Makalah Seminar Padi Tipe Baru
Makalah Seminar Padi Tipe Baru
The Performance of Heavy Panicle Rice F5 Generation in Low Dosage Fertilizer Conditions
ABSTRACT
Perakitan varietas baru menjadi kunci dalam upaya mendapatkan varietas yang produksinya lebih
tinggi. Pembentukan padi tipe baru merupakan upaya pengumpulan sifat baik melalui berbagai sumber atau
tetua. Penelitian ini bertujuan melihat interaksi galur padi dengan kondisi dosis pemupukan rendah.
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru, Babakan, Darmaga, Bogor pada bulan
November 2017 sampai Maret 2018. Penelitian ini menggunakan percobaan dengan Rancangan Augmented
design dengan 24 galur uji padi hasil silangan dan lima varietas dan satu galur pembanding yaitu IPB 3S,
IPB 160-F-54-4-1, IPB 8G, IPB 9G, Ciherang, dan Limboto. Hasil penelitian menunjukkan terdapat enam
galur padi yang memiliki potensi hasil tinggi yaitu nomor 193-F-4 (6,31 ton ha-1), 189-F-2 (5,96 ton ha-1),
191-F-1-1 (5,96 ton ha-1), 194-F-14-3 (5,91 ton ha-1), 193-F-3 (5,91 ton ha-1), 194-F-1 (5,71 ton ha-1)
sedangkan produktivitas varietas pembanding adalah IPB 9G (4,70 ton ha-1), IPB 3S (5,00 ton ha-1), IPB 8G
(4,37 ton ha-1), IPB 160-F-54-4-1 (4,00 ton ha-1), Limboto (3,60 ton ha-1), dan Ciherang (3,20 ton ha-1 ).
ABSTRAK
Development of new varieties is key in the quest for higher yielding varieties. The development of
new types of rice is an effort to collect good properties through various sources or parents. This study aims
to see performance of rice genotype with low fertilizer dosage conditions. The experiment was conducted in
Rice Field Experimental Plant, Babakan, Darmaga, Bogor in November 2017 until March 2018. The
experiment was designed in Augmented design, with 24 lines rice test and five varieties and one line i.e IPB
3S, IPB 160-F-54-4-1, IPB 8G, IPB 9G, Ciherang, and Limboto. The results showed that there are six
genotipe rice with higher yield potential , namely 193-F-4 (6,31 ton ha-1), 189-F-2 (5,96 ton ha-1), 191-F-1-1
(5,96 ton ha-1), 194-F-14-3 (5,91 ton ha-1), 193-F-3 (5,91 ton ha-1), 194-F-1 (5,71 ton ha-1), Check’s
productivity are comparison are IPB 9G (4,70 ton ha-1), IPB 3S (5,00 ton ha-1), IPB 8G (4,37 ton ha-1), IPB
160-F-54-4-1 (4,00 ton ha-1), Limboto (3,60 ton ha-1), dan Ciherang (3,20 ton ha-1 ).
PENDAHULUAN
Salah satu upaya pengembangan varietas unggul melalui pengembangan potensi Padi Tipe Baru (PTB).
Perkembangan PTB di Indonesia dimulai sejak tahun 1995. Menurut Suprihatno (2007), empat varietas padi telah
dilepas sebelum tahun 2007. Las et al (2002) menyatakan bahwa potensi hasil PTB 10-25% lebih tinggi dibandingkan
dengan varietas unggul padi yang ada saat ini. Pembentukan PTB perlu dilakukan untuk mendukung peningkatan
produksi dan produktivitas padi nasional.
Pembentukan padi PTB merupakan upaya pengumpulan sifat baik melalui berbagai sumber atau tetua (Lubis
et. al., 2013). Salah satu tahapan pembentukan PTB adalah dengan karakterisasi morfologi malai yang baik dengan
banyaknya bulir dan rendahnya presentase bulir hampa. Salah satu dosen IPB Dr. Hajrial Aswidinnoor yang meneliti
Padi Tipe Baru (PTB) ingin menguji galur-galur padi bermalai lebat dengan jumlah 500-600 bulir per malai dengan
pengaruh pemupukan rendah untuk mengetahui karakter malai yang dihasilkan dari percobaan tersebut. Penelitian ini
diharapkan dapat menurunkan jumlah bulir padi bermalai lebat, sehingga didapatkan satu calon varietas dengan jumlah
300-350 bulir padi permalainya walaupun dengan menggunakan dosis pemupukan rendah.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Sawah Baru, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Bogor.
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2017 sampai dengan bulan Maret 2018. Perhitungan komponen hasil
dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 galur padi F5 yang berasal dari lima populasi hasil silangan, dan
menggunakan enam varietas pembanding yaitu IPB 8G, IPB 9G, IPB 3S, IPB 10S, Ciherang, dan Limboto.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea dan Ponska dengan dosis masing- masing 100 kg Urea ha-1 dan 150
kg ha-1 phonska (15:15:15). Pestisida yang digunakan adalah insektisida dengan bahan aktif Chlorhirifos 500 gl-1,
Moluskisida dengan bahan aktif Niklosamida 250 g l-1 dan herbisida dengan bahan aktif isopropil Amina Glifosat 480
g l-1. Alat yang digunakan adalah peralatan biasa yang dibutuhkan dalam budidaya padi, penggaris, pulpen dan buku
jurnal.
Percobaan ini menggunakan rancangan augmented design dengan faktor tunggal yaitu galur padi. Faktor galur
padi terdiri dari 24 galur padi sebagai galur uji dan enam varietas pembanding yaitu Ciherang, Limboto, IPB 3S, IPB
4S, IPB 8G, dan IPB 9G.
Varietas pembanding diulang sebanyak tiga kali sementara galur uji tidak diulang. Percobaan dilakukan pada
satu blok, sehingga terdapat 30 blok galur uji dan 18 blok varietas pembanding yang diacak menggunakan aplikasi “R”
sehingga total terdapat 42 satuan percobaan. Setiap satu petak percobaan berukuran 2 m x 4 m sampai 2,25 m x 4 m dan
diambil sebanyak lima tanaman contoh untuk diamti setiap petak. Hasil gabah kering giling (kadar air 14%) dalam
ton/ha, dihitung bedasarkan rumpun panen per satuan percobaan.
Data yang diperoleh dianalisa untuk melihat karakter galur, menduga parameter genetik, serta menghitung
heretabilitas. Analisa keragaan melalui analisi Ragam (ANNOVA) dan uji Beda Nyata terkecil atau Least Significant
Difference (DMRT) pada taraf 5% yang bertujuan untuk membandingkan nilai tengah varietas pembanding dan
berdiskusi dengan dosen pendamping.
Galur uji yang mempunyai produktivitas yang paling tinggi adalah nomor 193-F-4 yang mempunyai
produktivitas sebesar 6.31 ton ha-1. Galur uji yang paling rendah adalah 187-F-8 yang memiliki produktivitas sebesar
1.53 ton ha-1, setelah uji lanjut terdapat dua galur uji yang berbeda nyata dengan semua pembanding yaitu galur uji 187-
F-6 dan 187-F-8. Terjadi penurunan produktivitas pada varietas kontrol dimana diketahui hasil produktivitas yang
seharusnya menurut literatur adalah : IPB 3S 7 ton ha-1, IPB 8G 4,2 ton ha-1 , Ciherang 6 ton ha-1, Limboto 4,5 ton ha-
1. Hasil menurut literatur bisa dilihat pada lampiran 6-10.
Penurunan hasil produksi dipengaruhi kurangnya unsur hara yang diberikan karena menurunnya komponen
hasil produksi seperti meningkatnya persentase jumlah gabah hampa. Penelitian ini hanya terdapat tigat galur uji yang
memiliki persentase gabah hampa di bawah 20% yaitu : IPB 3S, IPB 160-F-54-4-1, IPB 8G (Tabel 5) dimana Makarim
dan Suhartatik (2009), menyebutkan bahwa persentase kehampaan gabah tinggi apabila lebih dari 20%.
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan salah satu karakter penting dalam pemuliaan tanaman. Semakin tinggi tanaman,
kecenderungan tanaman akan semakin mudah roboh. Tinggi galur uji berkisar 102.37 cm – 153.30 cm (Tabel 6). galur
uji yang memiliki rataan tinggi yang tertinggi yaitu 193-F-5 sebesar 149 cm, sedangkan galur uji dengan rataan tinggi
paling rendah yaitu IPB 160-F-54-4-1 sebesar 102.37 cm. IRRI (2013), menetapkan kriteria tinggi pada tanaman padi
berdasar pada Standard Evaluation System for Rice yaitu agak pendek (< 90 cm), sedang (90-125 cm), dan tinggi (>125
cm). Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat delapan galur tergolong sedang dan 22 galur yang tergolong tinggi.
Tanaman padi yang agak pendek lebih responsif terhadap nitrogen, tahan terhadap kerebahan, dan penerimaan
cahaya lebih mudah, serta indeks panen yang tinggi yang berkontribusi terhadap potensi hasil yang lebih baik Matsuo et
al, 1997). Karakter tinggi tanaman berkorelasi nyata dan positif dengan karakter bobot gabah per rumpun, artinya
peningkatan tinggi tanaman sampai batas tertentu akan diikuti dengan peningkatan hasil. Hasil yang sama juga
diperoleh dalam penelitian (Limbongan, 2008).
Tabel 5. Tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, dan panjang daun bendera.
No. Galur TT (cm) JAP PDB (cm)
1 187-F-1 130,50be 9 33,77
2 187-F-2 143,90be 15 45,47
3 187-F-3 124,90e 7 33,07
4 187-F-4 128,50b 8 39,77
5 187-F-5 140,50b 14 43,77
6 187-F-6 121,20b 11 23,57
7 187-F-7 129,20 8 38,07
8 187-F-8 112,50 11 27,77
9 189-F-1 120,80 11 34,02
10 189-F-9-1 128,80b 8 39,32
No. Galur TT (cm) JAP PDB (cm)
11 189-F-2 134,50be 9 39,52
12 189-F-3 130,20be 10 33,82
13 189-F-4 136,20be 11 29,32
14 191-F-1-1 129,20b 10 41,02
15 193-F-1 146,50be 11 37,32
16 193-F-2 122,00 8 29,32
17 193-F-3 124,60 15 29,12
18 193-F-4 150,60bef 9 40,92
19 193-F-5 153,30abef 13 29,22
20 194-F-1 147,30be 11 41,22
21 194-F-14-1 146,30be 8 36,62
22 194-F-2 129,00b 13 31,92
23 194-F-14-2 132,30be 8 32,62
24 194-F-14-3 147,30be 12 37,22
25 IPB 3S 126,40 11 31,27
26 IPB 160-F-54-4-1 102,37 12 25,67
27 IPB 8G 135,13 13 31,67
28 IPB 9G 133,23 12 33,87
29 Ciherang 103,97 15 24,2
30 Limboto 123,10 9 34,83
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda nyata dengan pembanding pada uji lanjut dunnett α =
0.05. TT = Tinggi Tanaman, JAP = Jumlah Anakan Produktif, PDB = panjang Daun Bendera. a =
berbeda nyata dengan IPB 3S, b = berbeda nyata dengan IPB 160-F-54-4-1, c = berbeda nyata dengan
IPB 8G, d = berbeda nyata dengan IPB 9G, e = berbeda nyata dengan Ciherang, f = berbeda nyata
dengan Limboto.
Umur Berbunga
Umur berbunga sangat mempengaruhi umur panen karena umur masak padi memerlukan waktu kira-kira 30
hari dan ditandai dengan penuaan daun. Suhu sangat memengaruhi periode pemasakan gabah (Vergara, 1980). Semua
galur uji memiliki umur berbunga yang hampir sama dan tidak ada galur yang berbeda nyata lebih cepat dari
pembanding. Rata-rata umur berbunga semua galur uji berkisar 85 - 97 hari setelah Tanam (HSS).
Galur uji nomor 194-F-1 merupakan galur yang memiliki umur berbunga paling cepat, yaitu 77 hari setelah
semai. Galur yang memiliki umur berbunga paling lama adalah nomor 187-F-5, yaitu 91 HSS, sedangkan pembanding
mempunyai umur berbunga kisaran 78-86 HSS (Tabel 7). Faktor yang dapat mempengaruhi umur berbunga yaitu suhu,
curah hujan dan panjang hari.
Umur Panen
Umur berbunga dan umur panen dihitung dari hari setelah Semai (HSS) sampai 85% bunga keluar per luasan
petak dan 85% gabah masak per malai. Galur uji yang memiliki umur panen paling genjah adalah 106 HSS yaitu galur
uji nomor 187-F-3 dan 187-F-4 (Tabel 7).
Sebaran umur panen pada penelitian ini paling banyak adalah pada umur 106-108 HSS. Makarim dan
Suhartatik (2009) menyatakan bahwa tanaman yang masak pada kisaran waktu 105-120 HSS termasuk tanaman
berumur pendek, dan jika dilihat pada Tabel 7, semua galur uji pada penelitian dosis pemupukan rendah mempunyai
umur yang pendek.
14
12
Jumlah genotipe
10
8
6 12 11
4
6
2 1
0
106-108 109-110 111-113 114-116
Umur panen (HSS)
Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat galur padi yang memiliki potensi hasil tinggi yaitu nomor
193-F-4 (5,7 ton ha-1), 187-F-7 (5,8 ton ha-1), 189-F-2 (5,9 ton ha-1), 191-F-1-1 (5,9 ton ha-1), sedangkan produktivitas
varietas pembanding adalah IPB 9G (4,7 ton ha-1), IPB 3S (5,0 ton ha-1), IPB 8G (4,3 ton ha-1), IPB 160-F-54-4-1
(4,0ton ha-1), Limboto (3,6 ton ha-1), dan Ciherang (3,2 ton ha-1 ).
Galur yang mempunyai produktivitas paling tinggi yaitu 189-F-2 dan 191-F-1-1 (5,9 ton ha-1). Keseluruhan
galur uji yang dipakai memiliki karakter agronomi tinggi tanaman berkisar antara 102,3 cm – 149 cm, jumlah anakan
hingga 7,3 – 15 anakan, umur panen berkisar 106 HSS sampai 115 HSS, panjang malai berkisar antara 25,1 cm hingga
35,8 cm, dan kelebatan malai dari 158 sampai 536 bulir per malai.
Pada penelitian pemberian dosis pupuk rendah galur uji mempunyai nilai korelasi yang sangat kuat pada
karakter jumlah gabah total dengan jumlah gabah isi, panjang malai dengan jumlah gabah total, panjang malai dengan
jumlah gabah isi dan jumlah gabah total dengan jumlah gabah hampa.
Galur uji nomor 187-F-2 merupakan galur dengan jumlah gabah total paling lebat sebanyak 537 bulir per
malai. Jumlah gabah total dari galur uji paling sedikit yaitu nomor 187-F-8 sebanyak 225 bulir per malai.
DAFTAR PUSTAKA
De Datta S.K. 1981. Principles and Practise of Rice Production. A Willey Interscience Publication, Losbanos.
Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Produktivitas padi nasional. http://www. Deptan.go.id/ [11 Juli
2018].
Dobermann, A., T. Fairhurst. 2000. Rice Nutrient disorders and nutrient mangemant. Potash and Phosphate Institute of
Canada and International Rice Research Institute. Oxford Geographic Printers Pte Ltd. Canada, Philippines.
192p.
[IRRI] International Rice Research Institute. 2013. Standard Evaluation System for Rice.
www.clrri.org/ver2/uploads/SES_5th_edition.pdf. [26 Juli 2018].
Herawati R., Purwoko B.S., Dewi I.S. 2009. Keragaman genetik dan karakter agronomi galur haploid padi gogo dengan
sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. J. Agron. Indonesia 37(2): 87-94.
Limbongan, Y.L. 2008. Analisis genetic dan seleksi genotype unggul padi sawah (Oryza sativa L.) untuk adaptasi pada
ekosistem dataran tinggi. (on-line). http://respository.ipb.ac.id. diakses tanggal 5 Agustus 2012.
MAF.1974. A method for maximizing rice yield through “Ideal plants”. Ministry of Agriculture and Forestry.
Goverment of Japan. 92 p.
Matsuo T., Futsuhara Y., Kikuchi F., dan Yamaguchi H. 1997. Science of the rice plant genetics. Food and Agriculture
Policy Research Center, Tokyo.
Sisworo, W.H. 1975. Pengambilan fosor tanah dan fosfor dalam pertumbuhan tanaman padi sawah. Majalah BATAN
IX: 2-15.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D; Penerbit CV Alfabeta, Bandung.
Suprihatno, B. 2009. Buku Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang.
Vergara, 8.8. 1980. “Rice Plant Growth and Development”. In B.S. Luh (Ed.) Rice: Production and Utilization. AVI
Publishing Company. Wesport, Connectiont. p. 75—86.
Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Crop Science. IRRI. Los Banos, Philippines. 267 p.