya syock.
Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi jaringan tak
cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme atau
suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna. Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok
adalah harus bisa mengenal gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok
dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui
kemungkinan penyebab syok.
Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan mekanisme terjadinya
trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok
hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang
mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada
sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-
pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
B. Stadium Syock
1.Kompensasi
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis yaitu meningkatnya resistensi sistemik
dimana hanya terjadi destruksi selektif pada organ penting. TD sistolik normal, diastolik meningkat
akibat resistensi arterial sistemik disamping TD terjadi peningkatan sekresi vaseprosin dan aktivasi
sistem RAA. Manitestasi khusus takikardi, gaduh, gelisah, kulit pucat, CRT > 2 dtk.
2.Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan memburuk, terjadilah
metabolism anaerob. karena asam laktat menumpuk terjadilah asidisif yang bertambah berat
dengan terbentuknya asam karbonat intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang
terlanjur pada mekanisme energi pompo Na+ K di tingkat sel. Pada syock juga terjadi pelepasan
histamin akibat adanya smesvar namun bila syock berlanjut akan memperburuk keadaan, dimana
terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volume venous return
berkurang yang terjadi timbulnya depresi miocard. Manifestasi klinis : TD menurun, porfsi teriter
buruk olyserci, asidosis, napas kusmail.
3. Irreversibel Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem multiorgan,
cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir kematian walau sirkulasi
dapat pulih manifestasi klinis : TD tak terukur, nadi tak teraba, kesadaran (koma), anuria.
C. Tanda Dan Gejala
1. Sistem Kardiovaskuler
Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih
bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah, Nadi cepat dan halus, Tekanan darah rendah.
Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi
kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian
yang paling baik, CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
Pernapasancepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan
hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan
diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
4. Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran Kencing Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa
adalah 60 ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam).
D. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat, bingung, coma tachicardy,
Sianosis, Arithmia, gagal jantung kongestif, Berkeringat, takipneu, Perubahan suhu, Oedem paru,
Gelisah, Disorientasi. Sedang manifestasi klinis lain yang dapat muncul
1. Menurunnya filtrasi glomerulus
2. Menurunnya urin out put
3. Meningkatnya keeping darah
4. Asidosis metabolic
5. Hyperglikemi
E. Jenis Syok
1. Syok Hypovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan
cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik
ini paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal
akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelainan gastrointestinal merupakan 2
penyebab syok hemoragik yang paling seringditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat
perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen.
Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan, sedang penyebab lain yang
ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). Syok misalnya terjadi pada: patah tulang panjang, rupture
spleen, hematothorak, diseksi arteri, pangkreatitis berat. Sedang syok hipovolemik yang terjadi
karena berkumpulnya cairan di ruang interstisiil disebabkan karena: meningkatnya permeabilitas
kapiler akibat cedera panas, reaksi alergi, toksin bekteri. Penyebab utama perdarahan internal
adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik
bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang
banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis
refraktrer dan luka bakar hebat.
Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major
fisiologi tubuh, yaitu sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem
neuroendokrin. System hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut
dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan
melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan.
Pembuluh darah yang rusak akan menbedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan
menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam
diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur. Sistem
kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung,
meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini
timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan
oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah
paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan
ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI. System urogenital (ginjal) merespon dengan
stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan
rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yangmemiliki 2 efek utama
yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone padakortex
adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air.System
neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan
darihipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada
konsentrasi sodium.ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada
tubulus distal. Ductus colletivus danthe loop of Henle.Patofisiology dari hipovolemik syok lebih
banyak lagi dari pada yang telah disebutkan . untuk mengexplorelebih dalam mengenai
patofisiology, referensi pada bibliography bias menjadi acuan. Mekanisme yang telahdipaparkan
cukup efektif untuk menjaga perfusi pada organ vital akibat kehilangan darah yang banyak.
Tanpaadanya resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak
perfusi biasanya gagaldan terjadi kegagalan multiple organ
c. Tahap Syok Hipovolemik 1)
1) Tahap I :
· terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)· terjadi kompensasi dimana biasanya
Cardiak output dan tekanan darah masih dapat dipertahankan
2) Tahap II :
· terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%· tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu,
diaforetik, gelisah, pucat.
3) Tahap III:
· bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%· terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak
output,PO2, perfusi jaringan secara cepat· terjadi iskemik pada organ· terjadi ekstravasasi cairan

2. Syok Kardiogenik
a. definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah
jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya
tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi.
Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya
ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari0,5
ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ.
Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
(www.fkuii.org)Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung
kongestif, terjadi bilaventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan
kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat
ke organ vital (jantung,otak, ginjal).Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun
syok kardiogenik biasanya sering terjadisebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada
temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dandisritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekua, seperti
pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi,
kulit dingin, nadiyang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland,
1998)
b. etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner. Koroner disebabkan oleh
infark miokardium, Sedangkan Non-koroner disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup,
tamponade jantung, dandisritmia.Lab/SMF Anestesiologi FKUA/RSUP Dr. M. Djamil, Padang
mengklasifikasikan penyebab syok kardiogenik sebagai berikut :· Penyakit jantung iskemik (IHD)·
Obat-obatan yang mendepresi jantung· Gangguan Irama Jantung.
c. manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan
mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi
jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan
oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan
nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :· Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal
nocturnal dyspnea· Pernapasan cheyne stokes· Batuk-batuk · Sianosis· Suara serak · Ronchi
basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax· Kelainan jantung seperti pembesaran
jantung, irama gallop, tachycardia· BMR mungkin naik · Kelainan pada foto rontgen
d. patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung.
Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan
tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga
asupan oksigen ke jantung menurun, yang padagilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan
lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnyaterjadilah lingkaran setan. Tanda klasik
syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah,hipoksia otak yang
termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yangdingin
dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal
jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah
jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang
telah dilakukan. Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left
Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai
pompa yang efektif.
e. Pemeriksaan Diagnostik Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :· Electrocardiogram
(ECG)· Sonogram· Scan jantung· Kateterisasi jantung· Roentgen dada· Enzim hepar · Elektrolit
oksimetri nadi· AGD· Kreatinin· Albumin / transforin serum· HSD

3. Syock Distributif
a. Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam
vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
………………………………………………………………………………………
Klien dapat beristirahat dengan tenang
b. rencana tindakan
Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klieno Jelaskan seluruh prosedur dan
pengobatan serta berikan penjelasan yang ringkas bila klien tidak memahaminyao Bila ansietas
sedang berlangsung, temani klieno Antisipasi kebutuhan klieno Pertahankan lingkungan yang
tenang dan tidak penuh dengan stresso Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal
bersama klien jika kondisi klien memungkinkano Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan
ketakutan akan kematiano Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan
4.1 Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok
mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada menit-
menit pertama pasien mengalami syok. Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana
sistemkardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh
tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi
jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang
rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya
karena reaksi alergi atau infeksi)
4.2 Saran
1. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang perawat
professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika menemukan pasien yang
mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan segera.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan pertolongan segera
kepada pasien yang mengalami syock.

DAFTAR PUSTAKA
Riyawan.com | Kumpulan Artikel Farmasi Keperawatan
Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku:Advanced Trauma Life Support Course for
Physicians.USA,1993 ; 75 – 94
Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku:Hand book of Intensive Care.London:
Chapmanand Hall, 1981; 18-29
. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku:Safe Anaesthesia, 1996 ; 408-413
Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed,

ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS NEONATORUM


ASKEP SEPSIS NEONATORUM
1. Definisi

Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu
pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran
hidup (Bobak, 2005).

Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap infeksi
pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang dikarekteristikkan oleh tanda-
tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan
syok septik (Dongoes, 2000)

Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan.
Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu orga saja (seperti paru-
paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan
(intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena virus
(herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun jarang
ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, 2009). Sepsis dapat dibagi menjadi dua yaitu,

1. Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran
genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari
lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan
organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami
komplikasi. (Vietha, 2008)

2. Epidemiologi

Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30%
kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang
berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.

2.3 Etiologi

Bakteria seperti Escherichia


coli, Listeria monocytogenes, Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influe
nzae tipe B,Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering terjadinya
sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis
paling sering pada neonatus.

Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama
kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:

a. Perdarahan

b. Demam yang terjadi pada ibu

c. Infeksi pada uterus atau plasenta

d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)

e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)

f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.

g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat
bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat
mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan
intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan
mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang,
pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan
ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam
tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.

Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila tidak
segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya
bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas.
Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga
dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas -
dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi
bakterial di dalam darah. Streptococcus pneumoniae(pneumococcus) menyebabkan sekitar
85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.

4. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin
oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan
penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak
kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan
kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat
terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus rubella,
protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi
didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus
group B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau
perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif).

Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :

1. Faktor Maternal

a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan


terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus
sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan
tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit
putih.

b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20
tahun atua lebih dari 30 tahun

c. Kurangnya perawatan prenatal.

d. Ketuban pecah dini (KPD)

e. Prosedur selama persalinan.

2. Faktor Neonatatal

a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama
untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada
bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh
terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus
menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan
pertahanan kulit.

b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan
hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas
lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon
terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi
total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian
besar penurunan aktivitas opsonisasi.

c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih
besar dari pada bayi perempuan.

3. Faktor Lingkungan

a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur
invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan
kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi
mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang
terkontaminasi.

b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.

c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme


yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.

d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya,
sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui


beberapa cara, yaitu :

1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus
rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat
melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada
pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis
dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain,
yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan
masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan
infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi
melalui kulit bayi atau port de entrelain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi
oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida
albican,dan N.gonorrea.

3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya
terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat :
penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)

5. Manifestasi Klinik

Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut,

1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema

2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali

3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis

4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi

5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak
teratur, ubun-ubun membonjol

6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.

Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap,
denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa
gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung

Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar

b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun

c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau
tungkai yang terkena

d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi
yang terkena teraba hangat

e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang optimal,
nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih dari
85%, Positive Probable Value (PPV) lebih dari 85%, Negative Probable Value (NPV)
mendekati 100%, dan dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis dari
pertanda diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus,
petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk
menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung
neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T),
mikro Erytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang
dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk
deteksi antigen, dan panel skrining sepsis.
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai berikut: IL6, dan
IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF, CRP,
dan hematological indices pada hari ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological indices pada hari
ke-1); dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk memonitor respons terhadap terapi. Tabel 3
menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari berbagai uji laboratorium.

7. Penatalaksanaan

1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis
untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2
mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida
yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).

2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses
lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan
analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan
CRP kuantitatif).

3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah,
foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.

4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan
CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.

5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap
abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan
dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas
indikasi khusus).

6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika
10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.Pengobatan
suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi
metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi
kejang, transfusi tukar

8. Askep sepsis neonatorum

1. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi
a. Kriteria Hasil

1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)

2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)

b. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL

1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan
dan pantau warna kulit akan mempengaruhi proses regulasi ataupun
metabolisme dalam tubuh.

2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk


menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak diketahui
jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien
masuk ke dalam kondisi dehidrasi.

3. Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan paha
aksila, leher dan lipatan paha, hindari terdapat pembuluh-pembuluh dasar besar
penggunaan alcohol untuk kompres. yang akan membantu menurunkan demam.
Penggunaan alcohol tidak dilakukan karena
akan menyebabkan penurunan dan
peningkatan panas secara drastis.

Kolaborasi Pemberian antipiretik juga diperlukan untuk


menurunkan panas dengan segera.
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika
panas tidak turun.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam


a. Kriteria Hasil

1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)

2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)

3. Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam

b. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL

1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan
dan pantau warna kulit akan mempengaruhi proses regulasi ataupun
metabolisme dalam tubuh.

2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan Hipertermi sangat potensial untuk


dehidrasi. menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak diketahui
jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien
masuk ke dalam kondisi dehidrasi.

3. Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok digunakan
hipertermi, dan pertimbangkan untuk pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk
langkah kolaborasi dengan memberikan menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi
antipiretik. secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu lama
tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena itu
pemberian antipiretik diperlukan untuk
segera menurunkan panas, misal dengan
asetaminofen.

4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal diperlukan
jumlah pemberian yang telah ditentukan untuk mencegah bayi dari kondisi lapar dan
haus yang berlebih.

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume bersirkulasi


akibat dehidrasi
a. Kriteria Hasil

1. Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan ekstraselular

2. Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan

3. Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi
jaringan

b. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL

1. perawatan sirkulasi (misalnya periksa nadi 1. meningkatkan sirkulasi arteri dan vena
perifer,edema, pengisian perifer, warna,
dan suhu ekstremitas)

2. pantau perbedaan ketajaman/tumpul dan 2. mengetahui sensasi perifer, kemungkinan


panas/dingin parestesia

3. pantau status cairan 3. mengetahui keseimbangan antara asupan


dan haluaran

4. PK: Trombositopenia
a. Tujuan

Perawat akan menangandi dan mengurangi komplikasi penurunan trombosit.

b. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau JDL, hemoglobin, tes koagulasi dan Nilai ini membantu mengevaluasi respon klien
jumlah trombosit terhadap pengobatan dan resiko terhadap
pendarahan akibat dari sepsis.

2. Pantau tanda tau gejala pendarahan Pemantauan secara konstan sangat


spontan atau perdarahan hebat : ptekie, dibutuhkan untuk menjamin deteksi dini
ekimosis, hematoma spontan, perubahan adanya episode perdarahan
tanda-tanda vital.

3. Pantau tanda perdarahan sisemik atau Perubahan pada oksigen sirkulasi akan
hipovolemia, seperti peningkatan mempengaruhi fungsi jantung, vascular dan
frekuensi nadi, napas dan tekanan darah, fungsi neurologis
perubahan status neurologis

Daftar pustaka

Anonim. 2007. Sepsis. Akses internet dihttp://www.pediatrik.com/ilmiah_popular/20060220-


1uyr3qilmiahpopular.doc

Berkow & Beers. 1997. Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum. Akses internet
dihttp://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum
Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6.Jakarta : EGC.

Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :EGC

Harianto, Agus. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses internet dihttp://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-


neonatorium

Novriani, Erni. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses Internet di http://cemolgadis-


melayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.html

Nurcahyo. 2000. Sepsis Neonatorum. Akses internet


dihttp://www.indonesiaindonesia.com/images_greenish/misc/navbits_finallink.gif

disusun oleh Indri Diyah bersama kelompok 5A keperawatan maternitas FKP UNAIR

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka

Vietha. 2008. Askep pada Sepsi Neonatorum. Akses internet


dihttp://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-neonatorum/

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN SEPSIS DI RUANG IMC RS PKU I
YOGYAKARTA STASE KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT

A. Definisi Sepsis
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan respon
inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi
organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006), Sepsis adalah
sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat
berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000). Sepsis adalah infeksi berat
dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. (Surasmi, Asrining. 2003).Sepsis adalah
mikrooganisme patogen atau toksinnya didalam darah. (Dorland, 2010). Dari definisi di atas penyusun
menyimpulkan bahwa sepsis adalah infeksi bakteri generalisata dalam darah yang biasanya terjadi pada
bulan pertama kehidupan dengan tanda dan gejala sistemik.

B. Patofisiologi Sepsis

Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positip (20-40%), jamur dan virus
(2-3%), protozoa (Iskandar, 2002).Produk bakteri yang berperan penting pada sepsis adalah
lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran terluar bakteri gram negatip dan
berperan terhadap timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008; Cirioni et al., 2006). LPS mengaktifkan respon
inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory Response Syndrome/SIRS) yang dapat mengakibatkan syok
serta Multiple Organ Failure (MOF) (Arul, 2001). Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi
sepsis dan mekanisme kematian sel pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al., 2007).Pada
pasien sepsis akan terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari 25% total limfosit di lien (Irene,
2007).

Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak faktor lain
(nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit. Respon tubuh terhadap
patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin, baik yang bersifat proinflamasi
maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah tumor necrosis factor(TNF), interleukin-
1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang
menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-
10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan.
Sedangkan IL-6 dapat bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus.

Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram (-) maupun
eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin
glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, bersama
dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab
yang berada dalam darah penderita dengan perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan
makrofag yang kemudian mengekspresikan imunomudulator.

Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen setelah difagosit oleh
monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing celldan kemudian ditampilkan sebagai
antigen presenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari major
histocompatibility complex (MHC), kemudian berikatan dengan CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan
perantaraan T cell receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan mengeluarkan substansi dari
Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2, dan macrophage colony stimulating
factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang makrofag
mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada sepsis IL-2 dan TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-
1ß juga berperandalam pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular
adhesion molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan endotel.Neutrofil
yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis.
Neutrofil juga membawa superoksidan radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria.
Akibat proses tersebut terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan
menyebabkan gangguan vaskuler sehingga terjadi kerusakan organ multipel.

Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi yang berlebihan dari
sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang akan mempresentasikan mikroorganisme tersebut ke
limfosit. APC akan mengeluarkan mediator-mediator proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan
lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD yang dihasilkan oleh sel limfosit akan menyebabkan limfosit
teraktivasi dan berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi sel efektor (Abbas dan Litchman, 2005;
Remick, 2007).

Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan mediator-mediator proinflamasi
yang berlebihan tanpa diimbangi medioator antiinflamasi yang memadai. Ketidakseimbangan antara
proinflamasi dan antiinflamasi ini kemudian akan menimbulkan keadaan hiperinflamasi sel endotel yang
selanjutnya akan menyebabkan rangkaian kerusakan hingga kegagalan organ yang merugikan (Guntur,
2008).

Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah limfosit (Wesche-Soldato et
al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada semua organ limfoid seperti lien dan timus (Hotchkiss et al.,
2005). Apoptosis limfosit juga berperan penting terhadap terjadinya patofisiologi sepsis (Chang et al.,
2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi penyebab berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis
(Remick, 2007).

C. Etiologi

Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh virus, atau
semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada
orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, danStreptococcus pneumonia.
Spesies Enterococcus, Klebsiella, danPseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan
suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan
gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.

Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari kasus-kasus
dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri
gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya.
Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi
spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh
kultur.

Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia, pasien-pasien yang
menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi
di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur
invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis

Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling sering
menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering
dihubungkan dengan sepsis yaitu:

1) Infeksi paru-paru (pneumonia)

2) Flu (influenza)

3) Appendiksitis

4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)

5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)

6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah dimasukkan ke dalam
tubuh melalui kulit

7) Infeksi pasca operasi

Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan
sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.
D. Pathway

E. Nursing Care Planing

1. Pengkajian

a. Airway : Yakinkan kepatenan jalan napas, Berikan alat bantu napas jika perlu, Jika terjadi penurunan
fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU

b. Breathing: Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan, Kaji
saturasi oksigen, Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis,
Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di
dada, Periksa foto thorak

c. Circulation: Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan, Monitoring tekanan
darah, tekanan darah, Periksa waktu pengisian kapiler, Pasang infuse dengan menggunakan canul yang
besar, Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel, Pasang kateter, Lakukan pemeriksaan darah
lengkap, Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 360C,
Siapkan pemeriksaan urin dan sputum, Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

d. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak
ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.

e. Exposure: Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat
sumber infeksi lainnya.

f. Aktivitas dan istirahat ; Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia

g. Sirkulasi

 Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, udara,


lemak)

 Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada
stadium lanjut (shock), Heart rate : takikardi biasa terjadi, Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2
(komponen pulmonic) dapat terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal, Kulit
dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)

h. Integritas Ego: Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian, Obyektif :


Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.

i. Makanan/Cairan: Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea, Obyektif : Formasi edema/perubahan


berat badan, hilang/melemahnya bowel sounds

j. Neurosensori: Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi motorik
k. Respirasi; Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse, kesulitan bernafas
akut atau khronis, “air hunger”, Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting

2. Diagnosa keperawatan

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 ,
edema paru.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.

c. Hipertermi / hipotermi berhubungan dengan proses infeksi

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang tidak mencukupi.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Intervensi

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
O2 edema paru.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi

( NOC) (NIC)

Setelah dilakukan tindakan Airway Managemen :


keperawatan selama ... x 24 jam .
pasien akan : Buka jalan nafas

TTV dalam rentang normal Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (


fowler/semifowler)
Menunjukkan jalan napas yang paten
Auskultasi suara nafas , catat adanya suara
Mendemostrasikan suara napas yang tambahan
bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu.
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan

Monitor respirasi dan status O2

Monitor TTV.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)

Setelah dilakukan tindakan Cardiac care :


keperawatan selama ... x 24 jam . pasien
akan : catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
output
Menunjukkan TTV dalam rentang
normal monitor balance cairan

Tidak ada oedema paru dan tidak ada catat adanya distritmia jantung
asites
monitor TTV
Tidak ada penurunan kesadaran
atur periode latihan dan istirahat untuk
Ø Dapat mentoleransi aktivitas dan menghindari kelelahan
tidak ada kelelahan.
monitor status pernapasan yang menandakan
gagal jantung.

c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi

( NOC) (NIC)

Setelah dilakukan tindakan Fever Treatment :


keperawatan selama ... x 24 jam . pasien
akan : Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.

Suhu tubuh dalam rentang normal Beri kompres hangat pada bagian lipatan tubuh (
Paha dan aksila ).
Tidak ada perubahan warna kulit dan
tidak ada pusing Monitor intake dan output

Ø Nadi dan respirasi dalam rentang Monitor warna dan suhu kulit
normal
Berikan obat anti piretik

Temperature Regulation
Beri banyak minum ( ± 1-1,5 liter/hari) sedikit tapi
sering

Ganti pakaian klien dengan bahan tipis menyerap


keringat.

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang tidak
mencukupi.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi

( NOC) (NIC)

Setelah dilakukan tindakan Management sensasi perifer:


keperawatan selama ... x 24 jam . pasien
akan : Monitor tekanan darah dan nadi apikal setiap 4
jam
Tekanan sistole dan diastole dalam
rentang normal Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
jika ada lesi
Menunjukkan tingkat kesadaran yang
baik Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas atau dingin

Kolaborasi obat antihipertensi.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi

( NOC) (NIC)

Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy


keperawatan selama ... x 24 jam . pasien
akan : Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya
disertai peningkatan tekanan darah nadi sesuai dengan tingkat keterbatasan klien
dan respirasi
Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat
Mampu melakukan aktivitas sehari-hari membantu dan meningkatkan kekuatan fisik klien.
secara mandiri
Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien
TTV dalam rentang normal
Jelaskan pada keluarga dan klien tentang
Ø Status sirkulasi baik pentingnya bedrest ditempat tidur.

f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi

( NOC) (NIC)

Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction


keperawatan selama ... x 24 jam . pasien
akan : Kaji tingkat kecemasan

Mampu mengidentifikasi dan Jelaskan prosedur pengobatan perawatan.


mengungkapkan gejala cemas
Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya
TTV normal tentang kondisi pasien.

Ø Menunjukkan teknik untuk Beri penjelasan tiap prosedur/ tindakan yang akan
mengontrol cemas. dilakukan terhadap pasien dan manfaatnya bagi
pasien.

Beri dorongan spiritual.

F. Daftar pustaka :

1. Abbas AK and AH Lichtmann. 2005. Cellular and Molecular Immunology. 5th edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders. Pp: 295-343.
2. Chang KC, Unsinger J, Davis CG, Schwulst SJ, Muenzer JT, Strasser A, Hotchkiss RS. 2007. Multiple
Triggers of Cell Death in Sepsis: Death Receptor and Mitochondrial-Mediated Apoptosis. FASEB J. 21(3):
708-19

3. Djoko H. 2008. Managementof Diabetic Foot Disease with Sepsis. Proseding of National Symposium: The
second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta: PETRI. Pp: 74-81

4. Gatot I. 2008. The Role of Cytokine in Pathobiology of Sepsis. Proseding of National Symposium: The
Second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta:PETRI, pp: 114-117.

5. Guntur H. 2008. SIRS, Sepsis, dan Syok Septik (Imunologi, Diagnosis, penatalaksanaan). Edisi I. Surakarta.
UNS press,. P: 4

6. Hotckiss RS and Irene EK. 2003. The Pathophysiologi and Treatment of Sepsis. 348: 138-150.

7. Irene K. 2007. Pathogenesis of Sepsis and Multi Organ


Dysfunction.http://research.medicine.wustl.edu/OCFR/Research.nsf?OpenDatabase

8. Remick DG. 2007. Pathophysiology of Sepsis. American Journal of Pathology.170: 1435-1444.

9. Wesche-Soldato DE., Ryan Z. Swan., Chun-Shiang Chung., and Alfred Ayala. 2007. The Apoptotic Pathway as
a Therapeutic Target in Sepsis. Curr Drug Targets. 8(4): 493-500

ASUHAN KEPERERAWATAN PASIEN


SEPSIS NANDA NIC NOC
Friday, August 24, 2018 Add Comment

Asuhan keperawatan dengan pasien sepsis


aplikasi nanda nic noc
Pengertian sepsis
Menurut (Linda D.U,2006) Sepsis adalah suatu keadaan tubuh dimana microorgaisme
menginvasi tubuh sehingga menyebabkan respon inflamasi sistemik dan respon yang di
timbulkan cenderung menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ.jika adanya
hipotensi maka di sebut dengan syok sepsis.
Menurut( Doenges ,Marylyn E.2000.) sepsis adalah sindrom yang di karakteristikan oleh tanda
tanda klinis dan gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kea rah septisemia dan syok
septic.
Patofisiologi sepsis
Menurut (Iskandar,2008) sepsis di sebabkan oleh bacteri gram negatip(70%),bacteri gram
positip (20-40%) ,jamur dan virus (2-3%),protozoa.
Menurut (Guntur,2008,.Cirioni et al.,2006) produks bacteri yang berperan penting pada sepsis
adalahlipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen terluar dari bacteri gram negatip dan
berperan terhadap timbulnya syok sepsis. (Arul,2001) LPS mengaktifkan respon inflamasi
sistemik yang dapat menyebabakan syok serta multiple organ
failure.(Hotchkiss,.2003.;Irine,2007.;Chang et al.2007)Apoptosis berperan dalam terjadinya
patofisiologi sepsis dan mekanisme kematian sel pada sepsis.pada pasie sepsis aka terjadi
peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari 25% total limfosit di lien.
Sitokin yang menjadi mediator di dalam sepsis terdiri dari banyak factor nontokin yang sanget
berperan penting dalam menentuka perjalanan penyakit.respon tubuh yang di hasilkan untuk
pantogen melibatkan berbagai system imun dan sitokin baik yang berupa proinflamasi dan
antiinflamasi.
Yang termasuk dalam sitokin proinflamasi adalah tumor necrosis factor ,interleukin-1,
interferon-y yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan microorganism yang
menginfeksi.dan yang termasuk dalam sitokin antiinflamasi adalah interleukin-1 reseptor
antagonis .IL-4 dan IL-10 yang berfungsi untuk memodulasi,koordinasi atau represi terhadap
respon yang berlebihan.dan IL 6 bersifat sebagai sitokin pro dan anti-inflamasi sekaligus.
Sepsis umumnya di sebabkan oleh stimulasi toksin baik yang dari lipopolisakarida atau
endotoksin glikoprotein komplek yang dapat secra langsung mengaktifkan system imun selular
dan humoral bersma dengan anti-bodi dalam serum darah penderita membentuk lipopolisakarida
antibody (LPSab).LPSab yang ada dalam darah penderita dengan perantara reseptor
CD14+ akan bereaksi dengan macrofag yag kemudian mengekspresikan imunomudulator.
Etiologi Sepsis
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh virus,
atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling sering
ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
danStreptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, danPseudomonas juga sering
ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik
langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal
dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari kasus-
kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu
spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau
mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau
cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu
proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia, pasien-
pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis
yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid
atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling sering
menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang
sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
· Infeksi paru-paru (pneumonia)
· Flu (influenza)
· Appendiksitis
· Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
· Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
· Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah dimasukkan ke
dalam tubuh melalui kulit
· Infeksi pasca operasi
pathway sepsis
karya mahasiswa nurse

E. Nursing Care Planing


1. Pengkajian
a. Airway : Yakinkan kepatenan jalan napas, Berikan alat bantu napas jika perlu, Jika terjadi
penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing: Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan, Kaji saturasi oksigen, Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis, Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask, auskulasi dada, untuk
mengetahui adanya infeksi di dada, Periksa foto thorak
c. Circulation: Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan,
Monitoring tekanan darah, tekanan darah, Periksa waktu pengisian kapiler, Pasang infuse dengan
menggunakan canul yang besar, Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel,
Pasang kateter, Lakukan pemeriksaan darah lengkap, Catat temperature, kemungkinan pasien
pyreksia atau temperature kurang dari 360C, Siapkan pemeriksaan urin dan sputum,
Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
d. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan
AVPU.
e. Exposure: Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
f. Aktivitas dan istirahat ; Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
g. Sirkulasi
· Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena embolik (darah,
udara, lemak)
· Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi
pada stadium lanjut (shock), Heart rate : takikardi biasa terjadi, Bunyi jantung : normal pada
fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering
menunjukkan normal, Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa
terjadi (stadium lanjut)
h. Integritas Ego: Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian,
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
i. Makanan/Cairan: Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea, Obyektif : Formasi
edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel sounds
j. Neurosensori: Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motorik
k. Respirasi; Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse,
kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”, Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan O2 , edema paru.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.
c. Hipertermi / hipotermi berhubungan dengan proses infeksi
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang tidak
mencukupi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan O2 edema paru.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Airway Managemen :
Setelah dilakukan tindakan Buka jalan nafas
keperawatan selama ... x 24 jam . Posisikan pasien untuk memaksimalkan
pasien akan : ventilasi ( fowler/semifowler)
TTV dalam rentang normal Auskultasi suara nafas , catat adanya suara
Menunjukkan jalan napas yang tambahan
paten Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
Mendemostrasikan suara napas yang jalan nafas buatan
bersih, tidak ada sianosis dan Monitor respirasi dan status O2
dypsneu. Monitor TTV.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Cardiac care :
keperawatan selama ... x 24 jam . catat adanya tanda dan gejala penurunan
pasien akan : cardiac output
Menunjukkan TTV dalam rentang monitor balance cairan
normal catat adanya distritmia jantung
Tidak ada oedema paru dan tidak ada monitor TTV
asites atur periode latihan dan istirahat untuk
Tidak ada penurunan kesadaran menghindari kelelahan
Ø Dapat mentoleransi aktivitas dan monitor status pernapasan yang menandakan
tidak ada kelelahan. gagal jantung.

c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Fever Treatment :
Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.
Beri kompres hangat pada bagian lipatan
tubuh ( Paha dan aksila ).
Setelah dilakukan tindakan Monitor intake dan output
keperawatan selama ... x 24 jam . Monitor warna dan suhu kulit
pasien akan : Berikan obat anti piretik
Suhu tubuh dalam rentang normal Temperature Regulation
Tidak ada perubahan warna kulit dan Beri banyak minum ( ± 1-1,5 liter/hari) sedikit
tidak ada pusing tapi sering
Ø Nadi dan respirasi dalam rentang Ganti pakaian klien dengan bahan tipis
normal menyerap keringat.

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang tidak
mencukupi.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Management sensasi perifer:
Setelah dilakukan tindakan Monitor tekanan darah dan nadi apikal setiap
keperawatan selama ... x 24 jam . 4 jam
pasien akan : Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
Tekanan sistole dan diastole dalam kulit jika ada lesi
rentang normal Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
Menunjukkan tingkat kesadaran yang peka terhadap panas atau dingin
baik Kolaborasi obat antihipertensi.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen.
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Activity Therapy
Setelah dilakukan tindakan Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.
keperawatan selama ... x 24 jam . Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya
pasien akan : sesuai dengan tingkat keterbatasan klien
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat
tanpa disertai peningkatan tekanan membantu dan meningkatkan kekuatan fisik
darah nadi dan respirasi klien.
Mampu melakukan aktivitas sehari- Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL
hari secara mandiri klien
TTV dalam rentang normal Jelaskan pada keluarga dan klien tentang
Ø Status sirkulasi baik pentingnya bedrest ditempat tidur.

f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Anxiety Reduction
Setelah dilakukan tindakan Kaji tingkat kecemasan
keperawatan selama ... x 24 jam . Jelaskan prosedur pengobatan perawatan.
pasien akan : Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya
Mampu mengidentifikasi dan tentang kondisi pasien.
mengungkapkan gejala cemas Beri penjelasan tiap prosedur/ tindakan yang
TTV normal akan dilakukan terhadap pasien dan
Ø Menunjukkan teknik untuk manfaatnya bagi pasien.
mengontrol cemas. Beri dorongan spiritual.

F. Daftar pustaka :
1. Abbas AK and AH Lichtmann. 2005. Cellular and Molecular Immunology. 5th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders. Pp: 295-343.
2. Chang KC, Unsinger J, Davis CG, Schwulst SJ, Muenzer JT, Strasser A, Hotchkiss RS.
2007. Multiple Triggers of Cell Death in Sepsis: Death Receptor and Mitochondrial-Mediated
Apoptosis. FASEB J. 21(3): 708-19
3. Djoko H. 2008. Managementof Diabetic Foot Disease with Sepsis. Proseding of National
Symposium: The second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta: PETRI. Pp: 74-81
4. Gatot I. 2008. The Role of Cytokine in Pathobiology of Sepsis. Proseding of National
Symposium: The Second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta:PETRI, pp: 114-117.
5. Guntur H. 2008. SIRS, Sepsis, dan Syok Septik (Imunologi, Diagnosis, penatalaksanaan).
Edisi I. Surakarta. UNS press,. P: 4
6. Hotckiss RS and Irene EK. 2003. The Pathophysiologi and Treatment of Sepsis. 348: 138-
150.
7. Irene K. 2007. Pathogenesis of Sepsis and Multi Organ
Dysfunction.http://research.medicine.wustl.edu/OCFR/Research.nsf?OpenDatabase
8. Remick DG. 2007. Pathophysiology of Sepsis. American Journal of Pathology.170: 1435-
1444.
9. Wesche-Soldato DE., Ryan Z. Swan., Chun-Shiang Chung., and Alfred Ayala. 2007. The
Apoptotic Pathway as a Therapeutic Target in Sepsis. Curr Drug Targets. 8(4): 493-500

Anda mungkin juga menyukai