ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI
( RESIKO BUNUH DIRI )
KELOMPOK 8
Apsari tampamuma
Chrisya karuh
Rani ambitan
Leonardo
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikiatri dipenuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental.
Dokter psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan
penjelasan yang mengungkapkan keterampilan termasuk belajar bahasa baru.
Bagian bahasa didalam psikiatri termasuk pengenalan dan definisi tanda dan
gejala perilaku dan emosional.
Kondisi pada keadaan kegawat daruratan psikiatrik meliputi percobaan
bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya
delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan
signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul
dengan gejala psikiatriks umum. Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk
mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter untuk
mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting.
Kegawat daruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada
kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan
bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau
perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik
dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan,
psikologi dan pekerja sosial. Konsep dasar askep gadar psikiatri
Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat
meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan.
Penatalaksanaan pada pasien kegawat daruratan psikiatrik sangat kompleks.
Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik
umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental
pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan pribadi mereka,
dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja.
Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya
meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala
atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.
BAB II
A. Pengertian
Rangkaian kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan
oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang
gawat darurat. Keperawatan Kegawat Daruratan (emergency Nursing) Adalah
bagian dari keperawatan dimana perawat memberikan asuhan kepada klien
yang sedang mengalami keadaan yang mengancam kehidupan karena sakit
atau kecelakaan. Unit Gawat Darurat Adalah tempat/unit di RS yang memiliki
tim kerja dengan kemampuan khusus & peralatan yang memberikan pelayan
pasien gawat darurat, merupakan rangkaian dari upaya penanggulangan pasien
dengan gawat darurat yang terorganisir. Kondisi pada keadaan kegawat
daruratan psikiatrik meliputi percobaan bunuh diri, ketergantungan obat,
intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik,
dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi
medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum.
Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani
kondisi ini. Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani
kondisi ini sangatlah penting. Konsep dasar askep gadar psikiatri Keperawatan
Gawat Darurat adalah pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu
keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua
kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat
urgen,akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana.
3. Amok
Amok adalah keadaan gaduh-gelisah yang timbul mendadak dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiobudaya. Karena itu PPDGJ-III
(Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa ke-III di Indonesia)
memasukkannya ke dalam kelompok “Fenomena dan Sindrom yang
Berkaitan dengan Faktor Sosial Budaya di Indonesia” (“culture bound
phenomena”). Efek “malu” (pengaruh sosibudaya) memegang peranan
penting. Biasanya seorang pria, sesudah periode “meditasi” atau tindakan
ritualistic, maka mendadak ia bangkit dan mulai mengamuk. Ia menjadi
agresif dan destruktif, mungkin mula-mula terhadap yang menyebabkan ia
malu,tetapi kemudian terhadap siapa saja dan apa saja yang dirasakan
menghalanginya. Kesadaran menurun atau berkabut (seperti dalam
keadaan trance). Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian. Amok
sering berakhir karena individu itu dibuat tidak berdaya oleh orang lain,
karena kehabisan tenaga atau karena ia melukai diri sendiri, dan mungkin
sampai ia menemui ajalnya(Maramis dan Maramis, 2009).
Menilai dan Memprediksi Perilaku Kekerasan
Tanda-tanda adanya perilaku kekerasan yang mengancam (Sadock, et al,
2007):
a. Pernah melakukan tindakan kekerasan beberapa saat yang lalu
b. Kata-kata keras /kasar atau ancaman akan kekerasan
c. Membawa benda-benda tajam atau senjata
d. Adanya perilaku agitatif
e. Adanya intoksikasi alkohol atau obat
f. Adanya pikiran dan perilaku paranoid
g. Adanya halusinasi dengar yang memerintahkan untuk melakukan tindak
kekerasan.
h. Kegelisahan katatonik
i. Episode manik
j. Episode depresi agitatif
k. Gangguan Kepribadian tertentu
Menilai resiko terjadinya perilaku kekerasan (Sadock, et al, 2007):
a. Adanya ide-ide untuk melakukan kekerasan
b. Adanya faktor demografik seperti jenis kelamin laki-laki, usia 15 – 24
tahun, status sosioekonomi yang rendah, dukungan sosial yang rendah
c. Adanya riwayat kekerasan sebelumnya, penjudi, pemabuk,
penyalahgunaan zat psikoaktif,percobaan bunuh diri ataupun melukai diri
sendiri, psikosis
d. Adanya stresor (masalah pernikahan, kehilangan pekerjaan, dan lainnya)
Tatalaksana
Bila seorang dalam keadaan gaduh gelisah dibawa kepada kita, penting
sekali kita harus bersikap tenang. Dengan sikap yang meyakinkan,
meskipun tentu waspada, dan kata-kata yang dapat menenteramkan pasien
maupun para pengantarnya, tidak jarang kita sudah dapat menguasai
keadaan (Maramis dan Maramis, 2009).
Bila pasien masih diikat, sebaiknya ikatan itu disuruh dibuka sambil tetap
berbicara dengan pasien dengan beberapa orang memegangnya agar ia
tidak mengamuk lagi. Biarpun pasien masih tetap dipegang dan dikekang,
kita berusaha memeriksanya secara fisik. Sedapat-dapatnya tentu perlu
ditentukan penyebab keadaan gaduh gelisah itu dan mengobatinya secara
etiologis bila mungkin (Maramis dan Maramis, 2009).Suntikan
intramuskular suatu neuroleptikum yang mempunyai dosis
terapeutik tinggi (misalnya chlorpromazine HCL), pada umumnya sangat
berguna untu mengendalikan psikomotorik yang meningkat. Bila tidak
terdapat, maka suntikan neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeurik
rendah, misalnya trifluoperazine, haloperidol (5 – 10 mg), atau
fluophenazine dapat juga dipakai, biarpun efeknya tidak secepat
neuroleptikum kelompok dosis terapeutik tinggi. Bila tidak ada juga, maka
suatu tranquailaizer pun dapat dipakai, misalnya diazepam (5 – 10 mg),
disuntik secara intravena, dengan mengingat bahwa tranquilaizer bukan
suatu antipsikotikum seperti neuroleptika, meskipun kedua-duanya
mempunyai efek antitegang, anticemas dan antiagitasi (Maramis dan
Maramis, 2009).
Efek samping neuroleptika yang segera timbul terutama yang mempunyai
dosis terapeutik tinggi, adalah hipotensi postural, lebih-lebih pada pasien
dengan susunan saraf vegetatif yang labil atau pasien lanjut usia. Untuk
mencegah jangan sampai terjadi sinkop, maka pasien jangan langsung
berdiri dari keadaan berbaring, tetapi sebaiknya duduk dahulu kira-kira satu
menit (bila pasien sudah tenang) (Maramis dan Maramis, 2009).
Penjagaan dan perawatan yang baik tentu juga perlu, mula-mula agar ia
jangan mengalami kecelakaan, melukai diri sendiri, menyerang orang lain
atau merusak barang-barang. Bila pasien sudah tenang dan mulai
kooperatif, maka pengobatan dengan neuroleptika dilanjutkan per oral
(bila perlu suntikan juga dapat diteruskan). Pemberian makanan dan cairan
juga harus memadai. Kita berusaha terus mencari penyebabnya, bila belum
diketahui, terutama bila diduga suatu sindrom otak organik yang akut. Bila
ditemukan, tentu diusahakan untuk mengobatinya secara etiologis
(Maramis dan Maramis, 2009).
Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami gaduh gelisah diantaranya juga:
1. Gelisah
2. Mondar-mandir
3. Berteriak-teriak
4. Loncat-loncat
5. Marah-marah
6. Curiga +++
7. Agresif
8. Beringas
9. Agitasi
10. Gembira +++
11. Bernyanyi +++
12. Bicara kacau
13. Mengganggu orang lain
14. Tidak tidur beberapa hari
15. Sulit berkomunikasi
TEORITIS
A. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama Lengkap :
Usia :
Jenis Kelamin :
Status :
Alamat :
b. Kaji Alasan masuk ke Rumah Sakit
c. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
1) Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri.
2) Riwayat keluarga terhadap bunuh diri.
3) Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia.
4) Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
5) Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,
paranoid, antisosial.
6) Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka.
d. Konsep diri
(Umumnya pasien mengatakan hal yang negatif tentang dirinya, yang
menunjukkan harga diri yang rendah)
e. Alam perasaan.
( ) sedih ( ) putus asa
( ) ketakutan ( ) gembira berlebihan
(pasien pada umumnya merasakan kesedihan dan keputusasaan yang
sangat mendalam).
f. Interaksi selama wawancara
( ) bermusuhan ( ) Tidak kooperatif
( ) Defensi ( ) Kontak mata kurang
( ) mudah tersinggung ( ) curiga
(pasien biasanya menunjukkan kontak mata yang kurang).
g. Afek
( ) Datar ( ) Labi
) Tumpul ( ) Tidak sesuai
(pasien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul).
h. Mekanisme koping maladaptive.
( ) minum alkohol ( ) bekerja berlebihan
( ) reaksi lambat ( ) mencederai diri
( ) menghindar ( ) lainnya
(pasien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar dan
mencederai diri).
i. Masalah psikososial dan lingkungan.
( ) masalah dengan dukungan keluarga
( ) masalah dengan perumahan.
B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri.
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan pada pasien bunuh diri dan keluarga terdiri
dari 3 macam yaitu:
1. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien
telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai
denganpercobaan bunuh diri.
2. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak
karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik
tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/
marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal
negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama Lengkap : Tn. R
Usia : 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum kawin
Alamat : Sumatera Utara, Medan
b. Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar
mandi rumah pasien
c. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri.
d. Konsep diri
(paien merasa selalu di kucilkan karena keluarga dan teman teman kurang
peduli terhadap pasien, dan pasien sering di anggap rendah)
e. Alam perasaan
Putus asa
f. Interaksi selama wawancara
Kontak mata kurang
g. Afek
Tumpul
h. Mekanisme koping maladaptive.
Mencederai diri
i. Masalah psikososial dan lingkungan.
Masalah lingkungan dan ketidakpedulian keluarga terhadap pasien
2. Masalah keperawatan
a. Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.
b. Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
3. Diagnosa keperawatan
1. Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
2. Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
3. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat
b. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
1) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat.
c. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
1) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan
dan keputusasaan.
3) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
4) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
5) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
POHON MASALAH
PENYEBAB
Harga diri rendah
A. Kondisi Klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal maupun
non verbal
B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
C. Tujuan
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
D. Tindakan Keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu
dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
E. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh
diri
Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
· Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Agung Nugroho, biasa di pangil Agung,
saya mahasiswa Keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
yang bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2 siang .”
”Bagaimana perasaan pak K hari ini? ”
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang pak K rasakan
selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?”
· Kerja
”Bagaimana perasaan setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini pak
K paling merasa menderita di dunia ini? Apakah pak K pernah kehilangan
kepercayaan diri? Apakah pak K merasa tidak berharga atau bahkan lebih
rendah dari pada orang lain? Apakah K merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah K sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah K berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin
bunuh diri atau berharap K mati? Apakah K pernah mencoba bunuh diri?
Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang K rasakan?”
”Baiklah, tampaknya pak K membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar K ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang
membahayakan K)””Karena pak K tampaknya mash memilikikeinginan
yang kuat untuk mengakhiri hidup K , saya tidak akan membiarkan K
sendiri”
”Apa yang K lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya K harus langsung
minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman
yang sedang besuk. Jadi K jangan sendirian ya, katakan kepada teman
perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan.”
”Saya percaya pak K dapat mengatasi masalah.”
· Terminasi :
”Bagaimana perasaan K sekarang setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?”
” Coba pak K sebutkan lagi cara tersebut!”
”Saya akan menemani K terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.”
(jangan meninggalkan pasien)
DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
4. Maramis, W.F. dan Maramis, A.A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi
2. Surabaya: Airlangga University Press.
5. Sadock, B.J., Sadock, V.A., et al. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.