Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut (Sudoyo, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh
kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang
disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di
amerika serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian
yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%.Dan hanya 10-15% penderita
trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya
memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian
(Sudoyo, 2010).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya
trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma.
Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%, Hematotoraks
42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69% (Nugroho, 2015).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan lalu lintas
atau luka tembak.Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus rongga paru-
paru. Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan
masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru pada sisi yang luka akan
mengempis. Penderita Nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak
dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (Sudoyo, 2010)
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan lalu lintas
atau luka tembak.Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus rongga paru-
paru. Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan
masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru pada sisi yang luka akan
mengempis. Penderita Nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak
dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (Sudoyo, 2010)
Trauma tumpul thoraks sebanyak 96.3% dari seluruh trouma thoraks, sedangkan
sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab terbanyak dari trauma tumpul
thoraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan
mortalitas pada setiap trauma yang disertai dengan trauma thoraks lebih tinggi (15,7%)
dari pada yang tidak disertai trauma thoraks (12,8%) pengolahan trauma thoraks,
apapun jenis dan penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari pengolahan
trauma pada umumnya yakni pengolahan jalan nafas, pemberian pentilasi dan control
hemodianamik (Patriani, 2012).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana teori Trauma thoraks?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Trauma thoraks pada pasien yang
mengalami trauma thorak ?
3. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks?
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Trauma thorak serta asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan masalah Trauma thoraks.
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu mengetahui teori Trauma thoraks.
b) Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada pasien
Trauma thoraks.
c) Mahasiswa mampu tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian
bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari
pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum.
Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam
rongga toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan
peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati,
jantung, pembuluh darah dan saluran limfe (Patriani, 2012).
Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir di anterior dalam
segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang. Tulang kosta berfungsi
melindungi organ vital rongga toraks seperti jantung, paru-paru, hati dan Lien (Patriani,
2012).
Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat pada tiap spatium
interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang bersebelahan. Setiap otot pada
kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi mereka masingmasing:
1. m.interkostal eksternal merupakan yang paling superficial
2. m.interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal dan profundal
Muskulus interkostal profunda memiliki serabut dengan orientasi yang sama
dengan muskulus interkostal internal. Otot ini paling tampak pada dinding torakslateral.
Mereka melekat pada permukaan internal rusuk - rusuk yang bersebelahan sepanjang
tepi medial lekuk kosta (Nugroho, 2015).
Muskulus subkostal berada pada bidang yang sama dengan m.interkostalprofunda,
merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya semakin banyak diregio bawah
dinding toraks posterior. Otot - otot ini memanjang dari permukaan interna satu rusuk
sampai dengan permukaan internarusuk kedua atau ketiga di bawahnya (Nugroho,
2015).
Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam dinding toraks
anterior dan berada pada bidang yang sama dengan m.interkostal profunda. Muskulus
torakal transversus muncul dari aspek posteriorprosesus xiphoideus, pars inferior badan
sternum, dan kartilage kosta rusuk sejati di bawahnya.
Suplai arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks terutama terdiri
dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan mengelilingi dinding toraks
dalam spatium interkostalis di antara rusuk - rusuk yang bersebelahan (Hudak, 2011).
Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang berhubungan dengan
dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior yang paling atas pada tiap
sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang turun memasuki toraks sebagai
percabangan trunkus kostoservikal pada leher. Trunkus kostoservikal merupakan suatu
cabang posterior dari arteri subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior
sisanya berasal dari permukaan posterior aorta torakalis (Hudak, 2011).
Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang menjadi dua
cabang terminal :
1. arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior menujudinding
abdomen anterior.
2. arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati diafragma,
dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri interkostal anterior yang
menyuplai enam spatium interkostal teratas muncul sebagai cabang lateral dari
arteri torakal internal, sedangkan yang menyuplai spatium yang lebih bawah berasal
dari arteri muskuloprenikus. Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat dua
arteri interkostal anterior :
a) satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya,
b) satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian bertemu
dengan sebuah kolateral percabangan arteri interkostal posterior Distribusi
pembuluh - pembuluh interkostal anterior dan posterior saling tumpang tindih
dan dapat berkembang menjadi hubungan anastomosis.
Suplai Vena
Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola suplai
arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan didrainase
menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang terhubung dengan vena
brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal posterior pada sisi kiri akan
bergabung dan membentuk vena interkostal superior kiri, yang akan didrainase ke
dalam vena brakhiosefalik kiri (Patriani, 2012).
Drainase Limfatik
Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam limfonodi
yang berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus parasternal), dengan kepala dan
leher rusuk (nodus interkostal), dan dengan diafragma (nodus diafrgamatikus) (Patriani,
2012).
Innervasi
Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang merupakan ramus
anterior nervus spinalis T1 - T11 dan terletak pada spatium interkostalis di antara rusuk-
rusuk yang bersebelahan. Nervus interkostal berakhir sebagai cabang kutaneus anterior,
yang muncul baik secara parasternal, di antara kartilage kosta yang bersebelahan,
ataupun secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen anterior, untuk menyuplai
kulit pada toraks, nervus interkostal membawa :
1. Inervasi somatik motorik kepada otot – otot dinding toraks ( intercostal,subcostal,
and transversus thoracis muscles )
2. Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal,
3. Serabut simpatis postganglionic ke perifer.
Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas disuplai oleh
cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher. Selain menginnervasi
dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi area lainnya :
1. Ramus anterior T1 berkontribusi ke pleksus brakhialis
2. Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua berkontribusikepada
innervasi kutaneus permukaan medial lengan atas
3. Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan peritoneum dinding abdomen.

B. Definisi
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan
gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut.Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul
merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda
tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan
rancu (Sudoyo, 2010).

C. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah
kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat
kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010).
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh
karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu
berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan
berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang
lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum,
rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).
D. Epidemiologi
Peningkatan pada kasus trauma toraks dari waktu ke waktu tercatat semakin
tinggi.Hal ini banyak disebabkan oleh kemajuan sarana transportasi diiringi oleh
peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Trauma toraks secara langsung
menyumbang 20% sampai 25% dari seluruh kematian akibat trauma, dan menghasilkan
lebih dari 16.000 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat begitu pula pada negara
berkembang (Hudak, 2011).
Di Amerika Serikat penyebab paling umumdari cedera yang menyebabkan
kematian pada kecelakaan lalu lintas, dimanakematian langsung terjadi sering
disebabkan oleh pecahnya dinding miokard atauaorta toraks. Kematian dini (dalam 30
menit pertama sampai 3 jam) yangdiakibatan oleh trauma toraks sering dapat dicegah,
seperti misalnya disebabkanoleh tension Pneumotoraks , tamponade jantung, sumbatan
jalan napas, danperdarahan yang tidak terkendali. Oleh karena seringnya kasus trauma
toraksreversibel atau sementara tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukantindakan operasi, sangat penting untuk dokter yang bertugas di unit gawat
daruratmengetahui lebih banyak mengenai patofisiologi, klinis, diagnosis, serta jenis
penanganan lebih (Nugroho, 2015).
Di antara pasien yang mengalami trauma toraks, sekitar 50% akan mengalami
cedera pada dinding dada terdiri dari 10% kasus minor, 35% kasus utama, dan 5% flail
chest injury. Cedera dinding dada tidak selalu menunjukkan tanda klinis yang jelas dan
sering dengan mudah saja diabaikan selama evaluasi awal (Hudak, 2011).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya
trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma.
Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%, Hematotoraks
42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69% (Hudak, 2011).
Trauma tumpul toraks menyumbang sekitar 75%-80% dari keseluruhan trauma
toraks dan sebagian besar dari pasien ini juga mengalami cedera ekstratoraks.Trauma
tumpul pada toraks yang menyebabkan cedera biasanya disebabkan oleh salah satu dari
tiga mekanisme, yaitu trauma langsung pada dada, cedera akibat penekanan, ataupun
cedera deselarasi.

E. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -
otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari
intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru – paru selama
inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang berbedadari dinding
toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitudinding dada,
rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang -
tulang dada dan otot - otot yang terkait (Sudoyo, 2009).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh
darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru –
paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio,
laserasi, hematoma dan pneumokel.Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh
darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks
bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan
oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara
dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera
toraks (Sudoyo, 2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor,
antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain yang terkait,
dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien trauma toraks
cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara
sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).

F. Pathway
G. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009) yaitu :
1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik.

H. Pemeriksaan Penunjang
1) Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
2) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
3) Hemoglobin : mungkin menurun.
4) Pa Co2 kadang-kadang menurun.
5) Pa O2 normal / menurun.
6) Saturasi O2 menurun (biasanya).
7) Toraksentesis : menyatakan darah
8) Diagnosis fisik :
a. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
b. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum
pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues
suction unit.
c. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi.
d. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800
cc segera thorakotomi.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma,
seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang
ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
b. Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan
trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil
pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat
terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
c. CT Scan
d. Ekhokardiografi
e. Elektrokardiografi
f. Angiografi
g. Torasentesis : menyatakan darah/ cairan serosanguinosa.
h. Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen
jaringan tubuh.

I. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien trauma
lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical spine, B:
Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan E: Exposure
without causing hypothermia (Nugroho, 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus
dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks,
pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail
chest yang besar (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama untuk
intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena merupakan terapiutama dalam
menangani syok hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal
yang sangat penting pada pasien trauma toraks.Ventilator harus digunakan pada pasien
dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal napas (Hudak,
2011).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani
dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube. Foto
toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat ditegakkan secara
klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang
harus segera dilakukan (Hudak, 2011).
J. Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,
pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%.
Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akanmenjadi ARDS.
Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam decadeterakhir, ARDS masih
merupakan salah satu komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan angka
kematian 20-43% (Nugroho, 2015).
a. Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yangpaling
sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks,perdarahan masif
dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit,subkutan, otot dan
pembuluh darah interkosta.
b. Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupuntidak
langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat
pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
c. Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan patah
baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.
d. Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kalidisertai
dengan fraktur kosta multipel.
e. Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
f. Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada
trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba - tiba
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat
menyebabkan rupture alveolus.Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks
adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu

K. Pencegahan
Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor
penyebabnya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami
pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang biasanya disebabkan
oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut
(Patriani, 2012) .
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata
 Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnostik medik, alamat.
 Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada dada dan gangguan
bernafas.
 Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana (nyeri yang dirasakan klien, Regional (R) yaitu penyebaran
nyeri, safety (S) yaitu posisi yang sesuai untuk mengurangi nyeri dan dapat
membuat klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri.
 Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah terdapat
riwayat sebelumnya.
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
 Sesak napas
 Nyeri, batuk-batuk.
 Terdapat retraksi klavikula/dada.
 Pengambangan paru tidak simetris.
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
 Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks
 Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.
c. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
 Kemampuan sendi terbatas.
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Terdapat kelemahan.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
d. Sistem Endokrin :
 Terjadi peningkatan metabolisme.
 Kelemahan.
e. Spiritual :
 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
4. Pemeriksaan Diagnostik :
 Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
 Pa O2 normal / menurun.
 Saturasi O2 menurun (biasanya).
 Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
5. Pengelompokkan data :
B. Analisa data
No Data Etiologi Masalah

1 Ds :- pasien muntah darah Hematoraks Ketidakefektifan


Do : - suara napas ngorok bersihan jalan napas
- Terdapat lendir dan gumpalan darah
di mulut pasien Ekspensi paru
- Frekuensi napas cepat

Gangguan ventilasi
2 Ds : -dada klien membentur benda Trauma thorak Gangguan pola
tumpul sebelum mengalami penurunan napas
kesadaran
- pasien bernapas cepat (sesak) Reabsorsi darah

Do : - Suara napas ronchi


- Pasien bernapas menggunakan Hemathorak
cuping hidung dan otot-otot
pernapasan
- Frekuensi napas cepat Ekspensi paru

Gangguan ventilasi

3 3 Ds : - penolong mengatakan Trauma thorak Gangguan


bahwa pasien sebelum tak pertukaran gas
sadarkan diri mengalami muntah
darah Perdarahan jaringan
Do : - Terdapat gumpalan darah
di area mulut dan menggangu
proses ventilasi Intersitium
- Suara napas ngorok
- Pasien tampak sesak, pucat
- Napas cepat dan dangkal Reabsorsi darah
dengan frekuensi nadi 35x/menit
- Pemeriksaan AGD : Saturasi
85%. Hemathorak

Ekspensi paru

Gangguan ventilasi

4 Ds : - penolong mengatakan bahwa Trauma tajam dan Gangguan perfusi


pasien mengalami kecelakaan trauma tumpul jaringan
bermobil dengan posisi dada
membentur stir mobil kemudian
mengalami penurunan kesadaran Trauma thorak
Do :- Pasien mengalami penurunan
kesadaran
- Terdapat bengkak dan jejas di dada Perdarahan jaringan
- Pemeriksaan gcs 8 kesadaran sopor intersitium
- Tampak sianosis, dan pucat
- Akral teraba dingin
- SPo2 85% Reabsorsi darah
- CRT > 3 detik
- Pemeriksaan ttv :
Hemathorak
TD :120/80 mmHg
N : 110x/m Gangguan ventilasi
P : 35x/m
S : 38,7oc
5 Ds : - Penolong mengatakan ada Trauma thorak Nyeri dada
bengkak dan jejas di bagian dada
pasien
- Penolong mengatakan dada pasien Perdarahan jaringan
membentur stir intersitium

Do : - Tampak ada bengkak dan jejas


di dada pasien Reabsorsi darah
- Pengkajian PQRST

Region : Tampak ada bengkak dan Hemathorak


jejas didada pasien sebelah kiri.

Merangsang
reseptor nyeri dada

pleura viseralis dan


perientalis

Diskontinuitas
jaringan

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata
ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien
dapat ditanggulangi atau dikurangi
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
5. Resiko terjadinya Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
8. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma
9. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang
penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas

D. Intervensi keperawatan
Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi Rasional
kriteria hasil
1. Gangguan Setelah diberikan a. Kaji faktor a. Deteksi dini untuk
Perfusi asuhan penyebab dari memprioritaskan
Jaringan keperawatan situasi/keadaan intervensi, mengkaji
berhubungan selama (…x..) jam individu/penyebab status neurologi/tanda-
dengan diharapkan dapat penurunan perfusi tanda kegagalan untuk
Hipoksia, mempertahankan jaringan menentukan perawatan
tidak perfusi jaringan kegawatan atau tindakan
adekuatnya dengan KH : pembedahan
pengangkutan a. Tanda-tanda vital b. Monitor GCS dan b. Menganalisa tingkat
oksigen ke dalam batas mencatatnya kesadaran
jaringan normal c. Monitor keadaan c. Memberikan informasi
b. Kesadaran umum pasien tentang
meningkat derajat/keadekuatan
c. Menunjukkan perfusi jaringan dan
perfusi adekuat membantu menentukan
keb. intervensi.
d. Berikan oksigen d. Memaksimalkan
tambahan sesuai transport oksigen ke
indikasi jaringan
e. Kolaborasi e. Mengidentifikasi
pengawasan hasil defisiensi dan kebutuhan
pemeriksaan pengobatan /respons
laboraturium. terhadap terapi
Berikan sel darah
merah
lengkap/packed
produk darah sesuai
indikasi

2 Ketidakefektif Setelah diberikan a. Berikan posisi yang a. Meningkatkan inspirasi


an pola asuhan nyaman, biasanya maksimal, meningkatkan
pernapasan keperawatan dengan peninggian ekspansi paru dan
berhubungan selama(…x…) jam kepala tempat tidur. ventilasi pada sisi yang
dengan diharapkan Balik ke sisi yang tidak sakit.
ekpansi paru dapatmempertahanj sakit. Dorong klien
yang alannafaspasienden untuk duduk
tidakmaksimal gan KH : sebanyak mungkin.
karena trauma, a. Mengalami b. Observasi fungsi b. Distress pernapasan dan
hipoventilasi perbaikan pernapasan, catat perubahan pada tanda
pertukaran gas- frekuensi vital dapat terjadi sebgai
gas pada paru. pernapasan, dispnea akibat stress fisiologi dan
b. Memperlihatkan atau perubahan nyeri atau dapat
frekuensi tanda-tanda vital. menunjukkan terjadinya
pernapasan yang syock sehubungan
efektive. dengan hipoksia.
c. Adaptive c. Jelaskan pada klien c. Pengetahuan apa yang
mengatasi faktor- bahwa tindakan diharapkan dapat
faktor penyebab. tersebut dilakukan mengurangi ansietas dan
untuk menjamin mengembangkan
keamanan. kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
d. Pertahankan d. Membantu klien
perilaku tenang, mengalami efek fisiologi
bantu pasien untuk hipoksia, yang dapat
kontrol diri dnegan dimanifestasikan sebagai
menggunakan ketakutan/ ansietas.
pernapasan lebih
lambat dan dalam.
e. Perhatikan alat e. Mempertahankan
bullow drainase tekanan negatif
berfungsi baik, cek intrapleural sesuai yang
setiap 1 – 2 jam diberikan, yang
meningkatkan ekspansi
paru optimum/drainase
cairan
3 Ketidakefektif Setelah diberikan a. Jelaskan klien a. Pengetahuan yang
an bersihan asuhan tentang kegunaan diharapkan akan
jalan napas keperawatan batuk yang efektif membantu
berhubungan selama (…x…) jam dan mengapa mengembangkan
dengan diharapkan jalan terdapat kepatuhan klien terhadap
peningkatan nafas pasien penumpukan sekret rencana teraupetik
sekresi sekret normal dengan KH di saluran
dan penurunan : Pernapasan
batuk sekunder a. Menunjukkan b. Ajarkan klien b. Batuk yang tidak
akibat nyeri batuk yang tentang metode yang terkontrol adalah
dan keletihan. efektif. tepat pengontrolan melelahkan dan tidak
b. Tidak ada lagi batuk. efektif, menyebabkan
penumpukan frustasi
sekret di sal.
Pernapasan c. Auskultasi paru c. Pengkajian ini
c. Klien tampak sebelum dan membantu mengevaluasi
nyaman. sesudah klien batuk. keefektifan upaya batuk
klien
d. Dorong atau berikan d. Hiegene mulut yang baik
perawatan mulut meningkatkan rasa
yang baik setelah kesejahteraan dan
batuk mencegah bau mulut.

e. Kolaborasi dengan e. Expextorant untuk


tim kesehatan lain memudahkan
Pemberian mengeluarkan lendir dan
antibiotika atau mengevaluasi
expectorant perbaikan kondisi klien
atas pengembangan
parunya
4 Perubahan Setelah diberikan a. Jelaskan dan bantu a. Pendekatan dengan
kenyamanan : asuhan klien dnegan menggunakan relaksasi
Nyeri keperawatan tindakan pereda dan nonfarmakologi
berhubungan selama (..x..) jam nyeri lainnya telah
dengan trauma diharapkannyeriber nonfarmakologi dan menunjukkan
jaringan dan kurangdengan KH : non invasive keefektifan dalam
reflek spasme a. Nyeri berkurang/ mengurangi nyeri
otot sekunder. dapat diatasi b. Istirahat akan
b. Dapat b. Berikan kesempatan merelaksasi semua
mengindentifikasi waktu istirahat bila jaringan sehingga akan
aktivitas yang terasa nyeri dan meningkatkan
meningkatkan/ berikan posisi yang kenyamanan.
menurunkan nyeri nyaman ; misal
c. Pasien tidak waktu tidur,
gelisah. belakangnya
dipasang bantal
kecil
c. Tingkatkan c. Pengetahuan yang akan
pengetahuan tentang dirasakan membantu
: sebab-sebab nyeri, mengurangi nyerinya.
dan menghubungkan Dan dapat membantu
berapa lama nyeri mengembangkan
akan berlangsung kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik
d. Kolaborasi denmgan d. Analgetik memblok
dokter, pemberian lintasan nyeri, sehingga
analgetik nyeri akan berkurang
e. Observasi tingkat e. Pengkajian yang optimal
nyeri, dan respon akan memberikan
motorik klien, 30 perawat data yang
menit setelah obyektif untuk mencegah
pemberian obat kemungkinan komplikasi
analgetik untuk dan melakukan
mengkaji intervensi yang tepat.
efektivitasnya. Serta
setiap 1 - 2 jam
setelah tindakan
perawatan selama 1
- 2 hari
5. Resiko Setelah diberikan a. Monitor keadaan a. Untuk memonitor
terjadinya asuhan umum pasien kondisi pasien selama
Hipovolemia keperawatan perawatan terutama saat
berhubungan selama (..x..) jam terjadi perdarahan.
dengan diharapkan klien Perawat segera
perdarahan tidak mengalami mengetahui tanda-tanda
yang syok hipovolemik presyok / syok
berlebihan, dengan KH : b. Observasi vital sign b. Perawat perlu terus
pindahnya Tanda Vital dalam setiap 3 jam atau mengobaservasi vital
cairan batas normal (N: lebih sign untuk memastikan
intravaskuler 120-60 x/menit, S : tidak terjadi presyok /
o
ke 36-37 C, RR : syok
ekstravaskuler 20x/menit) c. Jelaskan pada pasien c. Dengan melibatkan
dan keluarga tanda pasien dan keluarga
perdarahan, dan maka tanda-tanda
segera laporkan jika perdarahan dapat segera
terjadi perdarahan diketahui dan tindakan
yang cepat dan tepat
dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : d. Cairan intravena
Pemberian cairan diperlukan untuk
intravena mengatasi kehilangan
cairan tubuh secara hebat
e. Kolaborasi : e. Untuk mengetahui
pemeriksaan : HB, tingkat kebocoran
PCV, trombosit pembuluh darah yang
dialami pasien dan untuk
acuan melakukan
tindakan lebih lanjut.
6. Kerusakan Setelah diberikan a. Kaji kulit dan a. mengetahui sejauh mana
integritas kulit asuhan identifikasi pada perkembangan luka
berhubungan keperawatan tahap perkembangan mempermudah dalam
dengan trauma selama (..x..) jam luka melakukan tindakan
mekanik diharapkan dapat yang tepat
terpasang mencapai b. Kaji lokasi, ukuran, b. mengidentifikasi tingkat
bullow penyembuhan luka warna, bau, serta keparahan luka akan
drainage. pada waktu yang jumlah dan tipe mempermudah
sesuai dengan KH: cairan luka intervensi
a. tidak ada tanda- c. Pantau peningkatan c. suhu tubuh yang
tanda infeksi suhu tubuh meningkat dapat
seperti pus diidentifikasikan sebagai
b. luka bersih tidak adanya proses
lembab dan tidak peradangan
kotor d. Berikan perawatan d. tehnik aseptik membantu
c. Tanda-tanda vital luka dengan tehnik mempercepat
dalam batas aseptik. penyembuhan luka dan
normal atau dapat mencegah terjadinya
ditoleransi. infeksi
e. Balut luka dengan e. Agar benda asing atau
kasa kering dan jaringan yang terinfeksi
steril, gunakan tidak menyebar luas
plester kertas pada area kulit normal
lainnya.
f. Jika pemulihan tidak f. antibiotik berguna untuk
terjadi kolaborasi mematikan
tindakan lanjutan, mikroorganisme
misalnya pathogen pada daerah
debridement. yang berisiko terjadi
Kolaborasi infeksi.
pemberian antibiotik
sesuai indikasi.
7. Hambatan Setelah diberikan a. Kaji kebutuhan akan a. mengidentifikasi
mobilitas fisik asuhan pelayanan kesehatan masalah, memudahkan
berhubungan keperawatan dan kebutuhan akan intervensi
dengan selama (..x..) jam peralatan
ketidak diharapkan pasien b. Tentukan tingkat b. mempengaruhi penilaian
cukupan akan menunjukkan motivasi pasien terhadap kemampuan
kekuatan dan tingkat mobilitas dalam melakukan
ketahanan optimal dengan KH aktivitas
untuk : c. Ajarkan dan pantau c. aktivitas apakah karena
ambulasi a. penampilan yang pasien dalam ketidakmampuan
dengan alat seimbang halpenggunaan alat ataukah ketidakmauan
eksternal. b. melakukan bantu menilai batasan
pergerakkan dan kemampuan aktivitas
perpindahan optimal
c. mempertahankan d. Ajarkan dan dukung d. mempertahankan
mobilitas optimal pasien dalam latihan /meningkatkan kekuatan
yang dapat di ROM aktif dan pasif dan ketahanan otot
toleransi e. Kolaborasi dengan e. sebagai suaatu sumber
ahli terapi fisik atau untuk
okupasi mengembangkanperenca
naan dan
mempertahankan/mening
katkan mobilitas pasien
8. Risiko Setelah diberikan a. Pantau tanda-tanda a. mengidentifikasi tanda-
terhadap asuhan vital tanda peradangan
infeksi keperawatan terutama bila suhu tubuh
berhubungan selama (..x..) jam meningkat
dengan tempat diharapkaninfeksi b. Lakukan perawatan b. mengendalikan
masuknya tidak terjadi / luka dengan teknik penyebaran
organisme terkontroldengan aseptic mikroorganisme patogen
sekunder KH : c. Lakukan perawatan c. untuk mengurangi risiko
terhadap a. tidak ada tanda- terhadap prosedur infeksi nosokomial
trauma tanda infeksi invasif seperti infuse
seperti pus atupun
b. luka bersih tidak Bullowdraignase
lembab dan tidak d. Kolaborasi untuk d. antibiotik mencegah
kotor pemberian antibiotic perkembangan
c. Tanda-tanda vital mikroorganisme
dalam batas pathogen
normal atau dapat
ditoleransi.
9. Kurang Setelah diberikan a. Observasi keadaan a. untuk mencegah infeksi
Pengetahuan asuhan Luka yang berkelanjutan
berhubungan keperawatan b. Menjelaskan kepada b. memberikan
dengan kurang selama (..x..) jam pasien tentang pengetahuan pasien yang
terpaparnya diharapkananxietas penyakit yang di dapat memilih
informasi tidak terjadi dengan derita berdasarkan informasi
tentang KH : c. Kaji tingkat c. mengetahui seberapa
penyakit, -Pasien dapat pengetahuan klien jauh pengalaman klien
Tindakan mengungkapkan dan keluarga tentang dan keluarga tentang
invasive pemahamannya penyakitnya penyakitnya
ditandai tentang penyakit, d. Minta klien / d. mengetahui seberapa
dengan prognosis dan keluarga jauh pemahaman klien
anxietas pengobatannya mengulangi kembali dan keluarga serta
tentang materi yang menilai keberhasilan dari
telah diberikan tindakan yang dilakukan
e. Diskusikan e. untuk emudahkan
pentingnya melihat pengendalian terhadap
ulang mengenai kondisi kronis dan
pengobatan secara pencegahan terhadap
teratur komplikasi
f. Berikan dorongan f. agar pasien mengetahui
untuk melakukan perkembangan
kunjungan tindak penyakitnya.
lanjut dengan
dokter.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya
karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo, 2010)
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh
kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang
disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di
amerika serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian
yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%. Dan hanya 10-15% penderita
trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya
memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian
(Sudoyo, 2010).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan
gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).

B. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis
mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini
bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna
evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi - VIII
Jakarta: EGC
Muttaqin, Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan Edisi 2 . Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat
darurat. Padang : Medical book
Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta : penerbit buka
Mediaction.
Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada. http://asuhan-
keperawatan-patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html. Diakses pada
tanggal 7 Maret 2019.
Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam .
yogjakarta : Nuha medika
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC
dan Kriteria hasil NOC . Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai