Anda di halaman 1dari 5

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI SEKARANG INI MEMBUAT ANAK-ANAK DI

INDONESIA MENJADI MALAS MEMBACA BUKU


(KONTRA)

Materi Debat Kontra

Di zaman internet seperti sekarang ini, segalanya jadi serba maju dan kreatif. Apapun dapat
dilakukan hanya melalui gadget dalam genggaman. Mulai dari memesan makanan, barang,
transportasi, akomodasi dan masih banyak lagi. Tidak perlu macet-macetan, antre panjang
dan semua menjadi lebih mudah dan praktis. Kemajuan teknologi ini tentu memberi efek
baik maupun buruk, tergantung bagaimana menyikapinya.

Seiring berkembangnya teknologi, pendidikan juga terus berinovasi. Kini, belajar juga
dapat dilakukan di manapun dan kapanpun. Sebelumnya, jika ingin membaca, maka harus
membawa buku ke mana-mana sehingga beban bawaan pun bertambah. Hal ini tentu
kurang efisien. Namun sekarang, tidak perlu repot lagi membawa buku karena sudah ada
layanan e-book.

Selain itu, teknologi juga memberi dampak positif pada pengembangan diri. Jika sedang
butuh inspirasi, kamu hanya perlu membuka internet, dan berselancarlah hingga
menemukan ide kreatif.

Namun di era yang serba modern seperti sekarang, membaca dapat terlaksana tanpa ada
presensi dalam bentuk buku fisik. Kita bisa memanfaatkan fitur eBook, sebuah aplikasi
mutakhir yang dapat menopang minat baca tanpa harus membawa buku secara fisik. Cukup
dengan satu gadget yang sudah tersambung dengan internet kemudian pilih menu eBook
yang tersedia, kita sudah bisa menikmati ribuan judul buku dan jutaan referensi bacaan
yang kita inginkan.

Tentu saja hal tersebut memudahkan kita yang tidak harus membawa buku yang berat-
berat. Akan tetapi, di balik itu semua ada pula kendalanya. Bagi para pembaca yang tidak
memiliki gadget yang mumpuni untuk itu sehingga mereka pun mau tidak mau harus
kembali pada metodelogi membaca secara konvensional membaca buku fisik.

Persentase minat membaca pada kaum muda pun tidak sampai menyentuh angka 20 persen.
Berdasarkan data UNESCO, persentase minat baca Indonesia hanya sebesar 0,01 persen.
“Ini berarti dari 10.000 orang hanya satu saja yang memiliki minat baca,” kata Menurut
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan, saat pembukaan
pameran Islamic Book Fair (IBF), di Gedung Istora, Senayan, Jumat (27/2).

Nah, kalau sudah begitu apa yang bisa kita lakukan untuk menggerakkan angka-angka
tersebut hingga menyentuh titik 100 persen?

Bangsa yang maju adalah bangsa yang berwawasan luas. Mereka berwawasan luas karena
gemar menggali informasi. Pengetahuan yang mereka dapat berasal dari membaca buku.
Jika kita menengok masa lalu, orang-orang di zaman itu belum mengenal internet. Terlebih
Indonesia pernah dijajah oleh bangsa Eropa sehingga zaman kegelapan menyelebungi
masyarakatnya, khususnya masyarakat pribumi. Bagi para kaum bangsawan, mereka
memanfaatkan buku sebagai ladang pengetahuan dan informasi. Surat kabar di zaman dulu
pun dijadikan sebagai media bertukar informasi. Agak ironis memang. Apabila
dibandingkan dengan keadaan di masa sekarang, di mana informasi dengan mudah bisa
dirambah dengan sabak digital yang terhubung dengan internet. Justru hal itu malah
membobrokkan minat baca pada generasi muda di zaman sekarang.

Dengan ini terjadi turunnya minat baca anak karena pengaruh teknologi, maka dari itu
solusinya untuk menangani hal ini orang tua atau orang yang lebih dewasa harus megontrol
penggunaan teknologi agar teknologi dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk
memperoleh sebuah pengetahuan.

"Berdasarkan hasil survei, menyatakan bahwa saat ini minat baca masyarakat Indonesia sangatlah
rendah. Sebab minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara," kata presenter
Mata Najwa itu di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Jumat (11/8/2017) malam, dikutip
dari Antara.

Teknologi digital berdampak positif pada perilaku membaca


Namun, disamping beberapa dampak negatif yang timbul dari pengaruh ,ultimedia dan
minat baca masyarakat, terdapat pula dampak positif yang mengimbanginya. Bolter (1991)
berpendapat lain, perubahan dari media cetak ke komputer tidak berarti berakhirnya era literasi itu
sendiri, namun literasi terhadap koleksi cetak, teknologi elektronik memberikan jenis buku baru
dan cara baru dalam menulis dan membaca. Media digital berkontribusi terhadap sebuah
perubahan transformatif dalam membaca. Mereka juga memperkenalkan sejumlah keuntungan
yang secara tradisional tidak terdapat pada dokumen cetak, seperti interactivity, nonlinearity,
immediacy dalam mengakses informasi, dan konvergensi dari teks, gambar, audio, dan video
(Landow, 1992; Lanham, 1993; Murray, 1997; Ross, 2003).
Terkait dengan jenis buku baru dalam era digital, Lanham (1995) membandingkan
perbedaan antara literasi cetak dengan literasi digital. Dia menegaskan bahwa di era cetak, ide dan
ekspresi menjadi satu secara virtual. Pengertian terbentuk dari kata; kata menimbulkan arti.
Literasi digital bekerja dalam cara yang berbeda. Literasi digital dapat meningkatkan kemampuan
kita membuat informasi menjadi lebih sesuai pada penerima informasi, misalnya pada seseorang
penyandang cacat.
Pada abad 21 ini multimedia menjadi keterampilan dasar yang sama pentingnya dengan
keterampilan membaca. Sesungguhnya multimedia mengubah hakikat membaca itu sendiri.
Multimedia menjadikan kegiatan membaca itu dinamis dengan memberi dimensi baru pada kata-
kata. Apalagi dalam hal penyampaian makna, kata-kata dalam aplikasi multimedia bisa menjadi
pemicu yang dapat digunakan memperluas cakupan teks untuk memerikasa suatu topik tertentu
secara lebih luas. Multimedia melakukan hal ini bukan hanya dengan menyediakan lebih banyak
teks melainkan juga menghidupkan teks dengan menyertakan bunyi, gambar, musik, animasi dan
video.

5 penyebab yang mungkin bisa kita renungkan dari rendahnya minat baca di Indonesia saat ini.

1. Lingkungan Sekitar

Lingkungan hidup di sekitar kita merupakan faktor penting dalam kehidupan, karena secara tidak
langsung lingkungan sekitarlah yang membentuk kebiasaan kita. Lingkungan keluarga misalnya,
lingkungan ini adalah yang paling dekat dengan kita. Jika lingkungan di keluarga kita saja sudah
tidak membudayakan kebiasaan membaca, atau bahkan membeli bukupun tidak diperbolehkan
jika begitu dari mana benih-benih minat membaca dapat tumbuh.

Ditambah lagi jika lingkungan pertemanan kita juga tidak gemar membaca. Setelah keluar rumah
ternyata teman sepergaulan kita adalah teman yang suka pergi hang out ke mall ketimbang
membaca. Sudah pasti kita akan cenderung lebih mengikuti teman kita hangout dibanding pergi
sendiri ke perpustakaan untuk membaca bukan?

2. Generasi serba instan

Dari generasi baby boomers hingga generasi Z sekarang ini, kita dapat melihat perbedaan yang
mendasar dari generasi dulu hingga sekarang. Semakin lama generasi kita ini menginginkan
segala sesuatunya serba cepat atau instant dan mulai tidak menghargai proses.Padahal membaca
sebuah buku baik dari yang tipis sampai yang tebal, semuanya pasti membutuhkan proses
membaca. Tiap halaman per halaman dan bab per bab harus kita lalui dan nikmati. Namun
bagian membaca inilah yang sulit untuk dilalui dan dinikmati para generasi Z jaman sekarang
ini. Mereka malas melakukan proses membaca untuk mengetahui suatu cerita dalam suatu buku.
Sehingga akibatnya, mereka lebih cenderung hanya melihat sinopsis, review singkat di blog
ataupun social media, lalu selebihnya mereka hanya akan menerka-nerka cerita tersebut.
Singkatnya jika mereka tidak membaca buku secara mendalam dan berproses, maka hasil yang
akan mereka pahami juga pasti hanya akan asal tahu saja.

3. Gadget

Kembali lagi membicarakan generasi milenial, Sekarang ini anak bayi saja sudah mengenal
gadget. Perilaku manusia dari anak bayi sampai orang dewasa jika sedang makan telah berubah
karena tidak bisa terlepas dari gadget, contohnya anak bayi yang tidak bisa makan kalau
tayangan kartun kesukaannya tidak diputar dihadapannya dengan gadget, dan sebenarnya tidak
hanya anak bayi, anak remaja dan dewasapun banyak juga yang melakukan kegiatan makan
sambil main gadget sekarang ini. Gadget jaman sekarang ini memang multifungsi, bisa untuk
menonton televisi, bisa untuk foto-foto, dan yang pastinya bisa untuk bermain games sebagai
sarana hiburan. Hanya dengan satu gadget kita bisa melakukan banyak hal, sekaligus melupakan
banyak hal.

4. Game Online dan social media

Game online ataupun aplikasi di dalam gadget sekarang ini seperti Instagram, facebook, atau
aplikasi hiburan seperti dubsmash, musically, hingga tiktok, sekarang ini memang sedang marak
di dunia maya. Baik anak kecil sampai orang dewasa bermain game dan menggunakan aplikasi
tersebut hampir disetiap waktu luang yang mereka miliki, dan lebih parahnya banyak dari
mereka menjadi kecanduan. Kalau sudah di tahap kecanduan yang tidak baik, kedua tangan
mereka setiap harinya sibuk untuk bermain, jadi jangankan untuk menyentuh buku untuk
membaca, untuk makan ataupun bersosialisasi dengan sesamanyapun terkadang mereka hampir
lupa. Memang game online dan aplikasi hiburan tersebut dapat berfungsi sebagai media untuk
melepaskan penat dan stress setelah beraktivitas kita biasanya. Tetapi, terkadang kita lupa bahwa
buku juga dapat menjadi media lain yang bisa membantu meredakan stress tanpa harus takut
akan radiasi yang dikeluarkan gadget anda.

5. Diri sendiri

Selain lingkungan dan teknologi canggih yang semakin menjauhkan kebiasaan kita dari
membaca. Ada faktor lain yang sebenarnya paling kuat dan menentukan tindakan kita yaitu, niat
dalam diri kita sendiri.
Diri kita sendiri adalah faktor terpenting dalam melakukan sesuatu hal. Jika di dalam diri sendiri
saja kita tidak memiliki ketertarikan dalam membaca maka jangankan membaca buku,
menyentuh atau mendengar judul buku saja mungkin rasanya sudah malas dan mengantuk.
Maka dari itu, bibit-bibit minat baca sudah seharusnya ditanamkan sedari kita kecil. Seringkali di
sekolah kita seperti dipaksa untuk membaca buku-buku text book demi mendapatkan nilai yang
baik. Padahal, kalau kita sudah menanamkan dalam diri kita bahwa membaca adalah kegiatan
yang menarik dan menyenangkan, pasti kita akan lebih mudah membaca buku-buku. baik itu
buku novel ataupun buku pelajaran. Karena sesungguhnya semuanya akan kembali lagi kepada
diri sendiri, apakah kita memiliki niat untuk membaca atau tidak. Karena jika sudah tidak
memiliki niat, pasti juga sudah tidak berminat.

Sekarang sudah mengerti kan kenapa minat baca di Indonesia memprihatinkan?


Jadi, mulai sekarang mari para orang tua sejak dini mulai menanamkan benih-benih membaca
buku dengan mengajarkan anak-anaknya untuk berkenalan dan menyukai buku.

Anda mungkin juga menyukai