Anda di halaman 1dari 41

4 TERLALU DALAM KEHAMILAN (TERLALU : MUDA, TUA, DEKAT, BANYAK)

Pengertian

4 terlalu adalah Hamil terlalu muda (primi muda) usia ibu < 20 tahun, hamil/ bersalin

terlalu tua (grande multi) usia ibu > 35 tahun, terlalu dekat jarak kehamilan atau persalinannya<

dari 2 tahun, dan terlalu banyak anak (anak lebih dari 4). [16]

Resiko 4 Terlalu

1. Terlalu Muda (Primi Muda)

a. Pengertian Terlalu Muda (Primi Muda)

Terlalu Muda (Primi Muda) adalah ibu hamil pertama pada usia kurang dari 20 tahun. Dimana

kondisi panggul belum berkembang secara optimal dan kondisi mental yang belum siap

menghadapi kehamilan dan menjalankan peran sebagai ibu (BKKBN, 2007:4).

b. Resiko Yang Dapat Terjadi

Resiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu muda (primi muda) adalah :

a) Bayi lahir belum cukup bulan

b) Perdarahan dapat terjadi sebelum bayi lahir

c) Perdarahan dapat terjadi setelah bayi lahir


c. Alasan yang perlu diketahui adalah :

a) Secara fisik

Kondisi rahim dan panggul belun berkembang secara optimal, mengakibatkan kesakitan dan

kematian bagi ibu dan bayinya. Pertumbuhan dan perkembangan fisik ibu terhenti/terhambat.

b) Secara mental

Tidak siap menghadapi perubahan yang akan terjadi pada saat kehamilan.

Terlalu Muda (Hamil Usia <20 tahun). umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak

dilahirkan atau diadakan). Dalam kaitannya dengan hamil dan melahirkan mengelompokkan

umur menjadi 2 yaitu umur yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun dan

umur yang tidak aman yaitu < 20 tahun dan > 30 tahun.

Berdasarkan ciri-ciri setiap masa periode perencanaan keluarga usia reproduksi menurut

Saifudin (2006), terbagi 3 macam yaitu:

(1) Masa menunda kesuburan (kehamilan) dibawah 20 tahun.

(2) Masa mengatur kesuburan (menjarangkan kehamilan) 20-30 tahun.

(3) Masa mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi) diatas 30 tahun.

Kehamilan terlalu muda beresiko bagi ibu dan juga bagi janinnya. Resiko bagi ibu antara

lain adalah perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang

terlalu lemah dalam proses involusi. Lebih mudah untuk mengalami abortus, kelahiran prematur,

eklampsia/preeklamsia dan persalinan yang lama. Kemungkinan yang bisa dialami oleh janin

yaitu lahir prematur, BBLR (berat saat lahir < 2500 gram) dan cacat janin.

Kehamilan di usia muda beresiko tinggi karena saat itu ibu masih dalam proses tumbuh

akan terjadi kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa

pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan.


Penyulit pada kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan kurun waktu sehat antara 20

sampai 30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil,

sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin.

Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stress) psikologis dan

sosial ekonomi.[16]

d. Dampak Kehamilan Resiko Tinggi pada Usia Muda.

1) Keguguran.

Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya : karena terkejut,

cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional

sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian

dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.

2) Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.

Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi

terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR)

juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun.

cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan

asupan gizi rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil.

selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri

yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan

memijat perutnya sendiri.

Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang, sehingga

akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian
akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat

bawaan.

3) Mudah terjadi infeksi.

Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi infeksi

saat hamil terlebih pada kala nifas.

4) Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.

Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan akan

pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda. Karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu

mengalami anemia. Tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel

darah merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Lama kelamaan seorang yang

kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis.

5) Keracunan Kehamilan (Gestosis).

Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin

meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia. Pre-

eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian.

6) Kematian ibu yang tinggi.

Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi.

Selain itu angka kematian ibu disebabkan karena pengguguran kandungan yang cukup tinggi

kebanyakan hal ini dilakukan oleh tenaga non profesional (dukun).

Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:

a) Resiko bagi ibunya :

(1) Mengalami perdarahan.


Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah

dalam proses involusi.

(2) Kemungkinan keguguran / abortus.

Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini disebabkan oleh

faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun

memakai alat.

(3) Persalinan yang lama dan sulit.

Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari persalinan lama

sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul, kelaina kekuatan his dan

mengejan serta pimpinan persalinan yang salah kematian ibu. Kematian pada saat melahirkan

yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.

b) Resiko pada bayinya :

(1) Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.

Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal ini terjadi karena pada

saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan berkurang.

(2) Berat badan lahir rendah (BBLR).

Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram. kebanyakan hal ini

dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun. dapat juga

dipengaruhi penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil.

(3) Cacat bawaan.

Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan.hal ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus

rubela serta faktor gizi dan kelainan hormon.


(4) Kematian bayi.

Kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau kematian perinatal yang

disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram, kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari),

kelahiran kongenital serta lahir dengan asfiksia. [19]

2. Terlalu Tua (Primi Tua)

a. Pengertian Terlalu Tua (Primi Tua)

Terlalu Tua (Primi Tua) adalah ibu hamil pertama pada usia ≥ 35 tahun. Pada usia ini organ

kandungan menua, jalan lahir tambah kaku, ada kemungkinan besar ibu hamil mendapat anak

cacat, terjadi persalinan macet dan perdarahan.

b. Resiko Yang Dapat Terjadi

Resiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu tua(primi tua ≥ 35 tahun) adalah :

(1) Hipertensi/tekanan darah tinggi

(2) Pre-eklamspsi

(3) Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan dimulai

(4) Persalinan macet: ibu yang mengejan lebih dari 1 jam, bayi tidak dapat lahir dengan tenaga ibu

sendiri melalui jalan lahir biasa.

(5) Perdarahan setelah bayi lahir

(6) Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500gr

c. Alasan yang perlu diketahui adalah :

(1) Pada usia ini kondisi kesehatan ibu mulai menurun

(2) Fungsi rahim menurun

(3) Kualitas sel telur berkurang


d. Meningkatnya komplikasi medis dan persalian

Terlalu Tua (Hamil Usia > 35 tahun) Umur ibu juga mempengaruhi kapasitas tropiknya,

sehingga pada ibu dengan umur lebih tua cenderung mempunyai bayi yang berat badannya lebih

rendah. Pada umur 35 tahun atau lebih, kesehatan ibu sudah menurun, akibatnya ibu hamil pada

usia itu mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai anak cacat, persalinan lama dan

perdarahan.

Selain itu, hal yang paling dikhawatirkan jika usia ibu diatas 35 tahun ialah kualitas sel

telur yang dihasilkan juga tidak baik. Ibu yang hamil pada usia ini punya resiko 4 kali lipat

dibanding sebelum usia 35 tahun.[17]

e. Dampak Kehamilan Resiko Tinggi Pada Usia Tua

Risiko kehamilan yang mungkin terjadi saat terjadi kehamilan usia ibu mencapai 40 tahun

atau lebih. Terdapat risiko pada ibu dan risiko pada bayi. Sel telur itu kan sudah ada di dalam

organ reproduksi sejak wanita dilahirkan. Namun, setiap bulan sel telur itu dilepaskan satu per

satu karena sudah matang. Berarti, sel telur yang tersimpan selama hampir 40 tahun ini usianya

juga sudah cukup tua. Karena, selama itu sel telur mungkin terkena paparan radiasi. Di usia ini,

wanita akan lebih sulit mendapatkan keturunan karena tingkat kesuburan yang sudah menurun.

1) Resiko Pada Bayi.

a) Kehamilan di atas usia 40 itu berisiko melahirkan bayi yang cacat. Kecacatan yang paling umum

adalah down syndrome (kelemahan motorik, IQ rendah) atau bisa juga cacat fisik.

b) Adanya kelainan kromosom dipercaya sebagai risiko kehamilan di usia 40 tahun. Pertambahan

usia dapat menyebabkan terjadinya kelainan terutama pada pembelahan kromosom. Pembelahan

kromosom abnormal menyebabkan adanya peristiwa gagal berpisah yang menimbulkan kelainan

pada individu yang dilahirkan. Terjadinya kelahiran anak dengan sindroma down, kembar siam,
autism sering disangkut pautkan dengan masalah kelainan kromosom yang diakibatkan oleh usia

ibu yang sudah terlalu tua untuk hamil. Akan tetapi hal inipun masih berada di dalam penelitian

lanjut mengenai kebenarannya.

c) Seiring bertambah usia maka resiko kelahiran bayi dengan down syndrome cukup tinggi yakni

1:50. Hal ini berbeda pada kehamilan di usia 20-30 tahun dengan rasio 1:1500.

d) Selain itu, bayi yang lahir dari kelompok tertua lebih cenderung untuk memiliki cacat lahir dan

harus dirawat di unit perawatan intensif neonatal.

e) Kebanyakan akan mengalami penurunan stamina. Karena itu disarankan untuk melakukan

persalinan secara operasi caesar. Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan namun mengingat untuk

melahirkan normal membutuhkan tenaga yang kuat.

f) Pada ibu hamil dengan usia 40 tahun ke atas kebanyakan tidak kuat untuk mengejan karena

nafas yang pendek. Akibatnya bayi bisa mengalami stres karena saat proses persalinan

pembukaan mulut rahim akan terasa sulit. Kebanyakan kasus kehamilan di usia 40 tahun ke atas

akan mengalami kesulitan saat melahirkan secara normal. Apalagi untuk ibu hamil yang

hipertensi, maka sangat dianjurkan untuk melakukan persalinan dengan operasi caesar. Untuk

menyelamatkan ibu dan juga bayi

2) Risiko pada ibu.

a) Memasuki usia 35, wanita sudah harus berhati-hati ketika hamil karena kesehatan reproduksi

wanita pada usia ini menurun. Kondisi ini akan makin menurun ketika memasuki usia 40 tahun.

b) Risiko makin bertambah karena pada usia 40 tahun, penyakit-penyakit degeneratif (seperti

tekanan darah tinggi, diabetes) mulai muncul. Selain bisa menyebabkan kematian pada ibu, bayi

yang dilahirkan juga bisa cacat.


c) Kehamilan di usia ini sangat rentan terhadap kemungkinan komplikasi seperti, placenta previa,

pre-eklampsia, dan diabetes.

d) Risiko keguguran juga akan meningkat hingga 50 persen saat wanita menginjak usia 42 tahun.

Terjadi perdarahan dan penyulit kelahiran. Elastisitas jaringan akan berkurang seiring dengan

bertambahnya usia. Di usia semakin lanjut, maka sering terjadi penipisan dinding pembuluh

darah meskipun kasus tidak terlalu banyak dijumpai, namun masalah pada kualitas dinding

pembuluh darah khususnya yang terdapat di dinding rahim, dengan adanya pembesaran ruang

rahim akibat adanya pertumbuhan janin dapat menyebabkan perdarahan

e) Hamil di usia 40 merupakan kehamilan dengan resiko komplikasi yang tinggi. Menurut

penelitian yang dilakukan Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, perempuan yang

hamil di akhir usia 30-an dan 40-an lebih beresiko mengalami hipertensi saat kehamilan

(preeclampsia), kehamilan di luar rahim (kehamilan etopik), mengalami keguguran.

f) Kualitas sel telur yang lemah menyebabkan penempelan janin pada dinding rahim lemah

sehingga sering menimbulkan perdarahan.

g) Terjadi pre eklampsia. Pre eklampsia atau perdarahan yang disebabkan oleh adanya tekanan

darah yang tinggi melebihi batas normal sering menjadi penyebab kematian ibu yang

melahirkan. Pre eklampsia banyak dikaitkan dengan usia ibu yang terlalu tua untuk hamil.

h) Kesulitan melahirkan. Proses melahirkan butuh energi yang ekstra. Tanpa adanya tenaga yang

kuat, maka ibu dapat sulit mengejan sehingga justru berbahaya bagi bayi yang dilahirkan.

Semakin tua usia ibu dikhawatirkan tenaga sudah relatif menurun, meskipun tidak dapat

disamaratakan antara individu satu dengan lainnya.


i) Di saat melahirkan, pembukaan mulut rahim mungkin akan terasa sulit sehingga bayi bisa

mengalami stres. Oleh karena itu, proses melahirkan pada ibu yang berusia 40 tahun pada

umumnya dilakukan secara Caesar.

f. Pencegahan

1) Rajin menjaga kebugaran tubuh, Anda tak perlu terlalu khawatir. Karena, Anda tetap bisa

melahirkan secara normal. Anda dan bayi pun akan sehat-sehat saja.

2) Berkonsultasi kepada dokter mengenai asupan gizi yang perlu bagi kesehatan kehamilan. Jangan

lupakan menerapkan pola hidup sehat dengan mengonsumi makanan sehat bernutrisi yang

dibutuhkan untuk ibu hamil dan janin dalam perut.

3) Karena adanya sejumlah risiko komplikasi ini, Anda yang berusia 35 tahun ke atas cukup besar

kemungkinannya untuk melahirkan secara Caesar.

4) Sejumlah resiko di atas tetap dapat diminimalkan dengan berkonsultasi secara intensif dengan

dokter kandungan.

5) Ibu hamil dengan usia beresiko lebih sering melakukan pemeriksaan dan konsultasi. Segeralah

melakuan screening atau tes untuk mencegah atau mengurangi resiko yang membahayakan ibu

dan anak. Pemeriksaan yang bisa dilakukan seperti, USG, Triple Test dengan mengambil sampel

darah, Nuchal Translucency yang mengukur ketebalan belakang leher janin, dan Amniocentesis

yaitu pengambilan cairan ketuban dari dalam rahim, yang selanjutnya dikirim ke laboratorium

genetik untuk dilihat adakah kelebihan atau kelainan kromosom.

6) Disarankan untuk mengonsumi minuman suplemen asam folat dan rajin mengunjungi dokter

spesialis kandungan.

7) Melakukan olahraga low impact juga bisa dilakukan untuk melatih stamina selama menjalani

kehamilan. [20]
3. Terlalu Dekat Jarak Kehamilan

a) Pengertian Terlalu Dekat Jarak Kehamilan

Terlalu Dekat Jarak Kehamilan adalah jarak antara kehamilan satu dengan berikutnya kurang

dari 2 tahun (24 bulan). Kondisi rahim ibu belum pulih, waktu ibu untuk menyusui dan merawat

bayi kurang. [18]

b) Resiko Yang Dapat Terjadi

resiko yang mungkin terjadi pada kehamilan jarak dekat adalah

(1) Keguguran

(2) Anemia

(3) Bayi lahir belum waktunya

(4) Berat badan lahir rendah (BBLR)

(5) Cacat bawaan

(6) Tidak optimalnya tumbuh kembang balita

c) Alasan yang perlu diketahui adalah

(1) Kondisi rahim ibu belum pulih

(2) Dapat mengakibatkan terjadinya penyulit dalam kehamilan

(3) Waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang

Menjaga jarak antara kehamilan memiliki beberapa tujuan, di antaranya adalah:

Memberikan waktu istirahat untuk mengembalikan otot-otot tubuhnya seperti semula.

Untuk memulihkan organ kewanitaan wanita setelah melahirkan. Rahim wanita setelah

melahirkan, beratnya menjadi 2 kali lipat dari sebelum hamil. Untuk mengembalikannya ke berat

semula membutuhkan waktu sedikitnya 3 bulan, itu pun dengan kelahiran normal. Untuk

kelahiran dengan cara caecar membutuhkan waktu lebih lama lagi.


Menyiapkan kondisi psikologis ibu yang mengalami trauma pasca melahirkan karena rasa

sakit saat melahirkan atau saat dijahit. Ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat

wanita siap lagi untuk hamil dan melahirkan.

Bagi wanita dengan riwayat melahirkan secara caecar, bayi lahir cacat, pre eklamsia,

dianjurkan untuk memberi jarak antar kehamilan yang cukup. Karena mereka memiliki resiko

lebih besar dari pada wanita dengan riwayat kelahiran normal dan supaya bayi yang sudah lahir

mendapatkan ASI eksklusif dari ibunya.

4. Terlalu Banyak Anak (Grande Multi)

(1) Pengertian Terlalu Banyak Anak (Grande Multi)

Terlalu Banyak Anak (Grande Multi) adalah ibu pernah hamil atau melahirkan lebih dari 4 kali

atau lebih. Kemungkinan akan di temui kesehatan yang terganggu, kekendoran pada dinding

perut, tampak pada ibu dengan perut yang menggantung.

(2) Resiko Yang Akan Terjadi

Resiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu banyak anak (4 kali melahirkan) adalah

(a) Kelainan letak, persalinan letak lintang

(b) Robekan rahim pada kelainan letak lintang

(c) Persalinan lama

(d) Perdarahan pasca persalinan

(3) Alasan yang perlu diketahui adalah :

(a) Dapat mengakibatkan terjadinya ganguan dalam kehamilan

(b) Dapat menghambat proses perslainan, seperti kelainan letak

(c) Tumbuh kembang anak kurang optimal


(d) Menambah beban ekonomi keluarga. [18]

Dampak Terlalu Sering Dan Terlalu banyak Melahirkan

Memiliki banyak anak kini kurang diminati para orangtua dengan alasan biaya hidup dan

pendidikan yang semakin mahal. Di luar masalah finansial sebenarnya melahirkan terlalu sering

beresiko buruk bagi kesehatan ibu dan bayi. "Makin sering hamil, makin buruk dampaknya bagi

kesehatan karena meningkatkan risiko kematian ibu". Menurut Darney, wanita yang melahirkan

anak lima orang atau lebih memiliki risiko kehamilan bermasalah. Salah satu komplikasi yang

mungkin dialami adalah perdarahan saat persalinan.

Di Indonesia sendiri, saat ini perdarahan masih menjadi penyebab utama kematian ibu saat

melahirkan. Rahim, organ tempat janin berkembang, terdiri dari jaringan otot. Kehamilan yang

terlalu rapat akan mengendurkan otot-otot tersebut sehingga setelah persalinan rahim menjadi

sulit berkontraksi untuk kembali ke ukurannya yang semula dan terjadilah perdarahan. Obat-

obatan biasanya kurang berhasil mengatasinya. Menurut penjelasan dr.Prima Progestian, Sp.OG,

selain risiko perdarahan ada beberapa risiko yang harus dihadapi wanita yang melahirkan terlalu

sering.

1) Risiko placenta previa dan plasenta akreta meningkat. Placenta previa adalah kelainan letak

plasenta yang seharusnya di atas rahim malah di bawah, sehingga menutupi jalan lahir.

2) Meningkatnya intervensi dalam persalinan seperti pemasangan infus atau induksi (rangsangan)

agar tanda persalinan muncul. Induksi bisa dilakukan dengan pemberian obat-obatan atau

memecahkan kantung ketuban.

3) Usia ibu yang terlalu tua juga menyebabkan risiko kecacatan janin, komplikasi pada ibu

(preeklampsia atau diabetes gestasional).


4) Risiko bayi dilahirkan prematur akibat jaringan parut dari kehamilan sebelumnya bisa

menyebabkan masalah pada plasenta bayi.

Menurut dr.Prima, meski sampai sekarang belum ada batasan pasti berapa banyak ibu

boleh hamil dan dioperasi caesar, namun menurut riset diperoleh kurva bahwa melahirkan anak

di atas tiga orang maka risiko komplikasi akan meningkat. "Untuk operasi caesar ada konsensus

bahwa batasannya tidak lebih dari tiga kali," katanya.

Slogan “Banyak Anak Banyak Rejeki” saat ini sudah mulai ditinggalkan oleh keluarga

modern. Alasan utama tentu adalah semakin meningkatnya biaya hidup dan pendidikan. Namun

apabila dikaji menurut ilmu kesehatan, para ilmuwan menyebutkan bahwa ternyata banyak anak

juga bisa memperpendek usia khususnya pada wanita.

Terlalu sering melahirkan bisa memberi dampak buruk bagi sang ibu. Risiko kematian

menjadi lebih meningkat. Pasalnya, jika terlalu sering melahirkan kemungkinan terjadi

perdarahan saat persalinan. Perdarahan terjadi akibat kegagalan berkontraksi rahim atau biasa

disebut perdarahan pascapersalinan.

“Risiko kematian pada ibu yang sering melahirkan karena perdarahan pervaginam (lahir

dengan persalinan normal). Jadi, dalam rahim banyak sekali pembuluh darah. Kalau dia gagal

berkontraksi, gagal mengecil, tentunya akan terjadi bleeding (perdarahan). Banyak kematian

saat melahirkan akibat perdarahan”[21]

Mencegah dan penanganan 4 Terlalu

1) Pelayanan KB berkualitas pasca persalinan, pasca keguguran,pelayanan KB berkualitas pasca

persalinan, pasca keguguran.

2) Meningkatkan partisifasi aktif dan pemanfaatan kerjasama lintas program dan sektor antara lain

dengan jalan menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi.


3) Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat antara lain dalam bentuk

meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya pencegahan 3 terlambat yaitu : 1).Terlambat

dalam mencapai pasilitas (transportasi kerumah sakit/ puskesmas karena jauh). 2).Terlambat

dalam mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat di fasilitas pelayanan (kurang lengkap atau

tenaga medis kurang). 3). Terlambat dalam mengenali tanda bahaya kehamilan dan persalinan.

Serta menyediakan buku KIA, kesiapan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi

kegawatdaruratan agar selama hamil dapat mencegah resiko 4 Terlalu, penyediaan dan

pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi, partisipasi juga mutu pelayanan.

4) Sosialisasi dan advokasi melalui penyusunan hasil informasi cakupan program dan data

informasi tentang masalah yang dihadapi.

Manfaat yang akan diperoleh dalam menghindari 4 Terlalu

1) Bagi kehamilan yang akan terjadi adalah kehamilan yang diinginkan, maka proses kehamilan

dan persalinan dapat dilalui dengan aman dan sehat.

2) Ibu akan mempunyai kesehatan reproduksi yang prima dan memiliki waktu yang cukup untuk

merawat diri dan keluarga.

3) Anak akan tumbuh dan berkembang dengan optimal, sehat, cerdas, dan mempunyai peluang

mendapatkan pendidikan yang lebih baik.

4) Keluarga mempunyai peluang untuk meningkatkan kemandirian dalam mengembangkan

kesejahteraan. [20]
11 Faktor Risiko yang Memicu Anda
Melahirkan Bayi Prematur
Oleh Ajeng Quamila Informasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: Hello Sehat Medical Review
Team.
 31Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)31

 Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)


 Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Line new(Membuka di jendela yang baru)


Indonesia menduduki peringkat kelima dunia negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di
dunia, mencapai 675.700 bayi di tahun 2010 berdasarkan laporan Born Too Soon milik The
Global Action Report on Preterm Birth dari PBB, dilansir dari Kompas.

Bayi prematur tidak hanya berukuran lebih kecil daripada bayi pada umumnya, namun mereka
juga dapat memiliki berbagai masalah fisik dan perkembangan. Bayi-bayi yang lahir prematur
antara minggu 23 hingga 28, khususnya, memiliki risiko komplikasi tertinggi seperti cerebral
palsy; ADHD; gangguan kecemasan; serta masalah penglihatan, pendengaran, dan
pencernaan. Mereka juga memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi dan merupakan yang
paling berisiko untuk sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).
Sebagian besar kelahiran prematur adalah spontan: berkaitan dengan persalinan prematur atau
ketuban pecah dini. Sisanya dilakukan atas dasar komplikasi medis atau obstetrik yang
membahayakan kesehatan ibu atau janin.

Apa yang dimaksud bayi prematur?


Bayi prematur mengacu pada kelahiran bayi yang terjadi sebelum ibu mencapai akhir dari
minggu ke-37 usia kehamilan. Ada berbagai tingkat prematuritas dan masing-masing membawa
risiko mereka sendiri. Bayi sangat prematur, lahir sebelum minggu ke-26, adalah yang paling
berisiko dan kadang-kadang dikenal sebagai prematur mikro. Seorang bayi lahir pada 37
minggu atau lebih dikenal sebagai bayi “term”, alias tepat waktu. Umumnya, semakin dini
kelahirannya, semakin tinggi pula risiko kesehatannya.

Kelahiran prematur juga dapat didefinisikan oleh berat lahir: berat lahir rendah (kurang dari
2500 gram), berat lahir sangat rendah (kurang dari 1500 gram), dan berat lahir rendah ekstrem
(kurang dari 1000 gram). Selain itu, kelahiran bayi prematur dan berat lahir rendah dikaitkan
dengan penyakit jantung di usia dewasa.

Seberapa besar peluang bayi prematur


bertahan hidup?
Sebenarnya, kebanyakan dokter menentukan usia kelayakan sebagai sekitar 24 minggu
kehamilan. Di banyak rumah sakit, 24 minggu adalah titik batas bagi dokter untuk
menggunakan intervensi medis intensif guna mencoba untuk menyelamatkan nyawa bayi lahir
prematur.

Seorang bayi yang lahir pada minggu 24 biasanya akan memerlukan banyak intervensi,
berpotensi termasuk ventilasi mekanik dan perawatan invasif lainnya, dan diikuti oleh rawat inap
jangka panjang di unit perawatan intensif neonatal (NICU).

Di tangan ahli yang berpengalaman, bayi yang lahir sedikit lebih awal mungkin memiliki
kesempatan bertahan hidup yang baik. Bayi yang lahir pada minggu 23 mungkin bisa bertahan
hidup di bawah naungan spesialis dalam fasilitas NICU terkemuka, tapi peluangnya jauh lebih
rendah. Bayi yang pernah selamat dari kelahiran prematur di minggu 21 dan 6 hari, dilaporkan
dalam berita sebagai sebuah “keajaiban.”

Kemungkinan kelangsungan hidup akan meningkat mengikuti usia kehamilan berlanjut. Usia
kehamilan begitu penting dalam menentukan besar peluang melahirkan bayi prematur, hingga
bahkan tambahan satu minggu bayi bertahan di dalam rahim dapat membuat perbedaan besar.

“Semakin lama usia kehamilan Anda, risiko akan jauh menurun,” ungkap Dr. Jill Hechtman,
direktur medis dari Tampa Obstetrics di Tampa, Florida, dilansir dari Fox News. Secara umum,
bayi prematur yang lahir lebih mendekati ke minggu 37 akan lebih baik daripada mereka yang
lahir sebelum minggu ke-28.
Apa yang membuat Anda berisiko memiliki
bayi prematur?
Ada beberapa faktor risiko untuk kelahiran prematur, termasuk yang belum teridentifikasi oleh
peneliti. Beberapa faktor risiko ini “termodifikasi,” yang berarti mereka dapat diubah untuk
membantu mengurangi risiko. Faktor lain yang tidak dapat diubah. Sering kali, penyebab
spesifik dari kelahiran prematur tidak jelas — dua pertiga kasus kelahiran prematur tidak
memiliki alasan biologis, menurut temuan jurnal terbitan PLOS ONE.

1. Usia saat hamil

Wanita berusia di bawah 16 tahun dan mereka yang berusia lebih dari 35 tahun saat hamil
memiliki peningkatan peluang 2-4 persen dari kelahiran bayi prematur, dibandingkan mereka
yang berada di rentang usia 21-24 tahun saat hamil. Beberapa studi telah meneliti hubungan
antara usia ibu dan kelahiran prematur, dengan kelahiran prematur -— dan yang berada dalam
posisi sungsang — terjadi pada 8% ibu yang berusia lebih dari 35 tahun dibandingkan dengan
kurang dari 4% kelahiran di kalangan ibu berusia lebih muda dari 35 tahun. Ibu hamil yang
berusia lebih tua pun lebih mungkin untuk mengalami perdarahan sebelum hamil. Hal ini
sebagian besar dikarenakan oleh cara plasenta tertanam lebih rendah di dalam rahim

Temuan-temuan ini telah dikaitkan dengan faktor hormonal yang berhubungan dengan
bertambahnya usia ibu. Namun, belum ada cukup bukti kuat untuk menentukan apakah
pertambahan usia iu adalah faktor mandiri dan langsung dari kelahiran bayi prematur.

Perempuan yang hamil di bawah umur (kehamilan remaja) juga membawa peningkatan risiko
hasil kehamilan buruk, termasuk risiko menjalani persalinan dini dibandingkan dengan
kelompok ibu berusia 20-39 tahun. Remaja juga lebih mungkin untuk memiliki peningkatan
risiko kelahiran bayi prematur ekstrem yang lebih tinggi.

2. Jarak antar kehamilan

Periode antar dua kehamilan yang berjarak hanya enam sampai sembilan bulan antara
kelahiran satu bayi dengan awal kehamilan berikutnya diketahui meningkatkan risiko kelahiran
bayi prematur. Bahkan, lebih dari setengah dari perempuan melaporkan kehamilan setelah 12
bulan melahirkan bayi pertama mereka, melahirkan bayi berikutnya sebelum 39 minggu,
menurut temuan sebuah studi di BJOG: An International Journal of Obstetrics and
Gynaecology.

Para ahli mengatakan waktu optimal antara kehamilan adalah 18 bulan tapi tidak jelas alasan di
baliknya, dan bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan.

“Tapi angka bercerita bahwa untuk setiap bulan lebih mendekati 18 bulan di antara dua
kehamilan, ada kemungkinan lebih tinggi bahwa Anda akan memiliki kehamilan yang sehat,”
kata Dr Scott D. Berns, presiden dan CEO dari National Institute for Children’s Health Quality
(NICHQ) di Boston, Massachusetts.

3. Riwayat kelahiran prematur


Risiko kelahiran bayi prematur meningkat pada wanita yang memiliki riwayat melahirkan
prematur sebelumnya. Bahkan, studi menunjukkan wanita yang melahirkan prematur berada
pada tingkat peluang 30-50 persen lebih tinggi untuk mengalami kelahiran bayi prematur di
kehamilan berikutnya.

Riwayat melahirkan prematur merupakan faktor risiko terkuat untuk kelahiran prematur berulang
dan kekambuhan sering terjadi pada usia yang sama, dengan sekitar 70 persen persalinan dini
terjadi dalam waktu dua minggu usia kehamilan dari kelahiran prematur pertama.

Kelahiran bayi prematur iatrogenik (disebabkan oleh perawatan dokter terhadap suatu penyakit
atau suatu kondisi pasien) menyumbang lebih dari 30 persen dari seluruh kejadian kelahiran
prematur. Tingkat kelahiran bayi prematur terus meningkat di banyak negara di seluruh dunia
karena peningkatan tingkat kelahiran prematur yang ditunjukkan.

4. Kehamilan kembar

Diperkirakan 50 persen dari kehamilan kembar dua berakhir dalam kelahiran prematur dan
hampir semua kejadian kembar kelipatan yang lebih tinggi (90 persen) dilahirkan prematur.
Sebanyak 36 persen dari kembar tiga dilahirkan sebelum 32 minggu kehamilan, menurut
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ifeoma Offiah dan tim peneliti dari Rumah Sakit Bersalin
Universitas Cork, Irlandia.

Kelahiran prematur adalah komplikasi yang paling umum untuk wanita hamil dengan kembar
dua atau kelipatan selanjutnya, yang diikuti oleh berat badan lahir rendah, morbiditas neonatal
dan perinatal, neonatal, dan kematian bayi.

Kehamilan kembar dua dan seterusnya hanya menempati 2-3 persen dari seluruh kehamilan,
tapi mencakup lebih dari 17 persen kelahiran prematur terlambat, dan 23% kelahiran prematur
ekstrem. Rata-rata usia kelahiran dari kebanyakan kehamilan ganda terjadi di peridoe kelahiran
prematur lambat (34-36 minggu usia kehamilan) akibat terjadinya awal persalinan spontan dan
kelahiran prematur iatrogenik.

5. Infeksi ibu

Infeksi dan peradangan terkait adalah inisiator penting dari jalur kelahiran prematur. Infeksi
yang mempengaruhi vagina, ginjal, kandung kemih, dan saluran kencing dapat meningkatkan
risiko Anda melahirkan bayi prematur. Begitu pula dengan infeksi umum yang disertai dengan
demam tinggi (lebih dari 38ºC) pada ibu hamil.

Infeksi seperti bacterial vaginosis atau yang disebabkan oleh bakteri tertentu, seperti
Mycoplasme dan Ureaplasma dapat meningkatkan risiko Anda. Penelitian menunjukkan bahwa
infeksi intrauterin (infeksi dalam rahim) mungkin bertanggung jawab untuk kurang lebih 40
persen kelahiran prematur, dan juga merupakan faktor risiko untuk bayi lahir mati. Hal ini
ditunjukkan oleh penemuan berulang kultur bakteri positif dari plasenta atau selaput dari
tingginya proporsi pasien yang mengalami kelahiran prematur. Selain itu, Streptokokus grup B
(strep grup B) juga merupakan faktor risiko kelahiran prematur, walaupun tergolong lebih jarang
— sehingga bahkan jika Anda terbukti positif, tidak berarti Anda pasti akan mengalami kelahiran
prematur.
25 persen kasus bayi lahir prematur terjadi pada ibu yang memiliki kolonisasi bakteri rahim. Ada
beberapa indikasi bahwa hal ini lebih disebabkan oleh jumlah relatif bakteri, atau spesies
tertentu dari bakteri, bukan semata hanya kehadirannya, yang mempengaruhi kelahiran
prematur.

6. Kondisi kronis yang diidap ibu

Ibu hamil yang memiliki diabetes, hipertensi, anemia, asma, peradangan usus besar (IBS),
penyakit ginjal, lupus, gangguan tiroid, pre-eklamsia, atau sindrom antifosfolipid/APS (gangguan
autoimun di mana antibodi tubuh justru balik menyerang dan merusak jaringan atau sel tubuh
sehat) misalnya, memiliki peningkatan risiko terhadap kelahiran bayi prematur.

Penyakit seks menular juga diketahui sebagai faktor yang memainkan peran besar dalam
menentukan keselamatan kehamilan Anda. Ibu hamil yang mengidap klamidia thrachomatis
lebih mungkin untuk memiliki leher rahim pendek daripada grup kontrol (33 persen berbanding
17,9 persen). Infeksi C. trachomatis yang terjadi pada minggu ke-24 kehamilan membawa
peningkatan risiko kelahiran prematur cenderung 2-3 kali lipat lebih tinggi daripada mereka
yang terinfeksi dengan penyakit yang sama di usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan
kurang dari 35 minggu.

7. Abnormalitas leher rahim

Inkompentensi serviks adalah dilatasi dan pengangkatan leher rahim sebelum waktu persalinan,
yang berkontribusi pada hilangnya kehamilan sehat. Hal ini termasuk jarang, hanya mencakup
1-2 persen dari total kasus kehamilan di AS, tetapi bertanggung jawab untuk 25 persen dari
total kasus keguguran di pertengahan trimester ketiga. Faktor risiko inkompetensi serviks
termasuk riwayat operasi leher rahim, dan sejarah keguguran atau aborsi di trimester kedua.

Risiko kelahiran bayi prematur meningkat secara signifikan pada wanita yang memiliki leher
rahim pendek setelah menjalani operasi rahim, terutama biopsi kerucut atau prosedur loop
electrosurgical excision procedure (LEEP) -— yang menguji sel pra-kanker atau sel abnormal.

8. Berat badan saat hamil yang tidak memenuhi standar

Meskipun hampir setengah dari wanita mengalami kenaikan berat badan terlalu banyak selama
kehamilan, 21 persen tidak mendapatkan jumlah yang disarankan, menurut sebuah studi dalam
jurnal Obstetrics and Gynecology. Bukti menunjukkan bahwa berat badan pra-kehamilan yang
rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur. Temuan mereka termasuk
hubungan yang signifikan antara BMI ibu kurang dari 23 dan adanya peningkatan risiko untuk
kelahiran prematur. Bukti ini kemudian didukung oleh berbagai penelitian lain, yang paling
menonjol berasal dari Preterm Prediction Study, di mana dilaporkan bahwa BMI ibu yang
kurang dari 19,8 sangat terkait dengan peningkatan risiko kelahiran prematur ekstrem di usia
kehamilan kurang dari 32 minggu, dengan risiko relatif 2,5 persen.

Ibu hamil yang obesitas juga berada pada peningkatan risiko komplikasi tertentu selama
kehamilan, masa persalinan dan kelahiran bayi, dan periode post-partum. Risiko termasuk
peningkatan risiko malformasi bayi, termasuk cacat tabung saraf (spina bifida), distosia bahu,
dan trauma lahir lainnya, termasuk endometritis dan infeksi luka operasi caesar, dibandingkan
dengan wanita non-obesitas.
Obesitas pra-kehamilan memiliki peran dalam faktor risiko kelahiran prematur dengan
meningkatkan risiko ketuban pecah dini (PPROM). Risiko kelahiran prematur spontan pada ibu
obesitas saat kurang dari 37 minggu kehamilan, tanpa PPROM berkurang: 6,2% dibandingkan
11,2% pada ibu non-obesitas.

9. Stres fisik

Polusi. Enam belas ribu kelahiran prematur telah dikaitkan dengan polusi udara di AS, menurut
sebuah studi oleh NYU Langone Medical Center. Daerah-daerah yang paling terpengaruh
adalah kabupaten kota.

Bayi tabung. Kini lebih banyak wanita dari sebelumnya yang beralih ke program bayi tabung
(fertilisasi in-vitro) untuk mencoba hamil. Pada tahun 2014, 375 klinik anggota Society for
Assisted Reproductive Technology (SART) dilakukan 190.384 siklus IVF dan prosedur terkait
yang mengakibatkan 65.175 bayi disampaikan. Meskipun tidak jelas mengapa, wanita yang
hamil melalui IVF tampaknya memiliki peningkatan risiko untuk kelahiran prematur.

Kelelahan fisik di tempat kerja. Dengan meningkatnya jumlah ibu yang terus bekerja hingga
usia lanjut kehamilan mereka, stres kerja dihipotesiskan menjadi kontributor penting untuk hasil
reproduksi yang merugikan, baik bagi ibu dan bayi. stres fisik seperti kerja shift, waktu berdiri
lama, dan mengangkat beban berat telah secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan risiko
kelahiran prematur. Teorinya, memiliki dan mampu mempertahankan pekerjaan, merupakan
indikator sendiri dari status sosial ekonomi yang lebih tinggi, yang memiliki efek terbalik pada
tingkat kelahiran prematur. Studi terbaru telah menemukan hubungan peningkatan tingkat
kelahiran prematur dan pekerjaan, tetapi studi ini lebih banyak dilakukan di negara maju, di
mana kelelahan fisik dan kondisi kerja berbahaya bukan menjadi norma masyarakat.

10. Gaya hidup (alkohol, rokok, dan penyalahgunaan zat)

Alkohol. Alkohol dapat membahayakan perkembangan janin di dalam rahim. Anda tidak boleh
minum sama sekali pada trimester pertama, dan idealnya tidak sama sekali sampai setelah
melahirkan. Jika Anda memilih untuk minum, batasi diri untuk satu atau dua unit alkohol sekali
atau dua kali seminggu, maksimum.

Merokok. Merokok selama kehamilan meningkatkan risiko kelahiran prematur hingga dua kali
lipat dan berhubungan dengan ketuban pecah awal dan ntrauterine Growth Restriction (IUGR) -
— kondisi ukuran janin lebih kecil dari yang diharapkan untuk jumlah bulan kehamilan. Semakin
banyak rokok yang Anda hisap, semakin tinggi risiko Anda mencelakai janin. Yang dapat Anda
lakukan untuk mengurangi risiko Anda adalah untuk berhenti sekarang juga.

Narkoba. Jika Anda menggunakan kokain atau heroin saat hamil, Anda akan lebih mungkin
untuk memiliki bayi prematur.

Aktivitas fisik. Kurangnya kegiatan fisik atau terlibat dalam kebiasaan gaya hidup berbahaya
(penggunaan alkohol, rokok, atau narkoba, atau kesemuanya, yang diikuti oleh kurangnya
aktivitas fisik) juga meningkatkan risiko Anda melahirkan bayi prematur.

11. Kesehatan mental ibu (depresi dan trauma)


Peristiwa traumatik. Paparan peristiwa hidup traumatik telah dikaitkan dengan kelahiran
prematur kronis dan ekstrim. Eksposur didefinisikan seperti kematian atau penyakit serius yang
dialami kerabat dekat, 6 bulan sebelum konsepsi atau pada trimester pertama atau kedua
kehamilan, atau mengalami KDRT atau kekerasan seksual selama Anda hamil. Kurangnya
dukungan dari orang-orang sekitar dan bahkan fasilitas kesehatan yang mumpuni juga dapat
memicu kelahiran bayi prematur.

Depresi. Ibu hamil yang mengidap (terdiagnosis maupun tidak) depresi baru maupun depresi
kambuhan memiliki peningkatan risiko 30-40 persen mengalami kelahiran prematur yang terjadi
di periode usia kehamilan 32-36 minggi, sementara depresi pada ayah dikaitkan dengan
peningkatan risiko hingga 38 persen terhadap kelahirtan bayi prematur di periode 22-31 usia
kehamilan, menurut sebuah penelitian terbitan BJOG: An International Journal of Obstetrics and
Gynaecology.

Penelitian tentang faktor-faktor psikososial dan kelahiran prematur dalam beberapa tahun
terakhir telah terakumulasi dengan cepat. Namun demikian, mekanisme yang terlibat dalam
asosiasi psikososial kelahiran bayi prematur tidak dipahami dengan baik.
11 Faktor Risiko yang Memicu Anda
Melahirkan Bayi Prematur
Oleh Ajeng Quamila Informasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: Hello Sehat Medical Review
Team.
 31Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)31

 Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)


 Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Line new(Membuka di jendela yang baru)


Indonesia menduduki peringkat kelima dunia negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di
dunia, mencapai 675.700 bayi di tahun 2010 berdasarkan laporan Born Too Soon milik The
Global Action Report on Preterm Birth dari PBB, dilansir dari Kompas.

Bayi prematur tidak hanya berukuran lebih kecil daripada bayi pada umumnya, namun mereka
juga dapat memiliki berbagai masalah fisik dan perkembangan. Bayi-bayi yang lahir prematur
antara minggu 23 hingga 28, khususnya, memiliki risiko komplikasi tertinggi seperti cerebral
palsy; ADHD; gangguan kecemasan; serta masalah penglihatan, pendengaran, dan
pencernaan. Mereka juga memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi dan merupakan yang
paling berisiko untuk sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).
Sebagian besar kelahiran prematur adalah spontan: berkaitan dengan persalinan prematur atau
ketuban pecah dini. Sisanya dilakukan atas dasar komplikasi medis atau obstetrik yang
membahayakan kesehatan ibu atau janin.

Apa yang dimaksud bayi prematur?


Bayi prematur mengacu pada kelahiran bayi yang terjadi sebelum ibu mencapai akhir dari
minggu ke-37 usia kehamilan. Ada berbagai tingkat prematuritas dan masing-masing membawa
risiko mereka sendiri. Bayi sangat prematur, lahir sebelum minggu ke-26, adalah yang paling
berisiko dan kadang-kadang dikenal sebagai prematur mikro. Seorang bayi lahir pada 37
minggu atau lebih dikenal sebagai bayi “term”, alias tepat waktu. Umumnya, semakin dini
kelahirannya, semakin tinggi pula risiko kesehatannya.

Kelahiran prematur juga dapat didefinisikan oleh berat lahir: berat lahir rendah (kurang dari
2500 gram), berat lahir sangat rendah (kurang dari 1500 gram), dan berat lahir rendah ekstrem
(kurang dari 1000 gram). Selain itu, kelahiran bayi prematur dan berat lahir rendah dikaitkan
dengan penyakit jantung di usia dewasa.

Seberapa besar peluang bayi prematur


bertahan hidup?
Sebenarnya, kebanyakan dokter menentukan usia kelayakan sebagai sekitar 24 minggu
kehamilan. Di banyak rumah sakit, 24 minggu adalah titik batas bagi dokter untuk
menggunakan intervensi medis intensif guna mencoba untuk menyelamatkan nyawa bayi lahir
prematur.

Seorang bayi yang lahir pada minggu 24 biasanya akan memerlukan banyak intervensi,
berpotensi termasuk ventilasi mekanik dan perawatan invasif lainnya, dan diikuti oleh rawat inap
jangka panjang di unit perawatan intensif neonatal (NICU).

Di tangan ahli yang berpengalaman, bayi yang lahir sedikit lebih awal mungkin memiliki
kesempatan bertahan hidup yang baik. Bayi yang lahir pada minggu 23 mungkin bisa bertahan
hidup di bawah naungan spesialis dalam fasilitas NICU terkemuka, tapi peluangnya jauh lebih
rendah. Bayi yang pernah selamat dari kelahiran prematur di minggu 21 dan 6 hari, dilaporkan
dalam berita sebagai sebuah “keajaiban.”

Kemungkinan kelangsungan hidup akan meningkat mengikuti usia kehamilan berlanjut. Usia
kehamilan begitu penting dalam menentukan besar peluang melahirkan bayi prematur, hingga
bahkan tambahan satu minggu bayi bertahan di dalam rahim dapat membuat perbedaan besar.

“Semakin lama usia kehamilan Anda, risiko akan jauh menurun,” ungkap Dr. Jill Hechtman,
direktur medis dari Tampa Obstetrics di Tampa, Florida, dilansir dari Fox News. Secara umum,
bayi prematur yang lahir lebih mendekati ke minggu 37 akan lebih baik daripada mereka yang
lahir sebelum minggu ke-28.
Apa yang membuat Anda berisiko memiliki
bayi prematur?
Ada beberapa faktor risiko untuk kelahiran prematur, termasuk yang belum teridentifikasi oleh
peneliti. Beberapa faktor risiko ini “termodifikasi,” yang berarti mereka dapat diubah untuk
membantu mengurangi risiko. Faktor lain yang tidak dapat diubah. Sering kali, penyebab
spesifik dari kelahiran prematur tidak jelas — dua pertiga kasus kelahiran prematur tidak
memiliki alasan biologis, menurut temuan jurnal terbitan PLOS ONE.

1. Usia saat hamil

Wanita berusia di bawah 16 tahun dan mereka yang berusia lebih dari 35 tahun saat hamil
memiliki peningkatan peluang 2-4 persen dari kelahiran bayi prematur, dibandingkan mereka
yang berada di rentang usia 21-24 tahun saat hamil. Beberapa studi telah meneliti hubungan
antara usia ibu dan kelahiran prematur, dengan kelahiran prematur -— dan yang berada dalam
posisi sungsang — terjadi pada 8% ibu yang berusia lebih dari 35 tahun dibandingkan dengan
kurang dari 4% kelahiran di kalangan ibu berusia lebih muda dari 35 tahun. Ibu hamil yang
berusia lebih tua pun lebih mungkin untuk mengalami perdarahan sebelum hamil. Hal ini
sebagian besar dikarenakan oleh cara plasenta tertanam lebih rendah di dalam rahim

Temuan-temuan ini telah dikaitkan dengan faktor hormonal yang berhubungan dengan
bertambahnya usia ibu. Namun, belum ada cukup bukti kuat untuk menentukan apakah
pertambahan usia iu adalah faktor mandiri dan langsung dari kelahiran bayi prematur.

Perempuan yang hamil di bawah umur (kehamilan remaja) juga membawa peningkatan risiko
hasil kehamilan buruk, termasuk risiko menjalani persalinan dini dibandingkan dengan
kelompok ibu berusia 20-39 tahun. Remaja juga lebih mungkin untuk memiliki peningkatan
risiko kelahiran bayi prematur ekstrem yang lebih tinggi.

2. Jarak antar kehamilan

Periode antar dua kehamilan yang berjarak hanya enam sampai sembilan bulan antara
kelahiran satu bayi dengan awal kehamilan berikutnya diketahui meningkatkan risiko kelahiran
bayi prematur. Bahkan, lebih dari setengah dari perempuan melaporkan kehamilan setelah 12
bulan melahirkan bayi pertama mereka, melahirkan bayi berikutnya sebelum 39 minggu,
menurut temuan sebuah studi di BJOG: An International Journal of Obstetrics and
Gynaecology.

Para ahli mengatakan waktu optimal antara kehamilan adalah 18 bulan tapi tidak jelas alasan di
baliknya, dan bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan.

“Tapi angka bercerita bahwa untuk setiap bulan lebih mendekati 18 bulan di antara dua
kehamilan, ada kemungkinan lebih tinggi bahwa Anda akan memiliki kehamilan yang sehat,”
kata Dr Scott D. Berns, presiden dan CEO dari National Institute for Children’s Health Quality
(NICHQ) di Boston, Massachusetts.

3. Riwayat kelahiran prematur


Risiko kelahiran bayi prematur meningkat pada wanita yang memiliki riwayat melahirkan
prematur sebelumnya. Bahkan, studi menunjukkan wanita yang melahirkan prematur berada
pada tingkat peluang 30-50 persen lebih tinggi untuk mengalami kelahiran bayi prematur di
kehamilan berikutnya.

Riwayat melahirkan prematur merupakan faktor risiko terkuat untuk kelahiran prematur berulang
dan kekambuhan sering terjadi pada usia yang sama, dengan sekitar 70 persen persalinan dini
terjadi dalam waktu dua minggu usia kehamilan dari kelahiran prematur pertama.

Kelahiran bayi prematur iatrogenik (disebabkan oleh perawatan dokter terhadap suatu penyakit
atau suatu kondisi pasien) menyumbang lebih dari 30 persen dari seluruh kejadian kelahiran
prematur. Tingkat kelahiran bayi prematur terus meningkat di banyak negara di seluruh dunia
karena peningkatan tingkat kelahiran prematur yang ditunjukkan.

4. Kehamilan kembar

Diperkirakan 50 persen dari kehamilan kembar dua berakhir dalam kelahiran prematur dan
hampir semua kejadian kembar kelipatan yang lebih tinggi (90 persen) dilahirkan prematur.
Sebanyak 36 persen dari kembar tiga dilahirkan sebelum 32 minggu kehamilan, menurut
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ifeoma Offiah dan tim peneliti dari Rumah Sakit Bersalin
Universitas Cork, Irlandia.

Kelahiran prematur adalah komplikasi yang paling umum untuk wanita hamil dengan kembar
dua atau kelipatan selanjutnya, yang diikuti oleh berat badan lahir rendah, morbiditas neonatal
dan perinatal, neonatal, dan kematian bayi.

Kehamilan kembar dua dan seterusnya hanya menempati 2-3 persen dari seluruh kehamilan,
tapi mencakup lebih dari 17 persen kelahiran prematur terlambat, dan 23% kelahiran prematur
ekstrem. Rata-rata usia kelahiran dari kebanyakan kehamilan ganda terjadi di peridoe kelahiran
prematur lambat (34-36 minggu usia kehamilan) akibat terjadinya awal persalinan spontan dan
kelahiran prematur iatrogenik.

5. Infeksi ibu

Infeksi dan peradangan terkait adalah inisiator penting dari jalur kelahiran prematur. Infeksi
yang mempengaruhi vagina, ginjal, kandung kemih, dan saluran kencing dapat meningkatkan
risiko Anda melahirkan bayi prematur. Begitu pula dengan infeksi umum yang disertai dengan
demam tinggi (lebih dari 38ºC) pada ibu hamil.

Infeksi seperti bacterial vaginosis atau yang disebabkan oleh bakteri tertentu, seperti
Mycoplasme dan Ureaplasma dapat meningkatkan risiko Anda. Penelitian menunjukkan bahwa
infeksi intrauterin (infeksi dalam rahim) mungkin bertanggung jawab untuk kurang lebih 40
persen kelahiran prematur, dan juga merupakan faktor risiko untuk bayi lahir mati. Hal ini
ditunjukkan oleh penemuan berulang kultur bakteri positif dari plasenta atau selaput dari
tingginya proporsi pasien yang mengalami kelahiran prematur. Selain itu, Streptokokus grup B
(strep grup B) juga merupakan faktor risiko kelahiran prematur, walaupun tergolong lebih jarang
— sehingga bahkan jika Anda terbukti positif, tidak berarti Anda pasti akan mengalami kelahiran
prematur.
25 persen kasus bayi lahir prematur terjadi pada ibu yang memiliki kolonisasi bakteri rahim. Ada
beberapa indikasi bahwa hal ini lebih disebabkan oleh jumlah relatif bakteri, atau spesies
tertentu dari bakteri, bukan semata hanya kehadirannya, yang mempengaruhi kelahiran
prematur.

6. Kondisi kronis yang diidap ibu

Ibu hamil yang memiliki diabetes, hipertensi, anemia, asma, peradangan usus besar (IBS),
penyakit ginjal, lupus, gangguan tiroid, pre-eklamsia, atau sindrom antifosfolipid/APS (gangguan
autoimun di mana antibodi tubuh justru balik menyerang dan merusak jaringan atau sel tubuh
sehat) misalnya, memiliki peningkatan risiko terhadap kelahiran bayi prematur.

Penyakit seks menular juga diketahui sebagai faktor yang memainkan peran besar dalam
menentukan keselamatan kehamilan Anda. Ibu hamil yang mengidap klamidia thrachomatis
lebih mungkin untuk memiliki leher rahim pendek daripada grup kontrol (33 persen berbanding
17,9 persen). Infeksi C. trachomatis yang terjadi pada minggu ke-24 kehamilan membawa
peningkatan risiko kelahiran prematur cenderung 2-3 kali lipat lebih tinggi daripada mereka
yang terinfeksi dengan penyakit yang sama di usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan
kurang dari 35 minggu.

7. Abnormalitas leher rahim

Inkompentensi serviks adalah dilatasi dan pengangkatan leher rahim sebelum waktu persalinan,
yang berkontribusi pada hilangnya kehamilan sehat. Hal ini termasuk jarang, hanya mencakup
1-2 persen dari total kasus kehamilan di AS, tetapi bertanggung jawab untuk 25 persen dari
total kasus keguguran di pertengahan trimester ketiga. Faktor risiko inkompetensi serviks
termasuk riwayat operasi leher rahim, dan sejarah keguguran atau aborsi di trimester kedua.

Risiko kelahiran bayi prematur meningkat secara signifikan pada wanita yang memiliki leher
rahim pendek setelah menjalani operasi rahim, terutama biopsi kerucut atau prosedur loop
electrosurgical excision procedure (LEEP) -— yang menguji sel pra-kanker atau sel abnormal.

8. Berat badan saat hamil yang tidak memenuhi standar

Meskipun hampir setengah dari wanita mengalami kenaikan berat badan terlalu banyak selama
kehamilan, 21 persen tidak mendapatkan jumlah yang disarankan, menurut sebuah studi dalam
jurnal Obstetrics and Gynecology. Bukti menunjukkan bahwa berat badan pra-kehamilan yang
rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur. Temuan mereka termasuk
hubungan yang signifikan antara BMI ibu kurang dari 23 dan adanya peningkatan risiko untuk
kelahiran prematur. Bukti ini kemudian didukung oleh berbagai penelitian lain, yang paling
menonjol berasal dari Preterm Prediction Study, di mana dilaporkan bahwa BMI ibu yang
kurang dari 19,8 sangat terkait dengan peningkatan risiko kelahiran prematur ekstrem di usia
kehamilan kurang dari 32 minggu, dengan risiko relatif 2,5 persen.

Ibu hamil yang obesitas juga berada pada peningkatan risiko komplikasi tertentu selama
kehamilan, masa persalinan dan kelahiran bayi, dan periode post-partum. Risiko termasuk
peningkatan risiko malformasi bayi, termasuk cacat tabung saraf (spina bifida), distosia bahu,
dan trauma lahir lainnya, termasuk endometritis dan infeksi luka operasi caesar, dibandingkan
dengan wanita non-obesitas.
Obesitas pra-kehamilan memiliki peran dalam faktor risiko kelahiran prematur dengan
meningkatkan risiko ketuban pecah dini (PPROM). Risiko kelahiran prematur spontan pada ibu
obesitas saat kurang dari 37 minggu kehamilan, tanpa PPROM berkurang: 6,2% dibandingkan
11,2% pada ibu non-obesitas.

9. Stres fisik

Polusi. Enam belas ribu kelahiran prematur telah dikaitkan dengan polusi udara di AS, menurut
sebuah studi oleh NYU Langone Medical Center. Daerah-daerah yang paling terpengaruh
adalah kabupaten kota.

Bayi tabung. Kini lebih banyak wanita dari sebelumnya yang beralih ke program bayi tabung
(fertilisasi in-vitro) untuk mencoba hamil. Pada tahun 2014, 375 klinik anggota Society for
Assisted Reproductive Technology (SART) dilakukan 190.384 siklus IVF dan prosedur terkait
yang mengakibatkan 65.175 bayi disampaikan. Meskipun tidak jelas mengapa, wanita yang
hamil melalui IVF tampaknya memiliki peningkatan risiko untuk kelahiran prematur.

Kelelahan fisik di tempat kerja. Dengan meningkatnya jumlah ibu yang terus bekerja hingga
usia lanjut kehamilan mereka, stres kerja dihipotesiskan menjadi kontributor penting untuk hasil
reproduksi yang merugikan, baik bagi ibu dan bayi. stres fisik seperti kerja shift, waktu berdiri
lama, dan mengangkat beban berat telah secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan risiko
kelahiran prematur. Teorinya, memiliki dan mampu mempertahankan pekerjaan, merupakan
indikator sendiri dari status sosial ekonomi yang lebih tinggi, yang memiliki efek terbalik pada
tingkat kelahiran prematur. Studi terbaru telah menemukan hubungan peningkatan tingkat
kelahiran prematur dan pekerjaan, tetapi studi ini lebih banyak dilakukan di negara maju, di
mana kelelahan fisik dan kondisi kerja berbahaya bukan menjadi norma masyarakat.

10. Gaya hidup (alkohol, rokok, dan penyalahgunaan zat)

Alkohol. Alkohol dapat membahayakan perkembangan janin di dalam rahim. Anda tidak boleh
minum sama sekali pada trimester pertama, dan idealnya tidak sama sekali sampai setelah
melahirkan. Jika Anda memilih untuk minum, batasi diri untuk satu atau dua unit alkohol sekali
atau dua kali seminggu, maksimum.

Merokok. Merokok selama kehamilan meningkatkan risiko kelahiran prematur hingga dua kali
lipat dan berhubungan dengan ketuban pecah awal dan ntrauterine Growth Restriction (IUGR) -
— kondisi ukuran janin lebih kecil dari yang diharapkan untuk jumlah bulan kehamilan. Semakin
banyak rokok yang Anda hisap, semakin tinggi risiko Anda mencelakai janin. Yang dapat Anda
lakukan untuk mengurangi risiko Anda adalah untuk berhenti sekarang juga.

Narkoba. Jika Anda menggunakan kokain atau heroin saat hamil, Anda akan lebih mungkin
untuk memiliki bayi prematur.

Aktivitas fisik. Kurangnya kegiatan fisik atau terlibat dalam kebiasaan gaya hidup berbahaya
(penggunaan alkohol, rokok, atau narkoba, atau kesemuanya, yang diikuti oleh kurangnya
aktivitas fisik) juga meningkatkan risiko Anda melahirkan bayi prematur.

11. Kesehatan mental ibu (depresi dan trauma)


Peristiwa traumatik. Paparan peristiwa hidup traumatik telah dikaitkan dengan kelahiran
prematur kronis dan ekstrim. Eksposur didefinisikan seperti kematian atau penyakit serius yang
dialami kerabat dekat, 6 bulan sebelum konsepsi atau pada trimester pertama atau kedua
kehamilan, atau mengalami KDRT atau kekerasan seksual selama Anda hamil. Kurangnya
dukungan dari orang-orang sekitar dan bahkan fasilitas kesehatan yang mumpuni juga dapat
memicu kelahiran bayi prematur.

Depresi. Ibu hamil yang mengidap (terdiagnosis maupun tidak) depresi baru maupun depresi
kambuhan memiliki peningkatan risiko 30-40 persen mengalami kelahiran prematur yang terjadi
di periode usia kehamilan 32-36 minggi, sementara depresi pada ayah dikaitkan dengan
peningkatan risiko hingga 38 persen terhadap kelahirtan bayi prematur di periode 22-31 usia
kehamilan, menurut sebuah penelitian terbitan BJOG: An International Journal of Obstetrics and
Gynaecology.

Penelitian tentang faktor-faktor psikososial dan kelahiran prematur dalam beberapa tahun
terakhir telah terakumulasi dengan cepat. Namun demikian, mekanisme yang terlibat dalam
asosiasi psikososial kelahiran bayi prematur tidak dipahami dengan baik.

Mungkinkah Melahirkan Normal Jika


Pernah Operasi Caesar?
Oleh dr. Anastasia Shinta Informasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Tania Savitri - Dokter
Umum.
 245Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)245

 Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)


 Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Line new(Membuka di jendela yang baru)


Persalinan normal setelah dulunya pernah melahirkan dengan operasi caesar mungkin
dilakukan. Dalam bahasa medis, ini disebut dengan persalinan Vaginal Birth After Cesarean,
alias VBAC. Selain karena proses penyembuhan pasca persalinan yang lebih cepat, banyak
wanita mempertimbangkan untuk melakukan persalinan vaginal karena alasan ingin mengalami
persalinan normal. Walaupun saat ini tingkat keberhasilan persalinan normal setelah caesar
cukup besar, ini bukanlah tindakan yang sederhana dan tanpa risiko. Keputusan untuk
melahirkan normal jika persalinan pertama adalah lewat operasi caesar membutuhkan
pertimbangan yang matang dan persiapan yang lengkap.

Apa keuntungan melahirkan normal?


 Mencegah bekas perlukaan (scar) pada dinding rahim. Hal ini penting bila Anda masih
berencana memiliki keturunan lagi di masa datang.
 Tidak ada luka operasi sehingga perawatan paska persalinan lebih mudah, komplikasi akibat
operasi dapat dihindari.
 Waktu rawat inap lebih singkat, proses penyembuhan ibu hingga bisa beraktivitas normal lebih
cepat.
 Risiko infeksi pasca persalinan lebih kecil.
 Risiko perdarahan pasca persalinan lebih kecil
 Ibu berperan aktif dalam proses persalinan.

Apakah ada syarat-syarat tertentu untuk


melahirkan normal setelah caesar?
Pada sebagian besar persalinan normal di mana sang ibu sudah pernah menjalani operasi
caesar, persalinan dapat berjalan dengan lancar tanpa komplikasi. Tetapi tingkat
keberhasilannya sangat terkait dengan riwayat persalinan, riwayat kesehatan Anda, dan kondisi
kesehatan Anda saat ini.

Tingkat keberhasilan persalinan normal setelah caesar akan lebih tinggi apabila:

 Anda memiliki riwayat melahirkan secara normal minimal sekali, sebelum atau sesudah operasi
caesar.
 Bekas irisan dinding rahim pada operasi caesar terdahulu berbentuk transversal.
 Masalah kesehatan/kondisi penyulit kehamilan yang menyebabkan Anda dulu harus menjalani
operasi caesar saat ini sudah tidak ada.
 Proses persalinan normal terdahulu berlangsung spontan (tidak memerlukan induksi/ pemacu
persalinan)
 Persalinan dilakukan saat bayi sudah cukup bulan.
 Anda berusia kurang dari 35 tahun.

Kondisi yang berisiko untuk melahirkan


normal setelah caesar
Di sisi lain, tingkat keberhasilan persalinan normal menurun pada beberapa kondisi berikut:
 Anda masih mengalami masalah kesehatan yang sama yang menyebabkan Anda dulu harus
menjalani operasi caesar.
 Ditemukan kondisi penyulit kehamilan seperti placenta previa (letak plasenta yang abnormal),
macrosomia (ukuran bayi besar), kondisi kegagalan perkembangan janin, posisi janin di
kandungan berupa bokong/kaki terlebih dahulu, dan penyulit lainnya.
 Bekas irisan dinding rahim pada operasi caesar terdahulu berbentuk vertikal atau T.
 Waktu persalinan hanya berjeda kurang dari 18 bulan atau 24 bulan dari persalinan caesar
Anda sebelumnya.
 Beberapa faktor risiko dari ibu seperti obesitas, berpostur pendek, usia saat hamil di atas 35
tahun, kondisi diabetes sebelum dan atau saat hamil.
 Usia kehamilan sudah lebih dari 40 minggu.

Apakah risiko dari persalinan normal bagi ibu


yang pernah operasi caesar?
Risiko utama dari persalinan ini adalah suatu kondisi yang disebut ruptur uteri. Ruptur uteri
adalah kondisi robeknya daerah bekas operasi caesar di dinding rahim akibat tekanan yang
tinggi yang terjadi di dalam rahim pada saat proses persalinan sedang berlangsung. Ruptur
uteri sangat membahayakan Anda maupun bayi Anda. Kepala bayi dapat mengalami cedera.
Ibu dapat mengalami perdarahan yang sangat hebat akibat robeknya dinding rahim.

Jika kondisi perdarahan ibu semakin berat dan sulit ditangani, dokter harus segera melakukan
tindakan pengangkatan rahim (histerektomi). Bila rahim Anda diangkat, Anda tidak bisa
mengandung lagi di kemudian hari. Ibu hamil dengan risiko ruptur uteri sebaiknya bersalin
dengan operasi caesar di kehamilan kedua dan selanjutnya, hindari persalinan normal jika
sudah pernah menjalani bedah caesar.

Persiapan apa saja yang perlu dilakukan


sebelum melahirkan normal jika saya pernah
menjalani bedah caesar?
 Tidak ada perbedaan dalam perawatan antenatal umum antara persalinan normal setelah
caesar dengan metode persalinan yang lain.
 Monitor kehamilan secara rutin diperlukan untuk mendeteksi munculnya faktor-faktor penyulit
persalinan.
 Bila Anda berencana melakukan persalinan normal setelah caesar, pastikan Anda bersalin di
rumah sakit yang memiliki fasilitas dan tenaga ahli lengkap, yang dapat segera melakukan
tindakan operasi caesar darurat bila persalinan normal ternyata gagal, dan dapat segera
memberikan bantuan yang tepat bila terjadi kondisi darurat pada bayi.
 Bekali diri Anda dengan informasi lengkap dan diskusikan dengan dokter kandungan sebelum
memutuskan melakukan persalinan normal. Siapkan mental Anda untuk siap melakukan
tindakan operasi caesar jika proses persalinan normal berlangsung sulit/ gagal dilakukan.
Kelebihan dan Kekurangan
Melahirkan Normal vs Operasi Caesar
Oleh Margaret Informasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Tania Savitri - Dokter Umum.
 980Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)980

 Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)


 Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Line new(Membuka di jendela yang baru)


Ada dua cara bagi ibu hamil dalam melahirkan bayi, yaitu secara normal atau melahirkan
dengan operasi Caesar atau yang juga sering disebut C-section. Kebanyakan ibu hamil ingin
melahirkan secara normal dengan alasan lebih natural. Akan tetapi, operasi Caesar terkadang
harus dipilih karena berbagai alasan.

Berikut adalah beberapa alasan yang sering menjadi penyebab diperlukannya operasi Caesar:

 Ibu akan melahirkan bayi kembar.


 Ibu memiliki riwayat medis yang tidak mendukung untuk melahirkan secara normal (diabetes,
tekanan darah tinggi, HIV, herpes, atau masalah pada plasenta).
 Ukuran bayi cukup besar sedangkan ukuran pinggul ibu kecil.
 Bayi dalam posisi sungsang.
 Proses pembukaan yang terlalu lambat sehingga si bayi tidak mendapatkan cukup oksigen.
 Pengalaman traumatik sang ibu yang sebelumnya pernah melahirkan secara normal

Kelebihan dan kekurangan melahirkan secara


normal
Melahirkan secara normal adalah proses panjang yang melibatkan kerja keras seorang ibu dan
mengakibatkan kelelahan secara fisik. Akan tetapi, banyak keuntungan yang didapat dengan
melahirkan secara normal:

– Dapat meninggalkan rumah sakit lebih cepat. Keuntungan bagi ibu yang melahirkan
secara normal adalah proses pemulihan yang cepat dibandingkan dengan melahirkan secara
Caesar. Menurut Dr. Allison Bryant, ahli perinatologi dari Massachusetts General Hospital di
Boston, meskipun bergantung pada keadaan ibu dan anak, namun pada umumnya bila si ibu
dinilai sudah cukup sehat dalam waktu 24 sampai 48 jam, maka si ibu dapat meninggalkan
rumah sakit.

– Terhindar dari risiko yang diakibatkan oleh operasi. Wanita yang melahirkan secara
normal terhindar dari berbagai risiko dan komplikasi akibat operasi, di antaranya perdarahan,
infeksi, reaksi terhadap anestesi, dan efek sakit yang berkepanjangan.

– Ibu dapat langsung berinteraksi dengan bayi. Kelebihan lain dari melahirkan secara
normal adalah si ibu dapat langsung berinteraksi dengan si bayi dan langsung dapat
memberikan ASI eksklusif secepatnya setelah melahirkan.

Kekurangannya

Di samping kelebihan-kelebihan yang sudah disebutkan, melahirkan secara normal juga


memiliki beberapa risiko, di antaranya:

– Risiko kerusakan pada kulit dan jaringan di sekitar vagina. Pada saat si bayi melewati
vagina, besar risiko bahwa kulit dan jaringan di sekitar vagina akan melar dan robek. Hal
tersebut dapat mengakibatkan melemahnya atau cedera pada otot pinggul yang berfungsi untuk
mengontrol air seni dan isi perut pada sang ibu.
– Rasa sakit di perineum. Setelah melahirkan secara normal, si ibu juga mungkin mengalami
sakit yang berkepanjangan di area antara vagina dan anus, atau yang lebih dikenal dengan
perineum.

– Cedera saat proses melahirkan. Dilansir dari Stanford School of Medicine, risiko lain yang
mungkin dialami oleh sang ibu adalah cedera yang mungkin terjadi saat proses melahirkan itu
sendiri. Bila ukuran bayi terlalu besar, ada kemungkinan si ibu dapat mengalami cedera, di
antaranya memar pada kulit atau retak tulang.

Kelebihan dan kekurangan melahirkan secara


operasi Caesar
Dr. Bryant menyatakan bahwa tidak banyak kelebihan yang dapat diperoleh dari melahirkan
secara Caesar. Akan tetapi, terjadwalnya waktu proses kelahiran membuat si ibu dapat merasa
lebih aman dan terprediksi dibandingkan melahirkan secara normal.

Kekurangannya

Kekurangan-kekurangan dari melahirkan secara Caesar di antaranya:

– Tinggal lebih lama di rumah sakit. Kebalikan dari melahirkan secara normal, wanita yang
melahirkan secara Caesar kemungkinan untuk tinggal lebih lama di rumah sakit.

– Risiko masalah fisik setelah operasi. Menjalani proses operasi Caesar meningkatkan risiko
fisik bagi si ibu seperti rasa sakit yang berkepanjangan di bagian yang dibedah.

– Kemungkinan perdarahan dan infeksi. Operasi Caesar mengakibatkan besarnya


kemungkinan akan kehilangan banyak darah. Selain itu, ada juga kemungkinan terjadinya
penggumpalan darah. Operasi Caesar juga dapat meningkatkan risiko infeksi dikarenakan
cedera pada usus besar atau kantung kemih

– Kemungkinan tidak bisa langsung berinteraksi dengan bayi. Beberapa studi menyatakan
bahwa wanita yang melahirkan secara Caesar kecil kemungkinan untuk langsung bisa
memberikan ASI eksklusif kepada bayi.

– Waktu pemulihan yang lama. Pemulihan setelah operasi dapat memakan waktu sampai 2
bulan. Hal ini diakibatkan karena wanita tersebut mungkin mengalami sakit yang lebih besar di
perut di area sekitar luka operasi.

– Kemungkinan meninggal. Menurut French Study, wanita yang melahirkan secara Caesar
memiliki kemungkinan meninggal tiga kali lebih besar daripada wanita yang melahirkan secara
normal dikarenakan perdarahan, infeksi, dan komplikasi karena anestesi.

– Risiko keguguran. Risiko keguguran saat proses kelahiran melalui operasi caesar juga lebih
besar dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan secara normal

– Risiko kerusakan pada uterus dan plasenta di proses kelahiran yang selanjutnya.
Wanita yang telah menjalani operasi Caesar memiliki risiko akan mengalami komplikasi di
kehamilan selanjutnya, seperti robeknya uterus yang dikarenakan luka akibat operasi di uterus
dan abnormalnya plasenta. Risiko masalah plasenta akan terus bertambah di setiap operasi
Caesar yang dijalani.

– Kemungkinan untuk kembali mendapat tindakan operasi Caesar di proses kelahiran


selanjutnya. Bila si ibu sudah mendapat tindakan operasi Caesar, maka besar kemungkinan
bahwa di proses persalinan selanjutnya, si ibu harus kembali melewati operasi Caesar.

Pengaruh pilihan metode melahirkan terhadap


kesehatan si bayi
Metode persalinan yang dilakukan ibu akan mempengaruhi kesehatan bayi bahkan sampai si
kecil berusia 7 tahun. Metode melahirkan secara normal lebih menguntungkan bagi kesehatan
si bayi, untuk beberapa alasan berikut ini:

– Berkurangnya risiko masalah pernapasan selama proses melahirkan. Menurut Dr.


Bryant, Selama proses melahirkan secara normal, banyak otot yang terlibat untuk memompa
keluar cairan yang berada di paru-paru si bayi. Hal ini mengakibatkan
si bayi akan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengalami masalah pada pernapasan.

– Membangun sistem imunitas. Ketika masih berada di dalam rahim ibu, si bayi tinggal dalam
kondisi yang steril. Hal itu berbanding terbalik ketika si bayi dalam proses dilahirkan, di mana
bayi akan melewati vagina sang ibu yang penuh dengan bakteri. Hal ini mengakibatkan bayi
dapat membangun sistem imunitas dari bakteri yang didapat dan memperkaya bakteri yang
berguna yang terdapat di dalam pencernaan si bayi.

Masalah kesehatan anak yang mungkin terjadi


karena Caesar
Berbanding terbalik dengan bayi yang dilahirkan secara normal, bayi yang dilahirkan melalu
operasi Caesar kemungkinan memiliki beberapa masalah kesehatan, di antaranya:

– Kemungkinan mengalami masalah pernapasan. Bayi yang dilahirkan melalui operasi


Caesar memiliki kemungkinan mengidap masalah pernapasan selama proses melahirkan atau
selama masa kanak-kanaknya kelak, di antaranya seperti penyakit asma.

– Kemungkinan mengalami obesitas. Beberapa studi mengindikasikan bahwa proses


kelahiran secara operasi Caesar mungkin dapat menyebabkan obesitas pada anak di masa
kanak- kanaknya atau bahkan sampai dewasa. Akan tetapi, belum ada penelitian yang benar-
benar bisa membuktikan hal ini. Hipotesis yang dikemukakan saat ini adalah hal ini
berhubungan dengan faktor bahwa wanita yang obesitas atau mengidap diabetes akan lebih
besar kemungkinannya untuk menjalani operasi Caesar, sehingga anak yang dilahirkan juga
mungkin akan mengalami obesitas.

Anda mungkin juga menyukai