BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis dimana sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga
kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan,
persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang
paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien
TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal
tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar
20-30%. Jika ia meninggal akibat TB maka akan kehilangan pendapatannya
sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk secara sosial-stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat
(Depkes RI, 2006).
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara
negara yang sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak
terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan yang standar, dan sebagainya).
Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang
tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami
krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.
3. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur umur kependudukan.
2
B. Kesehatan Lingkungan
Program-program yang dilakukan oleh Puskesmas Kemranjen
khususnya dalam bidang Kesehatan lingkungan adalah melalui
kegiatan-kegiatan berikut:
1. Penyehatan Air
Upaya penyehatan air yang dilakukan di tingkat Puskesmas II
Kemranjen pada tahun 2012 meliputi inspeksi sanitasi sarana air
bersih dan pembinaan kelompok masyarakat atau kelompok pemakai
air sabun. Tingkat pencapaian program inspeksi sanitasi sarana air
bersih sebanyak 60,42% dari 8571 target. Sedangkan upaya
pembinaan kelompok masyarakat atau kelompok pemakai air
mencapai cakupan 100% dari 5179 target.
2. Penyehatan tempat pembuangan sampah dan limbah
Upaya penyehatan tempat pembuangan sampah dan limbah
yang dilakukan di tingkat Puskesmas II Kemranjen pada tahun 2012
meliputi inspeksi sanitasi sarana pembuangan sampah dan limbah.
Tingkat pencapaian program inspeksi sanitasi sarana pembuangan
sampah dan limbah sebanyak 65,26% dari 2165 target.
3. Penyehatan lingkungan pemukiman dan jamban keluarga
Upaya penyehatan lingkungan pemukiman dan jamban
keluarga yang dilakukan di tingkat Puskesmas II Kemranjen pada
tahun 2012 meliputi pemeriksaan penyehatan lingkungan pada
perumahan. Tingkat pencapaian program pemeriksaan penyehatan
lingkungan pada perumahan sebanyak 60% dari 75 target.
4. Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum
Upaya pengawasan sanitasi tempat-tempat umum yang
dilakukan di tingkat Puskesmas II Kemranjen pada tahun 2012
meliputi inspeksi sanitasi tempat-tempat umum dan sanitasi tempat
umum memenuhi syarat. Tingkat pencapaian program inspeksi
sanitasi tempat-tempat umum sebanyak 71,79% dari 39 target.
Sedangkan sanitasi tempat umum memenuhi syarat mencapai
95,24% dari 21 target.
13
dasar oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih atau guru UKS atau
dokter kecil mencapai 100% dari 270 target, sedangkan cakupan
pelayanan kesehatan remaja mencapai 100% dari 140 target.
5. Pelayanan KB.
Upaya kesehatan yang dilakukan puskesmas II Kemranjen
dalam pelayanan KB, meliputi akseptor KB aktif di puskesmas (CU),
akseptor aktif MKET di puskesmas, akseptor MKET dengan
komplikasi, MKET mengalami kegagalan. Berdasarkan data
Puskesmas II Kemranjen tahun 2012, cakupan akseptor KB aktif di
puskesmas (CU) mencapai 81,19% dari 5909 target, untuk akseptor
aktif MKET di puskesmas mencapai 93,1% dari 2829 target, dan
tidak ditemukan akseptor MKET dengan komplikasi atau akseptor
MKET yang mengalami kegagalan sepanjang tahun 2012.
D. Usaha perbaikan gizi masyarakat
Program-program yang dilakukan oleh Puskesmas Kemranjen
khususnya dalam bidang kesehatan ibu dan anak termasuk KB adalah
melalui kegiatan atau penanganan berikut:
1. Pemberian kapsul vitamin A (dosis 20.000 SI) pada balita 2 kali per
tahun.
Upaya kesehatan yang dilakukan puskesmas II Kemranjen
dalam perbaikan gizi balita salah satunya adalah dengan pemberian
kapsul vitamin A (dosis 20.000 SI) pada balita sebanyak 2 kali per
tahun. Pada tahun 2012, program pemberian kapsul vitamin A
tersebut mencapai 100% dari 1933 target.
2. Pemberian tablet besi (90 tablet) pada ibu hamil
Upaya kesehatan yang dilakukan puskesmas II Kemranjen
dalam perbaikan gizi ibu hamil salah satunya adalah dengan program
pemberian tablet besi, dengan minimal pemberian 90 tablet. Pada
tahun 2012, program pemberian tablet besi tersebut mencapai 77,4%
dari 235 target.
3. Pemberian OMT pemulihan balita gizi buruk pada keluarga miskin
16
LINGKUNGAN
Dalam hal ini dilihat apakah output (skor pencapaian suatu indikator
kinerja) mengalami masalah atau tidak. Apabila ternyata bermasalah, penyebab
masalah tersebut dapat kita analisis dari input dan proses kegiatan tersebut.
Input mencakup 5 indikator yaitu man (sumber daya manusia), money
(sumber dana), method (cara pelaksanaan suatu kegiatan), material
(perlengkapan), dan machine (peralatan). Proses menjelaskan fungsi
manajemen yang meliputi tiga indikator yaitu: P1 (perencanaan), P2
(penyelenggaraan) dan P3 (pengawasan, pemantauan, dan penilaian).
Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu ataupun
kondisi disekitar ruang lingkup kehidupan manusia/individu/organisme yang
mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme tersebut, diantaranya
adalah:
Lingkungan fisik: Lingkungan alamiah disekitar manusia (fisik, kimiawi,
biologik)
Lingkungan non fisik: Lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi
antar manusia (lingkungan sosial budaya)
D. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mengetahui masalah-masalah kesehatan yang terjadi di Puskesmas II
Kemranjen terkait pelaksanaan 6 Program Pokok Puskesmas.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit
TB Paru di Puskesmas II Kemranjen
2. Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan Puskesmas II Kemranjen
dalam melaksanakan pemberantasan penyakit TB Paru
3. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidak maksimalnya
pemberantasan TB Paru.
E. Manfaat Penulisan
Manfaat Praktis
1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang penyakit TB Paru baik
faktor risiko, cara penularan, pengobatan, dan pencegahan
2. Menjadi dasar ataupun masukan bagi Puskesmas dalam mengambil
kebijakan jangka panjang dalam upaya pemberantasan penyakit TB Paru.
Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya bagi pihak yang
membutuhkan.
BAB II
ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS
A. Analisia Potensi
1. Input
a. Man
Tersedianya tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat dan petugas
laboratorium) dan koordinator program untuk mendeteksi dan
menangani penderita TB di puskesmas. Terdapat 42 pegawai Puskesmas
II Kemranjen yang terdiri dari 2 dokter umum, 1 dokter gigi, 1
perawat gigi, 5 perawat, 5 bidan, 12 bidan desa, staf administrasi
sebanyak 3 orang, petugas obat sebanyak 1 orang, petugas gizi
sebanyak 1 orang, petugas promosi kesehatan, P2M, dan kesehatan
lingkungan sebanyak 1 orang, dan petugas laboratorium sebanyak 1
orang. Untuk yang bertugas di bagian P2M khususnya masalah TB paru
hanya satu orang yaitu Sri Sumirah yang sebenarnya memiliki tugas
pokok sebagai perawat.
Petugas poli akan merujuk ke laboratorium jika ada suspek TB sehingga
pasien suspek TB yang datang ke puskesmas dapat terdeteksi.
a. Kekurangan
Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan
desa) mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB
Kurang optimalnya pemanfaatan kader-kader posyandu sehingga kader
TB belum tersedia di setiap desa sehingga kegiatan pemantauan tidak
dapat dilakukan secara maksimal.
1. Money
a. Kelebihan
Tersedia dana dari pemerintah untuk TB mulai dari penemuan kasus,
pemeriksaan sampai pengobatan.
b. Kekurangan
Tidak adanya dana khusus (reward) untuk petugas yang terlibat langsung
dengan program pemberantasan TB, misalnya dana untuk petugas tiap kali
melakuakn pemeriksaan dahak, dana bagi petugas yang mengirim sampel
dahak bila hasil pemeriksaan BTA (+) serta dana bagi petugas jika seorang
pasien TB sembuh.
2. Material
a. Kelebihan
Terdapat Puskesmas, Pustu, Posyandu, Polindes, PKD.
Puskesmas II Kemranjen memiliki ambulans dan kendaraan roda
empat sebagai alat transportasi ke masyarakat.
Tersedianya Laboratorium sebagai sarana untuk pemeriksaan dahak
suspek TB.
Tersedianya alat untuk pemeriksaan fisik suspek TB.
Tersedianya peralatan untuk pembuatan preparat S-P-S (pot sputum,
obyek glass, lampu spritus, mikroskop, zat pewarna, dan lain – lain).
b. Kekurangan
Masih minimnya media promosi yang ada (misalnya poster).
Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring di Poli
terutama Pustu, dapat diperiksa dahaknya (dahak tidak keluar/tersangka
TB tidak mengirimkan dahaknya).
3. Metode Pelaksanaan Program
a. Kelebihan
Terdapat SOP untuk melaksanakan upaya pemeriksaan suspek TB paru di
puskesmas.
b. Kekurangan
Metode yang digunakan adalah passive promotif case finding.
Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan hanya
dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB.
A. Analisis proses penyebab masalah
1. Perencanaan
a. Kelebihan
Penjaringan tersangka penderita dilaksanakan dengan menggunakan
metode passive promotif case finding (karena dianggap lebih cost-
effective)
Rencana pelaksanaan program P2M TB bekerja sama lintas program
(Promkes dan pengobatan)
b. Kekurangan
Menggunakan metode passive promotif case finding.
2. Pelaksanaan
a. Kelebihan
Petugas poli melakukan rujukan ke laboratorium jika ada pasien suspek
TB.
b. Kekurangan
Pasien dengan keluhan batuk (kemungkinan TB) kadang didiagnosis
selain TB/ ISPA tanpa digali riwayat batuknya lebih dalam dan masih
ada masyarakat yang berobat tidak ke Puskesmas setempat.
Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring di
poliklinik terutama di pustu dapat diperiksa dahaknya (dahak tidak
keluar).
Beberapa tersangka TB yang tidak kembali untuk mengumpulkan
sampel.
Tidak adanya kader TB
Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan hanya
dilakukan kepada keluarga suspek penderita TB.
3. Pengawasan dan pengendalian
a. Kelebihan
Laporan program P2M TB dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas tiap triwulan, disertai dengan data pencapaian program.
Evaluasi program dilakukan setiap 6 bulan s/d 1 tahun.
b. Kekurangan
B. Analisis lingkungan penyebab masalah
Berdasarkan pengamatan, analisis lingkungan yang bisa menjadi
penyebab cakupan suspek TB masih rendah adalah:
1. Masih rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang TBC,
sehingga masyarakat kurang perduli.
2. Kebersihan diri atau kebiasaan perorangan yang kurang baik.
3. Pasien TB seringkali merasa malu atau minder apabila diketahui sebagai
penderita tuberkulosis, karena penyakit ini menular.
4. Kurangnya kesadaran pada tersangka penderita TB dan keluarga suspek
TB untuk memeriksakan dahaknya ke laboratorium.
5. Tersangka penderita TB tidak bisa mengeluarkan dahak, karena kurang
memahami cara pengambilan sputum atau dahak yang benar.
BAB III
IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS DARI HASIL ANALISIS
SWOT
A. SWOT
Berdasarkan data yang ada dapat diketaui bahwa hasil kegiatan
indikator kinerja cakupan TB Puskesmas II Kemranjen selama tahun 2009
belum memenuhi target pencapaian yang ditetapkan Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas untuk tahun 2009.
Apabila kita menggunakan analisa SWOT mengenai maslah P2M penyakit
TB, maka didapat informasi sebagai berikut :
a. Strength
Puskesmas II Kemranjen memiliki letak yang strategis, yaitu berada di
pusat kecamatan sehingga memudahkan akses layanan kesehatan.
Tersedianya tenaga kesehatan dan koordinator program untuk mendeteksi
dan menangani penderita TB di puskesmas
Memiliki sarana non kesehatan yang cukup memadai yaitu satu sepeda
motor dan satu mobil Puskesmas.
b. Weakness
Terbatasnya tenaga kesehatan di bidang P2M khususnya yang menangani
masalah TB yaitu hanya satu orang sehingga kurang optimal dalam
penemuan penderita TB.
Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan desa)
mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB
Sistem deteksi penyakit TB masih dilakukan secara pasif, yaitu hanya
mengandalkan pasien yang datang ke puskesmas dan memiliki tanda dan
gejala TB. Deteksi penderita secara aktif, penyuluhan kesehatan ke desa-
desa dan pembentukan kader kesehatan dalam penananganan TB belum
berjalan.
Penyediaan obat yang belum kontinyu.
Pengetahuan penderita yang kurang mengenai penyakit TB paru, cara
pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat.
Tidak adanya kader TB di tiap desa.
c. Opportunity
Warga Kecamatan Kemranjen mudah diajak kerjasama dalam masalah
kesehatan, hal ini terlihat dari mereka sangat mudah dikumpulkan dalam
acara kesehatan, misalnya Posyandu
d. Threat
Banyak warga Kecamatan Kemranjen yang sama sekali tidak mengetahui
tentang penyakit TB, baik faktor risiko, cara penularan, maupun tanda dan
gejala.
Sarana dan prasarana yang belum memadai.
Perlindungan diri terhadap analis laboratorium yang belum optimal.
Kurangnya motivasi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas P2M TB.
A. Pembahasan Isu
Indikator nasional yang dipakai untuk menentukan keberhasilan
pencapaian program TB paru adalah angka penemuan penderita (Case Detection
Rate) minimal 70%, angka kesembuhan (Cure Rate) minimal 85%, angka
konversi (Conversion Rate) minimal 80% dan angka kesalahan laboratorium
(Error Rate) maksimal 5%.:
1. Case Detection Rate
CDR adalah presentase jumlah penderita dari BTA (+) yang ditemukan
dibanding jumlah penderita baru BTA (+) yang diperkirakan ada dalam wilayah
tersebut. Perkiraan nasional BTA (+) adalah 1,07/1000 penduduk.
Pada puskesmas II Kemranjen ini, CDR adalah 23,40 %, angka ini masih
dibawah indikator nasional yang mencapai angka 70%.
2. Cure Rate
Cure Rate adalah angka yang menunjukkan presentase penderita TB BTA
(+) yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara penderita TB BTA
(+) yang tercatat.
Puskesmas II Kemranjen mencapai angka Cure Rate yaitu 79,96 %. Angka
ini juga blum mencapai indikator nasional yaitu 85%.
3. Conversion Rate
Conversion Rate adalah presentase penderita TB paru BTA (+) yang
mengalami konversi menjadi BTA (-) setelah menjalani masa pengobatan
intensif (2-3 bulan). Angka konversi didapatkan dari jumlah penderita TB BTA
(+) yang mengalami konversi menjadi BTA (-) setelah pengobatan fase intensif
dibanding dengan jumlah penderita TB BTA (+) yang selesai pengobatan fase
intensif 2-3 bulan. Error Rate
Indikator kesalahan laboratorium menggambarkan mutu pembacaan
sediaan secara mikroskopis langsung laboratorium pemeriksa pertama. Untuk
menghitung besarnya Error Rate diperlukan data jumlah pembacaan hasil
laboratorium yang salah dibanding jumlah sampel dahak yang diperiksa.
Namun pada Puskesmas II Kemranjen tidak terdapat data yang menunjukkan
jumlah pembacaan hasil laboratorium yang salah maupun jumlah sampel dahak
yang diperiksa. Oleh karena itu Error Rate tidak dapat dihitung.
Dari hasil cakupan P2M TB Puskesmas II Kemranjen , dapat dilihat bahwa
indikator-indikator keberhasilan pencapaian program TB paru yang telah dicapai
selama tahun 2009 belum memenuhi target pencapaian nasional. Dimana CDR
sebesar 0,26% masih jauh dari target pencapaian nasional yaitu sebesar 70%,
angka Cure Rate sebesar 46,67% sedangkan target nasional sebesar 85%, angka
Conversion Rate sebesar 34% belum memenuhi target nasional sebesar 80%.
Hasil tersebut menjadi masalah sehingga diperlukan langkah-langkah untuk dapat
memenuhi pencapaian target nasional tersebut.
3. PENYULUHAN KELOMPOK
Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada
sekelompok orang (sekitar 15 orang), bisa terdiri dari penderita TB dan
keluarganya. Penggunaan flip chart (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan
lainnya sangat berguna untuk memudahkan penderita dan keluarganya menangkap
isi pesan yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat peraga (dalam
gambar/simbol) maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat dimengerti.
Gunakan alat bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar yang singkat dan
jelas.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pencapaian program TB paru di Puskesmas II Kemranjen tahun 2012
belum memenuhi target pencapaian nasional, dimana angka CDR sebesar
23,40%, Cure Rate sebesar 79,96% ,
2. Terdapat keterbatasan tenaga kesehatan dalam program P2M TB,
laboratorium yang belum memadai, analis laboratorium yang belum
dilengkapi perlindungan saat melakukan pemeriksaan BTA.
3. Penemuan kasus TB paru di Kecamatan Kemranjen bersifat pasif, dimana
penemuan kasus dilakukan pada pasien yang berobat ke Balai Pengobatan
di Puskesmas II Kemranjen dan memiliki tanda dan gejala TB Paru.
4. Belum semua orang dengan kriteria tersangka TB yang terjaring di poli
terutama Pustu, dapat diperiksa dahaknya (dahak tidak keluar atau
tersangka TB tidak mengirimkan dahaknya).
5. Pasien dengan keluhan batuk (kemungkinan TB) kadang didiagnosis selain
TB/ISPA tanpa digali riwayat batuknya lebih dalam dan masih ada
masyarakat yang berobat tidak ke Puskesmas II Kemranjen .
6. Penyuluhan dilakukan jika ditemukan suspek penderita TB dan sasarannya
hanya keluarga suspek TB tersebut.
7. Tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang penyakit TB yang masih
rendah menyebabkan masyarakat kurang peduli terhadap penyakit ini.
8. Kesadaran tersangka penderita TB dan keluarga suspek TB masih rendah
untuk memeriksakan dahaknya ke laboratorium.
B. Saran
1. Bagi peneliti
Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan dasar dilakukannya
penelitian lebih lanjut mengenai program P2M khususnya penanganan TB
di wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen .
2. Bagi DKK
Diperlukan komitmen yang berkesinambungan dalam menangani
TB sehingga tiap program yang dilakukan akan memberikan hasil yang
maksimal.
3. Bagi Puskesmas
a. Diperlukan pendataan suspek TB dan BTA (+) yang lebih akurat.
b. Dilakukan skrining suspek TB dan BTA (+) untuk memenuhi target
pencapaian nasional.
c. Pembentukan kader TB tiap desa yang dapat diambil dari kader
Posyandu.
d. Bila ditemukan suspek TB pada saat pemeriksaan di Posyandu maka
sebaiknya dahak penderita langsung diambil untuk diperiksa.
e. Bila ditemukan penderita BTA (+) maka dicari pula suspek TB pada
keluarga yang tinggal satu rumah.
f. Dilakukan penyuluhan berkesinambungan yang ditujukan kepada
seluruh masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
mengenai TB paru.
4. Bagi masyarakat
Masyarakat hendaknya dapat mendukung setiap langkah
pemberantasan TB yang dilakukan Puskesmas II Kemranjen untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita TB maupun suspek TB.
DAFTAR PUSTAKA