Anda di halaman 1dari 4

KULIT PUN STRES JIKA TIDAK DI RAWAT

Oleh : ade herfitriyant

Selain kejiwaan seseoran yang sering mengalami stres, kulit merupakan organ tubuh
terbesar manusia dapat mengalami stres. Masalah-masalah eksternal tubuh - misalnya stres
dapat memengaruhi bagaimana kulit Anda bekerja. Peningkatan hormon stres yang bernama
kortsol di dalam tubuh, dapat mengacaukan pesan-pesan yang akan dikirim saraf.
Akibatnya, kulit akan mengalami gangguan mulai dari gatal hingga munculnya garis-garis
halus.
Caranya mudah saja: kelola stres dengan baik. Pasalnya jika stres, kulit juga akan mengalami
stres.
Selain itu, stres memacu tubuh untuk memproduksi lebih banyak kortsol dan hormon
lainnya. Hormon-hormon tersebut akan memerintahkan kelenjar sebum untuk memproduksi
lebih banyak minyak. Hal tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai masalah kulit.
Untuk itu kita harus rutn merawat kulit dengan teratur agar terhindar dari stres.
berikut adalah tanda-tanda kulit mengalami stres:
1. Peradangan dan iritasi
Gatal-gatal, psoriasis, eksem, dermatts, hingga rosacea dampak akibat dari kulit yang
meradang dan iritasi. Kondisi otak yang sedang stres, bisa menghilangkan kemampuan
kulit untuk melembapkan dirinya. tmbullah peradangan dan iritasi.
mengurangi peradangan dan iritasi yang dipicu stres dengan memberantas penyebabnya.
Untuk itu Ketahui penyebab stres lakukan pola hidup sehat, sepert menjaga pola makan,
berolahraga, dan terapi.
2. Jerawat akibat meningkatnya produksi minyak
Banyak penelitan yang membeberkan bahwa stres sangat terkait dengan jerawat. Saat
stres melanda, hormon pada tubuh jadi tdak stabil dan mampu meningkatkan produksi
minyak.Stres dapat membuat kulit berjerawat atau bahkan memperburuk jerawat pada
wajah. stres menghasilkan hormon kortsol yang dapat memicu produksi minyak berlebih.
Selain itu, stres mengakibatkan ketdakseimbangan antara bakteri “baik” dan bakteri
“jahat” di kulit yang bisa membuat jerawat membandel. Jangan hanya menggunakan
obat, namun cari tahu penyebab stres agar kondisi ini dapat teratasi hingga ke akarnya.
3. Kulit menipis dan sensitf
Meningkatnya kadar kortsol dalam tubuh akibat stres, dapat memecah protein kulit. Kulit
akan terasa lebih tpis dan sensitf. Tak jarang, kondisi tersebut membuat rentan terhadap
gesekan dan memar akibat benturan.
Salah satu tanda kulit lebih sensitf adalah kulit perih. Selain itu, stres akan menyebabkan
pelebaran pembuluh darah yang menimbulkan kemerahan pada kulit.
4. Mata terlihat lelah
Jika mata Anda terlihat lelah dan kantong mata makin dalam atau hitam, itu bisa jadi
tanda kurang tdur. Dan kurang tdur faktanya sangat berhubungan dengan stres.
Sebelum tdur, lakukan meditasi atau yoga, minum air hangat agar tdur bisa lebih
nyenyak. Untuk gangguan tdur sepert insomnia atau sleep apnea, bicarakanlah dengan
dokter untuk penanganan yang lebih tepat.
5. Garis halus serta keriput
hormon kortsol yang dilepaskan tubuh ketka stres dapat merusak kolagen dan elastn
dalam kulit. Kedua elemen tersebut berfungsi menyokong kulit agar tetap kenyal dan
sehat. Tanpa adanya kolagen dan elasts, kulit bisa keriput dan tampak kendur.
cara mengatasinya dengan lakukan Yoga wajah dinilai dapat membantu menyamarkan
garis halus dan keriput, Selain itu, yoga wajah juga alternatf yang lebih murah daripada
botoks.
Stres bisa berdampak jelas pada kondisi kulit. Bila itu terjadi, pastkan untuk mengurangi dan
mengelola stres dengan baik. dapat melakukan teknik relaksasi, sepert yoga, meditasi, dan
teknik pernapasan dalam. Berbicara dengan psikolog juga bisa membantu dalam
mengurangi int masalah, sehingga berkontribusi terhadap turunnya stres. Selain itu juga kita
harus menjaga kulit dengan cara membersihkan nya setap hari.

Refrensi: klik.dokter.com

WASPADAI SAKIT PUNGGUNG BISA SEBABKAN GANGGUAN MENTAL


Oleh : Ade Herfitriyant

Depresi adalah kelainan suasana hat yang menyebabkan perasaan sedih dan kehilangan
minat terus-menerus. Depresi biasanya akan memengaruhi seseorang dalam berpikir dan
berperilaku, serta dapat memicu berbagai masalah fisik maupun emosional.
Seseorang yang mengalami depresi, dapat mengalami masalah dalam melakukan aktvitas
sehari-hari. Bahkan tak jarang mereka merasa bahwa hidup sudah tdak ada gunanya lagi.
Meski demikian, seseorang yang mengalami depresi bukan berart sosok yang lemah. Sebab
depresi merupakan suatu penyakit yang dapat disembuhkan.
Nyeri punggung adalah salah satu penyebab kasus kecacatan di seluruh dunia. Menurut
studi Global Burden of Disease, nyeri punggung bawah memengaruhi hampir 1 dari 10 orang
di seluruh dunia.
Jika dibiarkan, depresi dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Misalnya gangguan
kecemasan, gangguan panik atau fobia sosial. Orang yang menderita depresi cenderung
terkucil secara sosial sehingga tmbul keinginan untuk bunuh diri. Selain itu, mereka juga
rentan menyakit tubuhnya sendiri. Misalnya memotong anggota tubuh tertentu.
Depresi dapat bertambah buruk bila tdak diobat. Depresi yang tdak diobat dapat
mengakibatkan masalah emosional, perilaku, dan masalah kesehatan yang dapat
memengaruhi setap segi kehidupan Anda, bahkan berujung pada kematan.
Selain itu, ada banyak bukt bahwa sakit punggung memang berdampak negatf terhadap
kualitas hidup dan meningkatkan risiko masalah kesehatan fisik lainnya. Gangguan mental
disebut-sebut sebagai salah satunya.
Sakit punggung dan masalah mental
Faktanya, hubungan sakit punggung dan masalah mental bukan omong kosong belaka.
Sebuah studi yang melibatkan hampir 200.000 partsipan menemukan bahwa orang-orang
yang menderita sakit punggung lebih mungkin mengalami serangkaian masalah kesehatan
mental.
Salah satu faktor pemicunya adalah permasalahan biaya perawatan. Karena memerlukan
terapi, sakit punggung sudah past membuat biaya perawatan menjadi membengkak. Bila
sudah begini, tak hanya sakit punggung yang diobat, tapi mental juga butuh diobat.
Satu studi lainnya yang pernah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan data dari World
Mental Health Survey mencatat bahwa sakit punggung atau leher kronis dikaitkan dengan
peningkatan risiko gangguan mood, penyalahgunaan alkohol, dan gangguan kecemasan.
Sementara itu, studi lain mencoba menyelidiki hubungan antara sakit punggung dan
penyakit psikologis low-and middle-income countries (LMICs) pada negara berpenghasilan
rendah dan menengah. Studi ini diterbitkan di jurnal General Hospital Psychiatry.
TIim penelit yang dipimpin oleh Prof. Patricia Schofield dan Dr. Brendon Stubbs dari Anglia
Ruskin University di Inggris mengambil data dari 190.595 individu berusia 18 tahun ke atas di
43 negara. Jumlah tersebut menjadikan studi ini sebagai studi terbesar di antara studi yang
sejenis.
Dari 43 negara, 19 negara dikategorikan berpenghasilan rendah dan 24 lainnya
berpenghasilan menengah. Tim menggunakan data dari Survei Kesehatan Dunia pada
rentang waktu 2002-2004.
Lembaga survei itu adalah sebuah proyek yang didirikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) untuk menghasilkan informasi tentang sistem kesehatan dan kondisi kesehatan
populasi orang dewasa.
Secara keseluruhan, pada LMIC, sakit punggung memengaruhi 35,1 persen populasi, dan 6,9
persen melaporkan memiliki sakit punggung kronis. Dari negara-negara yang diselidiki,
tngkat penyakit nyeri punggung Tiongkok termasuk yang paling rendah, yaitu 13,7 persen.
Sedangkan, Nepal merupakan negara dengan kasus sakit punggung tertnggi dengan angka
57,1 persen.
Analisis data kuesioner menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan orang tanpa sakit
punggung, mereka yang mengalami sakit punggung 2 kali lebih mungkin mengalami salah
satu dari lima kondisi kesehatan mental, yakni kecemasan, depresi, psikosis, stres, dan
kurang tdur.
Orang dengan sakit punggung kronis juga tga kali lebih mungkin mengalami episode depresi
dan 2,6 kali lebih mungkin mengalami psikosis (kondisi medis yang merujuk pada keadaan
mental yang terganggu oleh delusi atau halusinasi). Menariknya, hasilnya relatf sama di
semua negara, terlepas dari tngkatan status ekonomi mereka.
"Ini menunjukkan bahwa sakit punggung memang dapat mengganggu kesehatan mental
yang bisa saja membuat pemulihan dari sakit punggung lebih sulit," sambung Dr. Stubbs.
Karena penelitan ini menggunakan sekelompok besar orang di seluruh bagian populasi,
temuan ini dapat dianggap cukup mewakili populasi dunia.
Meski penelitan di atas telah membuktkan bahwa sakit punggung dapat memicu gangguan
mental, penelitan tambahan masih diperlukan untuk menguatkan isu ini. Yang jelas, untuk
menghindari sakit punggung yang dapat berlanjut pada gangguan mental, atur postur tubuh
Anda dengan baik setap beraktvitas dan penuhi asupan kalsium harian untuk menjaga
kesehatan tulang, termasuk tulang bagian punggung.

Refrensi: klik.dokter.com

Anda mungkin juga menyukai