Semenjak tahun 1970-an, negara-negara yang masa lalunya bersifat otoriter atau
totaliter telah muncul dan berubah menjadi negara-negara demokrasi baru. Para pemimpin
negara demokrasi baru tersebut mempunyai harapan yang penuh atas masa depan mereka,
dalam mendefinisikan visi atas masa depan tersebut kepada penduduknya ternyata harus
melalui suatu rekonsiliasi dengan warisan masa lalu mereka yang berupa pelanggaran-
mempunyai mekanisme yang berbeda untuk berhubungan dengan masa lalu masing-masing.
Menurut Samuel P. Huntington, dalam dua hingga tiga dekade terakhir ini, kita
melihat terjadi revolusi politik yang luar biasa dimana transisi dari otoritarianisme menuju
demokrasi telah terjadi di lebih dari 40 negara. Rezim otoritarianisme telah berubah secara
signifikan. Dalam beberapa kasus, termasuk di berbagai rezim militer, kelompok reformis
menguat di dalam rezim otoriter dan mengambil inisiatif untuk mendorong transisi. Dalam
kasus lainnya transisi ini muncul dari negosiasi antara pemerintah dan kelompok oposisi. Dan
ada yang lahir dari digusur atau ambruknya rezim otoritarian. Dalam kasus yang sangat
sedikit, ada intervensi amerika serikat dalam menjatuhkan kediktatoran dan menggantikannya
mengenai siapa subyek atau pelaku politik muncul dengan sendirinya. Partai-partai
demokrasi sosial pada awalnya muncul sebagai gerakan-gerakan sosial pada akhir abad
kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Pada saat ini, selain mengalami krisis
ideologis, mereka juga dikepung oleh gerakan-gerakan sosial baru, dan – sebagaimana partai-
partai lainnya – terperangkap dalam situasi dimana politik mengalami devaluasi dan
mengenai peran pemerintah dalam kehidupan sosial dan ekonomi, kritik yang tampaknya
demokrat sosial meluncurkan serangan balik atas pandangan-pandangan seperti itu, yang
tentang berakhirnya politik, dan negara yang dilanda oleh pasar global, menjadi begitu sangat
beragam;
Menciptakan dan melindungi ruang publik yang terbuka, dimana debat bebas
penetapan kebijakan;
berlaku secara luas, tetapi juga bisa membantu membentuk nilai dan norma
Jika tidak didera oleh krisis ekonomi dan moneter, John Naisbitt telah
memprediksikan adanya 8 (delapan) kecenderungan besar yang akan membawa asia ke arah
Deraan krisi ekonomi di seluruh negara Asia beberapa waktu lalu, bahkan
kecenderungan besar tersebut menjadi agak menjadi terhambat atau bahkan sama sekali
memudarnya batas-batas negara, sehingga cenderung membentuk bangsa tanpa negara yang
and
Rezim-rezim otoritarian tidak dapat disamakan antara satu sama lain. Tidak ada rezim
otoritarian yang bisa dianggap monolitik, dan juga tidak ada kekuatan-kekuatan lainnya yang
Hakekat totaliterisme dilukiskan oleh george Orwell dalam bukunya Animal Farm.
Penguasa totaliter tidak hanya mau memimpin tanpa gangguan dari bawah; ia tidak hanya
mau memiliki mmonopoli kekuasaan. Ia justru mau secara aktif menentukan bagaimana
masyarakat hidup dan mati; bagaimana mereka bangun dan tidur, makan, belajar dan bekerja.
Ia juga mau mengontrol apa yang mereka pikirkan; dan siapa yang tidak ikut, akan
dihancurkan.
mengkondisi dan mempengaruhi jalannya transisi, namun para partisipan utama dan
pengaruh-pengaruh dominan tetap berasal dari dalam negeri. Pentingnya peran individu-
indovidu dalam proses historis yang kompleks. Pentingnya ketetapan waktu, kerumitan dari
Hampir semua negara pada rezim otoritarian menutur Huntington, tidak memiliki
demokratis, yang disebut dengan istilah “kontrol sipil objektif” (objective civilian control)
yang mengandung hal-hal sebagai berikut : (1) profesionalisme militer tinggi dan pengakuan
dari pejabat militer akan batas-batas profesionalisme yang menjadi bidang mereka; (2)
subordinasi yang efektif dari militer kepada pemimpin politik yang membuat keputusan
pokok tentang kebijakan luar negeri dan militer; (3) pengakuan dan persetujuan dari pihak
pemimpin politik tersebut atas kewenangan profesonal dan otonomi bagi militer; dan
akibatnya (4) minimalisasi intervensi militer dalam politik dan minimalisasi intervensi politik
dalam militer.
berlangsung di sejumlah negara Dunia Ketiga. Namun, apakah perkembangan itu akan
mengarah pada militer yang profesional sebagaimana terjadi di Barat, tidak mudah dijawab.
sipil-militer dalam arti yang menyeluruh, dan tidak hanya terbatas pada bidang politik saja.
Sebelumnya
Tuntutan untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan akan hilang secara sederhana;
jika luka-luka di masyarakat bersifat segar dan kejahatan-kejahatan bersifat luar biasa,
berhubungan dengan masa lalunya, misalnya, dengan membuka kebenaran dari pelanggaran-
pelanggaran HAM dan dorongan terhadap suatu pengakuan publik akan kejahatan-kejahatan
dan bahkan suatu permintaan maaf terhadap para korban. Komisi-komisi kebenaran
digunakan sebagai salah satu mekanisme simbolis untuk memutuskan hubbungan dengan
masa lalu. Kadangkala timbul suatu penyederhanaan konsepsi bahwa “kebenaran” lebih baik
untuk keadilan dan bahwa laporan dari komisi-komisi kebenaran merupakan alternatif yang
Yang pasti, tidak ada jaminan bahwa pengadilan-pengadilan merupakan sarana yang
merupakan suatu sarana yang tepat untuk seluruh keadaan. Karenanya, seseorang harus
mengasumsikan untuk kepentingan suatu pendapat bahwa segala tuntutan untuk kejahatan-
kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para diktator sebelumnya harus
dilakukan di bawah kondisi-kondisi legitimasi yang ketat, dan didasarkan pada penghormatan
terhadap aturan-aturan hukum. Perlu adanya suatu argumen dari perspektif politik, hukum,
dan moral yang kuat yang dibuat bagi peran pengadilan-pengadilan pidana dalam
Harold Crouch, seorang pengamat militer dari Australia, menyatakan bahwa kondisi
baru yang mengarah ke arah demokratisasi di Indonesia telah memaksa TNI untuk mengubah
tidak memliki pilihan lain kecuali menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut.
Berdasarkan hal itu, mereka kemudian memformulasikan apa yang mereka sebut sebagai
Dalam formatnya yang orisinil, “Paradigma Baru” menyarankan agar militer tetap
berperan dalam mempengaruhi perkembangan politik, tetapi tidak lagi memiliki aspirasi
memberikan pengaruh politik, namun pengaruhnya harus secara tidak langsung, tidak bersifat
position);
3) Political “neutrality”;
5) Defence orientation.
Steven Biko ditahan pada 18 Agustus 1977 dan meninggal pada 12 September 1977
di rumah sakit penjara Pretoria, dengan mulut penuh bekas pukulan dan berbusa.
Dua pulu tahun kemudian, lima orang dari kelompok polisi yang membunuh Biko
atau pelanggaran HAM berat seharusnya dihukum, maka 99 persen akan menjawab
pidana. Dan tentu saja yang lebih nyata adalah bahwa sebenarnya hukum
upaya penuntutan dan pemberian hukuman. Ada persetujuan yang meluas di kalangan
penuntutan secara alamiah didasarkan pada putusan-putusan yang ada dalam hukum
internasional.
terus berlangsung. Ada yang bersikap “outward looking” dan ada yang bersikap
negara” yang selama ini dianut oleh masyarakat luas, telah sedikit banyak digerogoti
ekonomi. Akan tetapi diyakini pula bahwa di negeri-negeri yang lemah ekonominya,
disamping memenuhi hak-hak politik, fokus utama perlu ditujukan pada pelaksanaan
hak asasi pembangunan. Hal itu krusial untuk terselenggaranya suatu pemerintahan
yang berfungsi dan efektif. Sebab itulah uyang merupakan prasyarat untuk berdirinya
Situasi rezim di beberapa negara Amerika Latin pra transisi politik sebagai
Rezim otoriter yang sebelumnya diganti oleh suatu rezim yang demokratis, yang
tersebut dapat dideskripsikan sebagai suatu demokrasi yang “mudah Hancur” atau
suatu demokrasi yang “sulit”. Lebih jauh, kehadiran elemen-elemen tertentu dari
Menurut Cotler, Peru termasuk dalam ‘keluarga” populis rezim. Di satu sisi,
bentuk tradisional kediktatoran militer. Di sisi lain, rezim militer yang populis di
Peru berlawanan dalam beberapa aspek penting dengan rezim birokratik otoriter.
- orientasi anti oligarkis dalam kebijakan rezim Peru; niatnya untuk secara
memperluas industri dan peran ekonomi negara di sebuah negeri yang tak
Ada kesimpulan yang kurang relevan jika diterapkan untuk masyarakat yang
memiliki stratifikasi yang tidak begitu terdiferensiasi, atau juga yang dicirikan
kapitalis.
Peranan para hakim dalam proses kembar transisi menuju demokrasi dan
politik umum yang telah dijelaskan di muka. Tradisi yudisial Yunani terletak
tempat, status sosial, dan pendidikan dari para hakim yang ditunjuk. Para
hakim di Yunani ditetapkan untuk melakukan langkah sebagai sesuatu yang
hanya berkedudukan sebagai “oprator dari suatu mesin yang didesain oleh
jalan tengah, yakni tidak terjadi perusakan terhadap arsip masa lalunya, namun
juga tidak tidak dapat dilakukan akses sepenuhnya terhadap arsip tersebut.
Jerman dapat menikmati suatu kondisi unik dari unifikasi nasional untuk
negara hukumnya.
transisional yang tampaknya akan tetap tidak ada bandingannya dalam era
pasca komunis
KEADILAN TRANSISIONAL
A. Pengantar
Beberapa bangsa telah bereaksi terhadap masa lalunya yang kacau dengan cara
Menurut Dan Bronkhorst, dalam konteks keadilan dalam masa transisi terdapat
Kedua, adalah kata rekonsilisasi, dengan alasan bahwa setiap masyarakat yang
Ketiga, adalah kata keadilan, meskipun peran keadilan dalam proses transisi,
transformatif?
Nuremberg
Papen, dan Fritzsche – yang dibebaskan karena dinilai tidak terbukti bersalah.
c. Politik Memori
permasalahan politik dan etika yang dihadapi selama masa transisi politik dari
would explain, and, hopefully, guide the way from an autocratic to a democratic
regime.
yang dapat berubah ke arah kondisi-kondisi yang mengikat yang dapat membuat
1) Refleksi Pertama, demokrasi bukan merupakan suatu hal yang tidak dapat
dominasi politik.
ditarik kembali.
8) Refleksi Kedelapan, transisi-transisi menuju demokrasi jarang terjadi dalam
gelombang-gelombang.
11) Refleksi Kesebelas, merupakan sesuatu yang mungkin untuk berpindah dari
telah lama dipertimbangkan sebagai hal yang sangat dibutuhkan untuk suatu
1. Internasionalisasi Permasalahan
Tak ada satupun solusi ajaib untuk berhubungan dengan masa lalu yang
represif.
4. UU Lustrasi Cekoslovakia
luar negeri. UU tersebut dipandang telah melanggar Pasal III dari konvensi
a. Skenario Pertama
Adalah apa yang disebut sebagai “becoming like the west”. Suatu negara
b. Skenario Kedua
c. Skenario Ketiga
d. Skenario Keempat
di antara masa lalu dan masa yang akan datang, antara pandangan masa lalu
Transisi yang liberal terjadi terdiri dari suatu urutan dimana perubahan
dan kelembagaan. Keadilan yang dicari dalam masa ini hanya dapat
sebagian negara, namun bagi beberapa negara yang lain, hal itu tidak
demikian.
3. Tergantung pada Hubungan antara Hukum dan Politik
legitimasi dari rezim baru, termasuk kondisi dan peranan dan pengadilan
karenanya, para mantan kolaborator Nazi harus diadili dengan dasar hukum
Suatu konsekuensi yang logis, jika timbul banyak problematika dalam suatu negara
yang berada pada masa transisi, dalam hal ini transisi dari otoriterisme yang dianggap menuju
pada era demokrasi sebagai muaranya. Sebagaimana yang dituliskan oleh Prof Setya
Arinanto di atas, mulai dari masalah reposisi hubungan militer dan sipil di era baru, hak asasi
manusia pada masa transisi, keadilan transisional, hingga masalah legitimasi politik dan
hukum pada era transisi melalui kaca mata transitology dan considology.
Tak dapat dipungkiri, terlepas dari banyaknya problematika yang muncul dalam
proses transisional dalam suatu negara, hasil pergerakan para reformis yang menginginkan
masuknya era baru yang dapat lebih menjamin adanya kesejahteraan masyarakat di
negaranya merupakan suatu kebutuhan dalam gelombang globalisasi yang muncul dan tak
dapat dihindari, namun demikian hasil perjuangan para reformis di setiap negara tidaklah
selalu sama yang dalam spektrum teoritis, banyak teori, baik yang menjadi dasar pandangan
adanya proses transisional maupun dalam rangka menjelaskan gejala-gejala yang muncul
dalam proses transisi yang muncul baik sebelum, ketika proses transisi terjadi, hingga
munculnya era baru sebagai hasil proses transisi hingga saat ini.
Dalam masa transisi, peran pemerintah menurut Anthony Giddens yang layak diubah
kembali, sebagaimana yang kutip oleh Prof Setya Arinanto di atas, tak lepas pula akibat dari
banyaknya tema-tema yang muncul dan dalam masa transisi yang apabila tema-tema tersebut
dikonvergensikan maka dapat bermuara kepada globalisasi dan demokrasi yang begitu
Cohen dan Kennedy, bahwa terdapat 6 komponen dalam proses globalisasi, antara lain :2
Saat ini, negara yang paling mutkahir akan melakukan proses transisi dari era
pemerintahan otoriter menuju era demokrasi adalah Burkina Faso, salah satu negara yang
berada dalam wilayah Afrika, yang pada 11 oktober 2015 dijadwalkan melakukan proses
pemilihan umum bebas pertama. Sebagaimana yang dilansir dalam media Bussines Monitor
International, bahwa Iklim politik di Burkina Faso tetap tegang sebagai negara yang sedang
dipimpin oleh satu orang. Pemilihan presiden dan legislatif yang dijadwalkan 11 Oktober,
hampir setahun, setelah Blaise Compaore digulingkan di tengah protes kekerasan saat ia
Meski begitu, ada risiko jangka pendek yang signifikan terhadap stabilitas politik. Di
satu sisi, mereka yang terlibat dalam kerusuhan tahun lalu bisa bereaksi negatif terhadap hasil
1
Marorie Mayo, Global Citizen:Social Movement and The Challange of Globalization,(Canada, Canadian
Scholars’ Press Inc, 2005) hal. 14
2
Ibid. Hal. 16
3
Business Monitor Online, New Democratic Era Brings Promise And Uncertainty, Business Monitor News, 14
September 2015, Lexis Nexis Academic Database, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta 28
september 2015. http://e-resources.perpusnas.go.id
yang mengembalikan mantan sekutu atau menteri dari rezim Compaore berkuasa. Di sisi lain,
kemenangan bagi kandidat oposisi menyiratkan pemerintahan baru dengan hampir tidak ada
pengalaman kekuasaan politik pada saat penting bagi stabilitas lokal dan regional.
sebagian besar akan damai, sehingga menyelesaikan tonggak penting dalam transisi
demokrasi. Namun, masih ada risiko yang signifikan dari tantangan untuk legitimasi
pemerintah yang masuk, termasuk prospek kerusuhan jika calon yang kalah tidak mengakui
hasilnya.4
mendiskualifikasi tawaran dari enam calon, termasuk dua pendukung Compaore yang
berupaya mereformasi konstitusi tahun lalu. Lebih dari 40 kandidat untuk pemilu legislatif
simultan juga dilarang berjalan dengan alasan yang sama. Langkah ini telah membangkitkan
kekhawatiran atas keterbukaan pemungutan suara: pada bulan Juli Pengadilan Tinggi
negara untuk menghapus semua hambatan untuk menjamin hak untuk bebas berpartisipasi
Dalam proses pemungutan suara tersebut, ada 16 presiden dan sekitar 7.000 calon
legislatif yang terdaftar untuk bersaing dalam pemilihan bulan Oktober 2015, menghasilkan
4
Ibid.
5
Selanjutnya, hal tersebut tidak termasuk beberapa unsur mantan pemerintah sebelumnya yang bisa
mendorong untuk mencari cara lain yakni cara non-demokratis agar mendapatkan kembali kekuasaannya.
Memang, Congres pour la Democratie et leProgres (CPD), sebuah aliansi kelompok-kelompok pro-Compaore
yang telah mendominasi parlemen sejak tahun 2002 telah mengancam akan memboikot pemungutan suara
setelah pemimpin dan calon Eddie Komboigo dilarang berjalan. Pihak CPD juga menyerukan pendukungnya
untuk menggunakan & quot; pembangkangan sipil & quot; jika diperlukan. Mengingat didirikan struktur CPD
dan dukungan luasr, hal itu belum bisa menimbulkan ancaman terhadap demokrasi yang rapuh jika memilih
untuk itu. Dalam, Ibid.
ketidakpastian atas bahwa pemerintahan berikutnya akan memiliki kekuatan mandat. Jajak
pendapat lokal menempatkan Roch Marc Kristen Kabore (Gerakan Rakyat untuk Kemajuan,
MPP) dan Zephirin Diabre (Union untuk Kemajuan dan Perubahan, UPC) sebagai kandidat
presiden. Keduanya memiliki hubungan sejarah dengan rezim sebelumnya: Diabre adalah
Menteri Keuangan sebelum meluncurkan UPC pada tahun 2010 dan menjadi tokoh oposisi
terkemuka sementara Kabore, setelah presiden Majelis Nasional, memisahkan diri dari
pemerintah pada tahun 2014 sebagai protes reformasi konstitusi yang diusulkan.6
Berbeda dengan negara-negara yang memulai masa transisi di akhir abad ke 20, di
Burkina Faso, masalah Hak Asasi Manusia belum menjadi isu yang urgen dan menjadi
Dalam analisis yang dilakukan oleh Bussines Monitor, terdapat tiga tantangan bagi
pemerintahan yang akan datang pasca pemilihan umum yang akan berlangsung nanti antara
lain :7
1. Reformasi Kelembagaan
Salah satu isu kunci pertama bahwa presiden berikutnya harus berurusan dengan
menjadi tugas yang tidak mudah bagi pemerintahan baru. Sudah pasti, masa
berkuasa Isaac Zida. Tanpa reformasi, RSP akan tetap menjadi ancaman yang
6
Ibid
7
Ibid.
mendasar kepada pemerintah terpilih dan tatanan demokrasi, tetapi mencari
2. Pemulihan ekonomi
Adanya wabah ebola dan benturan krisis politik pada tahun 2014 yang meskipun
harga internasional untuk komoditas utama (yaitu emas dan kapas, yang
meningkat, dan dampak dari banjir baru-baru ini. Ketidakpastian politik dalam
jangka sampai dengan pemilu Oktober adalah hambatan lain bagi investasi, dan
membentuk pemerintahan tetap akan menjadi hal yang vital untuk mengatasi
3. Keamanan regional
Burkina Faso sejauh ini menghindarkan diri dari ancaman keamanan terburuk
oleh tersangka Islamis radikal dan penculikan warga negara Rumania awal tahun
perbatasan utara negara itu dengan Nigeria dan Mali. Jika pemilu menciptakan
pemerintah yang lemah, kita dapat melihat risiko yang lebih besar dari kegiatan
teroris di negara itu, yang akan merusak iklim politik dan investasi negara.
Transisi politik, bagaimanapun juga, merupakan keniscayaan yang harus terjadi dalam
mengubur rejim lama dan membentuk rejim baru-terlepas dari beratnya persoalan dan
tantangan yang dihadapi oleh rejim transisi. Namun, kajian mengenai transisi kini mulai
digugat, karena faktor ketidakjelasan konsep tersebut dalam memberikan kerangka atau
batasan waktu: kapankah transisi berkahir dan rejim seperti apa yang akan muncul
sesudahnya? konsolidasi demokrasi, sebagai tahap lanjutan dari transisi, hanya disepakati
sebagai suasana ketika demokrasi menjadi “satu-satunya aturan main yang disepakati” (the
only game in town)- meminjam istilah yang dikemukakan Guillermo Oðonnel. Tahap
konsolidasi demokrasi terjadi terutama ditandai ketika masyarakat percaya bahwa apapun
yang terjadi selalu ditempuh penyelesaiannya dengan cara non-kekerasan;dan ketika secara
konstitusional, norma, aturan-aturan baru, dan tata cara penyelesaian konflik telah diatur
muncul pada masa transisi yang terjadi di berbagai negara pada akhir abad ke 20, bahwa
sistem politik demokrasi mereka yang baru. Masalah-masalah transisi muncul langsung dari
masalah memapankan sistem konstitusi dan sistem pemilihan yang baru; menyingkirkan para
rahasia; dan, pada sistem satu-partai terdahulu, memisahkan hak milik, fungsi, dan personalia
partai dengan hak milik, fungsi dan personalia pemerintah. Dua masalah transisi yang penting
di banyak negeri adalah (1) “ masalah si penyiksa”, yaitu bagaimana memperlakukan pejabat-
pejabat otoriter yang telah secara kasar melanggar hak asasi manusia, dan (2) “masalah
8
Tim Propatria Institute, Demokrasi dan Keamanan: Pemetaan Orientasi dan Prioritas Partai-Partai Politik dan
Pasangan Capres-Cawapres di Bidang Kemanan Nasional, (Jakarta, Proparia Institute Dan Yayasan Tifa, 2012)
hal. 15
9
Samuel P Hutington, The Third Wave : Democratization in the late twntieth century, terj. Asril Marjohan, atau
Gelombang Demokratisasi Ketiga, (Jakarta:Pustaka Utama Gravfiti, 2001) hal. 272
Kategori masalah yang kedua dapat dinamakan masalah kontekstual. Masalah ini
berasal dari watak masyarakat, perekonomian, budaya, dan sejarahnya, dan dalam taraf
tertentu endemik di negeri itu, apa pun bentuk pemerinthannya, para penguasa otoriter tidak
mengatasi masalah-masalah ini, dan hampir pasti, demikian juga halnya dengan penguasa
demokratis. Karena masalah-masalah ini bersifat khas bagi masing-masing negeri dan bukan
fenomena umum dalam masa transisi, maka masalah-masalah ini jelas berbeda dari negeri
Namun demikian, masalah tak henti sampai disitu, dalam pandangan Hutington lebih
lanjut, selain gelombang demokratisasi yang muncul dalam masa transisi dari pemerintahan
yang otoriter ke demokratis, ternyata tidak menutup peluang terjadinya gerakan kembali
kepada sistem otoriter yang disebut oleh Hutington dengan istilah “gelombang balik”.
gelombang balik yang besar yang melebihi masalah-masalah konsolidasi, dan selama masa
itu kebayakan perubahan rezim yang terjadi di seluruh dunia adalah dari demokrasi menjadi
otoriterisme.11
sistem poilitk otoriter sekurang-kurangnya sama beragamnya dan sebagian bertumbang tindih
faktor yang mempengaruhi transisi gelombang balik pertama dan kedua antara lain adalah :
10
Ibid. Hal.273
11
Ibid. Hal 375
12
Ibid
1) Lemahnya nilai-nilai demokrasi di kalangan kelompok-kelompok elite yang utama
pemerintah otoriter;
3) Polarisasi sosial dan poltik yang sering ditimbulkan oleh pemerintah berhaluan kiri
reformasi sosial ekonomi yang besar dalam tempo yang terlalu cepat;
kekuasaan politik;
7) Efek bola salju dalam wujud efek-demonstrasi dari jatuhnya atau tergulingnya sistem
Kedua, transisi dari sistem demokratis ke sistem otoriter, kecuali yang ditimbulkan
oleh aktor-aktor asing, hampir selalu dihasilkan oleh mereka yang berkuasa atau yang dekat
dengan kekuasaan dalam sistem demokratis itu. Dengan satu atau dua perkecualian yang
mungkin terjadi, sistem-sistem demokratis tidak dikahiri dengann suara rakyat atau
pemberontakan rakyat.
mengenai demokratisasi global gelombang ketiga diam-diam mendapat tempat yang luas di
kalangan para penganjur demokrasi termasuk yang terjadi di Indonesia. Indonesia dianggap
terkena sapuan global itu, khususnya dalam pemahaman bahwa bentuk-bentuk pemerintahan
otoritarian tidak lagi bisa dipertahankan. Otoritarianisme politik dalam bentuk kekuasaan
despotik dan personal seperti diktator, tiran, otokrat; atau dalam bentuk plutokratik seperti
junta militer, dianggap melawan semangat zaman, melawan arus sejarah. Di kalangan militer
sekalipun jalan-pikiran seperti ini cukup kuat dianut. Pandangan ini juga sangat dipercaya di
kalangan masyarakat sipil dan kelompok-kelompok kelas menengah yang percaya bahwa
sejarah politik Indonesia tidak bisa dilepaskan dari arus progresif sejarah dunia: tatanan
dunia bebas yang demokratis di bawah pengaruh dan kepemimpinan negara-negara maju.13
Dalam pandangan dominan mengenai proses demokratisasi dan hak asasi manusia di
Indonesia, berpusat pada kombinasi dua tesis besar yakni tesis universalis dan tesis
Indonesia pada dasarnya merupakan kombinasi dari ide liberal dan libertarian yakni
pandangan demokrasi dan hak asasi manusia yang menganggap standpoint “the primacy of
the universal over the particular” sebagai sumber utama dan sarana penumbangan kekuasan
politik otoritarian plus anggapan bahwa salah satu tujuan pokok dan objektif dari politik
alternatif otoritarian adalah sedemikian rupa meminimalisasi kapasitas sosial, politik negara
karena dianggap di masa lampau ia merupakan sumber segala bentuk perampasan hak-hak
dan kebebasan individual. Jadi yang satu menekankan universalitas dan yang satunya
Tesis transisionis melihat perubahan politik dan perjuangan HAM sebagai proses dan
prosedur yang baku yang dapat digambarkan dalam model pentahapan politik yang pasti
penuh. Pandangan semacam ini, sangat dipengaruhi oleh gagasan Huntington mengenai
13
AE Priyono & Fransiscus Djalong, Demokrasi dan Demokratisasi di Indonesia: Sebuah Pemetaan Wacana ,
artikel diambil dari http://langitpoetih.blogspot.co.id/2011/03/demokrasi-dan-demokratisasi-di.html, pada 27
September 2015
14
Robertus Robert, Politik Ham dan Transisi di Indonesia, (Jakarta: ELSAM, 2008) hal. 55.
Menurutnya, pada fase ini terdapat problem-problem khusus seperti masalah reformasi politik
militer, mengatasi masalah kekejaman di masa lalu dan pendirian kebudayaan politik
demokratis. Melalui pengamatan itu, Huntington melihat adanya semacam pola-pola besar
dalam gelombang demokrasi. Pola-pola ini yang kemudian cenderung untuk dijadikan model
Berkaitan dengan demokrasi sebagai salah satu muara transisi sistem politik pasca
otoriterisme, dan adanya peluang gerakan kembali ke rezim otriter, terdapat dua liran yang
dapat menjadi tolak ukur dalam menganalisis paradigma yang digunakan dalam sistem politik
menyederhanakan, lebih tepat lagi, telah mereduksi sistem politik semata-mata sebagai teknik
administrasi dan teknik manajemen dalam rangka mencapai prestasi ekonomi tertentu.
Seluruh aktivitas sosial diarahkan berbentuk program oriented dalam masa yang dipercayai
sebagai era The end of ideology. Oleh pandangan ini, pembangunan ekonomi dijadikan
moralitas tertinggi.16
Rasionalisasi dari kebijakan ini bersandar pada dua asumsi. Pertama, kekuasaan yang
otoriter tetapi berfungsi dan stabil adalah lebih baik daripada kekuasaan demokratis namun
tidak berfungsi dan sering menimbulkan kekacauan. Kedua, di negara dunia ketuga yang
15
Ibid. Hal.55-56
16
Denny J.A, Opini Harian Kompas, Demokrasi Indonesia: Visi dan praktek, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2006), hal.3-4
Aliran kedua adalah aliran ekonomi politik. Aliran ini sebagai reaksi keras terhadap
aliran pertama, dan dan menurunkan konsekuensi operasional yang sama sekali berlawanan.
Ia memberi tanggapan terhadap kenyataan yang telah dihasilkan oleh aliran pertama.17
Pertama, ternyata kekuasaan otoriter yang paling berfungsi dan paling stabil
sekalipun tidak menjamin akan menciptakan masyarakat yang egaliter dan adil. Sebaliknya,
dari contoh empiris yang ada, sungguhpun terjadi pertumbuhan ekonomi namun disertai oleh
tingkat ketimpangan yang semakin mencolok antara lapisan elite dan masyarakat luas di
luarnya. Sementara itu, dominasi kekuasaan yang dilegitimasi oleh pandangan tersebut
cenderung menurunkan ketimpangan tersebut, dan punya peluang melakukan eksploitasi yng
sukar dilawan.
pembangunan ekonomi daripada kebebasan politik adalah pernyataan yang ideologis sifatnya.
Hal ini disebabkan karena pernyataa tersebutdapat melegitimasi proses depolitisasi massa
dalam rangka melestarikan dominasi kekuasaan yang ada. Pernyataan tersebut bukanlah
pernyataan akademis tetapi pernyataan politis. Oleh karena itu, menurut aliran kedua ini,
seluruh bangunan aliran pertama ini harus dikaji ulang. Jika aliran pertama begitu
mementingkan stabilitas politik, maka aliran kedua begitu mementingkan kontrol sosial
terhadap mesin kekuasaan. Jika aliran pertama memerlukan pengikisan kekuatan non negara
dan depolitisasi massa, maka aliran kedua memerlukan pembesaran kekuatan non negara dan
politisasi massa.
Barangkali, indikator utama yang dapat diterapkan untuk memastikan bahwa transisi
telah usai dan telah mulai digantikan dengan tahap demokrasi yang lebih terkonsolidasi
ditandai oleh para aktor utama yang mulai beradaptasi dengana aturan-aturan main yang lebih
17
Ibid. Hal. 4.
demokratis (democratic rules). Di sisi lain, warganegara juga memiliki keterikatan yang sama
dengan aturan-aturan tersebut. Apa yang disebut dengan “democratic rules” ini dapat dapat
Dimensi normatif menunjuk pada aspek pluralisme di mana terdapat pengakuan yang
diterima oleh semua pihak bahwa tidak ada satu pun kelompok yang boleh mengklaim dapat
juga mengandaikan adanya toleransi, pengakuan majority rule, limited government dan
perlindungan hak asasi manusia. Sementara dimensi kekuasaan dari democratic rules
otonomi daerah/regional) dan akuntabilitas penguasa. Tiga faktor inilah yang secara
mendasar menjadi garis pembeda antara demokrasi yang secara mendasar menjadi garis
pembeda antara demokrasi yang rentan (fragile) dan penuh ketidakpastian dengan demokrasi
Berkaitan dengan hal tersebut, karakter produk hukum yang dibentuk dan diterapkan
di suatu negara pada dasarnya juga dapat menjadi indikator apakah transisi telah usai pada era
demokrasi ataukah kembali ke masa otoriter. Sebagaimana yang diketahui, bahwa karakter
produk hukum di suatu negara, sangat bergantung pada konfigurasi politik di negara tersebut,
apakah konfigurasi politik di negara tersebut merupakan konfigurasi politik demokratis yang
diidentikkan sebagai susunan sistem politik yang membuka peluang bagi partisipasi rakyat
secara penuh untuk ikut aktif menentukan kebijaksanaan umum. Ataukah dalam konfigurasi
politik otoriter dimana susunan sistem politik yang memungkinkan negara berperan sangat
18
Tim Propatria Institute, Demokrasi dan Keamanan: Pemetaan Orientasi dan Prioritas Partai-Partai Politik dan
Pasangan Capres-Cawapres di Bidang Kemanan Nasional, (Jakarta, Proparia Institute Dan Yayasan Tifa, 2012)
Op.Cit.hal. 15.
aktif serta mengambil hampir seluruh inisiatif dalam pembuatan kebijaksanaan negara secara
intervensionis.19dimana pada saat konfigurasi politik tampil secara demokratis, maka karakter
produk hukum yang dihasilkan cenderung responsif. Sedangkan ketika konfigurasi politik
bergeser ke sisi otoriter, maka produk hukum yang lahir lebih berkarakter
konservatif/ortodoks/elitis.20
Hal penting lain, yang menjadi tolak ukur kestabilan demokrasi di suatu negara, adalah
berkenaan dengan legitimasi demokrasi serta aktor-aktor yang berperan penting dalam proses
menguraikan tentang bagaimana menguatkan legitimasi demokrasi saat ini, sebagaimana dia
menguraikan bahwa :
Anggoro, keberhasilan transisi demokrasi hanya akan terwujud ketika ada “kerjasama antara
menjadikan kesadaran hukum sebagai elemen yang krusial. Sayang sekali bahwa kepentingan
19
Mahfud MD, Tolak-Tarik Antara Hukum Dan Politik Sebagai Fakta, pengantar dalam Daniel S Lev, Hukum
Dan Politik di Indonesia: Kesinambungan Dan Perubahan, Cetakan ke 4 (Jakarta,Pustaka LP3ES Indonesia,
2014), hal. x
20
Ibid,hal xi
21
Donatella De La Porta, Can Democracy Be Saved ?: Participation, Deliberation, and Social Movement
(Cambridge: Polity Press, 2013) hal. 5.
massa, bahwa elit politik, disengaja atau tidak, mungkin sekedar memanipulasi dan
umum ditemuan. Di pasca-Soviet Rusia, misalnya, kegagalan transisi politik terutama terjadi
karena perubahan terpusat dan berasal dari atas, dengan dominasi elit poitik untuk
merumuskan apa yang perlu diubah dan seberapa jauh perubahan itu dilaksanakan.
“permainan politik”.23
Hal yang mesti diperhatikan dalam proses transisi yang terjadi di Burkina Faso adalah
pemilihan umum dan bebas pertama Burkina Faso akan menandai tonggak penting dalam
akhir abad ke 20, jelas proses transisi menuju demokrasi yang terjadi di negara-negara yang
baru-baru saja lepas dari era otoriterisme membutuhkan suatu sintetis konsep demokrasi yang
22
Kusnanto Anggoro, Transisi Politik Dan Negara Hukum Sebuah Pengantar, pengantar dalam Anom Surya
Putra, Hukum Konstitusi Masa Transisi: Semiotika, Psiko Analisis dan Kritik Ideologi, (Bandung, Nuansa
Cendekia, 2003) hal 17-18
23
Robert B. Ahdieh, Russia’s Constitutional Revolution: Legal Consciousness and the Transition to Democracy,
1985-1996 (Pennsylvania: Penn State Press, 1997) hal 83, dalam Ibid. hal 19
24
Ibid
dalam proses transisi terkhusus pada negara-negara berkembang di sekitar silayah afrika dan
asia termasuk di Indonesia, meskipun tidak lepas dari penyesuaian konsep demokrasi dengan
Elections play indeed a very central role in the definition of liberal democracy –
in particular in the passage from normative to procedural definitions of
democracy. In this conception, those regimes that guarantee the right to vote to
all citizens are thus democratic. Elections and institutions constituted by elected
members are considered as indispensable guarantees for democracy: ‘a
representative system cannot exist without periodic elections used to render those
who govern responsible before those who are governed . . . a political system is
qualifi ed as representative when honest electoral practices assure a reasonable
level of responsiveness among governors before the governed’ (Sartori 1990,
230).
“In order for there to be democracy, elections must be competitive, fair and
recurrent. It is not, in fact, sufficient for there to be elections – elections must
involve real competition among the candidates, the competition must be fair, and
the elections must be repeated regularly (in order that those elected know they
must give account to electors for their actions within a certain amount of time).
Elections must therefore function as elements of accountability, obligating the
principal actors in the government – given that democracy involves an
institutionalized system of representation, ‘realised through the free electoral
designation of certain fundamental organs (mostly parliaments)’ (Cotta 1990,
933).
Demikianlah, bahwa proses pemungutan Suara yang akan dilaksanakan di Burkina Faso
pada 11 oktober 2015 adalah peristiwa utama pada proses transisi yang terjadi negara itu
sejak era pemerintahan sebelumnya yakni pemerintahan Compaore, selain itu juga
merupakan kunci dari lahirnya institusi-institusi baru. Dimana proses pemungutan suara yang
damai dan transparan adalah penting jika pemerintahan baru Burkina Faso ingin memiliki
25
Atau yang disebut Huntington terdiri dari watak masyarakat, perekonomian, budaya, dan sejarahnya, dan
dalam taraf tertentu endemik di negeri itu, baca Samuel P Hutington, The Third Wave : Democratization in the
late twntieth century, terj. Asril Marjohan, atau Gelombang Demokratisasi Ketiga, (Jakarta:Pustaka Utama
Gravfiti, 2001) Op.cit. hal. 272
26
Donatella De La Porta, Op.cit. hal. 14
27
Ibid
kredibilitas, dan penting untuk memastikan jalannya demokrasi yang dianggap menjadi
muara dalam proses transisi di Burkina Faso tetap pada jalurnya agar tidak kembali pada
rejim otriter sebelumnya atau bahkan membentuk rejim otoriter yang dengan sistem yang
BUKU :
Anom Putra, Surya, Hukum Konstitusi Masa Transisi: Semiotika, Psiko Analisis dan Kritik
Ideologi, Bandung, Nuansa Cendekia, 2003
De La Porta, Donatella, Can Democracy Be Saved ?: Participation, Deliberation, and Social
Movement ,Cambridge: Polity Press, 2013
Hutington, Samuel P, The Third Wave : Democratization in the Tate Twntieth century, terj.
Asril Marjohan, atau Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta: Pustaka Utama Gravfiti,
2001
J.A, Denny, Opini Harian Kompas, Demokrasi Indonesia: Visi dan praktek, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2006
Lev, Daniel S, Hukum Dan Politik di Indonesia: Kesinambungan Dan Perubahan, Cetakan
ke 4, Jakarta:Pustaka LP3ES Indonesia, 2014
Mayo, Marorie, Global Citizen:Social Movement and The Challange of Globalization,
Canada: Canadian Scholars’ Press Inc, 2005
Tim Propatria Institute, Demokrasi dan Keamanan: Pemetaan Orientasi dan Prioritas
Partai-Partai Politik dan Pasangan Capres-Cawapres di Bidang Kemanan Nasional,
Jakarta: Proparia Institute Dan Yayasan Tifa, 2012
Robert, Robertus, Politik Ham dan Transisi di Indonesia, Jakarta: ELSAM, 2008
INTERNET:
Business Monitor Online, New Democratic Era Brings Promise And Uncertainty, Business
Monitor News, 14 September 2015, Lexis Nexis Academic Database, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, Jakarta 28 september 2015. <http://e-
resources.perpusnas.go.id>