Anda di halaman 1dari 20

KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI: SKIZOFRENIA

KELOMPOK 3

LA ODE AGUSTINO SAPUTRA

WA ODE YULIANTI TOGALA

SALMIAH

MUSLIMIN

SRI MAHARDIKA

SYAHRA RAMADHANI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2019
BAB I
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengertian
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau
pecah (split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang
menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau
keretakan kepribadian.
Schizofrenia merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat
melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi),
pembicaraan, emosi dan perilaku. Keyakinan irasional tentang dirinya atau isi
pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang jelas, seperti bahwa orang
lain bermaksud buruk atau bermaksud mencelakainya (Raboch, 2007).
B. Etiologi
1. Teori somatogenik
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi
saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan
salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur
2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya
Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan
waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat,
tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan
berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik
konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian
dengan pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada
diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan
mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt
pada waktu membuat sediaan.
2. Teori Psikogenik
a. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga
sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau
fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu
konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi
timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu
reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi
kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari
kenyataan (otisme).
b. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat

1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik


ataupun somatik .
2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg
berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme .
3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga
terapi psikoanalitik tidak mungkin.

c. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama
penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler
membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer
(gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan
otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau
gangguan psikomotorik yang lain).
d. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah,
maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak,
arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

C. Patofisiologi

Prevalensi penderita schizophrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 % dan

biasanya timbul pada usia sekitar 18 - 45 tahun. Schizophrenia disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain: faktor genetik, faktor lingkungan dan faktor

keluarga. Schizophrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu

penderitanya tetapi juga bagi orang-orang terdekat ( Arif, 2006). Penderita

schizophrenia sering kali mengalami gejala positif dan negatif yang memerlukan

penanganan serius. Penderita schizophrenia juga mengalami penurunan motivasi

dalam berhubungan sosial, perilaku ini sering tampak dalam bentuk perilaku

autistic dan mutisme.

Akibat adanya penurunan motivasi ini sering tampak timbulnya masalah

keperawatan isolasi sosial menarik diri dan jika tidak diatasi dapat menimbulkan

perubahan persepsi sensoris halusinasi. Halusinasi yang terjadi pada penderita

schizophrenia tidak saja disebabkan oleh perilaku isolasi sosial tetapi juga dapat

disebabkan oleh gangguan konsep diri harga diri rendah. Dampak dari halusinasi

yang timbul akibat schizophrenia ini sangat tergantung dari isi halusinasi. Jika

isi halusinasi mengganggu, maka penderita schizophrenia akan cenderung

melakukan perilaku kekeeraan sedangkan halusinasi yang isinya menyenagkan

dapat mengganggu dalam berhubungan sosial dan dalam pelaksanaan aktivitas


sehari-hari termasuk aktivitas perwatan diri ( Stuart, 2007).
Schizophrenia sering dimanifestasikan dalam bentuk waham, perilaku

katatonik, adanya penurunan motivasi dalam melakukan hubungan sosial serta

penurunan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Waham yang dialami pasien

schizophrenia dapat berakibat pada kecemasan yang berlebihan jika isi

wahamnya tidak mendapatkan perlakuan dari lingkungan sehingga berisiko

menimbulkan perilaku kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain,

dan lingkungan. Adanya perilaku katatonik, menyebabkan perasaan tidak

nyaman pada diri penderita, hal ini karena kondisi katatonik ini berdampak pada

hambatan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Hambatan dalam aktivitas sehari-hari menyebabkan koping individu

menjadi tidak efektif yang dapat berlanjut pada gangguan konsep diri harga diri

rendah dan bila tidak diatasi berisiko menimbulkan perilaku kekerasan ( Ingram,

1996). Penderita dapat mengalami ambivalensi, kondisi ini dapat menimbulkan

terjadinya penurunan motivasi dalam melakukan aktivitas perawatan diri dan

kemampuan dalam berhubungan sosial dengan orang lain. Adanya ambivalensi

membuat penderita menjadi kesulitan dalam pengambilan keputusan sehingga

dapat berdampak pada penurunan motivasi dalam melakukan aktivitas sehari-

hari. Penderita schizophrenia yang menunjukkkan adanya gejala negatif

ambivalensi ini, sering kali dijumpai cara berpakaian dan berpenampilan yang

tidak sesuai dengan realita seperti rambut tidak rapi, kuku panjang, badan kotor

dan bau ( Rasmun, 2007).

Prognosis untuk schizophrenia pada umumnya kurang begitu

menggembirakan sekitar 25 % pasien dapat pulih dari episode awal dan

fungsinya dapat kembali pada tingkat sebelum munculnya gangguan tersebut.

Sekitar 25% tidak pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung

memburuk, dan sekitar 50 % berada diantaranya ditandai dengan kekambuhan


periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali akan waktu

singkat.

D. Klasifikasi
Pembagian Skizofrenia yang dikutip dari Maramis (2005) dalam buku
Prabowo (2014), antara lain
1. Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan,
gangguan proses berpikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang
sekali terdapat.
2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau sebakut dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan
proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersenalisasi atau double
personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau
perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada heberfenia.Waham dan
halusinasi banyak sekali.
3. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta

sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah

katatonik atau stupor katatonik.

4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan

waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti

ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan

kemauan. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan

kurang percaya pada orang lain.


5. Skizofrenia akut

Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam

keadaan mimpi.Kesadarannya mungkin berkabut.Dalam keadaan ini timbul

perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya

seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.

6. Skizofrenia Residual

Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak

jelas adanya gejala-gejala sekunder.Keadaan ini timbul sesudah beberapa

kali serangan Skizofrenia.

E. Manifestasi Klinis
Menurut Keltner et al, gejala-gejala ini dapat dikelompokkan menjadi 4
kategori :
1. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi
Adalah pengalaman sensori yang terjadi tanpa stimulus dari luas.
Menurut Moller dan Murphy dalam Stuart dan Sundeen tingkatan
halusinasi dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu :
1) Tahap 1 Comforting
Tingkat cemas sedang, halusinasi secara umum adalah
sesuatu yang menyenangkan.Pengalaman halusinasi karena emosi
yang meningkat seperti cemas, kesepian, rasa bersalah, takut serta
mencoba untuk berfokus pada pikiran yang nyaman untuk
melepaskan cemas. Individu mengenal bahwa pikiran dan
pengalaman sensori dalam kontrol kesadaran jika cemas dapat
dikelola. Tingkah laku yang dapat diobservasi:
a) Meringis atau tertawa pada tempat yang tidak tepat.
b) Menggerakkan bibir tanpa mengeluarkan suara.
c) Pergerakan mata yang cepat.
d) Respon verbal pelan seperti jika sedang asyik.
e) Diam dan tampak asyik.
2) Tahap II
Pengalaman sensori dari beberapa identifikasi indera terhadap hal
yang menjijikkan dan menakutkan. Halusinator mulai kehilangan control
dan ada usaha untuk menjauhkan diri dari sumber stimulus yang diterima .
Individu mungkin merasa malu dengan adanya pengalaman sensori dan
menarik diri dari orang lain. Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a) Meningkatnya system syaraf otonom, tanda dan gejala dari cemas
seperti meningkatnya nadi, pernafasan dan tekanan darah.
b) Lapang perhatian menjadi sempit
c) Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi atau realitas.
3) Tahap III
Controlling tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori menjadi
hal yang menguasai. Halusinator mencoba memberi perintah , isi halusinasi
mungkin menjadi sangat menarik bagi individu. Individu mungkin
mengalami kesepian, jika sensori yang diberikan berhenti. Psychotic.
Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a) Perintah langsung oleh halusinasi dapat diikuti.
b) Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
c) Lapang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
d) Gejala fisik dan cemas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan mengikuti perintah.
4) Tahap IV
Conquering, tingkat cemas, panik, umumnya halusinasi menjadi
terperinci dan khayalan tampak seperti kenyataan. Pengalaman sensori
mungkin mengancam jika individu tidak mengikuti perintah. Halusinasi
mungkin memburuk dalam 4 jam atau sehari atau sehari jika tidak ada
intervensi terapeutik. Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a) Teror keras pada tingkah laku seperti panic.
b) Potensial kuat untuk bunuh diri.
c) Aktivitas fisik yang menggambarkan isi dai halusinasi seperti
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia.
d) Tidak dapat berespon pada perintah yang kompleks.
e) Tidak dapat berespon pada lebih satu orang.

b. Delusi
Delusi adalah gejala yang merupakan keyakinan palsu yang timbul
tanpa stimulus luar yang cukup dan mempunyai ciri-ciri realistic, tidak logis,
menetap, egosentris, diyakini kebenarannya oleh pasien sebagai hal yang
nyata, pasien hidup dalam wahamnya, keadaan atau hal yang diyakini itu
bukan merupakan bagian dari sosiokultural setempat. Macam-macam
waham:
1) Waham rendah pikir, pasien percaya bahwa pikirannya, perasaannya,
ingkah lakunya dikendalikan dari luar.
2) Waham kebesaran, suatu kepercayaan bahwa penderita adalah orang
yang penting dan berpengaruh dan mungkin mempunyai kelebihan
kekuatan yan terpendam atau benar-benar merakanfiur orang kuat
sepanjang sejarah.
3) Waham diancam, suatu keyakinan bahwa dirinya selalu diancam, diikti
atau ada sekelompok orang yang memenuhinya.
4) Waham tersangkut, adana kepercayaan bahwa seala sesatu yang terjadi
di sekelilngnya mempai hubungan pribadi seperti perinah atau pesan
khusus.
5) Waham bizarre, pasien sering memperlihakan adanya waham soatik
msalnya pasien percaya adanya benda ang begerak-gerak di dalam
ususnya. Yang termasuk waham ini adalah waham sedot pikir, waham
sisip pikir, waham siar pikir, waham kendali pikir.
c. Paranoid dimanifestasikan dengan interpretasi yang menetap bahwa
tindakan orang lain sebagai suatu ancaman atau ejekan.
d. Ilusi adalah kesalahan dalam menginterpretasikan stimulus dari luar yang
nyata.
2. Gangguan Proses Pikir
a) Flight of idea, serangkaian pikiran yang diucapkan secara cepat disertai
perpindahan materi pembicaraan yang mendadak tanpa alasan logic yang
nyata.
b) Retardation, adalah lambatnya aktifitas mental sebagai contoh pasien
mengatakan saya tidak dapat berpikir apa-apa.
c) Blocking, putusnya pikiran ang ditandai dengan putusnya secara sementara
atau terhentinya pembicaraan.
d) Autisme, pikiran yang timbul dari fantasi.
e) Ambivalensi adalah keinginan yang sangat pada dua hal yang berbeda pada
waktu yang sama dan orang yang sama.
f) Kehilangan asosiasiidak adanya hubungan pola pikir, ide dan topik yang
normal, tiba-tiba beralih tanpa menunjukkan hubungan dengan topic
sebelumnya.
3. Gangguan Kesadaran
Manifestasi dari ganguan kesadaran antara lain bingung, inkoherensi
pembicaraan, pembicaraan ang tidak dapat dimengerti, terdapat distrsi tata
bahasa atau susunan kalimat, sering memakai istilah aneh, inkherensi timbul
karena pikiran kacau sehingga beberapa pikiran dikeluarkan dalam satu
kalimat, clouding atau kesadaran berkabut, kesadaran menurun disertai
gangguan persepsi dan sikap.
4. Gangguan Afek
a) Afek yang tidak tepat, suatu keadaan disharmoni afek yang tidak sesuai
dengan tingkah laku pasien.
b) Afek tumpul, ketidakmampuan membangkitkan emosi dan berespon
terhadap berita duka.
c) Afek datar, ketidakmampuan membangkitkan respon terhadap berbagai
respon.
d) Afek labil, kondisi emosi yang cepat berubah.
e) Apatis, warna emosi yang tumpul disertai keacuhan atau ketidakpedulian.
f) Euforia, gembira berlebihan, apa peningkatan perasaan dari biasanya selalu
merasa optimis, senang dan percaya diri, bersikap meyakinkan.

F. Komplikasi
Menurut Keliat, dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :
1. Aktifitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri,
misalnya kebersihan diri, penampila dan sosialisasi.
2. Hubungan interpersonal
Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri,
terisolasi dari teman-teman dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses
adaptasi klien terhadap lingkungan kehidupan yang kaku dan stimulus yang
kurang.
3. Sumber koping
Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan
fungsi pada klien, menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan
koping untuk menghadapi stress.
4. Harga diri rendah
Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi
kekurangannya, tidak ingin melakukan sesuatu untuk menghindari
kegagalan (takut gagal) dan tidak berani mencapai sukses.
5. Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang
dimiliki dan pernah digunakan klien pada waktu yang lalu.
6. Motivasi
Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang.
7. Kebutuhan terapi yang lama
Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit
satu periode selama 6 bulan terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih
dirawat di rumah sakit dalam 1 tahun.

G. Penatalaksanaan
1. Medis
Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik
(misalnya perubahan perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi,
waham, proses piker kacau). Obat-obatan untuk pasien skizophrenia yang
umum diunakan adalah sebaga berikut :
a. Pengobatan pada fase akut
1) Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif diberikan
injeksi :
a) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
b) Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam
sampai keadaan akut teratasi.
c) Kombinsi haloperidol 5 mg intra muscular kemudian diazepam
10 mg intra muscular dengan interval waktu 1-2 menit.
2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet :
a) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
b) Klorpromazin 2x100 mg per hari
c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari
b. Pengobaan fase kronis
Diberikan dalam bentuk tablet :
1) Haloperidol 2x 0,5 – 1 mg perhari
2) Klorpromazin 1 x 50 mg sehari (malam)
3) Triheksifenidil 1- 2x 2 mg sehari
a) Tingkatkan perlahan-lahan, beri kesempatan obat untuk bekerja,
disamping itu melakukan tindakan perawatan dan pendidikan
kesehatan.
b) Dosis maksimal. Haloperidol: 40 mg sehari (tablet) dan
klorpromazin 600 mg sehari (tablet).
c) Efek dan efek samping terapi
1) Klorpromazine
Efek : mengurangi hiperaktif, agresif, agitasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi,
sedasi, hipotensi ortostatik.
2) Haloperidol
Efek : mengurangi halusinasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi,
sedasi, hipotensi ortostatik.
2. Tindakan keperawatan efek samping obat
a. Klorpromazine
1) Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan
membersihkan mulut secara teratur.
2) Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang
membutuhkan ketajaman penglihatan.
3) Konstipasi : makan makanan tinggi serat
4) Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang
berbahaya.
5) Hipoensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring
atau duduk.
b. Haloperidol
1) Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan
membersihkan mulut secara teratur.
2) Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang
membutuhkan ketajaman penglihatan.
3) Konstipasi : makan makanan tinggi serat.
4) Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang
berbahaya.
5) Hipotensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring
atau duduk.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan

tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau

masalah klien.

Data yang dikupulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan

spiritual. Pengelompokan data pada pengakajian kesehatan jiwa dapat pula

berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor,

sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Cara pengkajian

lain berfokus pada 5 (lima) dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan

spiritual. Isi pengkajian meliputi :

1. Identitas klien

2. Keluhan utama/alasan masuk

3. Faktor predisposisi

4. Dimensi fisik / biologis

5. Dimensi psikososial

6. Status mental

7. Kebutuhan persiapan pulang


8. Mekanisme koping

9. Masalah psikososial dan lingkungan

10. Aspek medik

Data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di

sebut data obyektif, sedangkan data yang disampaikan secara lisan oleh klien

dan keluarga melalui wawancara perawatan disebut data subyektif.


Dari data yang dikumpulkan, perawatan langsung merumuskan

masalah keperawatan pada setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya

sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai

pohon masalah Agar penentuan pohon masalah dapat di pahami dengan jelas,

penting untuk diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah : Penyebab

(kausa), masalah utama (core problem) dan effect (akibat). Masalah utama

adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien.

Umumnya masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan

utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang

menyebabkan masalah utama. Akibat adalah salah satu dari beberapa masalah

klien yang merupakan efek / akibat dari masalah utama. Pohon masalah ini

diharapkan dapat memudahkan perawat dalam menyusun diagnosa

keperawatan.
Masalah keperawatan yang sering muncul pada klien waham
menurut Damaiyanti dan Iskandar (2012) adalah:
1. Gangguan proses pikir: waham.
2. Kerusakan komunikasi verbal.
3. Harga diri rendah kronik.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah dari data pengkajian yang

digunakan untuk mengarahkan perencanaan, implementasi, dan evaluasi

keperawatan (Nanda, 2012).

1. Kerusakan Komunikasi verbal


2. Perubahan isi pikir: waham curiga waham
Pohon Masalah

Kerusakan komunikasi verbal

Perubahan isi pikir: waham curiga

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Gambar 2.1 Pohon Masalah, Damaiyanti dan Iskandar (2012)

C. Intervensi

1. Tindakan keperawatan pada klien

a. Tujuan

1) klien dapat berorientasi terhadap realita secara bertahap

2) klien dapat memenuhi kebutuhan dasar

3) klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan


4) klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

b. Tindakan keperawatan

1) Bina hubungan saling percaya

Sebelum memulai pengkajian pada klien dengan waham,

saudara harus membina hubungan saling percaya terlebih dahulu


agar klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan
yang dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya,

yaitu:

a) Mengucapkan salam terapeutik

b) Berjabat tangan

c) Menjelaskan tujuan interaksi

d) Membuat kontrak topic, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien

2) Membantu orientasi realitas

a) Tidak mendukung dan membantah waham klien

b) Meyakinkan klien berada dalam keadaan aman

c) Mengobservasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari – hari

d) Jika klien terus menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa

memberikan dukungan atau menyangkal sampai klien berhenti

membicarakannya.

3) Memberikan pujian jika penampilan dan orientasi klien sesuai dengan

realitas.

a) Mendiskusikan kebutuhan psikologis / emosional yang tidak

terpenuhi karena dapat menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan

marah.

b) Meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan

emosional klien.

c) Mendiskusikan tentang kemampuan positif yang dimiliki.

d) Membantu melakukan kemampuan yang dimiliki

e) Mendiskusikan tentang obat yang diminum

f) Melatih minum obat yang benar.

2. Tindakan keperawatan pada keluarga

a. Tujuan keperawatan
1) Keluarga mampu mengidentifikasi waham klien

2) Keluarga mampu memfasilitasi klien untuk memenuhi kebutuhan

yang dipenuhi oleh wahamnya.

3) Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien

secara optimal

b. Tindakan keperawatan

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat merawat klien di

rumah

2) Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami klien

3) Diskusikan dengan keluarga tentang:

a) Cara merawat klien waham dirumah

b) Tindakan tindak lanjut dan pengobatan yang teratur

c) Lingkungan yang tepat untuk klien

d) Obat klien (nama obat, dosis, frekuensi, efek samping, akibat

penghentian obat)

e) Kondisi klien yang memerlukan konsultasi segera

4) Berikan latihan kepada keluarga tentang cara merawat klien waham

5) Menyusun rencana pulang klien bersama keluarga.


DAFTAR PUSTAKA

Arini, Diyah. Dkk. (2012). Pedoman Penyusunan Studi Kasus.


Surabaya: Stikes Hang Tuah Surabaya.

Damaiyanti, M. dan Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Bandung: PT. Refika Aditama.
Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan. Jakarta : Salemba
Medika.
Hawarai, D. (2010). Penatalaksanaan Skizofrenia. Jakarta: FKUI.
Ibrahim, A.S. (2011). Skizofrenia Spliting Personality. Tangerang: Jaljah
Nusa.
Keliat, B.A. dan Akemat. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa.Jakarta: EGC
Keliat, B. A. dan Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa.Jakarta: EGC.
Keliat, B. A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
CHMN (Basic Course). Jakarta: EGC.
Kusumawati, F. dan Yudi Hartono. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta:Salemba Medika.
Nanda I. (2012). Diagnosis Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EG
Nisa, E. Z. (2012). Pengaruh Pelaksanaann Komunikasi Teraupetik
pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai Realita di
Rumah Sakit Jiwa Medan. Jurnal Keperawatan Skripsi
Universitas Sumatera, hal 7. Diperoleh tanggal 26 Mei 2015
Prabowo, E. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuh
Medika.
Stuart & Sundeen, (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta
: EGC
Yosep, I. (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai