Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS

DI SUSUN OLEH
1. ALDI ALAFA RIZI
2. ALFIANA AGUSTIN
3. FIFA ADISTIA SARI
4. MUGIYATI LASTRININGSIH
5. NUR RAHMAT DWI F
6. RESYANTI HIDAYAH
7. RITA AMALIA

AKADEMI KEPERAWATAN SERULINGMAS CILACAP


TAHUN 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN
TETANUS

A. PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara
langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan
oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,
sambungan neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf autonom.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani,
bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksisimal dan diikuti oleh
kekakuan otot seluruh badan, khususnya otot-otot massester dan otot rangka.

B. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu:
a) Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul
rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat
menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
b) Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa
inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan
muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI
tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
c) Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot,
kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang
terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi
lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme
berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh
periode relaksasi.
d) Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal
apabila tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari
ibu yang tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI,
iritabilitas, spasme.
2. Klasifikasi beratnya tetanus oleh albert :
a) Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai
sedang, spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme,
sedikit atau tanpa disfagia
b) Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas,
spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang
RR ≥ 30x/ menit, disfagia ringan.
c) Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan apnea, disfagia berat,
takikardia ≥ 120.
d) Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan
sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi
perselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat
menetap.

C. ETIOLOGI
Spora bacterium clostridium tetani (C. Tetani). Kuman ini mengeluarkan
toxin yang bersifat neurotoksik (tetanospasmin) yang menyebabkan kejang
otot dan saraf perifer setempat. Termasuk bakteri gram positif. Bentuk:
batang. Terdapat: di tanah, kotoran manusia dan binatang (khususnya kuda)
sebagai spora, debu, instrument lain. Spora bersifat dorman dapat bertahan
bertahun-tahun (> 40 tahun).
C. tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan di tanah dan
kotoran binatang. Bakteri ini berbentuk batang dan memproduksi spora,
memberikan gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat.
Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun. C. Tetani
merupakan bakteri yang motil karena memiliki flagella, dimana menurut
antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain dan memproduksi neurotoksin
yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen
desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora C. Tetani Spora atau
bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika menempati tempat
yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan melepaskan toksin
tetanus. Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat mengakibatkan
penyakit tetanus (dosis letal minimum adalah 2,5 ng/kg). dapat bertahan dari
air mendidih selama beberapa menit (meski hancur dengan autoclave pada
suhu 121° C selama 15-20 menit). Jika bakteri ini menginfeksi luka seseorang
atau bersamaan dengan benda lain, bakteri ini akan memasuki tubuh penderita
tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.

D. EPIDEMIOLOGI TETANUS
Pada negara berkembang, penyakit tetanus masih merupakan masalah
kesehatan publik yang sangat besar. Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per tahun
di seluruh dunia, dengan angka kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta
angka kematian 300.000-500.000 per tahun. Mortalitas dari penyakit tetanus
melebihi 50 % di negara berkembang, dengan penyebab kematian terbanyak
karena mengalami kegagalan pernapasan akut. Angka mortalitas menurun
karena perbaikan sarana intensif (ICU dan ventilator), membuktikan bahwa
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ahli sangat berguna dalam
efektivitas penanganan penyakit tetanus.
Penelitian oleh Thwaites et al pada tahun 2006 mengemukakan bahwa
Case Fatality Rate (CFR) dari pasien tetanus berkisar antara 12-53%.
Penyebab kematian pasien tetanus terbanyak adalah masalah semakin
buruknya sistem kardiovaskuler paska tetanus ( 40%), pneumonia (15%), dan
kegagalan pernapasan akut (45%).20Health Care Associated Pneumonia
(HCAP) dalam beberapa penelitian dihubungkan dengan posisi saat berbaring.
Tetapi, penelitian terbaru oleh Huynh et al (2011), posisi semi terlentang atau
terlentang tidak memberi perbedaan yang bermakna terhadap terjadinya
pneumonia pada pasien tetanus. Angka mortalitas penyakit tetanus di negara
maju cukup tinggi bagi kelompok yang mempunyai risiko tinggi terhadap
kematian akibat penyakit ini. Infark miokard menjadi konsekuensi dari
disfungsi saraf otonom dan berperan besar terhadap angka mortalitas penyakit
tetanus dipopulasi usia lanjut.

E. TANDA DAN GEJALA


Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama)
rata-rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara
gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu
pertama: regiditas, spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai
beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan
tetap bertahan lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu.
Pemeriksaan fisis
1. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka
mulut.
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak
dahi mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar
kebawah.
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot
punggung, otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat
berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya
hanya terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar,
atau terkena sinar yang kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang
yang terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat
menimbulkan anoksia dan kematian.

F. TANDA DAN GEJALA


1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran
membuka mulut (trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
a. Otot leher
b. Otot dada
c. Merambat ke otot perut
d. Otot lengan dan paha
e. Otot punggung, seringnya epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam
6. Keringat berlebihan
7. Sakit menelan
8. Spasme tangan dan kaki
9. Produksi air liur
10. BAB dan BAK tidak terkontrol
11. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang

G. PATOGENESIS
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya
spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi,
luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis,
abortus, tali pusat, kadang–kadang luka tersebut hampir tak terlihat.
Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob
sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati
benda–benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian
berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka
dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak
berhubungan dengan pathogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau secara
umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin yang mengakibatkan
manifestasi dari penyakit tersebut.
Tetanospasmin masuk ke susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat
suasana anaerobik yang memungkinkan Clostridium tetani untuk hidup dan
memproduksi toksin. Lalu setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan
ditransportasikan secara retrograde menuju saraf presinaptik, dimana toksin
tersebut bekerja. Toksin tersebut akan menghambat pelepasan
neurotransmitter inhibisi dan secara efektif menghambat inhibisi sinyal
interneuron. Tetapi khususnya toksin tersebut menghambat pengeluaran
Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang spesifik menginhibisi neuron
motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak teregulasi dari
sistem saraf motorik.
Tetanospamin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang
berat, sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil,
takikardi, keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin
dalam urin. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi kardiovaskuler.
Tetanospamin yang terikat pada jaringan saraf rsudah tidak dapat dinetralisir
lagi oleh antitoksin tetanus

H. GAMBARAN KLINIS TETANUS


Masa inkubasi tetanus umumnya antara 7-10 hari, namun dapat lebih singkat
atau dapat lebih lama.2 Makin pendek masa inkubasi makin jelek
prognosisnya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi C. tetani dengan
susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana
makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang. Secara klinis tetanus
ada 4 macam, yaitu tetanus umum, tetanus local, cephalic tetanus, dan tetanus
neonatal.
1. Tetanus Umum
Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering
dijumpai. Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan jalan masuk kuman.
Biasanya dimulai dengan trismus dan risus sardonikus, lalu berproses ke
spasme umum dan opistotonus. Dalam 24 – 48 jam dari kekakuan otot
menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang
terutama masseter menyebabkan mulut sukar dibuka, sehingga penyakit
ini juga disebut lock jaw. Selain kekakuan otot masseter, pada muka juga
terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis
kesakitan yang disebut risus sardonikus (alis tertarik ke atas, sudut mulut
tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat
kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu
melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku
sampai opisthotonus.
Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum
tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal
(rabaan, sinar dan bunyi).Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi
serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi. Kesadaran
penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang
menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang.
Spasme otot–otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan
gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urine sering terjadi
karena spasme sfincter kandung kemih. Kenaikan temperatur badan
umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga
harus hati–hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan
mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Pada kasus yang berat mudah
terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil,
berkeringat banyak, panas yang tinggi dan aritmia jantung.
2. Tetanus Lokal
Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan
karena gambaran klinis tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri,
kekakuan otot–otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal
adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1%, kadang–kadang bentuk
ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.
3. Cephalic Tetanus
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini
bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, otitis media
kronis dan jarang akibat tonsilektomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial
antara lain n. III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri–
sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan
berbulan–bulan. Cephalic Tetanus dapat berkembang menjadi tetanus
umum. Pada umumnya prognosis bentuk cephalic tetanus jelek
4. Tetanus Neonatal
Tetanus neonatal didefinisikan sebagai suatu penyakit yang terjadi
pada anak yang memiliki kemampuan normal untuk menyusu dan
menangis pada 2 hari pertama kehidupannya, tetapi kehilangan
kemampuan ini antara hari ke-3 sampai hari ke-28 serta menjadi kaku dan
spasme. Tetanus neonatal, biasa terjadi karena proses melahirkan yang
tidak bersih. Gejala klinisnya biasa terjadi pada minggu kedua kehidupan,
ditandai dengan kelemahan dan ketidakmampuan menyusu, kadang
disertai opistotonus

I. DIAGNOSIS
1. Riwayat dan temuan secara fisik
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan
mulut, perut papan
2. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
3. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies,
epilepsy dll

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi
ventrikuler (Torsaderde pointters)
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah
kadar fosfat dalam serum meningkat.
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan
subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
K. PENATALAKSANAAN
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. hiperimun globulin (paling baik) Dosis: 3.000-6.000 unit IM Waktu
paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukanTidak berefek pada
toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier
darah-otak
b. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat
clostridium: luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat
dirawat, luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan
luka-luka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak 1500 IU –
4500 IU ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi
membunuh kuman tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang
dikeluarkan clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar
melalui sirkulasi menuju otak. Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3
cara yaitu:
1) Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
2) IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
3) IM di region gluteal 10.000 IU
2. Perawatan luka
Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk
berkembang biak)
3. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV)
selama 10 hari
4. Alternatif Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3
atau 4 dosis Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial. Kuman
penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat
dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
5. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
d. Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam
untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon
segera bila dirangsang
e. Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
f. Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg
BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu
6. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral,
hindari dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan
pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin

L. KOMPLIKASI
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia
5. Fraktur dan robekan otot

M. PENCEGAHAN
1. Imunisasi tetanus
Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah
suntukan
a. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa. Ada
juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5
tahun
2. Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil apapun.
3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya

N. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan tetanus antara
lain:
1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses penyakit
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
napas
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi)
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
penurunan reflek menelan, intake kurang
6. Defisit perawatan diri, makan, toileting, berpakaian berhubungan dengan
kelemahan umum
7. Defisit pengetahuan (tentang penyakit, penyebab) berhubungan dengan
tidak mengenal sumber informasi.
8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
O. INTERVENSI KEPERAWATAN
N Diagnosa
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
O. Keperawatan
1. Ketidak efektifan Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama NIC: Temperature regulation
termoregulasi proses keperawatan diharapkan status Intervensi:
berhubungan dengan termoregulasi efektif 1.Monitor S, N, RR, TD
proses penyakit NOC: Immune status 2.Monitor suhu tiap 2 jam
Kriteria hasil 3.Monitor tanda-tanda hipotermia dan
- Keseimbsngan antara produksi panas, panas hipertermia
yang diterima dan kehilangan panas 4.Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Temperature stabil 5.Selimuti pasien untuk mencegah
- Tidak ada kejang hilangnya kehangatan tubuh
- Tidak ada perubhan warna kulit 6. Berikan antipiuretik jika perlu
Keterangan Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
2. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama NIC: Airways management
tidak efektif proses diharapkan bersihan jalan nafas efektif Intervensi:
berhubungan dengan NOC: Respiratori status: Airways patency - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
obstruksi jalan napas Kriteria Hasil : ventilasi
- Suara napas bersih - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Tidak ada sianosis - Keluarkan sekret dengan batuk efektif
- Tidak ada sputum atau suction
- Tidak ada dyspneu - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
- Menunjukan jalan nafas yang paten. tambahan
Keterangan Skala : - Berikan bronkodilator bila perlu
1 : Tidak pernah menunjukkan. - Monitor respirasi dan status O2
2 : Jarang menunjukkan - Ajarkan batuk efektif
3 : Kadang menunjukkan - Anjurkan untuk minum air putih hangat
4 : Sering menunjukkan - Anjurkan untuk menghindari makanan
5 : Selalu menunjukkan yang merangsang batuk
- Anjurkan untuk menghindari makanan
merangsang pembentukkan dahak
- Kolaborasi dokter dengan pemberian
nebulizer
- Bantu dan ajarkan kepada pasien dalam
menggunakan teknik napas dalam

3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC: Pain management
berhubungan dengan proses keperawatan diharapkan nyeri berkurang Intervensi:
agen injuri (biologi) - Identifikasi nyeri yang dirasakan klien (P,
NOC: Control nyeri, pain level, comfort pain Q, R, S, T)
Kriteria Hasil: - Pantau tanda-tanda vital.
- Klien mengatakan nyeri yang dirasakan - Berikan tindakan kenyamanan.
berkurang. - Ajarkan teknik non farmakologik
- Klien dapat mendeskripsikan bagaimana (relaksasi, fantasi, dll) untuk menurunkan
mengontrol nyeri nyeri.
- Klien mengatakan kebutuhan istirahat dapat - Kaji pengalaman klien masa lalu dalam
terpenuhi mengatasi nyeri.
- Klien dapat menerapkan metode non - Berikan analgetik sesuai indikasi
farmakologik untuk mengontrol nyeri
Keterangan skala:
1.Kuat
2.Berat
3.Sedang
4.Ringan
5.Tidak ada

4. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC: Infection control
berhubungan dengan proses keperawatan diharapkan resiko invfeksi Intervensi
prosedur invasif tidak muncul. - Observasi&melaporkan tanda&gejala
NOC: Control resiko infeksi, spt kemerahan, hangat, dan
Kriteria Hasil: peningkatan suhu badan
- Klien bebas dari tanda-tanda infeksi - Kaji suhu klien, netropeni setiap 4 jam,
- Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi laporkan jika temperature lebih dari 38°
- mendemonstrasikan perilaku seperti cuci tangan, C
oral care dan perineal care. - Menggunakan thermometer untuk
Keterangan skala: mengkaji suhu
1 : Tidak pernah menunjukkan. - kaji warna kulit, kelembaban kulit,
2 : Jarang menunjukkan tekstur dan turgor lakukan dokumentasi
3 : Kadang menunjukkan yang tepat pada setiap perubahan
4 : Sering menunjukkan - Dukung untuk konsumsi diet seimbang,
5 : Selalu menunjukkan penekanan pada protein untuk
pembentukan system imun
NIC : Nutrition Management
5. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
nutrisi kurang dari proses keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi Intervensi :
- Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan terpenuhi.
- Anjurkan pasien untuk meningkat intake
berhubungan dengan NOC : Nutritional Status
Fe
penurunan reflek Kriteria Hasil :
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan
menelan, intake - Adanya peningkatan berat badan sesuai
intake protein
kurang
dengan tujuan
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
kalori
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Berikan informasi tentang kebutuhan
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
nutrisi
Keterangan Skala :
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
1 : Tidak pernah menunjukkan.
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
2 : Jarang menunjukkan
yang dibutuhkan pasien.
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan

Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC : Self care assistance
6.
berhubungan dengan proses keperawatan diharapkan personal hygiene Intervensi :
kelemahan umum. pasien dapat terpenuhi. - Monitor kebutuhan pasien untuk
NOC : Self care ; activity of daily living personal hygiene termasuk makan.
Kriteria Hasil : Mandi, berpakaian, toileting.
- Makan secara mandiri - Mandirikan aktivitas rutin untuk
- Berpakaian terpenuhi perawatan diri.
- Mandi terpenuhi - Bantu pasien sampai pasien mampu
- Kebersihan terjaga berdiri.
Keterangan Skala : - Ajarkan kepada anggota keluarga untuk
1 : Ketergantungan peningkatan kemandirian
2 : Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
3 : Membutuhkan bantuan orang lain
4 : Mandiri dengan bantuan alat.
5 : Mandiri sepenuhnya
7. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC: Teaching : disease Process
(tentang penyakit, proses keperawatan diharapkan tingkat Intervensi:
penyebab) pengetahuan meningkat - Berikan penilaian tentang tingkat
berhubungan dengan NOC: Kowlwdge : disease process pengetahuan pasien tentang proses
tidak mengenal Kriteria hasil: penyakit yang spesifik
sumber informasi. - Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman - Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
program pengobatan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan tepat.
prosedur yang dijelaskan secara benar - Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan muncul pada penyakit, dengan cara yang
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim tepat
kesehatan lainnya - Gambarkan proses penyakit, dengan cara
Keterangan Skala : yang tepat
1 : Tidak pernah menunjukkan. - Identifikasi kemungkinan penyebab,
2 : Jarang menunjukkan dengna cara yang tepat
3 : Kadang menunjukkan - Sediakan informasi pada pasien tentang
4 : Sering menunjukkan kondisi, dengan cara yang tepat
5 : Selalu menunjukkan - Hindari harapan yang kosong
- Sediakan bagi keluarga atau SO
informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
- Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
- Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion dengan
cara yang tepat atau diindikasikan
- Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
- Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yg tepat
- Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pd pemberi
perawatan kesehatan, dngan cara yg
tepat.

8. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC : Activity therapy
berhubungan dengan proses keperawatan intoleransi aktifitas tidak Intervensi:
kelemahan umum muncul. - Pantau asupan nutrisi untuk memastikan
NOC: Activity tolarence keadekuatan sumber energi.
Kriteria hasil: - Ajarkan tentang pengaturan aktifitas dan
- Menyadari keterbatasan energi tehnik manajemen waktu untuk
- Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat mencegah kelelahan.
- Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas - Bantu dengan aktifitas fisik teratur
Keterangan Skala : - Rencanakan aktifitas pada periode
1 : Tidak pernah menunjukkan. pasien mempunyai energi paling banyak
2 : Jarang menunjukkan - Bantu pasien untuk mengidentifikasi
3 : Kadang menunjukkan pilihan aktivitas
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai