Anda di halaman 1dari 8

PROTOZOA

Protozoa merupakan jenis protista yang menyerupai hewan. Protozoa berasal dari bahasa Yunani, yaitu
proto yang berarti pertama dan zoa yang berarti hewan. Sifat umum protozoa adalah uniselluler,
heterotrofik, dan merupakan cikal bakal hewan yang lebih kompleks.

CIRI TUBUH

Ukuran dan bentuk tubuh

Protozoa berukuran mikroskopis, yaitu sekitar 10 – 200 µ. Bentuk selnya sangat bervariasi, ada yang
tetap dan ada yang berubah-ubah. Sebagian besar protozoa memiliki alat gerak berupa kaki semu
(pseudopodia), bulu getar (silia), atau bulu cambuk (flagellum). Beberapa protozoa memiliki cangkang.

Struktur dan Fungsi Tubuh

Sel protozoa umumnya terdiri dari membrane sel, sitoplasma, vakuola makanan, vakuola kontraktil
(vakuola berdenyut), dan inti sel.

Membran Sel

Fungsi : sebagai pelindung serta pengatur pertukaran makanan dan gas

Vakuola Makanan

Fungsi : mencerna makanan. Vakuola makanan terbentuk dari proses makan sel atau sel dengan cara
‘menelan’ oleh setiap bagian membrane sel atau melalui sitostoma (mulut sel). Zat-zat makanan hasil
cernaan dalam vakuola makanan masuk ke dalam sitoplasma secara difusi. Sedangkan sisa makanan
dikeluarkan dari vakuola ke luar sel melalui membrane plasma.

Vakuola Kontraktil

Fungsi : mengeluarkan sisa makanan berbentuk cair ke luar sel melalui membrane sel serta mengatur
kadar air dalam sel. Vakuola kontraktil merupakan vakuola yang selalu mengembang dan mengempis.

Inti Sel
Fungsi : mengatur aktivitas sel

CARA HIDUP

Protozoa hidup secara heterotrof dengan memangsa bakteri, protista lain, dan sampah
organisme. Sebagai pemangsa bakteri, protozoa berperan penting dalam mengontrol jumlah bakteri di
alam.

HABITAT

Protozoa hidup soliter atau berkoloni pada habitat yang beragam. Sebagian besar protozoa hidup bebas
di laut atau air tawar, misalnya di selokan, kolam, dan sungai. Jenis lainnya ada yang hidup di
tanah. Beberapa jenis protozoa hidup dalam tubuh hewan atau manusia dengan cara bersimbiosis.

REPRODUKSI

Protozoa sebagian besar melakukan reproduksi secara aseksual dengan cara pembelahan
biner. Pembelahan diawali deangan pembelahan inti yang diikuti dengan pembelahan
sitoplasma. Sebagian protozoa melakukan reproduksi seksual dengan penyatuan sel geaneratif (gamet)
atau dengan penyatuan inti sel vegetatif. Reproduksi seksual dengan penyatuan inti sel disebut
konyugasi.

Dalam siklus hidupnya, beberapa protozoa menghasilkan sel tidak aktif yang disebut kista. Kista
diselubungi oleh kapsul polisakarida yang melindungi protozoa dari lingkungan yang tidak
menguntungkan, misalnya kekeringan. Jika kondisi lingkungan membaik, misalnya tersedia makanan
dan air maka dinding kista akan pecah dan protozoa keluar untuk memulai hidupnya kembali.

KLASIFIKASI

Protozoa yang sudah teridentifikasi berjumlah lebih dari 60 ribu species. Jenis protozoa yang sangat
beragam tersebut dapat dibedakan menjadi empat kelas berdasarkan alat geraknya, yaitu Rhizopoda,
Ciliata, Flagellata, dan Sporozoa.

1. Rhizopoda (Sarcodina)

Rhizopoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu rhizo = akar, dan podos = kaki, atau Sarcodina (sarco =
daging). Semua protozoa yang tergolong kelas Rhizopoda bergerak dengan penjuluran sitoplasma
selnya yang membentuk kaki semu (pseudopodia). Bentuk pseudopodia beragam, ada yang tebal
membulat dan ada yang tipis meruncing. Pseupodia berfungsi sebagai alat gerak dan memangsa
makanan. Hewan ini ada yang bercangkang, contohnya Globigerina dan ada yang telanjang, contohnya
Amoeba proteus. Pada Rhizopoda yang bercangkang, pseudopodia menjulur keluar dari
cangkang. Cangkang tersusun dari silica atau kalsium carbonat. Cangkang berukuran 0,5 mm.

Bentuk sel Rhizopoda berubah-ubah saat diam dan bergerak. Sitoplasma terdiri dari ektoplasma dan
endoplasma. Ektoplasma adalah sel bagian luar yang berbatasan dengan membrane
plasma. Endoplasma adalah plasma sel pada bagian dalam sel. Ektoplasma bersifat lebih kental
daripada endoplasma. Aliran endoplasma dan ektoplasma tersebut berperan dalam penjuluran dan
penarikan pseudopodia. Pada proses makan, pseudopodia mengelilingi makanan dan membentuk
vakuola makanan. Di dalam valuola makanan, makanan dicerna. Zat makanan hasil cernaan dalam
vakuola makanan masuk ke dalam sitoplasma secara difusi. Sedangkan sisa makanan dikeluarkan dari
vakuola keluar sel melalui membrane plasma.

Rhizopoda berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan biner. Pada kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan, misalnya kekeringan, Rhizopoda tertentu dapat beradaptasi untuk
mempertahankan hidupnya dengan membentuk kista. Contoh rhizopoda yang membentuk kista adalah
Amoeba. Dalam keadaan berupa kista, kegiatan hidup Amoeba menjadi tidak aktif. Amoeba akan
menjadi aktif kembali jika kondisi lingkungan sesuai.

Rhizopoda umumnya hidup bebas di tanah yang lembab dan di lingkungan yang berair, baik di darat
maupun di laut. Rhizopoda bersifat heterotrof dengan memangsa alga uniselluler, bakteri, atau
protozoa lain.

Rhizopoda yang bebas hidup di tanah lembab, contohnya Amoeba proteus. Contoh Rhizopoda yang
hidup di air tawar adalah Difflugia. Sedangkan Rhizopoda yang hidup di laut adalah dari kelompok
Foraminifera, antara lain Globigerina. Rhizopoda ada yang hidup sebagai parasit di dalam tubuh hewan
atau manusia. Contoh Rhizopoda parasit antara lain Entamoeba gingivalis dan Entamoeba
histolytica. Entamoeba gingivalis merupakan parasit pada gusi dan gigi manusia. Entamoeba histolytica
merupakan parasit dalam usus manusia dan menyebabkan penyakit disentri. Parasit masuk ke dalam
tubuh manusia melalui makanan yang mengandung kista Entamoeba karena tercemar kotoran.

2. Ciliata (Ciliophora/Infusoria)

Ciliata berasal dari bahasa Latin, yaitu cilia = rambut kecil, atau ciliophora, yaitu phora = gerakan,
bergerak dengan menggunakan silia (rambut getar). Ciliata juga disebut Infusoria (Infus = menuang)
karena hewan ini ditemukan juga pada air buangan atau air cucuran. Silia terdapat pada seluruh
permukaan sel atau hanya pada bagian tertentu. Selain berfungsi untuk bergerak, silia juga merupakan
alat Bantu untuk makan. Silia membantu pergerakan makanan ke sitoplasma. Makanan yang terkumpul
di sitoplasma akan dilanjutkan ke dalam sitofaring (kerongkongan sel). Apabila telah penuh, makanan
akan masuk ke sitoplasma dengan membentuk vakuola makanan.
Sel Ciliata memiliki ciri khusus lain, yaitu memiliki dua inti, yaitu makronukleus dan
mikronukleus. Makronukleus berukuran lebih besar daripada mikronukleus. Makronukleus memiliki
fungsi vegetatif, yaitu untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Mikronukleus memiliki fungsi
reproduktif, yaitu pada konyugasi. Ciliata juga memiliki trikokis yang fungsinya untuk pertahanan dri
dari musuh.

Ciliata hidup bebas di lingkungan berair, baik air tawar maupun laut. Ciliata juga hidup di dalam tubuh
hewan lain secara simbiosis maupun parasit. Ciliata yang hidup bebas di alam contohnya adalah
Paramecium caudatum, Didinium, Stentor, Balantidium, dan vorticella. Jenis lainnya hidup bersimbiosis
dalam perut hewan pemakan rumput dan berfungsi membantu hewan tersebut mencerna sellulosa
yang terdapat dalam rumput. Hanya sedikit jenis Ciliata yang hidup sebagai parasit. Salah satunya
adalah Balantidium coli. Ciliata ini hidup pada usus besar ternak atau manusia dan dapat menyebabkan
diare (balantidiosis).

Ciliata melakukan reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual, yaitu dengan
pembelahan biner membujur (transversal). Reproduksi seksual dilakukan dengan konyugasi. Proses
konyugasi Ciliata pada gambar 5.11.

3. Flagellata (Mastigophora)

Flagellata berasal dari flagell = cambuk, atau dengan menggunakan bulu cambuk, phora = gerakan yang
bergerak dengan menggunakan bulu cambuk atau flagellum. Sebagian besar flagellata mempumyai dua
flagellum. Letak flagellum ada yang di bagian belakang sel (posterior) sehingga saat bergerak seperti
mendorong sel, dan ada yang di bagian depan sel (anterior) sehingga saat bergerak seperti menarik
sel. Flagellata yang tidak memiliki klorofil digolongkan dalam Zooflagellata (Flagellata hewa). Contoh
Zooflagellata adalah Trypanosoma dan Tricomonas.

Flagellata berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan biner membujur, misalnya
pada Trypanosoma. Flagellata yang hidup bebas di lingkungan berair, baik air tawar maupun air laut,
dan ada yang hidup bersimbiosis dalam tubuh hewan. Flagellata yang hidup bersimbiosis, misalnya
Trichonympha campanula hidup pada usus rayap dan kecoa kayu. Flagellata ini membantu rayap atau
kecoa mencerna kayu yang dimakan serangga tersebut.

Flagellata yang hidup parasit antara lain adalah Trypanosoma brucei menyebabkan penyakit tidur pada
manusia di Afrika, Trypanosoma evansi penyebab penyakit surra pada ternak. Trichomonas vaginalis
penyebab penyakit pada alat kelamin wanita dan saluran kelamin pria, serta Leishmania penyebab
penyakit kala-azar yang merusak sel darah manusia. Trypanosoma dan Leishmania dibawa oleh jenis
lalat tertentu yang menghisap darah manusia, contohnya lalat tsetse (Glossina moritans) yang
menularkan penyakit tidur. Penyakit ini merusak system saraf pusat dan pembuluh darah sehingga
penderita tidak dapat berbicara dan berjalan, tidur terus-menerus , dan akhirnya dapat mengakibatkan
kematian.

4. Sporozoa (Apicomplexa)

Sporozoa berasal dari bahasa Yunani, spore = biji, zoa = hewan; Sporozoa adalah hewan uniselluler yang
pada salah satu tahapan dalam siklus hidupnya memiliki bentuk seperti spora. Sporozoa tidak memiliki
alat gerak. Seluruh jenis Sporozoa hidup sebagai parasit pada hewan atau manusia.

Sporozoa melakukan reproduksi secara aseksual dan seksual . Pergiliran reproduksi aseksual dan
seksualnya kompleks, dengan beberapa perubahan bentuk serta membutuhkan dua atau lebih
inang. Reproduksi aseksual dilakukan dengan pembelahan biner. Reproduksi seksual dilakukan dengan
pembentukan gamet dan dilanjutkan dengan penyatuan gamet jantan dan betina.

Contoh Sporozoa adalah Toxoplasma gondii yang menyebabkan toksoplasmosis dan Plasmodium yang
menyebabkan penyakit malaria pada manusia. Toxoplasma gondii masuk ke dalam tubuh manusia
melalui makanan, misalnya daging yang tercemar kista Toxoplasma dari kotoran kucing. Infeksi
Toxoplasma terutama membahayakan ibu hamil karena dapat membunuh embrio atau bayi yang
dilahirkan menjadi cacat.

Plasmodium masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Di dalam tubuh
manusia, Plasmodium menyerang sel-sel hati dan sel-sel darah merah (eritrosit). Ada empat jenis
Plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit malaria, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,
Plasmodium malariae, dan Plasmodium falciparum. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale
menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae meyebabkan malaria kuartana, dan Plasmodium
falciparum menyebabkan penyakit malaria yang paling berbahaya, yaitu malaria tropiokana.

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat tetap hidup, meskipun tidak aktif di dalam sel hati
penderita malaria selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Akibatnya, di kemudian hari
penyakit malaria dapat kambuh lagi. Pemberantasan penyakit malaria dapat dilakukan dengan
memotong siklus hidup Plasmodium, yaitu dengan cara mencegah adanya genangan air atau menutup
tempat penampungan air. Cara ini menyebabkan nyamuk tidak dapat tumbuh menjadi dewasa. Cara
lainnya adalah dengan memberi obat (misalnya obat kina) kepada si penderita.

Siklus hidup Plasmodium terbagi menjadi dua, yaitu di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina dan di
dalam tubuh manusia.
PERAN PROTOZPA DALAM KEHIDUPAN

Protozoa dapat menguntungkan dan merugikan manusia. Protozoa berperan penting dalam mengontrol
jumlah bakteri di alam karena Protozoa adalah pemangsa bakteri. Di perairan, protozoa juga
merupakan zooplankton dan bentos. Zooplankton dan bentos adalah sumber makanan hewan air
termasuk udang, kepiting, dan ikan yang secara ekonomi bermanfaat bagi manusia. Protozoa lain
menguntungkan antara lain sebagai berikut :

- Foraminifera, cangkang atau kerangkanya merupakan petunjuk dalam pencarian sumber daya
minyak, gas alam, dan mineral.

- Radiolaria, kerangkanya jika mengendap di dasar laut menjadi tanah radiolarian yang dapat
digunakan sebagai bahan penggosok.

Protozoa yang merugikan manusi, yaitu menyebabkan penyakit antara lain :

- Entamoeba histolyca, penyebab disentri.

- Trypanosoma brucei, penyebab penyakit tidur di Africa

- Trypanosoma evansi, penyebab penyakit pada hewan ternak, misalnya pada sapi, kambing, dan kuda

- Leishmania, penyebab penyakit kala azar

- Trichomonas vaginalis, parasit pada alat kelamin wanita dan saluran kelamin laki-laki.

- Balantidium coli, penyebab diare

- Toxopalsma gondii, penyebab toksopalsmosis

- Plasmodium, Penyebab penyakit malaria.


C. Prion
pada tahun 1997, ilmuan amerika , Stanly Prusiner, mendapatkan Hadiah Nobel atas penelitiannya
terhadap protein penginfeksi yang lebih sederhana dari viroid, yaitu prion. Berbeda dengan viroid,
prion merupakan protein yang tidak dapat bereplikasi, tetapi mampu mengubah protein inang menjadi
protein versi prion.
Sebuah hipotesis menjelaskan bahka prion merupakan versi “salah lipat” dari suatu protein yang
biasanya terdapat di sel otak. Jika suatu prion melakukan kontak dengan “kembarannya” (protein yang
normal), prion dapat menginduksi proteun normal tersebut menjadi benntuk abnormal. Reaksi berantai
dan berlanjut terus hingga prion terakumulasi dalam jumlah yang membahayakan, menyebabkan
malfungsi seluler, dan pada akhirya menyebabkan terjadinya degenerasi otak.
Penyakit degenerasi sistem saraf pusat (otak) yang disebabkan oleh prion, anatara lain, csrapie pada
domaba, mad cow disease (penyakit sapi gila), BSE (bovino spongiform encephalopathy) pada sapi,
penyakit CJD (Creuzfeld-jakob disease) pada manusia, penyakit kuru di Papua New Guenia, GSSD
(Gerstemann-Straussler-Scheinker disease), serta penyakit FFI (fatal familial insomnia) atau penyakit
susah tidur yang mematikan pada manusia.
Penyakit BSE pada sapi diduga akibat pemberian pakan ternak MBM (meat born meal) yang terbiat
dari jeroan hewan untuk mamacu produksi susu dan daging. Orag yang mengonsumsi jeroan sapi
yang terinfeksi dikhawatirkan dapat tertular penyakit ini. Sementara itu, penyakit kuru di Papua New
Guinae, sekitar tahun 1950, disebabkan olewh praktik kanibalisme, dengann memakan otak dari
musuh yang terbunuh. Namun, sejak ritual kanibalisme tersebut dilarang, penyakit kuru tidak muncul
lagi.
Kalau Prion, Lebih sederhana dari prion, Merupakan protein, Tidak dapat bereplikasi, Mampu
mengubah protein inang menjadi protein versi prion, Menyebabkan penyakit degeneratif otak.

Prion (proteinaceous infectious particles) adalah pembawa penyakit menular yang diketahui terdiri
dari protein. Beberapa peneliti percaya bahwa prion hanya berisi protein tanpa asam nukleat,
karena prion terlalu kecil untuk menampung asam nukleat dan karena prion tidak dapat dirusak oleh
agen pencerna asam nukleat. Dia tahan terhadap semua prosedur yang bertujuan mengubah atau
menghidrolisa asam nukleat termasuk ensim protease, sinar ultraviolet, radiasi dan berbagai zat
kimia seperti deterjen, zat yang menimbulkan denaturasi protein seperti obat disinfektan atau
pemanasan/perebusan.
Penyakit yang disebabkan oleh prion disebut Transmissible Spongiform Encephalopathies (TSEs)
merupakan penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat dengan gejala histopatologik utama
terbentuknya lubang-lubang kosong di dalam sel-sel otak, dapat menular kepada manusia dan
menyebabkan penyakit yang dalam istilah kedokteran disebut Subacute Spongiform
Encephalopathy (SSE). TSE dapat berakibat fatal pada manusia dan hewan. Yang termasuk TSE di
antaranya penyakit kuru, scrapie, Creutzfeldt-Jakob disease (vCJD), dan bovine spongiform
encephalopathy (BSE atau sapi gila). Semua penyakit ini menyerang otak atau sistem saraf lainnya,
mematikan, dan belum dapat disembuhkan.
Yang mengherankan dari prion ini adalah dia memiliki kemampuan memperbanyak diri melalui
mekanisme yang hingga saat ini belum diketahui. Sampai saat ini para ilmuwan masih melakukan
penelitian tentang prion untuk mempelajari asal mula prion, bagaimana prion bereplikasi, dan
bagaimana ia dapat menyebabkan penyakit.

Cara Penyebaran Penyakit Prion


 Dari hewan ke hewan, melalui pemberian pakan hewan yang berasal dari hewan sakit (serbuk
tulang, dll).
 Hewan ke manusia, melalui makanan yang berasal dari hewan (sapi) yang sakit BSE, material
medis & produk hewan seperti: enzim, kapsul, vaksin yang menggunakan biakan sel otak yang
berasal dari hewan sakit.
 Manusia ke Manusia, melalui jalur Iatrogenik seperti transplantasi kornea, penggunaan electrode
pada EEG, alat-alat nekropsi terkontaminasi, hormon pituitary, dan transfusi.
Pencegahan Penyakit Prion
Pencegahan adalah cara terbaik bagi penyakit prion, karena hingga kini belum ada obatnya. Maka
langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan:

1. Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis yang berasal dari
sapi seperti: Seleksi sumber material dari sapi, penggunaan material dari sapi, kondisi
pengumpulan material asal sapi dan besarnya material asal sapi yang digunakan, cara
pemberian/penggunaan material asal sapi
2. Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis yang berasal dari
manusia seperti:
A. Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan peralatan/ instrumen, hormon pituitary, dan
durameter.
B. Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan darah dan produk darah.
C. Resiko transmisi dari CJD akibat konsumsi produk makanan yang berasal dari hewan
sapi/ruminansia seperti:
i. Keamanan susu
ii. Resiko kejadian BSE/Prion pada Domba
iii. Penggunaan gelatin pada rantai makanan

Anda mungkin juga menyukai