KATARAK
KATARAK
LANSIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan ini adalah mahasiswa mampu
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan katarak.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan asuhan keperawatan ini yaitu agar mahasiswa mampu:
1. menjelaskan karakteristik pasien yang mengalami penurunan persepsi sensori: penglihatan;
2. menjelaskan diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan katarak;
3. merencanakan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah penurunan persepsi sensori:
penglihatan;
4. menjelaskan evaluasi yang didapat setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan
masalah penurunan persepsi sensori: penglihatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.3 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital
dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya
katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan, alkohol, merokok, diabetes, dan
asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2002).
2.1.7 Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti
glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak, lensa diangkat dari mata
(ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular
yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah mengangkat lensa in toto, yakni didalam kapsulnya
melaui insisi limbus superior 140-1600. pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi
limbus superior, bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan
korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga
menyisakan kapsul posterior.
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya)
adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran- getaran ultrasonik untuk
mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga
mempermudah penyembuhan luka pasca operasi. Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak
senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan
lensa intraokuler.
Pada beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan
prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya
adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa intra okuler
ke dalam kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan edema
makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi dianjurkan untuk
bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama
sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa
nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi
dengan kacamata. Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi
biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa intraokuler sambil menantikan
kacamata permanen.(Vaughan, 2000)
2.1.8 Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaucoma dan uveitis.
Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf
optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Doenges, 2000). Uveitis adalah inflamasi salah satu
struktur traktus uvea (Smeltzer, 2002).
Sedangkan komplikasi yang dapat timbul jika dilakukan tindakan operasi adalah
sebagai berikut.
1. Hilangnya vitreous
Hal ini dapat terjadi apabila kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi, yang
mengakibatkan gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior.
2. Prolaps iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini. Terlihat
sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi, dan pupil mengalami distorsi. Keadaan ini
membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang dari 0,3%).
Pasien datang dengan keluhan mata merah yang terasa nyeri, penurunan tajam pengelihatan
(biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan), pengumpalan sel darah putih di bilik
anterior.
4. Astigmatisme pascaoperasi
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigatisme kornea.
5. Edema makular sistoid
Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous. Dapat
sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
6. Ablasio retina
Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahya tingkat
komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
7. Opasifikasi kapsul posterior
Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan setelah
pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui permukaannya. Pengelihatan menjadi
kabur dan mungkin didapatkan rasa silau.
8. Resiko iritasi dan infeksi
Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan dapat lepas dalam
beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala
hilang dengan pengangkatan jahitan.
2. Pemeriksaan Diagnostik
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen, keratometri,
pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung
sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan
dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan
kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer, 2002).
2. Resiko infeksi
Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri:
5. Diskusikan pentingnya mencuci tangan 1. Menurunkan jumlah bakteri pada
sebelum menyentuh/ mengobati mata. tangan, mencegah kontaminasi area
6. Gunakan/tunjukan teknik yang tepat operasi.
untuk membersihkan mata dari dalam 2. Teknik aseptik menurunkan resiko
keluar dengan tisu basah/ bola kapas penyebaran bakteri dan kontaminasi
untuk tiap usap, ganti balutan , dan silang.
masukan lensa kontak bila
3. Mencegah kontaminasi dan kerusakan
menggunakan. sisi operasi.
7. Tekankan pentingnya tidak menyentuh 4. Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah
/menggaruk mata yang dioperasi. prosedur dan memerlukan upaya
8. Observasi /diskusikan tanda terjadinya intervensi. Adanya ISK meningkatkan
infeksi contoh kemerahan , kelopak kontaminasi silang.
bengkak , drainase purulen. Kolaborasi:
Indentifikasi tindakan kewaspadaan bila1. Sediakan topikal diguna setelah
terjadi ISK. profilaksis, dimana terapi lebih agresif
Kolaborasi: diperlukan bila terjadi
5. Beri obat sesuai indikasi: infeksi. Catatan: Steriod mungkin
a. Antibiotik (topikal, parenteral, atau ditambahkan pada antibiotik topikal
subkonjungtival). bila pasien mengalami implantasi IOL.
b. Streoid. 2. Digunakan untuk menurunkan
inflamasi.
3. Resiko cidera
Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri:
1. Diskusi apa yang terjadi pada 1. Membantu mengurangi rasa takut dan
pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan meningkatkan kerja sama dalam
aktivitas, penampilan, balutan mata. pembatasan yang diperlukan.
2. Beri pasien posis bersandar, kepala 2. Istirahat hanya beberapa menit sampai
tinggi, atau mirng ke sisi yang tak sakit beberapa jam pada bedah rawat jalan
sesuai keinginan. atau menginap semalam bila terjadi
3. Batasi aktivitas seperti menggerakkan komplikasi.
kepala tiba-tiba, menggaruk mata 3., Menurunkan tekanan pada mata yang
membongkok. sakit, meminimalkan resiko perdarahan
4. Ambulasi dengan bantuan; berikan atau stres pada jahitan terbuka.
kamar mandi khusus bila sembuh dari 4. Menurunkan stres pada area
anestesi. operasi/menurunkan TIO
5. Dorong nafas dalam, batuk untuk 5. Memerlukan sedikit regangan daripada
bersihan paru. penggunaan pispot, yang dapat
6. Anjurkan menggunakan teknik meningkatkan TIO.
manajemen stres contoh, bimbingan 6. Meningkatkan relaksasi dan koping,
imajinasi, visualisasi, nafas dalam dan menurunkan TIO.
latihan relaksasi. 7. Digunakan untuk melindungi dari
7. Pertahankan perlindungan mata sesuai cedera kecelakaan dan menurunkan
indikasi. gerakan mata.
8. Minta pasien untuk membedakan 8. Ketidak nyamanan mungkin karena
antara ketidaknyamanan dan nyeri mata prosedur pembedahan; nyeri akut
tajam tiba-tiba. Selidiki kegelisahan, menunjukkan TIO ddan/atau
disorientasi, gangguan balutan. perdarahan, terjadi karena regangan
Observasi hifema (perdarahan pada atau tak diketahui penyebabnya
mata) pada mata dengan senter sesuai (jaringan sembuh banyak vaskularisasi,
indikasi. dan kapiler sangat rentan).
9. Observasi pembengkakan luka, bilik 9. Menunjukkan proplaps iris atau ruptur
anterior kempes, pupil berbentuk buah luka disebabkan oleh kerusakan jahitan
pir. atau tekanan mata.
Kolaborasi: Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi: 1. Mual/muntah dapat meningkatkan TIO,
c. Antiemetik, contoh proklorperazin memerlukan tindakan segera untuk
(Compazine) mencegah cedera okuler.
d. Beri obat sesuai indikasi: Asetazolamin2. Diberikan untuk menurunkan TIO bila
(Diamox). terjadi peningkatan
e. Sikloplegis. 3. Membatasi kerja enzim pada produksi
f. Analgesik, contoh Empirin dengan akueus humor.
kodein, asetaminofen (Tyenol). 4. Diberikan untuk melumpuhkan otot
siliar untuk dilatasi dan istirahat iris
setelah pembedahan bila lensa tidak
terganggu.
5. Digunakan untuk ketidaknyamanan
ringan, meningkatkan istirahat/
mencegah gelisah, yang dapat
mempengaruhi TIO.
4. Nyeri akut
Intervensi Rasional
1. Bantu klien dalam mengidentifikasi 1. Membantu dalam membuat diagnosa
tindakan penghilangan nyeri yang dan kebutuhan terapi.
efektif. 2. Nyeri post op dapat terjadi sampai 6
2. Jelaskan bahwa nyeri dapat akan terjadi jam post op.
sampai beberapa jam setelah
3. Beberapa tindakan penghilang nyeri
pembedahan. non invasif adalah tindakan mandiri
3. Lakukan tindakan penghilanagn nyeri yang dapat dilaksanakan perawat dalam
non invasif atau non farmakologik, usaha meningkatkan kenyamanan pada
seperti berikut; klien.
a. Posisi: tinggikan bagian kepala tempat4. Analgesik mambantu dalam menekan
tidur, berubah-ubah antara berbaring respon nyeri dan menimbulkan
pada punggung dan pada sisi yang tidak kenyamanan pada klien.
dioperasi. 5. Tanda ini menunjukkan peningaktan
b. Distraksi tekanan intra okuli (TIO) atau
c. Latihan relaksasi komplikasi lain.
4. Berikan dukungan tindakan
penghilangan nyeri dengan aalgesik
yang diresepkan.
5. Beritahu doker jika nyeri tidak hilang
setelah ½ jam pemberian obat, jika
nyeri disertai mual atau jika anda
memperhatikan drainase pada
pelindung mata.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapis
FKUI.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarthi. Edisi 8.
Alih Bahasa Oleh Agung Waluyo. Jakarta: EGC.
Vaughan, Dale. 2000. Oftalmologi Umum. Alih Bahasa Jan Tambajong. Jakarta: Widya Medika.