Pengertian
4 terlalu adalah Hamil terlalu muda (primi muda) usia ibu < 20 tahun, hamil/ bersalin
terlalu tua (grande multi) usia ibu > 35 tahun, terlalu dekat jarak kehamilan atau persalinannya<
dari 2 tahun, dan terlalu banyak anak (anak lebih dari 4). [16]
Resiko 4 Terlalu
Terlalu Muda (Primi Muda) adalah ibu hamil pertama pada usia kurang dari 20 tahun. Dimana
kondisi panggul belum berkembang secara optimal dan kondisi mental yang belum siap
Resiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu muda (primi muda) adalah :
a) Secara fisik
Kondisi rahim dan panggul belun berkembang secara optimal, mengakibatkan kesakitan dan
kematian bagi ibu dan bayinya. Pertumbuhan dan perkembangan fisik ibu terhenti/terhambat.
b) Secara mental
Tidak siap menghadapi perubahan yang akan terjadi pada saat kehamilan.
Terlalu Muda (Hamil Usia <20 tahun). umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak
dilahirkan atau diadakan). Dalam kaitannya dengan hamil dan melahirkan mengelompokkan
umur menjadi 2 yaitu umur yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun dan
umur yang tidak aman yaitu < 20 tahun dan > 30 tahun.
Berdasarkan ciri-ciri setiap masa periode perencanaan keluarga usia reproduksi menurut
Kehamilan terlalu muda beresiko bagi ibu dan juga bagi janinnya. Resiko bagi ibu antara
lain adalah perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang
terlalu lemah dalam proses involusi. Lebih mudah untuk mengalami abortus, kelahiran prematur,
eklampsia/preeklamsia dan persalinan yang lama. Kemungkinan yang bisa dialami oleh janin
yaitu lahir prematur, BBLR (berat saat lahir < 2500 gram) dan cacat janin.
Kehamilan di usia muda beresiko tinggi karena saat itu ibu masih dalam proses tumbuh
akan terjadi kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa
sampai 30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil,
sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin.
Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stress) psikologis dan
sosial ekonomi.[16]
1) Keguguran.
Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya : karena terkejut,
cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional
sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian
dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
2) Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.
terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR)
juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun.
cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan
asupan gizi rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil.
selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri
yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan
Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang, sehingga
akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian
akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat
bawaan.
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi infeksi
Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan akan
pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda. Karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu
mengalami anemia. Tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel
darah merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Lama kelamaan seorang yang
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin
meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia. Pre-
eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian.
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi.
Selain itu angka kematian ibu disebabkan karena pengguguran kandungan yang cukup tinggi
Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini disebabkan oleh
faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun
memakai alat.
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari persalinan lama
sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul, kelaina kekuatan his dan
mengejan serta pimpinan persalinan yang salah kematian ibu. Kematian pada saat melahirkan
Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal ini terjadi karena pada
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram. kebanyakan hal ini
dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun. dapat juga
Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan.hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus
Kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau kematian perinatal yang
disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram, kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari),
Terlalu Tua (Primi Tua) adalah ibu hamil pertama pada usia ≥ 35 tahun. Pada usia ini organ
kandungan menua, jalan lahir tambah kaku, ada kemungkinan besar ibu hamil mendapat anak
Resiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu tua(primi tua ≥ 35 tahun) adalah :
(2) Pre-eklamspsi
(3) Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan dimulai
(4) Persalinan macet: ibu yang mengejan lebih dari 1 jam, bayi tidak dapat lahir dengan tenaga ibu
(6) Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500gr
Terlalu Tua (Hamil Usia > 35 tahun) Umur ibu juga mempengaruhi kapasitas tropiknya,
sehingga pada ibu dengan umur lebih tua cenderung mempunyai bayi yang berat badannya lebih
rendah. Pada umur 35 tahun atau lebih, kesehatan ibu sudah menurun, akibatnya ibu hamil pada
usia itu mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai anak cacat, persalinan lama dan
perdarahan.
Selain itu, hal yang paling dikhawatirkan jika usia ibu diatas 35 tahun ialah kualitas sel
telur yang dihasilkan juga tidak baik. Ibu yang hamil pada usia ini punya resiko 4 kali lipat
Risiko kehamilan yang mungkin terjadi saat terjadi kehamilan usia ibu mencapai 40 tahun
atau lebih. Terdapat risiko pada ibu dan risiko pada bayi. Sel telur itu kan sudah ada di dalam
organ reproduksi sejak wanita dilahirkan. Namun, setiap bulan sel telur itu dilepaskan satu per
satu karena sudah matang. Berarti, sel telur yang tersimpan selama hampir 40 tahun ini usianya
juga sudah cukup tua. Karena, selama itu sel telur mungkin terkena paparan radiasi. Di usia ini,
wanita akan lebih sulit mendapatkan keturunan karena tingkat kesuburan yang sudah menurun.
a) Kehamilan di atas usia 40 itu berisiko melahirkan bayi yang cacat. Kecacatan yang paling umum
adalah down syndrome (kelemahan motorik, IQ rendah) atau bisa juga cacat fisik.
b) Adanya kelainan kromosom dipercaya sebagai risiko kehamilan di usia 40 tahun. Pertambahan
usia dapat menyebabkan terjadinya kelainan terutama pada pembelahan kromosom. Pembelahan
kromosom abnormal menyebabkan adanya peristiwa gagal berpisah yang menimbulkan kelainan
pada individu yang dilahirkan. Terjadinya kelahiran anak dengan sindroma down, kembar siam,
autism sering disangkut pautkan dengan masalah kelainan kromosom yang diakibatkan oleh usia
ibu yang sudah terlalu tua untuk hamil. Akan tetapi hal inipun masih berada di dalam penelitian
c) Seiring bertambah usia maka resiko kelahiran bayi dengan down syndrome cukup tinggi yakni
1:50. Hal ini berbeda pada kehamilan di usia 20-30 tahun dengan rasio 1:1500.
d) Selain itu, bayi yang lahir dari kelompok tertua lebih cenderung untuk memiliki cacat lahir dan
e) Kebanyakan akan mengalami penurunan stamina. Karena itu disarankan untuk melakukan
persalinan secara operasi caesar. Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan namun mengingat untuk
f) Pada ibu hamil dengan usia 40 tahun ke atas kebanyakan tidak kuat untuk mengejan karena
nafas yang pendek. Akibatnya bayi bisa mengalami stres karena saat proses persalinan
pembukaan mulut rahim akan terasa sulit. Kebanyakan kasus kehamilan di usia 40 tahun ke atas
akan mengalami kesulitan saat melahirkan secara normal. Apalagi untuk ibu hamil yang
hipertensi, maka sangat dianjurkan untuk melakukan persalinan dengan operasi caesar. Untuk
a) Memasuki usia 35, wanita sudah harus berhati-hati ketika hamil karena kesehatan reproduksi
wanita pada usia ini menurun. Kondisi ini akan makin menurun ketika memasuki usia 40 tahun.
b) Risiko makin bertambah karena pada usia 40 tahun, penyakit-penyakit degeneratif (seperti
tekanan darah tinggi, diabetes) mulai muncul. Selain bisa menyebabkan kematian pada ibu, bayi
d) Risiko keguguran juga akan meningkat hingga 50 persen saat wanita menginjak usia 42 tahun.
Terjadi perdarahan dan penyulit kelahiran. Elastisitas jaringan akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Di usia semakin lanjut, maka sering terjadi penipisan dinding pembuluh
darah meskipun kasus tidak terlalu banyak dijumpai, namun masalah pada kualitas dinding
pembuluh darah khususnya yang terdapat di dinding rahim, dengan adanya pembesaran ruang
e) Hamil di usia 40 merupakan kehamilan dengan resiko komplikasi yang tinggi. Menurut
penelitian yang dilakukan Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, perempuan yang
hamil di akhir usia 30-an dan 40-an lebih beresiko mengalami hipertensi saat kehamilan
f) Kualitas sel telur yang lemah menyebabkan penempelan janin pada dinding rahim lemah
g) Terjadi pre eklampsia. Pre eklampsia atau perdarahan yang disebabkan oleh adanya tekanan
darah yang tinggi melebihi batas normal sering menjadi penyebab kematian ibu yang
melahirkan. Pre eklampsia banyak dikaitkan dengan usia ibu yang terlalu tua untuk hamil.
h) Kesulitan melahirkan. Proses melahirkan butuh energi yang ekstra. Tanpa adanya tenaga yang
kuat, maka ibu dapat sulit mengejan sehingga justru berbahaya bagi bayi yang dilahirkan.
Semakin tua usia ibu dikhawatirkan tenaga sudah relatif menurun, meskipun tidak dapat
mengalami stres. Oleh karena itu, proses melahirkan pada ibu yang berusia 40 tahun pada
f. Pencegahan
1) Rajin menjaga kebugaran tubuh, Anda tak perlu terlalu khawatir. Karena, Anda tetap bisa
melahirkan secara normal. Anda dan bayi pun akan sehat-sehat saja.
2) Berkonsultasi kepada dokter mengenai asupan gizi yang perlu bagi kesehatan kehamilan. Jangan
lupakan menerapkan pola hidup sehat dengan mengonsumi makanan sehat bernutrisi yang
3) Karena adanya sejumlah risiko komplikasi ini, Anda yang berusia 35 tahun ke atas cukup besar
4) Sejumlah resiko di atas tetap dapat diminimalkan dengan berkonsultasi secara intensif dengan
dokter kandungan.
5) Ibu hamil dengan usia beresiko lebih sering melakukan pemeriksaan dan konsultasi. Segeralah
melakuan screening atau tes untuk mencegah atau mengurangi resiko yang membahayakan ibu
dan anak. Pemeriksaan yang bisa dilakukan seperti, USG, Triple Test dengan mengambil sampel
darah, Nuchal Translucency yang mengukur ketebalan belakang leher janin, dan Amniocentesis
yaitu pengambilan cairan ketuban dari dalam rahim, yang selanjutnya dikirim ke laboratorium
6) Disarankan untuk mengonsumi minuman suplemen asam folat dan rajin mengunjungi dokter
spesialis kandungan.
7) Melakukan olahraga low impact juga bisa dilakukan untuk melatih stamina selama menjalani
kehamilan. [20]
3. Terlalu Dekat Jarak Kehamilan
Terlalu Dekat Jarak Kehamilan adalah jarak antara kehamilan satu dengan berikutnya kurang
dari 2 tahun (24 bulan). Kondisi rahim ibu belum pulih, waktu ibu untuk menyusui dan merawat
(1) Keguguran
(2) Anemia
Untuk memulihkan organ kewanitaan wanita setelah melahirkan. Rahim wanita setelah
melahirkan, beratnya menjadi 2 kali lipat dari sebelum hamil. Untuk mengembalikannya ke berat
semula membutuhkan waktu sedikitnya 3 bulan, itu pun dengan kelahiran normal. Untuk
sakit saat melahirkan atau saat dijahit. Ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat
Bagi wanita dengan riwayat melahirkan secara caecar, bayi lahir cacat, pre eklamsia,
dianjurkan untuk memberi jarak antar kehamilan yang cukup. Karena mereka memiliki resiko
lebih besar dari pada wanita dengan riwayat kelahiran normal dan supaya bayi yang sudah lahir
Terlalu Banyak Anak (Grande Multi) adalah ibu pernah hamil atau melahirkan lebih dari 4 kali
atau lebih. Kemungkinan akan di temui kesehatan yang terganggu, kekendoran pada dinding
Resiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu banyak anak (4 kali melahirkan) adalah
Memiliki banyak anak kini kurang diminati para orangtua dengan alasan biaya hidup dan
pendidikan yang semakin mahal. Di luar masalah finansial sebenarnya melahirkan terlalu sering
beresiko buruk bagi kesehatan ibu dan bayi. "Makin sering hamil, makin buruk dampaknya bagi
kesehatan karena meningkatkan risiko kematian ibu". Menurut Darney, wanita yang melahirkan
anak lima orang atau lebih memiliki risiko kehamilan bermasalah. Salah satu komplikasi yang
Di Indonesia sendiri, saat ini perdarahan masih menjadi penyebab utama kematian ibu saat
melahirkan. Rahim, organ tempat janin berkembang, terdiri dari jaringan otot. Kehamilan yang
terlalu rapat akan mengendurkan otot-otot tersebut sehingga setelah persalinan rahim menjadi
sulit berkontraksi untuk kembali ke ukurannya yang semula dan terjadilah perdarahan. Obat-
obatan biasanya kurang berhasil mengatasinya. Menurut penjelasan dr.Prima Progestian, Sp.OG,
selain risiko perdarahan ada beberapa risiko yang harus dihadapi wanita yang melahirkan terlalu
sering.
1) Risiko placenta previa dan plasenta akreta meningkat. Placenta previa adalah kelainan letak
plasenta yang seharusnya di atas rahim malah di bawah, sehingga menutupi jalan lahir.
2) Meningkatnya intervensi dalam persalinan seperti pemasangan infus atau induksi (rangsangan)
agar tanda persalinan muncul. Induksi bisa dilakukan dengan pemberian obat-obatan atau
3) Usia ibu yang terlalu tua juga menyebabkan risiko kecacatan janin, komplikasi pada ibu
Menurut dr.Prima, meski sampai sekarang belum ada batasan pasti berapa banyak ibu
boleh hamil dan dioperasi caesar, namun menurut riset diperoleh kurva bahwa melahirkan anak
di atas tiga orang maka risiko komplikasi akan meningkat. "Untuk operasi caesar ada konsensus
Slogan “Banyak Anak Banyak Rejeki” saat ini sudah mulai ditinggalkan oleh keluarga
modern. Alasan utama tentu adalah semakin meningkatnya biaya hidup dan pendidikan. Namun
apabila dikaji menurut ilmu kesehatan, para ilmuwan menyebutkan bahwa ternyata banyak anak
Terlalu sering melahirkan bisa memberi dampak buruk bagi sang ibu. Risiko kematian
menjadi lebih meningkat. Pasalnya, jika terlalu sering melahirkan kemungkinan terjadi
perdarahan saat persalinan. Perdarahan terjadi akibat kegagalan berkontraksi rahim atau biasa
“Risiko kematian pada ibu yang sering melahirkan karena perdarahan pervaginam (lahir
dengan persalinan normal). Jadi, dalam rahim banyak sekali pembuluh darah. Kalau dia gagal
berkontraksi, gagal mengecil, tentunya akan terjadi bleeding (perdarahan). Banyak kematian
2) Meningkatkan partisifasi aktif dan pemanfaatan kerjasama lintas program dan sektor antara lain
dalam mencapai pasilitas (transportasi kerumah sakit/ puskesmas karena jauh). 2).Terlambat
dalam mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat di fasilitas pelayanan (kurang lengkap atau
tenaga medis kurang). 3). Terlambat dalam mengenali tanda bahaya kehamilan dan persalinan.
Serta menyediakan buku KIA, kesiapan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi
kegawatdaruratan agar selama hamil dapat mencegah resiko 4 Terlalu, penyediaan dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi, partisipasi juga mutu pelayanan.
4) Sosialisasi dan advokasi melalui penyusunan hasil informasi cakupan program dan data
1) Bagi kehamilan yang akan terjadi adalah kehamilan yang diinginkan, maka proses kehamilan
2) Ibu akan mempunyai kesehatan reproduksi yang prima dan memiliki waktu yang cukup untuk
3) Anak akan tumbuh dan berkembang dengan optimal, sehat, cerdas, dan mempunyai peluang
kesejahteraan. [20]
11 Faktor Risiko yang Memicu Anda
Melahirkan Bayi Prematur
Oleh Ajeng Quamila Informasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: Hello Sehat Medical Review
Team.
31Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)31
Indonesia menduduki peringkat kelima dunia negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di
dunia, mencapai 675.700 bayi di tahun 2010 berdasarkan laporan Born Too Soon milik The
Global Action Report on Preterm Birth dari PBB, dilansir dari Kompas.
Bayi prematur tidak hanya berukuran lebih kecil daripada bayi pada umumnya, namun mereka
juga dapat memiliki berbagai masalah fisik dan perkembangan. Bayi-bayi yang lahir prematur
antara minggu 23 hingga 28, khususnya, memiliki risiko komplikasi tertinggi seperti cerebral
palsy; ADHD; gangguan kecemasan; serta masalah penglihatan, pendengaran, dan
pencernaan. Mereka juga memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi dan merupakan yang
paling berisiko untuk sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).
Sebagian besar kelahiran prematur adalah spontan: berkaitan dengan persalinan prematur atau
ketuban pecah dini. Sisanya dilakukan atas dasar komplikasi medis atau obstetrik yang
membahayakan kesehatan ibu atau janin.
Kelahiran prematur juga dapat didefinisikan oleh berat lahir: berat lahir rendah (kurang dari
2500 gram), berat lahir sangat rendah (kurang dari 1500 gram), dan berat lahir rendah ekstrem
(kurang dari 1000 gram). Selain itu, kelahiran bayi prematur dan berat lahir rendah dikaitkan
dengan penyakit jantung di usia dewasa.
Seorang bayi yang lahir pada minggu 24 biasanya akan memerlukan banyak intervensi,
berpotensi termasuk ventilasi mekanik dan perawatan invasif lainnya, dan diikuti oleh rawat inap
jangka panjang di unit perawatan intensif neonatal (NICU).
Di tangan ahli yang berpengalaman, bayi yang lahir sedikit lebih awal mungkin memiliki
kesempatan bertahan hidup yang baik. Bayi yang lahir pada minggu 23 mungkin bisa bertahan
hidup di bawah naungan spesialis dalam fasilitas NICU terkemuka, tapi peluangnya jauh lebih
rendah. Bayi yang pernah selamat dari kelahiran prematur di minggu 21 dan 6 hari, dilaporkan
dalam berita sebagai sebuah “keajaiban.”
Kemungkinan kelangsungan hidup akan meningkat mengikuti usia kehamilan berlanjut. Usia
kehamilan begitu penting dalam menentukan besar peluang melahirkan bayi prematur, hingga
bahkan tambahan satu minggu bayi bertahan di dalam rahim dapat membuat perbedaan besar.
“Semakin lama usia kehamilan Anda, risiko akan jauh menurun,” ungkap Dr. Jill Hechtman,
direktur medis dari Tampa Obstetrics di Tampa, Florida, dilansir dari Fox News. Secara umum,
bayi prematur yang lahir lebih mendekati ke minggu 37 akan lebih baik daripada mereka yang
lahir sebelum minggu ke-28.
Apa yang membuat Anda berisiko memiliki
bayi prematur?
Ada beberapa faktor risiko untuk kelahiran prematur, termasuk yang belum teridentifikasi oleh
peneliti. Beberapa faktor risiko ini “termodifikasi,” yang berarti mereka dapat diubah untuk
membantu mengurangi risiko. Faktor lain yang tidak dapat diubah. Sering kali, penyebab
spesifik dari kelahiran prematur tidak jelas — dua pertiga kasus kelahiran prematur tidak
memiliki alasan biologis, menurut temuan jurnal terbitan PLOS ONE.
Wanita berusia di bawah 16 tahun dan mereka yang berusia lebih dari 35 tahun saat hamil
memiliki peningkatan peluang 2-4 persen dari kelahiran bayi prematur, dibandingkan mereka
yang berada di rentang usia 21-24 tahun saat hamil. Beberapa studi telah meneliti hubungan
antara usia ibu dan kelahiran prematur, dengan kelahiran prematur -— dan yang berada dalam
posisi sungsang — terjadi pada 8% ibu yang berusia lebih dari 35 tahun dibandingkan dengan
kurang dari 4% kelahiran di kalangan ibu berusia lebih muda dari 35 tahun. Ibu hamil yang
berusia lebih tua pun lebih mungkin untuk mengalami perdarahan sebelum hamil. Hal ini
sebagian besar dikarenakan oleh cara plasenta tertanam lebih rendah di dalam rahim
Temuan-temuan ini telah dikaitkan dengan faktor hormonal yang berhubungan dengan
bertambahnya usia ibu. Namun, belum ada cukup bukti kuat untuk menentukan apakah
pertambahan usia iu adalah faktor mandiri dan langsung dari kelahiran bayi prematur.
Perempuan yang hamil di bawah umur (kehamilan remaja) juga membawa peningkatan risiko
hasil kehamilan buruk, termasuk risiko menjalani persalinan dini dibandingkan dengan
kelompok ibu berusia 20-39 tahun. Remaja juga lebih mungkin untuk memiliki peningkatan
risiko kelahiran bayi prematur ekstrem yang lebih tinggi.
Periode antar dua kehamilan yang berjarak hanya enam sampai sembilan bulan antara
kelahiran satu bayi dengan awal kehamilan berikutnya diketahui meningkatkan risiko kelahiran
bayi prematur. Bahkan, lebih dari setengah dari perempuan melaporkan kehamilan setelah 12
bulan melahirkan bayi pertama mereka, melahirkan bayi berikutnya sebelum 39 minggu,
menurut temuan sebuah studi di BJOG: An International Journal of Obstetrics and
Gynaecology.
Para ahli mengatakan waktu optimal antara kehamilan adalah 18 bulan tapi tidak jelas alasan di
baliknya, dan bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan.
“Tapi angka bercerita bahwa untuk setiap bulan lebih mendekati 18 bulan di antara dua
kehamilan, ada kemungkinan lebih tinggi bahwa Anda akan memiliki kehamilan yang sehat,”
kata Dr Scott D. Berns, presiden dan CEO dari National Institute for Children’s Health Quality
(NICHQ) di Boston, Massachusetts.
Riwayat melahirkan prematur merupakan faktor risiko terkuat untuk kelahiran prematur berulang
dan kekambuhan sering terjadi pada usia yang sama, dengan sekitar 70 persen persalinan dini
terjadi dalam waktu dua minggu usia kehamilan dari kelahiran prematur pertama.
Kelahiran bayi prematur iatrogenik (disebabkan oleh perawatan dokter terhadap suatu penyakit
atau suatu kondisi pasien) menyumbang lebih dari 30 persen dari seluruh kejadian kelahiran
prematur. Tingkat kelahiran bayi prematur terus meningkat di banyak negara di seluruh dunia
karena peningkatan tingkat kelahiran prematur yang ditunjukkan.
4. Kehamilan kembar
Diperkirakan 50 persen dari kehamilan kembar dua berakhir dalam kelahiran prematur dan
hampir semua kejadian kembar kelipatan yang lebih tinggi (90 persen) dilahirkan prematur.
Sebanyak 36 persen dari kembar tiga dilahirkan sebelum 32 minggu kehamilan, menurut
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ifeoma Offiah dan tim peneliti dari Rumah Sakit Bersalin
Universitas Cork, Irlandia.
Kelahiran prematur adalah komplikasi yang paling umum untuk wanita hamil dengan kembar
dua atau kelipatan selanjutnya, yang diikuti oleh berat badan lahir rendah, morbiditas neonatal
dan perinatal, neonatal, dan kematian bayi.
Kehamilan kembar dua dan seterusnya hanya menempati 2-3 persen dari seluruh kehamilan,
tapi mencakup lebih dari 17 persen kelahiran prematur terlambat, dan 23% kelahiran prematur
ekstrem. Rata-rata usia kelahiran dari kebanyakan kehamilan ganda terjadi di peridoe kelahiran
prematur lambat (34-36 minggu usia kehamilan) akibat terjadinya awal persalinan spontan dan
kelahiran prematur iatrogenik.
5. Infeksi ibu
Infeksi dan peradangan terkait adalah inisiator penting dari jalur kelahiran prematur. Infeksi
yang mempengaruhi vagina, ginjal, kandung kemih, dan saluran kencing dapat meningkatkan
risiko Anda melahirkan bayi prematur. Begitu pula dengan infeksi umum yang disertai dengan
demam tinggi (lebih dari 38ºC) pada ibu hamil.
Infeksi seperti bacterial vaginosis atau yang disebabkan oleh bakteri tertentu, seperti
Mycoplasme dan Ureaplasma dapat meningkatkan risiko Anda. Penelitian menunjukkan bahwa
infeksi intrauterin (infeksi dalam rahim) mungkin bertanggung jawab untuk kurang lebih 40
persen kelahiran prematur, dan juga merupakan faktor risiko untuk bayi lahir mati. Hal ini
ditunjukkan oleh penemuan berulang kultur bakteri positif dari plasenta atau selaput dari
tingginya proporsi pasien yang mengalami kelahiran prematur. Selain itu, Streptokokus grup B
(strep grup B) juga merupakan faktor risiko kelahiran prematur, walaupun tergolong lebih jarang
— sehingga bahkan jika Anda terbukti positif, tidak berarti Anda pasti akan mengalami kelahiran
prematur.
25 persen kasus bayi lahir prematur terjadi pada ibu yang memiliki kolonisasi bakteri rahim. Ada
beberapa indikasi bahwa hal ini lebih disebabkan oleh jumlah relatif bakteri, atau spesies
tertentu dari bakteri, bukan semata hanya kehadirannya, yang mempengaruhi kelahiran
prematur.
Ibu hamil yang memiliki diabetes, hipertensi, anemia, asma, peradangan usus besar (IBS),
penyakit ginjal, lupus, gangguan tiroid, pre-eklamsia, atau sindrom antifosfolipid/APS (gangguan
autoimun di mana antibodi tubuh justru balik menyerang dan merusak jaringan atau sel tubuh
sehat) misalnya, memiliki peningkatan risiko terhadap kelahiran bayi prematur.
Penyakit seks menular juga diketahui sebagai faktor yang memainkan peran besar dalam
menentukan keselamatan kehamilan Anda. Ibu hamil yang mengidap klamidia thrachomatis
lebih mungkin untuk memiliki leher rahim pendek daripada grup kontrol (33 persen berbanding
17,9 persen). Infeksi C. trachomatis yang terjadi pada minggu ke-24 kehamilan membawa
peningkatan risiko kelahiran prematur cenderung 2-3 kali lipat lebih tinggi daripada mereka
yang terinfeksi dengan penyakit yang sama di usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan
kurang dari 35 minggu.
Inkompentensi serviks adalah dilatasi dan pengangkatan leher rahim sebelum waktu persalinan,
yang berkontribusi pada hilangnya kehamilan sehat. Hal ini termasuk jarang, hanya mencakup
1-2 persen dari total kasus kehamilan di AS, tetapi bertanggung jawab untuk 25 persen dari
total kasus keguguran di pertengahan trimester ketiga. Faktor risiko inkompetensi serviks
termasuk riwayat operasi leher rahim, dan sejarah keguguran atau aborsi di trimester kedua.
Risiko kelahiran bayi prematur meningkat secara signifikan pada wanita yang memiliki leher
rahim pendek setelah menjalani operasi rahim, terutama biopsi kerucut atau prosedur loop
electrosurgical excision procedure (LEEP) -— yang menguji sel pra-kanker atau sel abnormal.
Meskipun hampir setengah dari wanita mengalami kenaikan berat badan terlalu banyak selama
kehamilan, 21 persen tidak mendapatkan jumlah yang disarankan, menurut sebuah studi dalam
jurnal Obstetrics and Gynecology. Bukti menunjukkan bahwa berat badan pra-kehamilan yang
rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur. Temuan mereka termasuk
hubungan yang signifikan antara BMI ibu kurang dari 23 dan adanya peningkatan risiko untuk
kelahiran prematur. Bukti ini kemudian didukung oleh berbagai penelitian lain, yang paling
menonjol berasal dari Preterm Prediction Study, di mana dilaporkan bahwa BMI ibu yang
kurang dari 19,8 sangat terkait dengan peningkatan risiko kelahiran prematur ekstrem di usia
kehamilan kurang dari 32 minggu, dengan risiko relatif 2,5 persen.
Ibu hamil yang obesitas juga berada pada peningkatan risiko komplikasi tertentu selama
kehamilan, masa persalinan dan kelahiran bayi, dan periode post-partum. Risiko termasuk
peningkatan risiko malformasi bayi, termasuk cacat tabung saraf (spina bifida), distosia bahu,
dan trauma lahir lainnya, termasuk endometritis dan infeksi luka operasi caesar, dibandingkan
dengan wanita non-obesitas.
Obesitas pra-kehamilan memiliki peran dalam faktor risiko kelahiran prematur dengan
meningkatkan risiko ketuban pecah dini (PPROM). Risiko kelahiran prematur spontan pada ibu
obesitas saat kurang dari 37 minggu kehamilan, tanpa PPROM berkurang: 6,2% dibandingkan
11,2% pada ibu non-obesitas.
9. Stres fisik
Polusi. Enam belas ribu kelahiran prematur telah dikaitkan dengan polusi udara di AS, menurut
sebuah studi oleh NYU Langone Medical Center. Daerah-daerah yang paling terpengaruh
adalah kabupaten kota.
Bayi tabung. Kini lebih banyak wanita dari sebelumnya yang beralih ke program bayi tabung
(fertilisasi in-vitro) untuk mencoba hamil. Pada tahun 2014, 375 klinik anggota Society for
Assisted Reproductive Technology (SART) dilakukan 190.384 siklus IVF dan prosedur terkait
yang mengakibatkan 65.175 bayi disampaikan. Meskipun tidak jelas mengapa, wanita yang
hamil melalui IVF tampaknya memiliki peningkatan risiko untuk kelahiran prematur.
Kelelahan fisik di tempat kerja. Dengan meningkatnya jumlah ibu yang terus bekerja hingga
usia lanjut kehamilan mereka, stres kerja dihipotesiskan menjadi kontributor penting untuk hasil
reproduksi yang merugikan, baik bagi ibu dan bayi. stres fisik seperti kerja shift, waktu berdiri
lama, dan mengangkat beban berat telah secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan risiko
kelahiran prematur. Teorinya, memiliki dan mampu mempertahankan pekerjaan, merupakan
indikator sendiri dari status sosial ekonomi yang lebih tinggi, yang memiliki efek terbalik pada
tingkat kelahiran prematur. Studi terbaru telah menemukan hubungan peningkatan tingkat
kelahiran prematur dan pekerjaan, tetapi studi ini lebih banyak dilakukan di negara maju, di
mana kelelahan fisik dan kondisi kerja berbahaya bukan menjadi norma masyarakat.
Alkohol. Alkohol dapat membahayakan perkembangan janin di dalam rahim. Anda tidak boleh
minum sama sekali pada trimester pertama, dan idealnya tidak sama sekali sampai setelah
melahirkan. Jika Anda memilih untuk minum, batasi diri untuk satu atau dua unit alkohol sekali
atau dua kali seminggu, maksimum.
Merokok. Merokok selama kehamilan meningkatkan risiko kelahiran prematur hingga dua kali
lipat dan berhubungan dengan ketuban pecah awal dan ntrauterine Growth Restriction (IUGR) -
— kondisi ukuran janin lebih kecil dari yang diharapkan untuk jumlah bulan kehamilan. Semakin
banyak rokok yang Anda hisap, semakin tinggi risiko Anda mencelakai janin. Yang dapat Anda
lakukan untuk mengurangi risiko Anda adalah untuk berhenti sekarang juga.
Narkoba. Jika Anda menggunakan kokain atau heroin saat hamil, Anda akan lebih mungkin
untuk memiliki bayi prematur.
Aktivitas fisik. Kurangnya kegiatan fisik atau terlibat dalam kebiasaan gaya hidup berbahaya
(penggunaan alkohol, rokok, atau narkoba, atau kesemuanya, yang diikuti oleh kurangnya
aktivitas fisik) juga meningkatkan risiko Anda melahirkan bayi prematur.
Depresi. Ibu hamil yang mengidap (terdiagnosis maupun tidak) depresi baru maupun depresi
kambuhan memiliki peningkatan risiko 30-40 persen mengalami kelahiran prematur yang terjadi
di periode usia kehamilan 32-36 minggi, sementara depresi pada ayah dikaitkan dengan
peningkatan risiko hingga 38 persen terhadap kelahirtan bayi prematur di periode 22-31 usia
kehamilan, menurut sebuah penelitian terbitan BJOG: An International Journal of Obstetrics and
Gynaecology.
Penelitian tentang faktor-faktor psikososial dan kelahiran prematur dalam beberapa tahun
terakhir telah terakumulasi dengan cepat. Namun demikian, mekanisme yang terlibat dalam
asosiasi psikososial kelahiran bayi prematur tidak dipahami dengan baik.
11 Faktor Risiko yang Memicu Anda
Melahirkan Bayi Prematur
Oleh Ajeng Quamila Informasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: Hello Sehat Medical Review
Team.
31Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)31
Indonesia menduduki peringkat kelima dunia negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di
dunia, mencapai 675.700 bayi di tahun 2010 berdasarkan laporan Born Too Soon milik The
Global Action Report on Preterm Birth dari PBB, dilansir dari Kompas.
Bayi prematur tidak hanya berukuran lebih kecil daripada bayi pada umumnya, namun mereka
juga dapat memiliki berbagai masalah fisik dan perkembangan. Bayi-bayi yang lahir prematur
antara minggu 23 hingga 28, khususnya, memiliki risiko komplikasi tertinggi seperti cerebral
palsy; ADHD; gangguan kecemasan; serta masalah penglihatan, pendengaran, dan
pencernaan. Mereka juga memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi dan merupakan yang
paling berisiko untuk sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).
Sebagian besar kelahiran prematur adalah spontan: berkaitan dengan persalinan prematur atau
ketuban pecah dini. Sisanya dilakukan atas dasar komplikasi medis atau obstetrik yang
membahayakan kesehatan ibu atau janin.
Kelahiran prematur juga dapat didefinisikan oleh berat lahir: berat lahir rendah (kurang dari
2500 gram), berat lahir sangat rendah (kurang dari 1500 gram), dan berat lahir rendah ekstrem
(kurang dari 1000 gram). Selain itu, kelahiran bayi prematur dan berat lahir rendah dikaitkan
dengan penyakit jantung di usia dewasa.
Seorang bayi yang lahir pada minggu 24 biasanya akan memerlukan banyak intervensi,
berpotensi termasuk ventilasi mekanik dan perawatan invasif lainnya, dan diikuti oleh rawat inap
jangka panjang di unit perawatan intensif neonatal (NICU).
Di tangan ahli yang berpengalaman, bayi yang lahir sedikit lebih awal mungkin memiliki
kesempatan bertahan hidup yang baik. Bayi yang lahir pada minggu 23 mungkin bisa bertahan
hidup di bawah naungan spesialis dalam fasilitas NICU terkemuka, tapi peluangnya jauh lebih
rendah. Bayi yang pernah selamat dari kelahiran prematur di minggu 21 dan 6 hari, dilaporkan
dalam berita sebagai sebuah “keajaiban.”
Kemungkinan kelangsungan hidup akan meningkat mengikuti usia kehamilan berlanjut. Usia
kehamilan begitu penting dalam menentukan besar peluang melahirkan bayi prematur, hingga
bahkan tambahan satu minggu bayi bertahan di dalam rahim dapat membuat perbedaan besar.
“Semakin lama usia kehamilan Anda, risiko akan jauh menurun,” ungkap Dr. Jill Hechtman,
direktur medis dari Tampa Obstetrics di Tampa, Florida, dilansir dari Fox News. Secara umum,
bayi prematur yang lahir lebih mendekati ke minggu 37 akan lebih baik daripada mereka yang
lahir sebelum minggu ke-28.
Apa yang membuat Anda berisiko memiliki
bayi prematur?
Ada beberapa faktor risiko untuk kelahiran prematur, termasuk yang belum teridentifikasi oleh
peneliti. Beberapa faktor risiko ini “termodifikasi,” yang berarti mereka dapat diubah untuk
membantu mengurangi risiko. Faktor lain yang tidak dapat diubah. Sering kali, penyebab
spesifik dari kelahiran prematur tidak jelas — dua pertiga kasus kelahiran prematur tidak
memiliki alasan biologis, menurut temuan jurnal terbitan PLOS ONE.
Wanita berusia di bawah 16 tahun dan mereka yang berusia lebih dari 35 tahun saat hamil
memiliki peningkatan peluang 2-4 persen dari kelahiran bayi prematur, dibandingkan mereka
yang berada di rentang usia 21-24 tahun saat hamil. Beberapa studi telah meneliti hubungan
antara usia ibu dan kelahiran prematur, dengan kelahiran prematur -— dan yang berada dalam
posisi sungsang — terjadi pada 8% ibu yang berusia lebih dari 35 tahun dibandingkan dengan
kurang dari 4% kelahiran di kalangan ibu berusia lebih muda dari 35 tahun. Ibu hamil yang
berusia lebih tua pun lebih mungkin untuk mengalami perdarahan sebelum hamil. Hal ini
sebagian besar dikarenakan oleh cara plasenta tertanam lebih rendah di dalam rahim
Temuan-temuan ini telah dikaitkan dengan faktor hormonal yang berhubungan dengan
bertambahnya usia ibu. Namun, belum ada cukup bukti kuat untuk menentukan apakah
pertambahan usia iu adalah faktor mandiri dan langsung dari kelahiran bayi prematur.
Perempuan yang hamil di bawah umur (kehamilan remaja) juga membawa peningkatan risiko
hasil kehamilan buruk, termasuk risiko menjalani persalinan dini dibandingkan dengan
kelompok ibu berusia 20-39 tahun. Remaja juga lebih mungkin untuk memiliki peningkatan
risiko kelahiran bayi prematur ekstrem yang lebih tinggi.
Periode antar dua kehamilan yang berjarak hanya enam sampai sembilan bulan antara
kelahiran satu bayi dengan awal kehamilan berikutnya diketahui meningkatkan risiko kelahiran
bayi prematur. Bahkan, lebih dari setengah dari perempuan melaporkan kehamilan setelah 12
bulan melahirkan bayi pertama mereka, melahirkan bayi berikutnya sebelum 39 minggu,
menurut temuan sebuah studi di BJOG: An International Journal of Obstetrics and
Gynaecology.
Para ahli mengatakan waktu optimal antara kehamilan adalah 18 bulan tapi tidak jelas alasan di
baliknya, dan bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan.
“Tapi angka bercerita bahwa untuk setiap bulan lebih mendekati 18 bulan di antara dua
kehamilan, ada kemungkinan lebih tinggi bahwa Anda akan memiliki kehamilan yang sehat,”
kata Dr Scott D. Berns, presiden dan CEO dari National Institute for Children’s Health Quality
(NICHQ) di Boston, Massachusetts.
Riwayat melahirkan prematur merupakan faktor risiko terkuat untuk kelahiran prematur berulang
dan kekambuhan sering terjadi pada usia yang sama, dengan sekitar 70 persen persalinan dini
terjadi dalam waktu dua minggu usia kehamilan dari kelahiran prematur pertama.
Kelahiran bayi prematur iatrogenik (disebabkan oleh perawatan dokter terhadap suatu penyakit
atau suatu kondisi pasien) menyumbang lebih dari 30 persen dari seluruh kejadian kelahiran
prematur. Tingkat kelahiran bayi prematur terus meningkat di banyak negara di seluruh dunia
karena peningkatan tingkat kelahiran prematur yang ditunjukkan.
4. Kehamilan kembar
Diperkirakan 50 persen dari kehamilan kembar dua berakhir dalam kelahiran prematur dan
hampir semua kejadian kembar kelipatan yang lebih tinggi (90 persen) dilahirkan prematur.
Sebanyak 36 persen dari kembar tiga dilahirkan sebelum 32 minggu kehamilan, menurut
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ifeoma Offiah dan tim peneliti dari Rumah Sakit Bersalin
Universitas Cork, Irlandia.
Kelahiran prematur adalah komplikasi yang paling umum untuk wanita hamil dengan kembar
dua atau kelipatan selanjutnya, yang diikuti oleh berat badan lahir rendah, morbiditas neonatal
dan perinatal, neonatal, dan kematian bayi.
Kehamilan kembar dua dan seterusnya hanya menempati 2-3 persen dari seluruh kehamilan,
tapi mencakup lebih dari 17 persen kelahiran prematur terlambat, dan 23% kelahiran prematur
ekstrem. Rata-rata usia kelahiran dari kebanyakan kehamilan ganda terjadi di peridoe kelahiran
prematur lambat (34-36 minggu usia kehamilan) akibat terjadinya awal persalinan spontan dan
kelahiran prematur iatrogenik.
5. Infeksi ibu
Infeksi dan peradangan terkait adalah inisiator penting dari jalur kelahiran prematur. Infeksi
yang mempengaruhi vagina, ginjal, kandung kemih, dan saluran kencing dapat meningkatkan
risiko Anda melahirkan bayi prematur. Begitu pula dengan infeksi umum yang disertai dengan
demam tinggi (lebih dari 38ºC) pada ibu hamil.
Infeksi seperti bacterial vaginosis atau yang disebabkan oleh bakteri tertentu, seperti
Mycoplasme dan Ureaplasma dapat meningkatkan risiko Anda. Penelitian menunjukkan bahwa
infeksi intrauterin (infeksi dalam rahim) mungkin bertanggung jawab untuk kurang lebih 40
persen kelahiran prematur, dan juga merupakan faktor risiko untuk bayi lahir mati. Hal ini
ditunjukkan oleh penemuan berulang kultur bakteri positif dari plasenta atau selaput dari
tingginya proporsi pasien yang mengalami kelahiran prematur. Selain itu, Streptokokus grup B
(strep grup B) juga merupakan faktor risiko kelahiran prematur, walaupun tergolong lebih jarang
— sehingga bahkan jika Anda terbukti positif, tidak berarti Anda pasti akan mengalami kelahiran
prematur.
25 persen kasus bayi lahir prematur terjadi pada ibu yang memiliki kolonisasi bakteri rahim. Ada
beberapa indikasi bahwa hal ini lebih disebabkan oleh jumlah relatif bakteri, atau spesies
tertentu dari bakteri, bukan semata hanya kehadirannya, yang mempengaruhi kelahiran
prematur.
Ibu hamil yang memiliki diabetes, hipertensi, anemia, asma, peradangan usus besar (IBS),
penyakit ginjal, lupus, gangguan tiroid, pre-eklamsia, atau sindrom antifosfolipid/APS (gangguan
autoimun di mana antibodi tubuh justru balik menyerang dan merusak jaringan atau sel tubuh
sehat) misalnya, memiliki peningkatan risiko terhadap kelahiran bayi prematur.
Penyakit seks menular juga diketahui sebagai faktor yang memainkan peran besar dalam
menentukan keselamatan kehamilan Anda. Ibu hamil yang mengidap klamidia thrachomatis
lebih mungkin untuk memiliki leher rahim pendek daripada grup kontrol (33 persen berbanding
17,9 persen). Infeksi C. trachomatis yang terjadi pada minggu ke-24 kehamilan membawa
peningkatan risiko kelahiran prematur cenderung 2-3 kali lipat lebih tinggi daripada mereka
yang terinfeksi dengan penyakit yang sama di usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan
kurang dari 35 minggu.
Inkompentensi serviks adalah dilatasi dan pengangkatan leher rahim sebelum waktu persalinan,
yang berkontribusi pada hilangnya kehamilan sehat. Hal ini termasuk jarang, hanya mencakup
1-2 persen dari total kasus kehamilan di AS, tetapi bertanggung jawab untuk 25 persen dari
total kasus keguguran di pertengahan trimester ketiga. Faktor risiko inkompetensi serviks
termasuk riwayat operasi leher rahim, dan sejarah keguguran atau aborsi di trimester kedua.
Risiko kelahiran bayi prematur meningkat secara signifikan pada wanita yang memiliki leher
rahim pendek setelah menjalani operasi rahim, terutama biopsi kerucut atau prosedur loop
electrosurgical excision procedure (LEEP) -— yang menguji sel pra-kanker atau sel abnormal.
Meskipun hampir setengah dari wanita mengalami kenaikan berat badan terlalu banyak selama
kehamilan, 21 persen tidak mendapatkan jumlah yang disarankan, menurut sebuah studi dalam
jurnal Obstetrics and Gynecology. Bukti menunjukkan bahwa berat badan pra-kehamilan yang
rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur. Temuan mereka termasuk
hubungan yang signifikan antara BMI ibu kurang dari 23 dan adanya peningkatan risiko untuk
kelahiran prematur. Bukti ini kemudian didukung oleh berbagai penelitian lain, yang paling
menonjol berasal dari Preterm Prediction Study, di mana dilaporkan bahwa BMI ibu yang
kurang dari 19,8 sangat terkait dengan peningkatan risiko kelahiran prematur ekstrem di usia
kehamilan kurang dari 32 minggu, dengan risiko relatif 2,5 persen.
Ibu hamil yang obesitas juga berada pada peningkatan risiko komplikasi tertentu selama
kehamilan, masa persalinan dan kelahiran bayi, dan periode post-partum. Risiko termasuk
peningkatan risiko malformasi bayi, termasuk cacat tabung saraf (spina bifida), distosia bahu,
dan trauma lahir lainnya, termasuk endometritis dan infeksi luka operasi caesar, dibandingkan
dengan wanita non-obesitas.
Obesitas pra-kehamilan memiliki peran dalam faktor risiko kelahiran prematur dengan
meningkatkan risiko ketuban pecah dini (PPROM). Risiko kelahiran prematur spontan pada ibu
obesitas saat kurang dari 37 minggu kehamilan, tanpa PPROM berkurang: 6,2% dibandingkan
11,2% pada ibu non-obesitas.
9. Stres fisik
Polusi. Enam belas ribu kelahiran prematur telah dikaitkan dengan polusi udara di AS, menurut
sebuah studi oleh NYU Langone Medical Center. Daerah-daerah yang paling terpengaruh
adalah kabupaten kota.
Bayi tabung. Kini lebih banyak wanita dari sebelumnya yang beralih ke program bayi tabung
(fertilisasi in-vitro) untuk mencoba hamil. Pada tahun 2014, 375 klinik anggota Society for
Assisted Reproductive Technology (SART) dilakukan 190.384 siklus IVF dan prosedur terkait
yang mengakibatkan 65.175 bayi disampaikan. Meskipun tidak jelas mengapa, wanita yang
hamil melalui IVF tampaknya memiliki peningkatan risiko untuk kelahiran prematur.
Kelelahan fisik di tempat kerja. Dengan meningkatnya jumlah ibu yang terus bekerja hingga
usia lanjut kehamilan mereka, stres kerja dihipotesiskan menjadi kontributor penting untuk hasil
reproduksi yang merugikan, baik bagi ibu dan bayi. stres fisik seperti kerja shift, waktu berdiri
lama, dan mengangkat beban berat telah secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan risiko
kelahiran prematur. Teorinya, memiliki dan mampu mempertahankan pekerjaan, merupakan
indikator sendiri dari status sosial ekonomi yang lebih tinggi, yang memiliki efek terbalik pada
tingkat kelahiran prematur. Studi terbaru telah menemukan hubungan peningkatan tingkat
kelahiran prematur dan pekerjaan, tetapi studi ini lebih banyak dilakukan di negara maju, di
mana kelelahan fisik dan kondisi kerja berbahaya bukan menjadi norma masyarakat.
Alkohol. Alkohol dapat membahayakan perkembangan janin di dalam rahim. Anda tidak boleh
minum sama sekali pada trimester pertama, dan idealnya tidak sama sekali sampai setelah
melahirkan. Jika Anda memilih untuk minum, batasi diri untuk satu atau dua unit alkohol sekali
atau dua kali seminggu, maksimum.
Merokok. Merokok selama kehamilan meningkatkan risiko kelahiran prematur hingga dua kali
lipat dan berhubungan dengan ketuban pecah awal dan ntrauterine Growth Restriction (IUGR) -
— kondisi ukuran janin lebih kecil dari yang diharapkan untuk jumlah bulan kehamilan. Semakin
banyak rokok yang Anda hisap, semakin tinggi risiko Anda mencelakai janin. Yang dapat Anda
lakukan untuk mengurangi risiko Anda adalah untuk berhenti sekarang juga.
Narkoba. Jika Anda menggunakan kokain atau heroin saat hamil, Anda akan lebih mungkin
untuk memiliki bayi prematur.
Aktivitas fisik. Kurangnya kegiatan fisik atau terlibat dalam kebiasaan gaya hidup berbahaya
(penggunaan alkohol, rokok, atau narkoba, atau kesemuanya, yang diikuti oleh kurangnya
aktivitas fisik) juga meningkatkan risiko Anda melahirkan bayi prematur.
Depresi. Ibu hamil yang mengidap (terdiagnosis maupun tidak) depresi baru maupun depresi
kambuhan memiliki peningkatan risiko 30-40 persen mengalami kelahiran prematur yang terjadi
di periode usia kehamilan 32-36 minggi, sementara depresi pada ayah dikaitkan dengan
peningkatan risiko hingga 38 persen terhadap kelahirtan bayi prematur di periode 22-31 usia
kehamilan, menurut sebuah penelitian terbitan BJOG: An International Journal of Obstetrics and
Gynaecology.
Penelitian tentang faktor-faktor psikososial dan kelahiran prematur dalam beberapa tahun
terakhir telah terakumulasi dengan cepat. Namun demikian, mekanisme yang terlibat dalam
asosiasi psikososial kelahiran bayi prematur tidak dipahami dengan baik.
Persalinan normal setelah dulunya pernah melahirkan dengan operasi caesar mungkin
dilakukan. Dalam bahasa medis, ini disebut dengan persalinan Vaginal Birth After Cesarean,
alias VBAC. Selain karena proses penyembuhan pasca persalinan yang lebih cepat, banyak
wanita mempertimbangkan untuk melakukan persalinan vaginal karena alasan ingin mengalami
persalinan normal. Walaupun saat ini tingkat keberhasilan persalinan normal setelah caesar
cukup besar, ini bukanlah tindakan yang sederhana dan tanpa risiko. Keputusan untuk
melahirkan normal jika persalinan pertama adalah lewat operasi caesar membutuhkan
pertimbangan yang matang dan persiapan yang lengkap.
Tingkat keberhasilan persalinan normal setelah caesar akan lebih tinggi apabila:
Anda memiliki riwayat melahirkan secara normal minimal sekali, sebelum atau sesudah operasi
caesar.
Bekas irisan dinding rahim pada operasi caesar terdahulu berbentuk transversal.
Masalah kesehatan/kondisi penyulit kehamilan yang menyebabkan Anda dulu harus menjalani
operasi caesar saat ini sudah tidak ada.
Proses persalinan normal terdahulu berlangsung spontan (tidak memerlukan induksi/ pemacu
persalinan)
Persalinan dilakukan saat bayi sudah cukup bulan.
Anda berusia kurang dari 35 tahun.
Jika kondisi perdarahan ibu semakin berat dan sulit ditangani, dokter harus segera melakukan
tindakan pengangkatan rahim (histerektomi). Bila rahim Anda diangkat, Anda tidak bisa
mengandung lagi di kemudian hari. Ibu hamil dengan risiko ruptur uteri sebaiknya bersalin
dengan operasi caesar di kehamilan kedua dan selanjutnya, hindari persalinan normal jika
sudah pernah menjalani bedah caesar.
Ada dua cara bagi ibu hamil dalam melahirkan bayi, yaitu secara normal atau melahirkan
dengan operasi Caesar atau yang juga sering disebut C-section. Kebanyakan ibu hamil ingin
melahirkan secara normal dengan alasan lebih natural. Akan tetapi, operasi Caesar terkadang
harus dipilih karena berbagai alasan.
Berikut adalah beberapa alasan yang sering menjadi penyebab diperlukannya operasi Caesar:
– Dapat meninggalkan rumah sakit lebih cepat. Keuntungan bagi ibu yang melahirkan
secara normal adalah proses pemulihan yang cepat dibandingkan dengan melahirkan secara
Caesar. Menurut Dr. Allison Bryant, ahli perinatologi dari Massachusetts General Hospital di
Boston, meskipun bergantung pada keadaan ibu dan anak, namun pada umumnya bila si ibu
dinilai sudah cukup sehat dalam waktu 24 sampai 48 jam, maka si ibu dapat meninggalkan
rumah sakit.
– Terhindar dari risiko yang diakibatkan oleh operasi. Wanita yang melahirkan secara
normal terhindar dari berbagai risiko dan komplikasi akibat operasi, di antaranya perdarahan,
infeksi, reaksi terhadap anestesi, dan efek sakit yang berkepanjangan.
– Ibu dapat langsung berinteraksi dengan bayi. Kelebihan lain dari melahirkan secara
normal adalah si ibu dapat langsung berinteraksi dengan si bayi dan langsung dapat
memberikan ASI eksklusif secepatnya setelah melahirkan.
Kekurangannya
– Risiko kerusakan pada kulit dan jaringan di sekitar vagina. Pada saat si bayi melewati
vagina, besar risiko bahwa kulit dan jaringan di sekitar vagina akan melar dan robek. Hal
tersebut dapat mengakibatkan melemahnya atau cedera pada otot pinggul yang berfungsi untuk
mengontrol air seni dan isi perut pada sang ibu.
– Rasa sakit di perineum. Setelah melahirkan secara normal, si ibu juga mungkin mengalami
sakit yang berkepanjangan di area antara vagina dan anus, atau yang lebih dikenal dengan
perineum.
– Cedera saat proses melahirkan. Dilansir dari Stanford School of Medicine, risiko lain yang
mungkin dialami oleh sang ibu adalah cedera yang mungkin terjadi saat proses melahirkan itu
sendiri. Bila ukuran bayi terlalu besar, ada kemungkinan si ibu dapat mengalami cedera, di
antaranya memar pada kulit atau retak tulang.
Kekurangannya
– Tinggal lebih lama di rumah sakit. Kebalikan dari melahirkan secara normal, wanita yang
melahirkan secara Caesar kemungkinan untuk tinggal lebih lama di rumah sakit.
– Risiko masalah fisik setelah operasi. Menjalani proses operasi Caesar meningkatkan risiko
fisik bagi si ibu seperti rasa sakit yang berkepanjangan di bagian yang dibedah.
– Kemungkinan tidak bisa langsung berinteraksi dengan bayi. Beberapa studi menyatakan
bahwa wanita yang melahirkan secara Caesar kecil kemungkinan untuk langsung bisa
memberikan ASI eksklusif kepada bayi.
– Waktu pemulihan yang lama. Pemulihan setelah operasi dapat memakan waktu sampai 2
bulan. Hal ini diakibatkan karena wanita tersebut mungkin mengalami sakit yang lebih besar di
perut di area sekitar luka operasi.
– Kemungkinan meninggal. Menurut French Study, wanita yang melahirkan secara Caesar
memiliki kemungkinan meninggal tiga kali lebih besar daripada wanita yang melahirkan secara
normal dikarenakan perdarahan, infeksi, dan komplikasi karena anestesi.
– Risiko keguguran. Risiko keguguran saat proses kelahiran melalui operasi caesar juga lebih
besar dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan secara normal
– Risiko kerusakan pada uterus dan plasenta di proses kelahiran yang selanjutnya.
Wanita yang telah menjalani operasi Caesar memiliki risiko akan mengalami komplikasi di
kehamilan selanjutnya, seperti robeknya uterus yang dikarenakan luka akibat operasi di uterus
dan abnormalnya plasenta. Risiko masalah plasenta akan terus bertambah di setiap operasi
Caesar yang dijalani.
– Membangun sistem imunitas. Ketika masih berada di dalam rahim ibu, si bayi tinggal dalam
kondisi yang steril. Hal itu berbanding terbalik ketika si bayi dalam proses dilahirkan, di mana
bayi akan melewati vagina sang ibu yang penuh dengan bakteri. Hal ini mengakibatkan bayi
dapat membangun sistem imunitas dari bakteri yang didapat dan memperkaya bakteri yang
berguna yang terdapat di dalam pencernaan si bayi.