Anda di halaman 1dari 11

Journal Reading

Glycaemic Control after Metformin Discontinuation in Diabetic


Patients with a Declining Renal Function

Oleh :
Alif Putri Yustika
1102014012

Pembimbing :
dr.Yanti Widamayanti, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF INTERNA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD. Dr. Slamet GARUT
Glycaemic Control after Metformin Discontinuation in Diabetic
Patients with a Declining Renal Function

Abstrak :

Metformin adalah kontraindikasi pada pasien diabetes dengan penurunan fungsi ginjal. Studi
ini menguji kontrol glikemik pada pasien diabetes dengan penyakit ginjal kronis ketika
metformin dihentikan. Penelitian retrospektif, yang menyaring 2.032 pasien diabetes yang
berobat di klinik diabetes di rumah sakit tersier antara 1 September 2014 dan 30 September
2015. Analisis dilakukan pada 69 pasien yang menghentikan metformin karena penurunan
fungsi ginjal dan melakukan tindak lanjut selama 6 bulan lengkap. Tidak ada perbedaan yang
signifikan pada HbA1c dan berat badan pada follow-up 6 bulan dibandingkan dengan
baseline setelah penghentian metformin. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) secara signifikan
lebih rendah pada follow-up 6 bulan dibandingkan dengan baseline. Setelah penghentian
metformin, mayoritas pasien mengalami peningkatan dosis obat diabetes (khususnya insulin
atau sulfonilurea). Pasien dengan glikemia yang membaik pada follow-up 6 bulan semakin
menurun LFG nya dibandingkan dengan pasien dengan glikemia yang memburuk. 17% dari
pasien penelitian mengalami hipoglikemia. Setelah penghentian metformin, kontrol glikemik
dapat dioptimalkan dengan peningkatan dosis obat tersebut, tetapi perlu kontrol risiko
hipoglikemia. Peningkatan lebih lanjut dalam kontrol glikemik mungkin mengindikasikan
penurunan fungsi ginjal lebih lanjut.

1. Pendahuluan
Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus tipe 2 dianggap sebagai salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang krisis. Lebih dari 400 juta orang akan terpengaruh oleh DM tipe 2
pada tahun 2030, dengan peningkatan terbesar yang mungkin pada populasi Asia. Metformin
adalah terapi antidiabetik lini pertama yang direkomendasikan untuk semua pasien selain
perubahan gaya hidup. Metformin adalah agen antidiabetik yang sangat efektif, tersedia
secara luas dan terjangkau. Efek sampingnya yang paling umum adalah iritasi
gastrointestinal. DM tipe 2 dikaitkan dengan komplikasi mikro dan makrovaskuler yang
buruk. Salah satu komplikasi mikrovaskuler yang paling mengerikan adalah nefropati
diabetik, yang sering ditandai dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) dan
proteinuria. Penurunan fungsi ginjal ditakutkan dapat menghambat pengobatan karena efek
samping potensial dari pembersihan ginjal yang lebih rendah. Karena itu, disarankan agar
metformin harus dihentikan ketika LFG turun menjadi dibawah 30ml / menit / 1.73m2, untuk
mengantisipasi risiko asidosis laktat yang lebih tinggi. Agen antidiabetik lainnya termasuk
sulfonilurea, meglitinida, inhibitor dipeptidyl peptidase-4, dan insulin telah terbukti aman
pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek
penghentian metformin pada kontrol glikemik di antara pasien diabetes dengan penurunan
fungsi ginjal. Kami berhipotesis bahwa kontrol glikemia akan memburuk dengan penghentian
metformin. Kami juga memeriksa berbagai strategi pengobatan yang digunakan untuk
mengurangi memburuknya kontrol glikemik setelah penghentian metformin.

2. Material dan Metode


2.1 Desain dan Subjek Penelitian
Penelitian ini adalah Retrospektif yang dilakukan di klinik diabetes, National
University Hospital, Singapura. Data pasien rawat jalan dengan DM tipe 2 (usia 21 tahun ke
atas) yang menghadiri klinik diabetes antara 1 September 2014 s/d 30 September 2015
disaring untuk pemberhentian metformin. Pemilihan pasien yang dihentikan terapi metformin
karena fungsi ginjal yang memburuk dan dilakukan follow up selama 6 bulan setelah
metformin dihentikan. Pasien dikeluarkan jika memenuhi salah satu kriteria berikut selama
periode penghentian metformin: menggunakan terapi erythropoietin (EPO), menerima terapi
steroid selama minimal 1 minggu, memiliki tingkat hemoglobin rata-rata kurang dari 10 g /
dL, memiliki episode perdarahan aktif atau menerima transfusi sel darah merah, atau
menerima terapi penggantian ginjal.

2.2 Pengumpulan Data


Penelitian ini telah disetujui oleh Dewan Peninjau Spesifik Domain Grup National
Healthcare Singapura (nomor Ref DSRB C2016 / 00283). Data yang dikumpulkan meliputi
usia, jenis kelamin, etnis, durasi diabetes, berat dalam kg, tinggi dalam m, tekanan darah (BP)
dalam mmHg, tingkat hemoglobin rata-rata, profil lipid, konsentrasi hemoglobin glikosilasi
(HbA1c), dan kreatinin serum.
Konsentrasi HbA1c diukur menggunakan platform manajemen layanan point-of-
care Siemens / Bayer DCA 2000+. Estimasi laju filtrasi glomerulus (LFG) dihitung
menggunakan persamaan CKD-EPI. Data tentang hipertensi, hiperlipidemia, penyakit
jantung iskemik (IHD), penyakit serebrovaskular (CVD), peripheral vascular disease (PVD),
retinopati diabetik, neuropati diabetik, data glukosa darah atau berdasarkan pemeriksaan fisik
selama kunjungan klink. Semua data dikumpulkan pada kunjungan klinis ketika metformin
dihentikan (baseline) dan pada 3 dan 6 bulan setelah penghentian metformin (untuk tindak
lanjut). Tidak ada pedoman tentang rencana manajemen setelah penghentian metformin.
Dengan demikian, manajemen diabetes setelah penghentian metformin adalah atas
kebijaksanaan dokter yang bertanggung jawab.

2.3 Analisis statistik


Analisis data dilakukan dengan menggunakan Minitab (versi 16 untuk Windows;
Minitab Inc, State College, PA) dan SPSS (versi 16 untuk Windows; SPSS, Inc., Chicago,
IL). Nilai dinyatakan sebagai sarana [standar deviasi (SD)] kecuali dinyatakan sebaliknya.
Uji t berpasangan digunakan untuk menguji perubahan HbA1c pada 3 dan 6 bulan dari awal.
Pengukuran berulang ANOVA digunakan untuk memeriksa perubahan HbA1c, berat badan,
dan LFG selama 6 bulan follow-up setelah penghentian metformin. Tes Wilcoxon signed-
rank dan Mann-Whitney U digunakan untuk memeriksa perubahan dalam rezim pengobatan
diabetes pada awal dan pada 3 bulan masa tindak lanjut. Nilai p <0,05 dianggap signifikan
secara statistik.

3. Hasil
Sebanyak 2.032 pasien yang menghadiri klinik diabetes, National University
Hospital, Singapore antara 1September 2014 hingga 30 September 2015 (Gambar 1).
102 pasien (5,02%) yang telah menghentikan metformin. 1 pasien menghentikan metformin
karena gagal jantung dan dikeluarkan dari analisis. Sisanya 101 (4,97%) yang telah
menghentikan metformin karena memburuknya fungsi ginjal. Dari jumlah tersebut, 15 pasien
dikeluarkan karena data follow up yang tidak lengkap, 9 pasien karena konsentrasi
hemoglobin (Hb) kurang dari 10 g / dl, 5 pasien karena telah menerima transfusi sel darah
merah yang dikemas atau perdarahan yang jelas selama periode studi, 2 pasien untuk telah
menerima injeksi EPO, dan 1 pasien karena menggunakan terapi steroid kronis.
Karakteristik dasar pasien ditunjukkan pada Tabel 1. Yang relevan dengan penelitian
ini, rerata serum kreatinin (SD) adalah 186,1μmol / L (56,9μmol / L) dengan rata-rata yang
sesuai LFG adalah 29,7ml / min / 1,73m2 (13,0ml / min / 1,73m2) pada penghentian
metformin. 28 pasien (40%) telah menghentikan metformin bahkan ketika LFG awal mereka
antara 30 dan 60ml / min / 1,73m2. Berat badan tidak berubah secara signifikan selama
periode penelitian 6 bulan (p = 0148). Namun, rata- rata LFG menurun secara signifikan dari
29,7ml / min / 1,73m2 (13,7ml / min / 1,73m2) menjadi 26,4ml / min / 1,73m2 ( 11.2ml / mnt
/ 1.73m2) (p = 0049). HbA1c rata-rata adalah 8,8% (2,3%) pada awal, 9,2% (2,2%) pada tiga
bulan, dan 9,0% (2,2%) pada follow-up 6 bulan (p = 0,262).
Kami mengidentifikasi dua kelompok yang mengalami peningkatan (n = 25, HbA1c
menurun> 0,5% pada follow-up bulan ke-6) dan perburukan kontrol glikemik (n = 25, HbA1c
meningkat> 0,5% pada follow-up bulan ke-6 ) (tabel 2). Ada 19 pasien yang perubahan
HbA1c-nya kurang dari 0,5% selama 6 bulan masa tindak lanjut. Dibandingkan dengan
kelompok glikemia yang lebih baik, kelompok glikemia yang memburuk memiliki durasi
diabetes yang jauh lebih lama tetapi HbA1c rata-rata lebih rendah pada awal. Sebagian besar
pasien di kedua kelompok menggunakan terapi insulin. Tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kedua kelompok dalam penggunaan antidiabetes oral awal penelitian. LFG tetap stabil
pada kelompok dengan glikemia yang memburuk tetapi selanjutnya menurun secara
signifikan pada kelompok dengan peningkatan glikemia.
Gambar 2 (a) dan 2 (b) menunjukkan perubahan dalam rezim pengobatan diabetes
setelah penghentian metformin. Setelah penghentian metformin, sebagian besar pasien dalam
kelompok glikemia yang lebih baik dan lebih buruk mengalami peningkatan obat atau
menambah obat lain (khususnya DPP-IV inhibitor). Dibandingkan dengan awal, sebagian
besar pasien dalam kelompok glikemia yang memburuk memiliki peningkatan dosis obat
(khususnya insulin) (p <0001) pada 3 bulan masa tindak lanjut setelah penghentian
metformin. Pada kelompok glikemia yang membaik, ada perbedaan yang signifikan dalam
penurunan proporsi pasien dengan peningkatan dalam pengobatan (p <0001) dan dalam
peningkatan proporsi pasien dengan penurunan pengobatan (p = 0046) pada 3 bulan setelah
follow-up dibandingkan dengan awal. Dua belas dari 69 pasien (17%; 5 dari kelompok
glikemia yang memburuk, 5 dari kelompok glikemia membaik, dan 2 dengan perubahan
HbA1c kurang dari 0,5% dalam 6 bulan) melaporkan episode hipoglikemik. Semua pasien
menjalani terapi insulin.

4. Diskusi
Hasil penelitian menunjukkan perubahan pada tingkat glikemia dan manajemen
glikemia di antara pasien diabetes di mana metformin dihentikan karena penurunan fungsi
ginjal. Direkomendasikan bahwa metformin harus dihentikan setelah LFG di bawah 30ml /
min / 1.73m2 dan dosis untuk menurunkan dosis metformin dalam gangguan ginjal ringan
sampai sedang (LFG 30–60ml / min / 1.73m2) . kami mencatat 40% dari subjek yang diteliti
sudah menghentikan metformin ketika LFG diantara 30 dan 60ml / min / 1,73m2, oleh karena
itu berpotensi kehilangan pengurangan morbiditas dan mortalitas, risiko hipoglikemia
rendah, dan manfaat kardiovaskular dari metformin.
Rekomendasi yang jelas tentang penghentian metformin ketika fungsi ginjal menurun,
tetapi tidak ada disertai nya rekomendasi tentang bagaimana mengelola glikemia pada
penghentian metformin. Pada penelitian ini di dapatkan bahwa tidak ada perubahan signifikan
dalam kontrol glikemik pada 6 bulan follow-up setelah penghentian metformin. Sebagian
besar pasien mengalami peningkatan obat atau memiliki agen antidiabetik tambahan ketika
metformin dihentikan. Meskipun tidak menemukan perubahan yang signifikan dalam kontrol
glikemik 6 bulan setelah penghentian metformin, penelitian ini mengamati bahwa kontrol
glikemik memburuk pada bulan ke 3 pertama setelah mengalami penghentian. Menariknya,
kami menemukan bahwa ada dua kelompok pasien yang mengalami pemburukan atau
perbaikan dalam kontrol glikemik pada follow-up 6 bulan. Memburuknya glikemia
diperkirakan setelah penghentian metformin, tetapi optimalisasi agen antidiabetes pada
penghentian metformin dan bulan ke 3 follow up tidak membendung perburukan glikemia
pada bulan ke 6 follow up dalam kelompok dengan glikemia memburuk.
Optimalisasi pengobatan serupa diamati pada kelompok dengan peningkatan
glikemia, dan pada kenyataannya, rejimen pengobatan diturunkan pada follow-up 3 bulan.
Penurunan lebih lanjut pada fungsi ginjal pada kelompok glikemia yang meningkat
kemungkinan berkontribusi pada peningkatan glikemia dan menjelaskan penurunan rejimen
pengobatan pada follow-up 3 bulan.
Homeostasis glukosa kompleks pada nefropati diabetik. Resistensi insulin memainkan
peran penting dalam memburuknya kontrol glikemik pada pasien dengan penurunan fungsi
ginjal. Peningkatan resistensi insulin adalah efek dari akumulasi racun uremik dan
peningkatan stress oksidatif. Di antara banyak tindakan, antiglikemik metformin adalah
peningkatan sensitivitas insulin secara langsung dengan meningkatkan aktivitas reseptor
tirosin kinase insulin secara tidak langsung dengan mengurangi lipotoksisitas. Dengan
demikian, penghentian metformin pada individu diabetes akan menghasilkan resistensi
insulin yang lebih besar dan memperburuk kontrol glikemik. Selain metformin dan LPAR-
gammaagonist, ada agen diabetes yang akan mengatasi resistensi insulin patofisiologis.
Dengan demikian, meningkatkan dosis insulin atau sulfonilurea atau penambahan inhibitor
DPP-IV mungkin tidak begitu efektif dalam mengendalikan glikemia setelah penghentian
metformin. Ini terbukti pada kelompok dengan glikemia yang memburuk setelah penghentian
metformin dalam penelitian ini. Namun, konsisten dengan pendapat saat ini, peningkatan
pada pasien rawat inap glikemia dengan penyakit diabetes pada usia lanjut dapat
menyarankan lebih lanjut sesuai fungsi, dan analisis ini mengikuti studi kami. Peningkatan
kapasitas ginjal dari glukoneogenesis mengurangi pembersihan agen antidiabetes, dan nutrisi
yang buruk dapat berkontribusi pada peningkatan pada kontrol glikemik dengan hipertensi
kambuh dengan hipertensi yang terjadi berulang kali pada pasien yang mengalami
peningkatan fungsi ginjal.
Yang penting, optimalisasi pengobatan antidiabetes harus mempertimbangkan risiko
hipoglikemia. Sekitar 20% dari pasien kami mengalami hipoglikemia dalam 6 bulan setelah
optimalisasi pengobatan antidiabetes. Selain fungsi ginjal yang buruk, faktor risiko lain untuk
hipoglikemia terlihat pada pasien ini seperti usia tua, lama diabetes, hemoglobin glikosilasi
tinggi, dan penggunaan insulin. Pada kelompok dengan peningkatan glikemia, ada sedikit
intensifikasi pengobatan pada 3 bulan masa tindak lanjut, dan ini mungkin mengurangi risiko
hipoglikemia pada kelompok ini.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Ini adalah studi retrospektif, sehingga
tidak dapat memvalidasi kepatuhan terhadap obat-obatan dan pembatasan diet. Penelitian ini
memiliki ukuran sampel yang kecil, dan ini disebabkan oleh kriteria inklusi dan eksklusi yang
ketat. Penelitian ini tidak mempertimbangkan pasien yang dosis metforminnya berkurang
mengingat penurunan fungsi ginjal dini (LFG antara 30 dan 60ml / menit / 1.73m2). Tidak
ada pasien kami yang menggunakan agonis PPAR-agonis atau GLP-1. Dengan demikian,
interpretasi dari data tidak terbatas untuk meningkatkan dosis atau penambahan insulin,
sulfonilurea, atau penghambat DPP-IV pada saat penghentian metformin. Sebagai
kesimpulan, peningkatan insulin atau sulfonilurea yang ada atau penambahan DPP-IV
inhibitor dapat membantu mengurangi penurunan kontrol glikemik pada penghentian
metformin karena penurunan fungsi ginjal. Pada pasien dengan perbaikan terus-menerus
dalam kontrol glikemik, penting untuk mengikuti fungsi ginjal dengan cermat, karena ini
mungkin pertanda penurunan cepat fungsi ginjal terhadap penyakit ginjal stadium akhir. Juga,
optimalisasi pengobatan diabetes harus mempertimbangkan risiko hipoglikemia pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal.
References:

[1] C. S. Cockram, “The epidemiology of diabetes mellitus in the Asia-Pacific region,” Hong
Kong Medical Journal, vol. 6, no. 1, pp. 43–52, 2000.

[2] K. H. Yoon, J. H. Lee, J. W. Kim et al., “Epidemic obesity and type 2 diabetes in Asia,”
The Lancet, vol. 368, no. 9548, pp. 1681–1688, 2006.

[3] S. E. Inzucchi, K. J. Lipska, H. Mayo, C. J. Bailey, and D. K.


McGuire,“Metformininpatientswithtype2diabetesandkidney disease: a systematic review,”
JAMA, vol. 312, no. 24, pp. 2668–2675, 2014.

[4] National Kidney Foundation, “KDOQI clinical practice guideline for diabetes and CKD:
2012 update,” American Journal of Kidney Diseases, vol. 60, no. 5, pp. 850–886, 2012.

[5] Guideline development group, H. Bilo, L. C. C. Couchoud et al., “Clinical practice


guideline on management of patients with diabetes and chronic kidney disease stage 3b or
higher (eGFR<45 mL/min),” Nephrology Dialysis Transplantation, vol. 30, no. 2, pp. ii1–
ii142, 2015.

[6] W. G. Herrington and J. B. Levy, “Metformin: effective and safe in renal disease?,”
International Urology and Nephrology, vol. 40, no. 2, pp. 411–417, 2008.

[7] S. Kobayashi, K. Maesato, H. Moriya, T. Ohtake, and T. Ikeda, “Insulin resistance in


patients with chronic kidney disease,” American Journal of Kidney Diseases, vol. 45, no. 2,
pp. 275– 280, 2005.

[8] M.-T. Liao, C.-C. Sung, K.-C. Hung, C.-C. Wu, L. Lo, and K.-C. Lu, “Insulin resistance
in patients with chronic kidney disease,” Journal of Biomedicine and Biotechnology, vol.
2012, Article ID 691369, 12 pages, 2012.

[9] B. Spoto, A. Pisano, and C. Zoccali, “Insulin resistance in chronic kidney disease: a
systematic review,” American Journal of Physiology - Renal Physiology, vol. 311, no. 6, pp.
F1087–F1108, 2016.

[10] R. Pecoits-Filho, H. Abensur, C.C. R. Betônico et al., “Interactions between kidney


disease and diabetes: dangerous liaisons,” Diabetology & Metabolic Syndrome, vol. 8, p. 50,
2016.

[11] R. Giannarelli, M. Aragona, A. Coppelli, and S. Del Prato,


“Reducinginsulinresistancewithmetformin:evidence today,” Diabetes & Metabolism, vol. 29,
no. 4, Part 2, pp. 6S28–6S35, 2003.

[12] M. Alsahli and J. Gerich, “Hypoglycemia in patients with diabetes and renal disease,”
Journal of Clinical Medicine, vol. 4, no. 5, pp. 948–964, 2015.
[13] C. Glorda, A. Ozzello, S. Gentile et al., “Incidence and correlates of hypoglycemia in
type 2 diabetes. The Hypos-1 Study,” Journal of Diabetes and Metabolism, vol. 5, no. 3, pp.
1–8, 2014.
[14] D. Tschope, P. Bramlage, C. Binz, M. Krekler, E. Deeg, and A. K. Gitt, “Incidence and
predictors of hypoglycemia in type 2 diabetes – an analysis of the prospective DiaRegis
registry,” BMC Endocrine Disorders, vol. 12, p. 23, 2012.

[15] S. G. Bruderer, M. Bodmer, S. S. Jick, G. Bader, R. G. Schlienger, and C. R. Meier,


“Incidence of and risk factors for severe hypoglycemia in treated type 2 diabetes mellitus in
patients in the UK – a nested case-control analysis,” Diabetes, Obesity and Metabolism, vol.
16, no. 9, pp. 801–811, 2014.

Anda mungkin juga menyukai