Anda di halaman 1dari 11

bentuk dan isi laporan PPA disusun dan disajikan sesuai dengan standard akuntansi pemerintaha

n”. UU Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 m
enyatakan, “Laporan keuangan paling sedikit meliputi: a. laporan realisasi anggaran; b. laporan p
erubahan saldo anggaran lebih; c. neraca; d. laporan operasional; e. laporan arus kas; f. laporan
perubahan ekuitas; dan g. catatan atas laporan keuangan yang dilampiri dengan ikhtisar laporan
keuangan BUMD, dan penyajian laporan keuangan dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pe
merintahan”. PP PP Nomor 58 Tahun 2005 menyatakan, “laporan keuangan pemerintah daerah t
erdiri dari: a. Laporan Realisasi Anggaran; b. Neraca; c. Laporan Arus Kas; dan d. Catatan Atas L
aporan Keuangan. Laporan keuangan dilampiri dengan laporan ikhtisar realisasi kinerja dan lapor
an keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah. Laporan keuangan disusun dan disaji
kan sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan”.

PELAPORAN REALISASI ANGGARAN

Pasal 15

Untuk keperluan penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN diperlukan antara l


ain data realisasi APBN, arus kas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan. Untuk keperluan t
ersebut, maka:

a. Kepala kantor/satker selaku Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) wajib m
embuat Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca serta Arsip Data Komputer (ADK) yang dikelolan
ya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga secara berjenjang melalui Unit Akuntansi Pembantu Pengg
una Anggaran tingkat Wilayah (UAPPAW) dan kepada KPPN setempat.

b. Kepala KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara wajib membuat Laporan Kas Posisi
(LKP) harian dan mingguan yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p. Dir
ektur Pengelolaan Kas Negara dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jende
ral Perbendaharaan.

c. Kepala KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara wajib membuat laporan bulanan r
ealisasi anggaran, arus kas dan neraca kepada Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
untuk diproses dan selanjutnya diteruskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p. Direktu
r Informasi dan Akuntansi.

d. Laporan yang menyangkut dengan realisasi APBN lainnya sepanjang belum dicabut dan
masih diperlukan tetap dilaksanakan.
sumber : PasYal 15 PER-66/PB/2005 TENTANG

PELAPORAN KEUANGAN DAERAH

1. Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja

Kepala SKPD menyusun laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SK
PD sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Laporan tersebut diser
tai dengan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Laporan disiapkan oleh PPK-SKPD dan di
sampaikan kepada pejabat pengguna anggaran untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semest
er pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD serta prognosis untuk 6 (enam) bulan berik
utnya paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah semester pertama tahun anggaran berkenaan bera
khir.

Pejabat pengguna anggaran menyampaikan laporan tersebut kepada PPKD sebagai dasar penyus
unan laporan realisasi semester pertama APBD paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah semest
er pertama tahun anggaran berkenaan berakhir. Selanjutnya PPKD menyusun laporan realisasi se
mester pertama APBD dengan cara menggabungkan seluruh laporan realisasi semester pertama
anggaran pendapatan dan belanja SKPD paling lambat minggu kedua bulan Juli dan disampaika
n kepada sekretaris daerah.

Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya disam
paikan kepada kepala daerah paling lambat minggu ketiga bulan Juli tahun anggaran berkenaan
untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam
) bulan berikutnya. Selanjutnya laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (
enam) bulan berikutnya disampaikan kepada DPRD paling lambat akhir bulan.

2. Laporan Tahunan
PPK-SKPD menyiapkan laporan keuangan SKPD tahun anggaran berkenaan dan disampaikan kep
ada kepala SKPD untuk ditetapkan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran S
KPD. Laporan keuangan tersebut disampaikan kepada PPKD sebagai dasar penyusunan laporan k
euangan pemerintah daerah. Laporan keuangan SKPD disampaikan kepada kepala daerah melalui
PPKD paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan tersebut
disusun oleh pejabat pengguna anggaran sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang berada di S
KPD yang menjadi tanggung jawabnya. Laporan keuangan SKPD tersebut terdiri dari: laporan rea
lisasi anggaran; neraca; dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan SKPD dilampiri de
ngan surat pernyataan kepala SKPD bahwa pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya
telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan standar akunta
nsi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah dengan cara menggabungkan laporan -lap
oran keuangan SKPD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran berkenaan
. Laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan kepada kepala daerah melalui sekretaris dae
rah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Laporan keuangan tersebu
t terdiri dari: laporan realisasi anggaran; neraca; laporan arus kas; dan catatan atas laporan keua
ngan. Laporan keuangan pemerintah daerah dilampiri dengan surat pernyataan kepala daerah ya
ng menyatakan pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya telah diselenggarakan berd
asarkan sistem pengendalian intern yang memadai, sesuai dengan peraturan perundang-undanga
n.

Laporan keuangan disampaikan oleh kepala daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) unt
uk dilakukan pemeriksaan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sete lah
disampaikan laporan hasil audit, Kepala daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuai
an terhadap laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK.

B. PEMERIKSAAN KEUANGAN DAERAH

Pemeriksaan pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD mengalami perkembangan dan perub


ahan yang cukup signifikan setelah berlakunya paket tiga Undang-undang Keuangan Negara. Per
ubahan tersebut antara lain meliputi jenis pemeriksaan, standar pemeriksaan, pelaksanaan dan pe
laporan hasil pemeriksaan, serta pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Perubahan tersebut
tentunya harus disikapi dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan yang semakin baik dan
‘semakin’ sesuai standar. Tercatat sudah banyak perangkat lunak diciptakan mulai kode etik, pe
tunjuk pelaksanaan sampai petunjuk teknis dan SOP. Akan tetapi, apakah kualitas hasil pemeriksa
an dapat terjamin dengan banyaknya perangkat lunak pemeriksaan. Banyak laporan yang menyat
akan bahwa auditor sering mengandalkan intuisinya sebagai pemeriksa dibandingkan harus meng
andalkan atau mematuhi perangkat lunak pemeriksaan. Auditor cenderung terlalu percaya diri da
n kadang lupa dengan pakem yang harus dipegang dalam memainkan perannya sebagai auditor
. Akibatnya, ini mendorong munculnya auditor yang doyan bermusik jazz. Yaitu mengaudit deng
an improvisasi sekenanya mengikuti intuisi yang dipercaya. Padahal, ada kekhawatiran bahwa den
gan improvisasi ini, bisa menyulitkan penjaminan keandalan prosedur audit yang dijalankan.

Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Hasil penelitian tentan
g kompetensi menunjukkan bahwa profesi auditor mulai tidak menarik dan tergeser oleh profesi
yang lain. Hal ini berdampak terhadap kualitas calon auditor yang memasuki dunia Pegawai neg
eri Sipil (PNS), yang pada akhirnya akan membuat mereka akan eksodus ke unit kerja lain. Hasil
penelitian juga menunjukkan kualitas pendidikan secara formal untuk auditor dirasa masih kurang
memadai untuk menunjang kompetensinya. Penelitian juga memberikan bukti empiris bahwa pe
ngalaman akan mempengaruhi kemampuan auditor untuk mengetahui kekeliruan dan pelatihan y
ang dilakukan akan meningkatkan keahlian dalam melakukan audit. Untuk itu maka masukan dari
pihak lain atau pembina dan organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan suatu kualita
s audit. Hasil penelitian tentang independensi menunjukkan bahwa dalam mengambil keputusan
auditor dipengaruhi oleh dorongan untuk mempertahankan citranya auditnya. Tetapi disisi lain t e
rdapat beberapa kekuatan yang bisa meredakan pengaruh tersebut. Hasil penelitian juga membe
rikan bukti bahwa pengaruh Budaya masyarakat atau organisasi terhadap pribadi auditor akan m
empengaruhi sikap independensinya (Soegijanto dan Hoesada, 2005).

Adanya sistem akuntansi pemerintahan yang berbeda dengan sistem akuntansi privat, maka pem
erintah memiliki badan sendiri yang berfungsi sebagai tim audit. Sama halnya dengan sektor priv
at, auditor pemerintah juga dibagi ke dalam dua kelompok yaitu auditor eksternal dan auditor i
nternal. Auditor eksternal dipegang oleh Badan Pemeriksaa Keuangan (BPK). Sedangkan auditor i
nternal dipegang oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), inspektorat jende
ral atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern, Inspektorat Provinsi,
dan Inspektorat Kabupaten atau Kota. Tiap lingkup telah memiliki bagian auditor masing – masin
g.

Kedua auditor internal dan eksternal pemerintahan, yaitu BPK dan BPKP. Kedua badan tersebut
bertanggungjawab terhadap pemerintah pusat, maka peran kedua badan tersebut cukup disoroti
oleh masyarakat. Dalam hal ini BPK dan BPKP dalam pelaksanaan tugas tidak berjalan sendiri –
sendiri. Seperti layaknya auditor eksternal dan internal, BPKP merupakan partner bagi BPK. BPKP
melakukan proses audit terhadap pemerintah pusat, kemudian dari hasil tersebut diberikan presid
en. Dan dari presiden akan diserah kan laporan audit tersebut ke BPK untuk diperiksa. Maka, ha
sil audit BPKP menjadi ‘second opinion’ bagi BPK dalam melakukan proses audit.

1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah ada sejak Indonesia merdeka, dengan ditandai oleh Pasal
23 ayat 5 UUD Tahun 1945 yang menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang
Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan de
ngan Undang- Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Sel
ain dengan adanya UUD 1945 telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal
28 Desember 1946 mengenai pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan. Pada tanggal 1 Januari 1
947 kedudukan BPK untuk sementara berada di kota Magelang.

Reformasi BPK bersinergi dengan Reformasi Birokrasi Pemerintah. Tujuan dari Reformasi Birokrasi
Pemerintah adalah untuk membangun / membentuk profil dan perilaku aparatur negara yang m
emiliki integritas tinggi, produktivitas tinggi, dan bertanggung jawab serta kemampuan memberik
an pelayanan yang prima sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Reformasi Birokrasi pemerin
tah diikuti dengan Reformasi Birokrasi pada BPK. Tujuan Reformasi Birokrasi pada BPK adalah se
bagai berikut :

memberikan panduan tentang tahapan, program dan aktivitas Reformasi Birokrasi di BPK

menjadi bahan untuk evaluasi pelaksanaan/capaian Reformasi Birokrasi di BPK

sumber informasi membangun kepercayaan publik tentang komitmen BPK melaksanakan program
Reformasi Birokrasi

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka BPK memiliki beberapa program yang terbagi dalam e
mpat bidang yaitu kelembagaan, proses bisnis, sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Tia
p bidang memiliki sistem dan capaian yang berbeda. Sumber daya manusia merupakan salah sat
u fokus dari Reformasi Birokrasi yang terjadi di BPK. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) y
ang terdapat di BPK menggunakan pendekatan sistem SDM terpadu. BPK sangat “concern” deng
an sistem rekrutmen dan remunerasi pada pengelolaan SDM.

2. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa peran BPKP adalah sebagai auditor internal bag
i pemerintah. Dengan adanya Keppres no.31 tahun 1983 BPKP lahir dari hasil transformasi DJPKN
( Direktorat Jendral Pengawasan Keuangan Negara). DJPKN berdiri tahun 1966, dan memiliki tug
as melakukan pengawasan anggaran dan pengawasan seluruh pelaksanaan anggaran negara, ang
garan daerah, dan badan usaha milik negara / daerah.

Kini, BPK memiliki visi yaitu “Auditor Presiden yang responsif, interkatif, dan terpercaya untuk me
wujudkan akuntabilitas keuangan negara yang berkualitas”. BPKP merupakan lembaga pemerintah
non departemen yang berada di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada pre
siden. Karena BPKP lepas dari semua departemen, maka BPKP dapat melaksanakan fungsinya sec
ara lebih objektif. BPKP lebih cenderung bersifat preventif atau pembinaan, daripada audit. Preve
ntif yang dimaksud adalah pengawasan yang berguna mencegah terjadinya penyimpangan. Berik
ut adalah tugas dan fungsi BPKP sesuai dengan Pasal 52, 53, 54 Keputusan Presiden Republik In
donesia No.103/ 2001.

1. Fungsi BPKP:

pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan keuangan dan pembangun
an;

perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan;

koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP;

pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan keuangan da


n pembangunan;

penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, k


etatausahaan, organisasi dan tatalaksana kepegawaian, keuangan, karsipan, hukum, persandian, p
erlengkapan dan rumah tangga.

2. Wewenang BPKP :

penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;

perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro;

penetapan sistem informasi di bidangnya;

pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pe
doman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidangnya;

penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta
persyaratan jabatan di bidangnya;

kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, yaitu :
memasuki semua kantor, bengkel, gudang, bangunan, tempat-tempat penimbunan, dan sebagain
ya;

meneliti semua catatan, data elektronik, dokumen, buku perhitungan, surat-surat bukti, notulen ra
pat panitia dan sejenisnya, hasil survei laporan-laporan pengelolaan, dan surat-surat lainnya yang
diperlukan dalam pengawasan; pengawasan kas, surat-surat berharga, gudang persediaan dan la
in-lain; meminta keterangan tentang tindak lanjut hasil pengawasan, baik hasil pengawasan BPKP
sendiri maupun hasil pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan, dan lembaga pengawasan lainnya.
Dalam menjalankan peran, harus terdapat strategi yang tepat agar hasil yang diinginkan tercapai.
BPKP memiliki tiga strategi yaitu preemptif, prevetif, dan represif. Yang pertama adalah dengan
strategi preemptif sebagai langkah awal. Preemptifadalah strategi untuk meningkatkan kesadaran
bahwa tidak hanya kalangan pemerintahan tetapi juga masyarakat untuk memberantas korupsi. C
ara – cara yang dilakukan adalah dengan sosialisasi mengenai bahaya korupsi dan dampak yang
akan terjadi. Selain itu juga dapat dilakukan dengan cara menekankan mengenai dampak korup
si pada tiap pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan. Sehingga dari awal, masyarakat telah s
adar bahwa korupsi merupakan musuh utama dalam memajukan suatu badan atau bahkan nega
ra.

Strategi yang kedua adalah prevetif, dari bahasa tersebut diambil dari bahasa inggris yang artinn
ya adalah mencegah. Maka, strategi ini dilakukan untuk melakukan pencegahan dan pendeteksia
n secara dini terhadap permasalahan – permasalahan yang muncul di pemerintahan. Pemerintah
telah mengembangkan sistem dan prosedur dalam rangka mendukunng pencegahan kasus – kas
us korupsi yang akan muncul.

Strategi yang ketiga adalah represif, yaitu tidak lagi mencegah tetapi menanggulangi dengan car
a pemberantasan kasus korupsi yang ada. Pemberantasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh B
PKP tetapi juga dibantu oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan aparat penegak
hukum yaitu kepolisisan, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi). Dari peran dan strategi y
ang dimiliki BPKP, maka diharapkan dapat memberikan dampak yang besar bagi pemerintahan I
ndonesia terutama dengan banyaknya kasus korupsi di Indonesia.

PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian internal Pasal 47 menyebutkan bahwa pi
mpinan instansi/lembaga pemerintah bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan sistem
pengendalian internal di lingkungan masing-masing. Atas dasar itu di masing-masing lembaga m
empunyai satuan kerja yang bertugas untuk mengawasi dan menjamin pelaksanaan operasional i
nstansi agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di tingkat pusat lembaga tersebut lazim dis
ebut Inspektorat dan ditingkat daerah disebut Badan Pengawas (Bawas) yang sekarang Inspektor
at juga.

Fungsi pengawas internal adalah membantu pimpinan instansi/lembaga dalam penyelenggaraan p


emerintahan dibidang :

Pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan baik yang sudah selesai maupun on going;

Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas, fungsi evaluasi tersebut termasuk dalam pengujian se
cara berkala laporan yang dihasilkan oleh masing-masing perangkat daerah;

Pembinaan dan perbaikan pelaksanaan kegiatan-kegiatan reguler yang dilaksanakan;


Membantu tercapainya good corporate governance.

Menurut penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan perubahannya t
entang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah (Bupati/Walikota) selaku pemega
ng kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan juga bertindak sebagai pemegang kekuasaan dala
m pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya kekuasaan tersebut dilimpahkan kepada Kepala Sat
uan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksan
akan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah itu sendiri sebagai pengguna anggaran/barang daerah
di bawah koordinasi dari Sekretaris Daerah.

Pemisahan pelaksanaan APBD ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang dan t
anggungjawab terlaksananya mekanisme keseimbangan dan pengawasan dalam pelaksanaan ang
garan daerah (check and balances) serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme d
alam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka dana ya
ng tersedia dalam APBD harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi kepentingan masyarakat.

Pemeriksa pasal 23 e UUD 1945 BPK (badan pengawas keuangan) yang bebas dan mandiri. Pem
eriksaan adalah tindakan menilai dari apa yang (tindakan refresif) seharusnya dengan kenyataan.

Lembaga / Institusi Pemeriksa

BPK (pemeriksa eksternal; tidak berada didalam pemerintah) diatur dalam UU No.15 / 2006 BPKP
(pemeiksaan internal) diatur dalam Kepmen No. 30/1980 Inspektora (dalam lingkup propinsi, kab
upaten/kota) diatur dalam PP No.41/2007.

Fungsi Pemeriksa :

Fungsi operatif : tugas memeriksa

Fungsi Renkomendasi : fungsi tuntutan.

Fungsi Quasi Yudisial : fungsi penyelesaian keuangan Negara/daerah.

a. Tuntutan kebendaan

b. Tuntutan ganti rugi terhadap pengawai bukan bendahara.

Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting artinya bagi pi
mpinan baik itu sektorprivat/perusahaan mupun di sektor publik atau pemerintahan. Dalam suatu
organisasi mengenal fungsi manajemen dengan istilah POAC (Planning, Organizing, Actuating, C
ontroling). Fungsi manajemen tersebut meliputi fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pel
aksanaan kegiatan dan pengawasan. Fungsi pengawasan yang seharusnya memberikanfeed back
(umpan balik). Pengawasan pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD harus dipandang seb
agai jaringan yang didalamnya diterapkan berbagai proses waktu dan administrasi pada beberap
a teknik yang digunakan untuk memastikan bahwa transaksi pemerintah khususnya Pemda dilak
ukan dalam usaha strategis dan sasaran yang saling terkait.

Fungsionalisasi manajemen pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD yang baik secara subta
nsial tergantung pada sifat pengawasan yang dijalankan. Pada masing-masing bidang, masalah t
entang kapasitas dan pengembangan kapasitas sangat penting demi keefektifan sistem-sistem ter
sebut dalam jangka pendek dan menengah. Untuk itu terdapat enam tantangan pada masa ya
ng akan datang:

pengembangan kerangka jangka menengah bagi manajemen pembelanjaan dan pertanggungjawa


ban APBD, sesuai dengan stabilitas makroekonomi, yang bisa mengalokasikan sumber daya men
urut.prioritas dan menyalurkan sumber daya dengan cara yang dapat diperkirakan kepada instans
i- instansi;

memperkuat sistem manajemen yang berorientasi kinerja dan pemberian pelayanan;

memelihara kontrol pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD, untuk memastikan agar sumb
er daya digunakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan batas-batas pengeluaran;

menciptakan struktur yang menjamin transparansi untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya;

merumuskan rencana yang realistis dengan sumber daya yang terbatas untuk membimbing peng
ambilan keputusan; dan

pengembangan sistem manajemen pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD yang sehat.

Audit yang dilakukan BPK sering menjadi momok bagi aparatur daerah. Beberapa kondisi yang t
erjadi adalah: (1) tidak sama pemahaman antara BPK selaku auditor dengan Pemda (selaku audit
ee) tentang petunjuk teknis yang dikeluarkan Pemerintah (seperti Permendagri 13/2006 dan perat
uran lainnya); (2) Persepsi aparatur Pemda terhadap audit BPK masih beragam; (3) Aparatur Pem
da tidak memahami standar dan prosedur pemeriksaan, sehingga muncul kekuatiran auditor bers
ikap tidak fair dan tidak independen; (3) opini BPK kurang memiliki makna karena tidak memiliki
konsekuensi apa-apa, kecuali sebagai “pintu masuk” ke kasus pidana seperti korupsi.

Adanya tuntutan perundang-undangan mengenai keuangan negara menuntuk adanya pengelolaa


n keuangan daerah secara ekonomis , efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta berorientasi
kepda kepentingan publik. Laporan pengelolaan keuangan daerah ini akan dilaporkan kinerja ke
pada Pemerintah Pusat, DPRD dan Masyarakat sebagai bentuk horizontal accountability. Di dalam
pemerintahan pengawasan memiliki beberapa istilah yaitu Pengawasan melekat, Pengawasan Leg
islatif, Pengawasan Masyarakat, dan Pengawasan Fungsional. Ruang lingkup pengawasan itu sendi
ri terbagi menjadi 3, yaitu Itjen Dep/ UP LPND, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/
Kota. BPKP akan melakukan pemeriksaan terhadap :

Pemeriksaan atas Laporan Keuangan

Pemeriksaan Operasional

Pemeriksaan Kinerja

Pemeriksaan Investigatif

Khusus pemeriksaan investigatif akan dilakukan apabila terdapat hal :

Didasarkan pada temuan audit lainnya

Berdasarkan atas pengaduan masyarakat

Berdasarkan atas permintaan instansi penyidik

Pemeriksaan investigatif berdasarkan atas permintaan instansi non penyidik

C. PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH

1. Pertanggungjawaban Penggunaan Dana

Bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggung jawabkan penggunaan uang


persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang persediaan kepada kepala SKPD melalui PPK -SKP
D paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Hal ini dilaksanakan dengan menutup Buku Kas U
mum setiap bulan dengan sepengetahuan dan persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran. Selanjutnya Bendahara Pengeluaran menyusun laporan pertanggungjawaban pengguna
an uang persediaan. Dalam hal laporan pertanggungjawaban telah sesuai, pengguna anggaran m
enerbitkan surat pengesahan laporan pertanggungjawaban. Untuk tertib laporan pertanggungjawa
ban pada akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban pengeluaran dana bulan Desember disamp
aikan paling lambat tanggal 31 Desember.

Disamping pertanggungjawaban secara administratif, Bendahara Pengeluaran pada SKPD juga waj
ib mempertanggungjawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung j
awabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada PPKD selaku
BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Penyampaian pertanggungjawaban tersebut dilak
sanakan setelah diterbitkan surat pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran oleh pengguna a
nggaran/kuasa pengguna anggaran.

2. Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD


Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksan
aan APBD kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Rancan
gan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD memuat laporan keuanga
n yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuan
gan, serta dilampiri dengan laporan kinerja yang telah diperiksa BPK dan ikhtisar laporan keuang
an badan usaha milik daerah/perusahaan daerah. Persetujuan bersama terhadap rancangan perat
uran daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD oleh DPRD paling lama 1 (satu) bul
an terhitung sejak rancangan peraturan daerah diterima.

3. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan P


eraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Rancangan peraturan daerah provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah
disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran pertanggungjaw
aban pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan oleh gubernur paling lama 3 (tiga) hari kerja disam
paikan terlebih dahulu kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan
oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung se
jak diterimanya rancangan dimaksud.

Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang pe
rtanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran per
tanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan per
undang-undangan yang lebih tinggi, gubernur menetapkan rancangan peraturan daerah dan ran
cangan peraturan gubernur menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur.

Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ya


ng telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran p
ertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (ti
ga) hari kerja disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan oleh gu
bernur kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya r
ancangan peraturan daerah kabupaten/kota dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang pe
njabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjaw
aban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran pertanggu
ngjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundan
g-undangan yang lebih tinggi, bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peratura
n daerah dan peraturan bupati/walikota.

Anda mungkin juga menyukai