Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK PADA

LANSIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak merupakan keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat keduanya. Katarak
umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan
kongenital, atau penyakit mata lokal menahun. Pada proses penuaan, lensa secara bertahap
kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Peningkatan
densitas diakibatkan oleh kompresi sentral serat lensa yang lebih tua. Serat-serat lensa yang
padat lama-lama menyebabkan hilangnya transparasi lensa yang tidak terasa nyeri dan sering
bilateral. Selain itu, berbagai penyebab katarak di atas menyebabkan gangguan metabolisme
pada lensa mata. Gangguan metabolise ini, menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan
yang ada di dalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Pada penderita
katarak umumnya mengeluh pandangan menjadi rabun sehingga timbul masalah keperawatan
penurunan persepsi sensori: penglihatan.
Saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya berada di
negara miskin atau berkembang. Ironisnya Indonesia menjadi Negara tertinggi di Asia
Tenggara dengan angka sebesar 1,5%. Menurut Spesialis Mata dari RS Pondok Indah Dr
Ratna Sitompul SpM, tingginya angka kebutaan di Indonesia disebabkan usia harapan hidup
orang Indonesia semakin meningkat, karena beberapa penyakit mata disebabkan proses
penuaan. Artinya semakin banyak jumlah penduduk usia tua, semakin banyak pula penduduk
yang berpotensi mengalami penyakit mata. Hingga kini penyakit mata yang banyak ditemui
di Indonesia adalah katarak (0,8%), glukoma (0,2%) serta kelainan refraksi (0,14%). Selama
ini katarak banyak diderita mereka yang berusia tua. Hal ini diperkuat berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan Indonsia (Depkes) bahwa 1,5 juta orang Indonesia mengalami
kebutaan karena katarak dan rata - rata diderita yang berusia 40 - 55 tahun. Penderita rata -
rata berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak diantara mereka tidak tersentuh pelayanan
kesehatan. Dan kebanyakan katarak terjadi karena proses degeneratif atau semakin
bertambahnya usia seseorang. Bahkan, dari data statistik lebih dari 90 persen orang berusia di
atas 65 tahun menderita katarak, sekitar 55 persen orang berusia 75 - 85 tahun daya
penglihatannya berkurang akibat katarak (Irawan, 2008).
Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak bermacam-macam. Umumnya
adalah usia lanjut (katarak senil), tetapi dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di
masa pertumbuhan janin, genetik, dan gangguan perkembangan. Dapat juga terjadi karena
traumatik, terapi kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik, seperti
diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan konsumsi alkohol
meningkatkan resiko katarak. Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah
kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan
warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior
dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela. Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi
komplikasi berupa glaucoma dan uveitis. Namun jika ditangani dengan pembedahan
kemungkinan dapat juga menimbulkan dampak yaitu hilangnya vitreous, prolaps iris,
endoftalmitis, astigmatisme pascaoperasi, edema makular sistoid, ablasio retina, opasifikasi
kapsul posterior, resiko iritasi dan infeksi. Sedangkan apabila masalah penurunan persepsi
sensori: penglihatan yang dapat muncul akibat katarak tidak ditangani maka dapat
mengganggu aktivitas pasien dan meningkatkan risiko terjadinya cidera fisik.
Satu terapi yang paling tepat untuk menangani katarak adalah pembedahan. Operasi
katarak terdiri dari pengangkatan sebagian lensa besar dan pengantian lensa dengan implan
plastik. Jenis pembedahan untuk katarak mencakup extracapsular cataract extractie (ECCE)
dan intracapsular cataract extractie (ICCE). Sedangkan cara untuk mengatasi masalah
penurunan persepsi sensori: penglihatan dapat dilakukan yaitu dengan 1) tentukan ketajaman
penglihatan, catat apakah satu atau keduanya terlibat, 2) orientasikan pasien terhadap
lingkungan, staf, orang lain diareanya, 3) observasi tanda-tanda dan gejala-gajala disorientasi
; pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anestesia, 4) dorong orang
terdekat tinggal dengan pasien, 5) perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi
mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata, 6) ingatkan pasien bila
menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25%, penglihatan
perifer hilang , dan buta titik mungkin ada, 7) letakkan barang yang dibutuhkan /posisi bel
pemanggil dalam jangkauan pada sisi yang tak dioperasi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, masalah dalam makalah ini dirumuskan
menjadiempat pertanyaan.
1. Bagaimana karakteristik pasien dengan katarak yang mengalami masalah penurunan persepsi
sensori: penglihatan?
2. Diagnosa keperawatan apa saja yang muncul pada pasien dengan katarak?
3. Bagaimana intervensi yang direncanakan untuk mengatasi masalah penurunan persepsi sensori:
penglihatan?
4. Bagaimana evaluasi yang didapat setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan
penurunan persepsi sensori: penglihatan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan ini adalah mahasiswa mampu
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan katarak.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan asuhan keperawatan ini yaitu agar mahasiswa mampu:
1. menjelaskan karakteristik pasien yang mengalami penurunan persepsi sensori: penglihatan;
2. menjelaskan diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan katarak;
3. merencanakan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah penurunan persepsi sensori:
penglihatan;
4. menjelaskan evaluasi yang didapat setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan
masalah penurunan persepsi sensori: penglihatan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Katarak


2.1.1 Pengertian Katarak
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau
kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Suzzane C Smeltzer, 2002).
Menurut Corwin (2001), katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa
menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak
terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami
koagulasi.
Sedangkan menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa,
atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Jadi, dapat disimpulkan katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan
dan dilalui cahaya menuju retina, dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi
kerusakan penglihatan.

2.1.2 Etiologi Katarak


Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak bermacam-macam. Umumnya
adalah usia lanjut (katarak senil), tetapi dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di
masa pertumbuhan janin, genetik, dan gangguan perkembangan. Dapat juga terjadi karena
traumatik, terapi kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik, seperti
diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan konsumsi alkohol
meningkatkan resiko katarak.

2.1.3 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital
dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya
katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan, alkohol, merokok, diabetes, dan
asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2002).

2.1.4 Manifestasi Klinik


Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan
penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional sampai derajat
tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya
meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya
adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak
biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat
memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari
silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang
mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata
mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan
pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari (Smeltzer, 2002).
Menurut Mansjoer (2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu: insipiens,
matur, imatur, dan hipermatur.

INSIPIENS MATUR IMATUR HIPERMATUR


KEKERUHAN Ringan Sebagian Seluruh Masif
CAIRAN Normal Bertambah Normal Berkurang
LENSA
IRIS Normal Terdorong Normal Tremulans
BILIK MATA Normal Dangkal Normal Dalam
DEPAN
SUDUT BILIK Normal Sempit Normal Terbuka
MATA
SHADOW Negative Postitif Negative Pseudopositif
TEST
PENYULIT - Glaucoma - Uveitis,
Glaukoma

2.1.5 Klasifikasi Katarak


Menurut Dale Vaughan (2000), katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satusatunya gejala adalah
distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2. Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak
kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik,
yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai
sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab spesifik.
Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus. Penyyebab
lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
3. Katarak traumatic
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma
tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena
lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum
masuk kedalam struktur lensa.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraocular pada fisiologi lensa.
Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh
struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan
katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan
retina.
5. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan
syndrome Lowe, Werner atau Down.
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat penelanan
dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang
diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat
menyebabkan kekeruhan lensa.
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang
terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan kecuali bila terdapat dugaan penyakit
sistemik yang harus dieksklusi atau katarak telah terjadi sejak usia muda.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah
(slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan
prabedag yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva,
karena dapat komplikasi yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.
Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam pengelihatan sebelum dilakukan
pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam
pengelihatan.

2.1.7 Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti
glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak, lensa diangkat dari mata
(ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular
yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah mengangkat lensa in toto, yakni didalam kapsulnya
melaui insisi limbus superior 140-1600. pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi
limbus superior, bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan
korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga
menyisakan kapsul posterior.
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya)
adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran- getaran ultrasonik untuk
mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga
mempermudah penyembuhan luka pasca operasi. Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak
senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan
lensa intraokuler.
Pada beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan
prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya
adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa intra okuler
ke dalam kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan edema
makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi dianjurkan untuk
bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama
sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa
nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi
dengan kacamata. Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi
biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa intraokuler sambil menantikan
kacamata permanen.(Vaughan, 2000)

2.1.8 Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaucoma dan uveitis.
Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf
optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Doenges, 2000). Uveitis adalah inflamasi salah satu
struktur traktus uvea (Smeltzer, 2002).
Sedangkan komplikasi yang dapat timbul jika dilakukan tindakan operasi adalah
sebagai berikut.
1. Hilangnya vitreous
Hal ini dapat terjadi apabila kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi, yang
mengakibatkan gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior.
2. Prolaps iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini. Terlihat
sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi, dan pupil mengalami distorsi. Keadaan ini
membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang dari 0,3%).
Pasien datang dengan keluhan mata merah yang terasa nyeri, penurunan tajam pengelihatan
(biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan), pengumpalan sel darah putih di bilik
anterior.
4. Astigmatisme pascaoperasi
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigatisme kornea.
5. Edema makular sistoid
Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous. Dapat
sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
6. Ablasio retina
Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahya tingkat
komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
7. Opasifikasi kapsul posterior
Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan setelah
pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui permukaannya. Pengelihatan menjadi
kabur dan mungkin didapatkan rasa silau.
8. Resiko iritasi dan infeksi
Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan dapat lepas dalam
beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala
hilang dengan pengangkatan jahitan.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Katarak


2.2.1 Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal
yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama
pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer pasien,
seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah
penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata
atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas
sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata?, penyakit
apa yang terakhir diderita pasien?.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan kacamata atau
lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau
jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan
masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.
3. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga
retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam
terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit
lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan
tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular.
Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang
menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada
lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata
sebelumnya (James, 2005)
4. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala: Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b. Makanan/ cairan
Gejala: Mual/ muntah.
c. Neurosensori
Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa
di ruang gelap. Perubahan kacamata/ pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil, hipersekresi air mata.
d. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Ketidaknyamanan ringan/ mata berair.

2. Pemeriksaan Diagnostik
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen, keratometri,
pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung
sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan
dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan
kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer, 2002).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma (2015), diagnose keperawatan yang
dapat terjadi pada pasien dengan katarak adalah sebagai berikut.
1. Ansietas b.d kehilangan pandangan komplet, jadwal pembedahan, atau ketidakmampuan
mendapatkan pandangan
2. Resiko infeksi b.d pertahanan primer dan prosedur invasive (bedah pengangkatan katarak)
3. Resiko cidera b.d peningkatan tekanan intra orbital
4. Nyeri akut b.d proses pembedahan
5. Gangguan sensori persepsi visual b.d gangguan penerimaan sensori/status organ indra,
lingkungan secara terapeutik dibatasi d/d menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan,
perubahan respons biasanya terhadap rangsang.
2.2.3 Intervensi
1. Ansietas
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat ansietas, derajat1. Faktor ini mempengaruhi persepsi
pengalaman nyeri timbulnya gejala pasien terhadap ancaman diri potensial
tiba-tiba dan pengetahuan kondisi ini. siklus ansietas, dan dapat
2. Berikan informasi yang akurat jujur. mempengaruhi upaya medik untuk
Diskusikan kemungkinan bahwa mengontrol TIO.
pengawasan dan pengobatan dapat 2. Menurunkan ansietas sehubungan
mencegah kehilangan penglihatan dengan ketidaktahuan harapan yang
tambahan. akan datang dan memberikan fakta
3. Dorong pasien untuk mengkui masalah untuk membuat pilihan informasi
dan mengekspresikan perasaan. tentang pengobatan.
4. Identifikasi sumber/orang yang3. Memberikan kesempatan untuk pasien
menolong. menerima situasi nyata mengklarifikasi
salah konsepsi dan pemecahan masalah
4. Memberikan keyakinan bahwa pasien
tidak sendiri dalam menghadapi
masalah.

2. Resiko infeksi
Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri:
5. Diskusikan pentingnya mencuci tangan 1. Menurunkan jumlah bakteri pada
sebelum menyentuh/ mengobati mata. tangan, mencegah kontaminasi area
6. Gunakan/tunjukan teknik yang tepat operasi.
untuk membersihkan mata dari dalam 2. Teknik aseptik menurunkan resiko
keluar dengan tisu basah/ bola kapas penyebaran bakteri dan kontaminasi
untuk tiap usap, ganti balutan , dan silang.
masukan lensa kontak bila
3. Mencegah kontaminasi dan kerusakan
menggunakan. sisi operasi.
7. Tekankan pentingnya tidak menyentuh 4. Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah
/menggaruk mata yang dioperasi. prosedur dan memerlukan upaya
8. Observasi /diskusikan tanda terjadinya intervensi. Adanya ISK meningkatkan
infeksi contoh kemerahan , kelopak kontaminasi silang.
bengkak , drainase purulen. Kolaborasi:
Indentifikasi tindakan kewaspadaan bila1. Sediakan topikal diguna setelah
terjadi ISK. profilaksis, dimana terapi lebih agresif
Kolaborasi: diperlukan bila terjadi
5. Beri obat sesuai indikasi: infeksi. Catatan: Steriod mungkin
a. Antibiotik (topikal, parenteral, atau ditambahkan pada antibiotik topikal
subkonjungtival). bila pasien mengalami implantasi IOL.
b. Streoid. 2. Digunakan untuk menurunkan
inflamasi.

3. Resiko cidera
Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri:
1. Diskusi apa yang terjadi pada 1. Membantu mengurangi rasa takut dan
pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan meningkatkan kerja sama dalam
aktivitas, penampilan, balutan mata. pembatasan yang diperlukan.
2. Beri pasien posis bersandar, kepala 2. Istirahat hanya beberapa menit sampai
tinggi, atau mirng ke sisi yang tak sakit beberapa jam pada bedah rawat jalan
sesuai keinginan. atau menginap semalam bila terjadi
3. Batasi aktivitas seperti menggerakkan komplikasi.
kepala tiba-tiba, menggaruk mata 3., Menurunkan tekanan pada mata yang
membongkok. sakit, meminimalkan resiko perdarahan
4. Ambulasi dengan bantuan; berikan atau stres pada jahitan terbuka.
kamar mandi khusus bila sembuh dari 4. Menurunkan stres pada area
anestesi. operasi/menurunkan TIO
5. Dorong nafas dalam, batuk untuk 5. Memerlukan sedikit regangan daripada
bersihan paru. penggunaan pispot, yang dapat
6. Anjurkan menggunakan teknik meningkatkan TIO.
manajemen stres contoh, bimbingan 6. Meningkatkan relaksasi dan koping,
imajinasi, visualisasi, nafas dalam dan menurunkan TIO.
latihan relaksasi. 7. Digunakan untuk melindungi dari
7. Pertahankan perlindungan mata sesuai cedera kecelakaan dan menurunkan
indikasi. gerakan mata.
8. Minta pasien untuk membedakan 8. Ketidak nyamanan mungkin karena
antara ketidaknyamanan dan nyeri mata prosedur pembedahan; nyeri akut
tajam tiba-tiba. Selidiki kegelisahan, menunjukkan TIO ddan/atau
disorientasi, gangguan balutan. perdarahan, terjadi karena regangan
Observasi hifema (perdarahan pada atau tak diketahui penyebabnya
mata) pada mata dengan senter sesuai (jaringan sembuh banyak vaskularisasi,
indikasi. dan kapiler sangat rentan).
9. Observasi pembengkakan luka, bilik 9. Menunjukkan proplaps iris atau ruptur
anterior kempes, pupil berbentuk buah luka disebabkan oleh kerusakan jahitan
pir. atau tekanan mata.
Kolaborasi: Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi: 1. Mual/muntah dapat meningkatkan TIO,
c. Antiemetik, contoh proklorperazin memerlukan tindakan segera untuk
(Compazine) mencegah cedera okuler.
d. Beri obat sesuai indikasi: Asetazolamin2. Diberikan untuk menurunkan TIO bila
(Diamox). terjadi peningkatan
e. Sikloplegis. 3. Membatasi kerja enzim pada produksi
f. Analgesik, contoh Empirin dengan akueus humor.
kodein, asetaminofen (Tyenol). 4. Diberikan untuk melumpuhkan otot
siliar untuk dilatasi dan istirahat iris
setelah pembedahan bila lensa tidak
terganggu.
5. Digunakan untuk ketidaknyamanan
ringan, meningkatkan istirahat/
mencegah gelisah, yang dapat
mempengaruhi TIO.
4. Nyeri akut
Intervensi Rasional
1. Bantu klien dalam mengidentifikasi 1. Membantu dalam membuat diagnosa
tindakan penghilangan nyeri yang dan kebutuhan terapi.
efektif. 2. Nyeri post op dapat terjadi sampai 6
2. Jelaskan bahwa nyeri dapat akan terjadi jam post op.
sampai beberapa jam setelah
3. Beberapa tindakan penghilang nyeri
pembedahan. non invasif adalah tindakan mandiri
3. Lakukan tindakan penghilanagn nyeri yang dapat dilaksanakan perawat dalam
non invasif atau non farmakologik, usaha meningkatkan kenyamanan pada
seperti berikut; klien.
a. Posisi: tinggikan bagian kepala tempat4. Analgesik mambantu dalam menekan
tidur, berubah-ubah antara berbaring respon nyeri dan menimbulkan
pada punggung dan pada sisi yang tidak kenyamanan pada klien.
dioperasi. 5. Tanda ini menunjukkan peningaktan
b. Distraksi tekanan intra okuli (TIO) atau
c. Latihan relaksasi komplikasi lain.
4. Berikan dukungan tindakan
penghilangan nyeri dengan aalgesik
yang diresepkan.
5. Beritahu doker jika nyeri tidak hilang
setelah ½ jam pemberian obat, jika
nyeri disertai mual atau jika anda
memperhatikan drainase pada
pelindung mata.

5. Gangguan sensori persepsi visual


Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri:
1. Tentukan ketajaman penglihatan, catat 1. Kebutuhan individu dan pilihan
apakah satu atau keduanya terlibat. intervensi bervariasi sebab kehilangan
2. Orientasikan pasien terhadap penglihatan terjadi lambat dan
lingkungan, staf, orang lain diareanya. progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat
3. Observasi tanda-tanda dan gejala- berlanjut pada laju yang berbeda.
gajala disorientasi ; pertahankan pagar Tetapi biasanya hanya saja satu mata
tempat tidur sampai benar-benar diperbaiki per prosedur.
sembuh dari anestesia. 2. Memberikan peningkatan kenyamanan
4. Pendengkatan dari sisi yang tak dan kekeluargaan. Menurunkan cemas
dioperasi, bicara dan menyentuh sering; dan disorientasi pascaoperasi.
dorong orang terdekat tinggal dengan 3. Terbangun dalam lingkungan yang
pasien. tidak dikenal dan mengalami
5. Perhatikan tentang suram atau keterbataasan penglihatan dapat
penglihatan kabur dan iritasi mata, mengakibatkan bingung pada orang tua.
dimana dapat terjadi bila menggunakan Menurunkan resiko jatuh bila pasien
tetes mata. bingung/ tak kenal ukuran tempat tidur.
6. Ingatkan pasien bila menggunakan 4. Memberi rangsang sensori tepat
kacamata katarak yang tujuannya terhadap isolasi dan menurunkan
memperbesar kurang lebih 25%, bingung.
penglihatan perifer hilang , dan buta
5. Gangguan penglihatan/ iritasi dapat
titik mungkin ada. berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata
7. Letakkan barang yang dibutuhkan tetapi secara bertahap menurun dengan
/posisi bel pemanggil dalam jangkauan penggunaan. Catatan: iritasi lokal harus
pada sisi yang tak dioperasi. dilaporkan ke dokter, tetapi jangan
hentikan penggunaan obat sementara.
6. Perubahan ketajaman dan kedalaman
persepsi dapat menyebabkan bingung,
penglihatan/ meningkatkan risiko
cedera sampai pasien belajar untuk
mengkompensasi.
7. Memungkinkan pasien melihat objek
lebih mudah dan memudahkan
panggilan untuk pertolongan bila
diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapis
FKUI.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarthi. Edisi 8.
Alih Bahasa Oleh Agung Waluyo. Jakarta: EGC.
Vaughan, Dale. 2000. Oftalmologi Umum. Alih Bahasa Jan Tambajong. Jakarta: Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai