Anda di halaman 1dari 27

LI 1. Memahami dan menjelaskan puskesmas.

LO 1.1 Definisi puskesmas.

Menurut Depkes 1991 puskesmas adalah Suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan
pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping
memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

LO 1.2 Program pokok puskesmas mengenai kesehatan anak,ibu dan remaja.

Program Pokok Puskesmas


1) KIA
2) KB
3) Usaha Kesehatan Gizi
4) Kesehatan Lingkungan
5) Pemberantasan dan pencegahan penyakit menular
6) Pengobatan termasuk penaganan darurat karena kecelakaan
7) Penyuluhan kesehatan masyarakat
8) Kesehatan sekolah
9) Kesehatan olah raga
10) Perawatan Kesehatan
11) Masyarakat
12) Kesehatan kerja
13) Kesehatan Gigi dan Mulut
14) Kesehatan jiwa
15) Kesehatan mata
16) Laboratorium sederhana
17) Pencatatan dan pelaporan dalam rangka SIK
18) Pembinaan pemgobatan tradisional
19) Kesehatan remaja
20) Dana sehat

Upaya-upaya kesehatan wajib tersebut adalah ( Basic Six):

a. Upaya promosi kesehatan

b. Upaya kesehatan lingkungan

c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana

d. Upaya perbaikan gizi masyarakat

e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

f. Upaya pengobatan

LO 1.3 Tugas pokok dokter puskesmas.


Jabatan : DOKTER UMUM
Fungsi Pokok : Membantu Kepala Puskesmas dalam melaksanakan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di wilayah kerja
Puskesmas
Tugas Pokok :  Melakukan pemeriksaan dan pengobatan serta konsultasi medis
pada pasien di Puskesmas
 Memberikan pelayanan rujukan medis serta surat-surat yang berhubungan
dengan hasil pemeriksaan kesehatan
 Bertanggung jawab dan melaporkan kegiatan pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan kepada Kepala Puskesmas.
 Bersama dengan Kepala Puskesmas melaksanakan fungsi manajemen
Puskesmas
 Membina pengelolaan yang berkaitan dengan obat-obatan
 Melaksanakan UKM di posyandu balita, lansia dan kelompok masyarakat
 Meningkatkan upaya kesehatan dilingkungan sekolah dengan jalan
penyuluhan, pembinaan kader UKS, dokter kecil, sekolah sehat.
 Membantu menyusun laporan tahunan, profil kesehatan puskesmas.
 Berperan serta dan bertanggung jawab dalam program 5 bebas (bebas asap
rokok, bebas sampah, bebas air tergenang,, bebas semak, bebas debu)
 Berkoordinasi lintas program dan lintas sektor serta menghadiri
pertemuan-pertemuan kedinasan yang diperintahkan atasan
 Mengikuti seminar profesi atau kursus atau pelatihan dalam rangka
peningkatan mutu SDM.
 Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan atasan sesuai ketentuan
perundangan yang berlaku.

LI 2. Memahami dan menjelaskan Sistem audit kematian maternal perinatal

LO 2.1 Audit Maternal-Perinatal

Pelaksanaan Audit Maternal-Perinatal (AMP) merupakan salah satu upaya pencegahan sekaligus
penerapan aturan untuk menurunkan resiko kematian ibu dan bayinya. Audit maternal perinatal
adalah proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta
penatalaksanaannya, dengan menggunakan berbagai informasi dan pengalaman dari suatu
kelompok terdekat, untuk mendapatkan masukan mengenai intervensi yang paling tepat dilakukan
dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA disuatu wilayah.

Audit maternal perinatal merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan
kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa yang akan
datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan antara faktor
penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata lain, istilah audit
maternal perinatal merupakan kegiatan death and case follow up.

Tujuan

 Tujuan Umum
Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di
seluruh wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian
ibu dan perinatal

 Tujuan khusus

Tujuan khusus audit maternal adalah :

a. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara


teratur dan berkesinambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah
bersalin (RB), bidan praktek swasta atau BPS di wilayah kabupaten/kota dan dilintas
batas kabupaten/kota provinsi

b. Menetukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang di perlukan


untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus

c. Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota,


rumah sakit pemerintah / swasta, puskesmas, rumah sakit bersalin dan BPS dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang
disepakati.

Metode AMP

1. Penyelenggaraan pertemuan dilakukan teratur sesuai kebutuhan oleh dinas kesehatan


kab/kota bersama dengan RS kab/kota, berlangsung sekitar 2 jam. Pertemuan sebaiknya
dilakukan di RS kab/kota dan kadinkes/direktur RS memimpin acara tetapi moderator
pembahasan klinik adalah dokter ahli. Presentasi kasus dilakukan oleh dokter/bidan RS
kab/kota atau puskesmas terkait, tergantung dimana kasus ditangani

2. Kasus yang dibahas dapat berasal dari kab/kota atau puskesmas. Semua kasus ibu/perinatal
yang meninggal di RS kab/kota/puskesmas hendaknya di audit, demikian pula kasus kesakitan
yang menarik dan dapat diambil pelajaran darinya

3. Audit yang dilaksanakan lebih bersifat mengkaji riwayat penanganan kasus sejak dari:

- Timbulnya gejala pertama dan penanganan oleh keluarga/tenaga kesehatan dirumah

- Siapa saja yang memberikan pertolongan dan apa saja yang telah dilakukan

- Sampai kemudian meninggal atau dapat dipertahankan hidup. Dari pengkajian


tersebut diperoleh indiksai dimana letak kesalahan/kelemahan dalam penanganan
kasus. Hal ini memberi gambaran kepada pengelola program KIA dalam menentukan
apa yang perlu dilakukan untuk mencegah kesakitan/kematian ibu/perinatal yang tidak
perlu terjadi. Kesimpulan hasil dicatat dalam from MA untuk kemudian disampaikan
dan dibahas oleh tim AMP dalam merencanakan kegiatan tindak lanjut secara nyata

4. Pertemuan ini bersifat pertemuan penyelesaian masalah dan tidak bertujuan untuk
menyalahkan atau memberi sanksi salah satu pihak

5. Dalam tiap pertemuan dibuat daftar hadir, notulen hasil pertemuan dan rencana tindak lanjut
yang akan disampaikan dan dibahas dalam pertemuan tim AMP yang akan datang
6. RS kab/kota dan puskesmas membuat laporan bulanan kasus ibu perinatal ke dinas kab/kota
dengan memakai format yang disepakati

Langkah-langkah dan kegiatan audit AMP ditingkat kabupaten/kota sebagai berikut :

1. Pembentukan tim AMP


2. Penyebarluasan informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP
3. Menyusun rencana kegiatan (POA) AMP
4. Orientasi pengelola program KIA dalam pelaksanaan AMP
5. Pelaksanaan kegiatan AMP
Persiapan pelaksanaan
o kasus yg menarik
o lokasi ditentukan AMP
o format pencatat & pelaporan
 Pencatatan

Dalam melaksanakan AMP ini diperlukan mekanisme pencatatan yang akurat baik
ditingkat puskesmas maupun di tingkat RS kab/kota. Pencatatan yang diperlukan
adalah sebagai berikut:

Tingkat puskesmas

Selain menggunakan rekam medis yang suadah ada di puskesmas, ditambahkan


pula;

1. Form R (formulir Rujukan Maternal dan Perinatal)

2. Form OM dan OP (formulir otopsi Verbal maternal dan perinatal)


form OM digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas dan
perinatal yang meninggal, sedangkan form OP untuk otopsi verbal
perinatal yang meninggal. Untuk mengisi formulir tersebut dilakukan
wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga puskesmas

RS kabupaten/kota

Formulir yang dipakai adalah

1. Form MP (formulir maternal dan perinatal)


form ini mencatat semua data dasar ibu bersalin/nifas dan perinatal
yang masuk ke RS. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat

2. Form MA (formulir Medical Audit)


form ini dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal
maupun perinatal, yang mengisi format ini adalah dokter yang bertugas
di bagian kebidanan dan kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak
(untuk kasus perinatal)

 Pelaporan

Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang yaitu:


1. Laporan dari RS kab/kota ke dinkes (LAP RS)
laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian
(serta sebab kematian) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan
penyakit kandungan serta bagian anak. Laporan jumlah persalinan
normal & patologis, rujukan & kematian, pelaporan komplikasi yang
paling sering trjd pd ibu & BBL

2. Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kab/kota (LAP PUSK)

3. Laporan dari dinkes kab/kota ke tingkat dinkes propinsi (LAP KAB/KOTA)

laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal
yang ditangani oleh RS kab/kota, puskesmas dan unit pelayanan KIA
lainnyaserta tingkat kematian dari tiap jenis komplikasi. Laporan ini
merupakan rekapitulasi dari form MP dan form R yang hendaknya
diusahakan agar tidak terjadi duplikasi pelaporan untuk kasus yang
dirujuk ke RS.
pada tahap awal, jenis kasus yang dilaporkan adalah komplikasi yang
paling sering terjadi pada ibu maternal dan perinatal.

6. Penyusunan rencana tindak lanjut terhadap temuan dari kegiatan audit maternal oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota bekerjasama dengan RS

7. Pemantauan dan evaluasi

Tiga persyaratan Audit Medik yang perlu dipenuhi :

1. Audit Medik

yaitu komponen penting dalam quality assurance dan merupakan bagian dasar dalam proses
pengelolaan. Semua aktifitas medik dapat di audit, semua aktifitas yang berhubungan dengan
dokter diembel-embeli kata medik. Di bidang perinatal misalnya bidan-perawat istilah menjadi
audit klinik.

2. Sistematis

harus secara sistematis karena tidak semua kegiatan dapat di audit secara bersamaan. Subjek
yang akan di audit harus dipelajari secara cermat, audit dilakukan secra ilmiah seperti penelitian
klinik.

3. Kritis

diperlukan review oleh peergroup. Peserta audit harus mengerti atas keadaannya dan harus
berani mengungkapkan kenyataan yang ada. Siapa saja yang ikut audit tidak boleh merasa
terancam karena kesalahan bukan semata kesalahan perseorangan tetapi kesalahan sistem. Jika
audit dilakukan secara benar maka semua permasalahan akan terungkap. Kasus yang sifatnya
sangat pribadi dapat dilakukan audit tersendiri.

Pada satu audit diperlukan dua atau lebih dokter spesialis senior agar audit mendengarkan pula
pendapat para senior. Audit harus lebih menonjolkan fakta (evidence) ketimbang ideologi atau
opini seorang ahli sekalipun.
LO 2.2 Angka Kematian Ibu

Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk setiap 100.000
kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu. Penyebab kematian tersebut
dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehamilan, dan umumnya terdapat
sebab utama yang mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO telah
menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini, diharapkan akan
meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada akhirnya akan menurunkan angka
kematian ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan
perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam
tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target
yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari
hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian
upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen
dan usaha keras yang terus menerus.

Cara Menghitung

Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per 100.000
kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum. Dengan cara ini
diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000 kelahiran

Rumus

Dimana:

Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena
kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.

Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah
tertentu.

Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.

Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015


(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)
Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994 sampai
dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran
Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup.

I. Penyebab Kematian Ibu Melahirkan


Sejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal. Penyebab mayor dari
kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian bayi.
Rendahnya kesadaran masyarakat
tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor
penentu angka kematian, meskipun masih
banyak faktor yang harus diperhatikan untuk
menangani masalah ini. Persoalan kematian
yang terjadi lantaran indikasi yang lazim
muncul. Yakni pendarahan, keracunan
kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan
infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain
yang juga cukup penting. Misalnya,
pemberdayaan perempuan yang tak begitu
baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi
keluarga, lingkungan masyarakat dan politik,
kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun
dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala
permasalahan bidang reproduksi secara lebih
bertanggung jawab. Selain masalah medis,
tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian
serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan
yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar
perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan
perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah
tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak
bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu.
Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia
uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan
pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu. Eklampsia merupakan
penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 24 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia
adalah 12 persen). Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses
terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena
eklampsia.

4T (Terlambat)
1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi pada ibu hamil di tingkat keluarga
2. Terlambat untuk memutuskan mencari pertolongan pada tenaga kesehatan
3. Terlabat untuk datang di fasilitas pelayanan kesehatan
4. Terlambat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan yang cepat dan
berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan

4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi:


1. Terlalu muda
2. Terlalu tua
3. Terlalu sering
4. Terlalu banyak

Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan


Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan
target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan
hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66
persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Apabila dilihat dari proyeksi
angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun
2004 dimana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi,
apabila hal ini tidak menjadi perhatian kita semua maka diperkirakan angka pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut
bisa berimbas pada resiko angka kematian ibu meningkat. Kondisi geografis, persebaran penduduk
dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan berbeda
satu sama lain.

Upaya Menurunkan AKI


1. Peningkatan pelayanan kesehatan primer menurunkan AKI 20%
2. Sistem rujukan yang efektif menurunkan sampai 80%

Upaya safe motherhood


Tahuin 1988 diadakan Lokakarya Kesejahteraan Ibu, yang merupakan kelanjutan
konferensi tentang kematian ibu di Nairobi setahuin sebelumnya. Lokakarya bertujuan
mengemukakan betapa kompleksnya masalah kematian ibu, sehingga penanganannya perlu
dilaksanakan berbagai sector dan pihak terkait. Pada waktu itu ditandatangani kesepakatam oleh
sejumlah 17 sektor. Sebagai koordinator dalam upaya itu ditetapkan Kantor Menteri Negara Urusan
Peranan Wanita ( sekarang : Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan ).
Tahun 1990-1991, Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP
melaksanakan Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi
Rencana Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut dalam
bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu ( AKI ). Sasarannya
adalah menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada 1986, menjadi 225 pada tahun
2000.
Awal tahun 1996, Departemen Kesehatan mengadakan Lokakarya Kesehatan Reproduksi,
yang menunjukkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya kesehatan resproduksi
sebagaimana dinyatakan dalam ICPD di Kairo. Pada pertengahan tahun itu juga, Menperta
meluncurkan Gerakan Sayang Ibu, yaitu upaya advokasi dan mobilisasi social untuk mendukung
upaya percepatan penurunan AKI.

Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar safe
motherhood, yaitu :
a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai akses ke
informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan,
jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang
tak diinginkan. Kehamilan yang masuk dala, kategori “4 terlalu”, yaitu terlalu muda atau
terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak.
b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila mungkin dan
memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan
bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi
d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik untuk resiko tinggi
dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.
Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut
adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan ditempatkan di desa selama 1989/1990 sampai
1996/1997. Dalam pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 diterapkan strategi berikut :
a. Penggerakan Tim Dati II ( Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke tingkat
kecamatan dan desa, RS Dati II dan pihak terkait ) dalam upaya mempercepat penurunan AKI
sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.
b. Pembinaan daerah yang intensif di setiap Dati II, sehingga pada akhir Pelita VII :
- Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80% atau lebih.
- Cakupan penanganan kasus obstetrik ( resiko tinggi dan komplikasi obstetrik ) minimal
meliputi 10% seluruh persalinan.
- Bidan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan obstetrik
neonatal dan puskesmas sanggup memberikan pelayanan obstetrik-neonatal esensial
dasar ( PONED ), yang didukung oleh RS Dati II sebagai fasilitas rujukan utama yang
mampu menyediakan pelayanan obstetrik-neonatal esensial komprehensif ( PONEK ) 24
jam; sehingga tercipta jaringan pelayanan obstetrik yang mantap dengan bidan desa
sebagai ujung tombaknya.
c. Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, antara lain melalui penerapan standar
pelayanan, prosedur tetap, penilaian kerja, pelatihan klinis dan kegiatan audit maternal-
perinatal.
d. Meingkatkan komunikasi, informasi, dan esukasi ( KIE ) untuk mendukung upaya percepatan
penurunan AKI
e. Pemantapan keikutsertaan masyrakat dalam berbagai kegiatan pendukung untuk
mempercepat penurunan AKI

Mempercepat Penurunan AKI


1. Peningkatan deteksi dan penanganan RISTI
2. Peningkatan cakupan pertolongan/pendampingan
3. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan maternal
4. Peningkatan pembinaan teknis bidan
5. Pemantapan kerja Dinkes dan RS
6. Pemantapan kemampuan pengelolaan KIA
7. Peningkatan peran serta lintas program

Indikator Keberhasilan
1. Jumlah kematian maternal menurun
2. Cakupan akses dan pelayanan ANC
3. Cakupan persalinan yang ditolong/didampingi
4. Adanya fasilitas POED dan POEK
5. Proporsi RISTI yang ditangani adekuat
6. Case fatality rate RISTI per tahun dibagi jumlah RISTI yang ditangani kali 100%
7. Presentasi bedah sesar terhadap seluruh persalinan

Program Dari Puskesmas


Standar minimal ANC:
1. Medical record
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik 7K
4. Pemeriksaan penunjang K1: golongan darah, Hb, AL, urine (protein, reduksi)
5. Pemeriksaan pada minggu 12: Hb, AL, urine, konsultasi gizi
6. Pemeriksaan pada minggu ke 36: Hb, AL, CT, BT, urine
7. Konsultasi dokter ahli pada minggu 12, 28, 36, 40
8. USG:
 Minggu 12: kondisi janin
 Minggu 28: presentasi, kelainan plasenta
 Minggu 36: presentasi, rencana persalinan

LO 2.3 Infant Mortality Rate

IMR (Infant Mortality Rate) atau Angka Kematian Bayi (AKB) di suatu wilayah sangat dipengaruhi
oleh faktor pendidikan, sosial dan ekonomi di wilayah tersebut. Dan kebijakan pemerintah untuk
menekan tingkat kematian bayi di Indonesia sangat berperan untuk meningkatkan angka harapan
hidup bayi. Secara matematis Angka
Kematian Bayi dirumuskan :
IMR =jumlah kematian bayi usia<1 tahun pada tahun tertentujumlah kelahiran
hidup pada tahun tertentux 1.000

Diantara semua anak yang dilahirkan di India dalam 12 tahun terakhir ini, 88 dari 1000 anak
meninggal sebelum merayakan umur tahun pertamanya. Walaupun masih tergolong tinggi, tingkat
kematian bayi di India sudah menurun 24% selama 9 tahun, yakni tahun 1981-1990.

Beberapa faktor penyebab kematian bayi adalah:


 Faktor ibu (umur, paritas, dan interval kelahiran)
 Lingkungan (kondisi udara, air, makanan, serangga yang menyebabkan penyakit)
 Adanya faktor politik (perang, bom)
 Sistem kekebalan tubuh yang lemah

Penelitian tingkat mortalitas di beberapa wilayah sangat penting dilakukan untuk mengetahui
beberapa tempat yang dirasa sangat perlu akan fasilitas kesehatan.

Manfaat penelitian tingkat mortalitas suatu daerah:

 Mengetahui penyebab neonatal, pos neonatal, bayi dan anak


 Mengevaluasi berbagai program yang dijalankan untuk mengurangi tingkat mortalitas
 Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab dan merumuskan suatu program untuk
menurunkan tingkat fertilitas yang tinggi.

Variasi dalam sosial ekonomi (seperti pendapatan dan pendidikan), demografi dan fasilitas
kesehatan juga berpengaruh pada perbedaan tingkat mortalitas di berbagai kota di India. Lebih jauh
lagi di dalam setiap daerah, tingkat mortalitas ini bervariasi antara pedesaan dan perkotaan.
Beberapa usaha pemerintah India dalam menekan tingkat kematian bayi:

 Memberikan imunisasi pada bayi


 Menyediakan lebih banyak fasilitas kesehatan (RS bersalin, puskesmas, dll)
 Menyediakan asupan gizi yang cukup pada bayi.

Pada dasarnya penyebab utama kematian ibu dan neonatal adalah sama, yaitu akses perawatan
yang krang baik serta status sosial ibu yang rendah. Rancangan penelitian adalah cross-sectional
dari data mortalitas SKRT 2001 yang berintegrasi dengan Susenas 2001. Rancangan sampel dari
Susenas 2001 dipakai sebagai rancangan sampel studi mortalitas SKRT 2001. Sampling Susenas 2001
berdasarkan prosedur PPS (Probability Proportional to Size) selection dari blok sensus terpilih.
Untuk setiap blok sensus terpilih diambil secara systematic random sampling sebesar 16 rumah
tangga. Jumlah rumah tangga terpilih adalah sebesar 211.168 rumah tangga dengan 3677 kasus
kematian. Variabel-variabel yang dilakukan untuk penelitian adalah penyebab kematian bayi baru
lahir, kesehatan ibu ketika hamil, akses perawatan ibu selama hamil, persalinan, dan bayi baru lahir.
Pembatasan penelitian ini adalah terbatas hanya pada kasus bayi yang meninggal (survey
mortalitas) dan tidak memiliki kasus bayi yang hidup (survive).
Bayi meninggal pada bulan pertama kehidupannya dapat di sebabkan karena ibunya meninggal.
Kematian maternal mempunyai implikasi yang luas kepada seluruh keluarga dan dampaknya
melambung melampui generasi. Yang paling terasa dan cepat dari komplikasi yang menyebabakn
kematian dan disabilitas pada ibu adalah bayi yang mereka lahirkan. Dari kerangka kopnsep menurut
Lawn, penyebab yang mendasari kematian (underlying cause) neonatal yang berhubungan dengan
masyarakat dan system pemeliharan kesehatan adalah kesehatan ibu selama kehamilan dan
perawatan ketika hamil, besalin, dan postpartum yang tidak adekuat. Selain peran kesehatan
ibuketika hamil, perawatan yang tidak adekuat dan tidak tepat selama hamil, bersalin, dan beberapa
jam setelah melahirkan juga mempunyai konsekuensi terhadap terjadinya kematian bayi barun
lahir.

Untuk menurunkan angka kematian neonatal, kunci utama terletak pada kualitas perawatan
neonatal emergensi. Masih ada factor lain yang berkontribusi terhadap kematian neonatal, seperti
status social-ekonomi ibu yang rendah, status gizi ibu dan fertilitas yang tinggi. Data menunjukan
bahwa ada korelasi antara tingkat tingkat pendidikan ibu dan angka kematian bayi. Agama, budaya,
pengalaman yang lalu dan pendidikan mempengaruhi persepsi ibu. Factor tersebut mewarnai
dengan kuat kepercayaan masyarakat, pengertian dan penerimaan terhadap pengobatan
tradisional dan modern. Kontribusi factor keterlambatan untuk mendapatkan perawatan yang
berkualitas bagi bayi yang sakit merupakan salah satu dari penyebab kematian neonatal.
keterlambatan tersebut adalah ssb;

1. Keterlambatan dalam mengenal masalah ketika di rumah.


2. Keterlambatan dalam memutuskan untuk mencari pengobatan.
3. Keterlambatan dalam mencapai fasilitas kesehatan akibat hambatan
transportasi dan sumber daya.
4. Keterlambatan dalam menerima perawatan yang berkualitas pada fasilitas
Kesehatan.

Menurut WHO, setiap tahun lebih dari sebelas juta anak meninggal karena menderita sakit dan
kurang gizi. Tujuh dari sepuluh penyebab kematian anak di negara berkembang dapat disebabkan
oleh lima penyebab utama atau kombinasinya: pnemonia, diare, campak, malaria, dan kurang gizi.
Dari 10 penyakit tersebut dipilih lima penyakit terbesar untuk kematian bayi.
Terdapat keberagaman penyakit penyebab kematian pada bayi, dimana gngguan perinatal (47%)
merupakan penyakit kematian bayi yang banyak terjadi di perkotaan. Sedangkan sistem pernapasan
merupakan penyakit penyebab kematian pada bayi yang banyak terjadi di pedesaan (32%). Tingkat
kematian berhubungan erat dengan tingkat kesakitan. Kejadian kematian merupakan terminasi
akhir dari berbagai penyebab terjadi kematian. Dengan melihat penyakit penyebab kematian dari
waktu ke waktu dapat dijadikan bahan evaluasi pelakasnaan pembangunan kesehatan. Secara
umum gangguan perinatal merupakan masalah utama pada bayi. Gangguan ini terjadi pada usia 0-
7 hari termasuk lahir mati. Kasus kematian perinatal pada studi mortalitas ini dibedakan dalam dua
sebab utama pada janin dan sebab utama pada ibu. Menurut sebab utama kematian utama pada
janin, aspixia lahir (39%), prematur dan bayi baru lahir (33,2%), serta kelainan bawaan (4,2%).
Sedangkan sebab si ibu yang mempengaruhi janin sebesar 5,1%. Didunia 3,9 juta bayi meninggal
pada usia minggu pertama.
LO 2.4 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDKI12) merupakan SDKI yang ketujuh mengenai
kondisi demografi dan kesehatan di Indonesia. Survei pertama adalah Survei Prevalensi Kontrasepsi
Indonesia yang dilakukan pada tahun 1987, kedua sampai kelima adalah SDKI 1991, SDKI1994, SDKI
1997, SDKI 2002-2003, dan SDKI2007. SDKI12 adalah suatu survei yang dirancang untuk menyajikan
informasi mengenai tingkat kelahiran, kematian, keluarga berencana dan kesehatan.

SDKI memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:

 Menyediakan data mengenai perilaku fertilitas, keluarga berencana, kesehatan ibu dan
anak, kematian ibu, dan pengetahuan tentang AIDS dan PMS yang dapat digunakan oleh
para pengelola program, pengambil kebijakan, dan peneliti dalam menilai dan
meyempurnakan program yang ada.
 Mengukur perubahan - perubahan yang terjadi pada angka kelahiran dan pemakaian KB,
serta mempelajari faktor - faktor yang mempengaruhinya, seperti pola dan status
perkawinan, daerah tempat tinggal, pendidikan, kebiasaan menyusui, dan pengetahuan,
penggunaan, serta penyediaan alat - alat kontrasepsi.
 Mengukur pencapaian sasaran dari program kesehatan nasional, khususnya yang berkaitan
dengan program pembangunan kesehatan ibu dan anak.
 Menilai partisipasi dan penggunaan pelayanan kesehatan oleh pria bagi seluruh
keluarganya.
 Menyediakan data dasar yang secara internasional dapat dibandingkan dengan negara -
negara lain dan dapat digunakan oleh para pengelola program, pengambil kebijakan, dan
peneliti dalam bidang fertilitas, KB, dan kesehatan.

A. Kuesioner

SDKI 2012 menggunakan empat macam kuesioner, masing-masing untuk rumah tangga, untuk
wanita usia subur, untuk pria kawin, dan untuk remaja pria. Terkait perubahan cakupan sampel
individu wanita dari wanita pernah kawin (WPK) usia 15-49 tahun menjadi wanita usia subur (WUS)
15-49 tahun, maka kuesioner WUS merupakan gabungan kuesioner WPK dengan kuesioner remaja
yang dalam SDKI 2007 terpisah. Kuesioner rumah tangga maupun kuesioner individu SDKI 2012
mengacu pada versi terbaru (Maret 2011) kuesioner standar yang digunakan program DHS.
Kuesioner tersebut mencakup isu dan pertanyaan baru sesuai kebutuhan dan untuk memenuhi
keterbandingan internasional. Beberapa pertanyaan di kuesioner standar DHS tidak dicakup dalam
SDKI 2012 karena kurang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Selain itu, kategori jawaban serta
tambahan pertanyaan disesuaikan dengan muatan lokal terkait program di bidang kesehatan dan
keluarga berencana di Indonesia.

Kuesioner rumah tangga digunakan untuk mencatat seluruh anggota rumah tangga dan tamu yang
menginap di rumah tangga terpilih sampel malam sebelum wawancara, dan keadaan tempat
tinggalrumah tangga terpilih. Pertanyaan dasar anggota rumah tangga yang dikumpulkan adalah
umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan hubungan dengan kepala rumah tangga.
Keterangan mengenai tempat tinggal yang dikumpulkan meliputi sumber air minum, jenis kakus,
jenis lantai, jenis atap, jenis dinding, dan kepemilikan aset rumah tangga. Informasi mengenai
kepemilikan aset menggambarkan status sosial-ekonomi rumah tangga tersebut. Kegunaan utama
kuesioner rumah tangga adalah untuk menentukan responden wanita dan pria yang memenuhi
syarat untuk wawancara perseorangan.

Kuesioner untuk wanita digunakan untuk mengumpulkan informasi dari wanita umur 15-49 tahun.
Topik yang ditanyakan kepada wanita tersebut adalah:

 Latar belakang responden


 Riwayat kelahiran
 Pengetahuan dan pemakaian kontrasepsi
 Perawatan kehamilan, persalinan, dan pemeriksaan setelah melahirkan
 Pemberian air susu ibu dan makanan anak
 Imunisasi dan kesakitan anak
 Perkawinan dan kegiatan seksual
 Preferensi fertilitas
 Latar belakang suami/pasangan dan pekerjaan responden
 Kematian anak
 Pengetahuan tentang HIV-AIDS dan infeksi seksual lain
 Kematian saudara kandung, termasuk kematian ibu
 Isu kesehatan lainnya

Khusus untuk wanita usia 15-24 tahun yang belum pernah kawin, ditanyakan:

 Latar belakang tambahan responden


 Pengetahuan mengenai sistem reproduksi manusia
 Sikap tentang perkawinan dan anak
 Peran keluarga, sekolah, masyarakat, dan media
 Rokok, minuman beralkohol, dan obat-obatan terlarang
 Pacaran dan perilaku seksual4

Kuesioner pria kawin (PK) digunakan untuk mengumpulkan informasi dari pria berstatus kawin umur
15-54 tahun pada sepertiga sampel rumah tangga SDKI 2012. Informasi yang dikumpulkan dalam
kuesioner PK hampir sama dengan kuesioner wanita namun lebih pendek karena tidak mencakup
riwayat kelahiran, dan kesehatan ibu dan anak. Sebaliknya, pria berstatus kawin ditanya mengenai
pengetahuan dan partisipasi mereka dalam perawatan kesehatan anak.

Kuesioner untuk remaja pria (RP) mencakup pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan
reproduksi, perilaku dalam hal merokok, minum minuman beralkohol dan pemakaian obat-obatan
terlarang, persepsi terhadap perkawinan dan anak, pengetahuan tentang HIV-AIDSserta perilaku
pacaran dan hubungan seksual.

B. Rancangan Sampel

Metode sampling yang digunakan adalah sampling tiga tahap. Tahap pertama adalah memilih
sejumlah primary sampling unit (PSU) dari kerangka sampel PSU secara probability proportional to
size (PPS). PSU adalah kelompok blok sensus yang berdekatan yang menjadi wilayah tugas
koordinator tim (kortim) Sensus Penduduk (SP) 2010. Tahap kedua adalah memilih satu blok sensus
secara PPS di setiap PSU terpilih. Tahap ketiga adalah memilih 25 rumah tangga biasa di setiap blok
sensus terpilih secara sistematik.

Jumlah sampel SDKI 2012 adalah 1.840 blok sensus, 874 blok sensus di daerah perkotaan dan 966
blok sensus di daerah perdesaan. Sampel SDKI 2012 bertujuan untuk menghasilkan estimasi
karakteristik penting dari wanita umur 15-49 tahun dan pria kawin umur 15-54 tahun di tingkat
nasional, di daerah perkotaan dan perdesaan, dan di masing-masing provinsi. Jumlah sampel yang
ditargetkan adalah 46.000 rumah tangga, 55.200 wanita 15-49 tahun, 13.248 pria kawin, dan 23.000
remaja pria belum pernah kawin.

C. Pelatihan dan Lapangan

Sejumlah 922 orang (376 laki-laki dan 546 wanita) dilatih sebagai pewawancara. Pelatihan
berlangsung pada awal bulan Mei 2012 di sembilan pusat pelatihan (Batam, Bukit Tinggi,
Banten,Yogyakarta, Denpasar, Banjarmasin, Makasar, Manokwari dan Jayapura). Pelatihan
mencakup pembelajaran materi di kelas, latihan berwawancara dan tes. Pelatihan dibedakan
menjadi tiga kelas: kelas WUS, kelas PK, dan kelas RP. Seluruh peserta dilatih menggunakan
kuesioner rumah tangga dan kuesioner perseorangan sesuai jenis kelasnya.

Data SDKI 2012 dikumpulkan oleh 119 tim petugas. Satu tim terdiri dari delapan orang: 1 orang
pengawas pria, 1 orang wanita editor WUS dan PK, 4 orang wanita pewawancara WUS, 1 orang pria
pewawancara PK (merangkap sebagai editor RP), dan 1 orang pria pewawancara RP.Untuk Papua
dan Papua Barat, satu tim terdiri dari dari lima orang: 1 oang pengawas pria (merangkap sebagai
editor PK dan RP), 1 orang wanita editor WUS, 2 orang wanita pewawancara WUS dan 1 orang pria
pewawancara PK dan RP. Kegiatan lapangan berlangsung dari 7 Mei sampai 31 Juli 2012.

D. Pengolahan Data

Seluruh kuesioner SDKI 2012 yang sudah diisi termasuk lembar pengawasan dikirim ke kantor pusat
BPS di Jakarta untuk diolah. Pengolahan terdiri dari pemeriksaan isian, pemberian kode pada
jawaban pertanyaan terbuka, perekaman data, verifikasi, dan pengecekan kesalahan di komputer.
Tim pengolahan terdiri dari 42 orang editor, 58 orang perekam data, 14 orang secondary editor,
dan 14 orang pengawas perekaman data. Perekaman dan pemeriksaan data dilakukan
menggunakan program komputer Census and Survey Processing System (CSPro), yang khusus
dirancang untuk mengolah data semacam SDKI.

LI 3. Memahami dan menjelaskan factor resiko tinggi kehamilan.

Definisi

Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih
besar terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya selama kehamilan, persalinan ataupun nifas bila
dibandingkan dengan kehamilan, persalinan dan nifas normal.

Risiko golongan ibu hamil menurut Muslihatun (2009, p. 132), meliputi:


IBU HAMIL RESIKO RENDAH

Ibu hamil dengan kondisi kesehatan dalam keadaan baik dan tidak memiliki faktor-faktor risiko berdasarkan
klasifikasi risiko sedang dan risiko tinggi, baik dirinya maupun janin yang dikandungnya. Misalnya, ibu hamil
primipara tanpa komplikasi, kepala masuk PAP minggu ke-36. 2).

IBU HAMIL RESIKO SEDANG

Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor risiko tingkat sedang, misalnya ibu yang usia kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, tinggi badan kurang dari 145 cm dan lain-lain. Faktor ini dianggap
nantinya akan mempengaruhi kondisi ibu dan janin, serta memungkinkan terjadinya penyulit pada waktu
persalinan.

IBU HAMIL RESIKO TINGGI (RESTI)

Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor-faktor risiko tinggi, antara lain adanya anemia pada
ibu hamil. Faktor risiko ini dianggap akan menimbulkan komplikasi dan mengancam keselamatan ibu dan
janin baik pada saat hamil maupun persalinan nanti.

FAKTOR PENYEBAB KEHAMILAN RESIKO

Kehamilan risiko rendah

1. Primipara tanpa komplikasi --- Primipara adalah wanita yang pernah 1 kali melahirkan bayi yang telah
mencapai tahap mampu hidup (viable). Kehamilan dengan presentase kepala, umur kehamilan 36
minggu dan kepala sudah masuk PAP.

2. Multipara tanpa komplikasi adalah wanita yang telah melahirkan 2 janin viabel atau lebih.

3. Persalinan spontan dengan kehamilan prematur dan bayi hidup --- Persalinan spontan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu, tetapi berat badan lahir melebihi 2500 gram.

Kehamilan risiko sedang

Kehamilan yang masuk ke dalam kategori “4 terlalu”:

Umur ibu terlalu muda (< 20 tahun)

Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik dan relatif masih kecil, biologis sudah
siap tetapi psikologis belum matang.

Sebaiknya tidak hamil pada usia di bawah 20 tahun. Apabila telah menikah pada usia di bawah 20 tahun,
gunakanlah salah satu alat/obat kontrasepsi untuk menunda kehamilan anak pertama sampai usia yang ideal
untuk hamil

Menurut Caldwell dan Moloy ada 4 bentuk pokok jenis panggul:

1. Ginekoid: paling ideal, bentuk bulat: 45 ℅

2. Android: panggul pria, bentuk segitiga: 15 ℅

3. Antropoid: agak lonjong seperti telur: 35 %

4. Platipelloid: menyempit arah muka belakang: 5 % (Prawirohardjo, 2008, p. 105-106).


Umur ibu terlalu tua (> 35 tahun)

Pada usia ini kemungkinan terjadi problem kesehatan seperti hipertensi, diabetes mellitus, anemis, saat
persalinan terjadi persalinan lama, perdarahan dan risiko cacat bawaan.

Jarak kehamilan terlalu dekat (< 2 tahun)

Bila jarak anak terlalu dekat, maka rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik, pada keadaan ini perlu
diwaspadai kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama, atau perdarahan.

Jumlah anak terlalu banyak (> 4 anak)

Ibu yang memiliki anak lebih dari 4, apabila terjadi hamil lagi, perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya
persalinan lama, karena semakin banyak anak, rahim ibu makin melemah.

Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm

Pada ibu hamil yang memiliki tinggi badan kurang dari 145 cm, dalam keadaan seperti itu perlu diwaspadai
adanya panggul sempit karena dapat mengalami kesulitan dalam melahirkan.

Kehamilan lebih bulan (serotinus)

Kehamilan yang melewati waktu 42 minggu belum terjadi persalinan, dihitung berdasarkan rumus Naegele.
Gejala dan tanda: Kehamilan belum lahir setelah melewati waktu 42 minggu, gerak janinnya makin berkurang
dan kadang-kadang berhenti sama sekali, air ketuban terasa berkurang, kerentanan akan stres.

Penanganan: Persalinan anjuran atau induksi persalinan. Bila keadaan janin baik maka tunda pengakhiran
kehamilan selama 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa tekanan 3 hari. Bila hasil positif,
segera lakukan seksio sesarea

Persalinan lama

Partus lama adalah partus yang berlangsung lebih dari 24 jam untuk primigravida dan 18 jam bagi
multigravida. Penyebabnya adalah kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan kekuatan his dan
mengejan.

Gejala dan tanda: KU lemah, kelelahan, nadi cepat, respirasi cepat, dehidrasi, perut kembung dan edema alat
genital. Bahaya: Bisa terjadi infeksi, fetal distres dan ruptur uteri.

Penanganan: Memberikan rehidrasi dan infus cairan pengganti, memberikan perlindungan antibiotika-
antipiretika.

Kehamilan risiko tinggi

Penyakit pada ibu hamil

Anemia

Anemia Adalah kekurangan darah yang dapat menganggu kesehatan ibu pada saat proses persalinan (BKKBN,
2003, p.24). Kondisi ibu hamil dengan kadar Hemoglobin kurang dari 11 g% pada trimester 1 dan 3 dan <10,5
g % pada trimester 2. Anemia dapat menimbulkan dampak buruk terhadap ibu maupun janin, seperti infeksi,
partus prematurus, abortus, kematian janin, cacat bawaan

Gejala dan tanda: Pusing, rasa lemah, kulit pucat, mudah pingsan, sementara tensi masih dalam batas normal
perlu dicurigai anemia defisiensi. Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi dan pucat
Penanganan umum: Kekurangan darah merah ini harus dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan bergizi
dan diberi suplemen zat besi, pemberian kalori 300 kalori/hari dan suplemen besi sebanyak 60 mg/hari
kiranya cukup mencegah anemia

Malaria Malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman (plasmodium) dapat mengakibatkan anemia dan
dapat menyebabkan keguguran. Gejala dan tanda: Demam, anemia, hipoglikemia, edema paru akut dan
malaria berat lainnya.

Penanganan: Dengan pemberian obat kemoprofiksis jenis klorokuin dengan dosis 300 mg/minggu.

TBC paru

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi mycobacterium tuberculosis. Sebagian
besar kuman tuberkulosis menyerang paru, sehingga dapat menyebabkan perubahan pada sistem
pernafasan.

Gejala dan tanda: Batuk menahun, batuk darah dan kurus kering.

Penanganan: Ibu hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil lainnya
pada pemeriksaan antenatal. Penderita dengan proses aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya dirawat
di rumah sakit dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin istirahat dan
makanan yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan teratur.

Penyakit jantung

Bila ibu hamil mempunyai penyakit jantung harus ekstra hati-hati. Jangan sampai terlalu kecapaian dan jaga
kenaikan berat badan agar beban kerja jantung bisa berkurang.

Gejala dan tanda: Cepat merasa lelah, jantungnya berdebar-debar, sesak napas apabila disertai sianosis
(kebiruan), edema tungkai atau terasa berat pada kehamilan muda, dan mengeluh tentang bertambah
besarnya rahim yang tidak sesuai.

Diabetes mellitus

Diabetes merupakan suatu penyakit dimana tubuh tidak menghasilkan insulin dalam jumlah cukup, atau
sebaliknya, tubuh kurang mampu menggunakan insulin secara maksimal. Insulin adalah hormon yang
dihasilkan oleh pankreas, yang berfungsi mensuplai glukosa dari darah ke sel-sel tubuh untuk dipergunakan
sebagai bahan bakar tubuh.

Gejala dan tanda: Pada masa awal kehamilan, dapat mengakibatkan bayi mengalami cacat bawaan, berat
badan berlebihan, lahir mati, dan gangguan kesehatan lainnya seperti gawat napas, hipoglikemia (kadar gula
darah kurang dari normal), dan sakit kuning.

Penanganan: Menjaga agar kadar glukosa darah tetap normal, ibu hamil harus memperhatikan makanan,
berolahraga secara teratur, serta menjalani pengobatan sesuai kondisi penyakit pada penderita penyakit ini.

Infeksi menular seksual pada kehamilan

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual dengan pasangan yang menderita penyakit tersebut

Riwayat obstetrik buruk

1. Persalinan dengan tindakan: (a) Induksi persalinan yaitu tindakan ibu hamil untuk merangsang
timbulnya kontraksi rahim agar terjadi persalinan. Dilakukan tindakan ini karena adanya komplikasi
pada ibu maupun janin, misalnya ibu hamil dengan KPD, pre eklamsia, serotinus. (b) Sectio Caesaria
merupakan tindakan untuk melahirkan bayi melalui abdomen dengan membuka dinding uterus dengan
cara mengiris dinding perut dan dinding uterus. Tindakan ini dilakukan karena ada komplikasi pada
kehamilan, misalnya plasenta previa totalis, panggul sempit, letak lintang, sudah pernah SC dua kali,
dan lain- lain.

2. Pernah gagal kehamilan (keguguran) Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan pada usia kurang dari
20 minggu (berat janin kurang dari 500 gram) atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan. Gejala dan tanda: Perdarahan bercak hingga derajat sedang dan perdarahan hebat pada
kehamilan muda. Penanganan: Lakukan penilaian awal untuk segera menentukan kondisi pasien (gawat
darurat, komplikasi berat atau masih stabil). Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi
pasien sebelum melakukan tindakan lanjutan (evaluasi medik atau merujuk)

Pre eklamsi

Pre eklamsi adalah suatu keadaan dengan timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah lahir.

Gejala dan tanda: Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan
muka, sakit kepala hebat, tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg, proteinuria sebanyak 0,3 g/l dalam air
kencing 24 jam.

Penanganan umum: Istirahat (tirah baring), diet rendah garam, diet tinggi protein, suplemen kalsium,
magnesium, obat antihipertensi dan dirawat di rumah sakit bila ada kecendrungan menjadi eklamsia.

Eklamsia

Eklamsia merupakan kelanjutan dari “pre eklamsia berat” ditambah dengan kejang atau koma yang dapat
berlangsung mendadak.

Gejala dan tanda: Eklamsia ditandai oleh gejala-gejala pre eklamsia berat dan kejang atau koma.

Penanganan: Pengobatan tetap isolasi ketat di rumah sakit. Hindari kejang yang dapat menimbulkan penyulit
yang lebih berat.

Hamil kembar (gemelli)

Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kejadian kehamilan ganda dipengaruhi oleh
faktor keturunan, umur dan paritas.

Gejala dan tanda: Perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan umur tuanya kehamilan, gerakan janin
dirasakan lebih banyak, uterus terasa lebih cepat membesar, pada palpasi bagian kecil teraba lebih banyak,
teraba ada 3 bagian besar janin, teraba ada 2 bollatmen, terdengar 2 denyut jantung janin.

Penanganan dalam kehamilan: Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan
mencegah komplikasi yang timbul, periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah.

Kehamilan dengan kelainan letak

1. Letak lintang --- Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak lurus dengan
sumbu memanjang tubuh ibu. Etiologi: Kelemahan dinding perut/uterus karena multiparitas,
kesempitan panggul, plasenta previa, prematuritas, gemeli dan lain-lain.

2. Letak sungsang --- Janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong di bagian bawah
kavum uteri. Penyebabnya: Prematuritas, gemeli, multiparitas, plasenta previa dan lain- lain.

Perdarahan dalam kehamilan


1. Plasenta previa --- Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Gejala dan tanda: Perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada
kehamilan lanjut, sifat perdarahannya tanpa sebab, tanpa nyeri, dan berulang, kadang-kadang
perdarahan terjadi pada pagi hari sewaktu bangun tidur. Penanganan: Menurut Eastman bahwa tiap
perdarahan trimester ketiga yang lebih dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke rumah sakit
tanpa dilakukan manipulasi apapun, baik rektal maupun vaginal. Apabila pada penilaian baik,
perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat
badan janin dibawah 2500 gr, maka kehamilan dapat dipertahankan istirahat dan pemberian obat-
obatan dan observasilah dengan teliti.

2. Solusio plasenta --- Suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal, terlepas dari perlekatannya
sebelum janin lahir. Gejala dan tanda: Perdarahan dengan rasa sakit, perut terasa tegang, gerak janin
berkurang, palpasi bagian janin sulit diraba, auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan
sedang, dapat terjadi gangguan pembekuan darah. Penanganan: Perdarahan yang berhenti dan
keadaan baik pada kehamilan prematur dilakukan perawatan inap dan pada plasenta tingkat sedang
dan berat penanganannya dilakukan di rumah sakit

Menentukan Kehamilan Risiko Tinggi

Cara penentuan KRT dapat dengan memakai kriteria dan juga dikelompokkan berdasarkan skoring atau
nilai. Kriteria yang dikemukakan oleh peneliti-peneliti dari berbagai institut berbeda, namun dengan tujuan
yang sama mencoba mengelompokkan kasus-kasus risiko tinggi.

Rochyati, dkk mengemukakan kriteria KRT adalah: primimuda, primitua, umur 35 tahun atau lebih,
tinggi badan kurang dari 145 cm,grandemulti, riwayat persalinan yang buruk, bekas seksio sesaria, pre-
eklampsia, hamil serotinus, perdarahan antepartum, kelainan letak, kelainan medis, dan lain-lain.

Daely (Medan) memakai kriteria kehamilan risiko tinggi terbagi berdasarkan:

a. Komplikasi Obstetrik :

• Umur (≤19 tahun atau > 35 tahun)

• Paritas (primigravida atau para lebih dari 6)

• Riwayat kehamilan yang lalu :

- ≥ 2 kali abortus

- ≥ 2 kali partus prematur

- Kematian janin dalam kandungan atau kematian perinatal

- Perdarahan paska persalinan

- Pre-eklampsi dan eklampsi

- Kehamilan mola

- Pernah ditolong secara obstetri operatif

- Pernah operasi ginekologik

- Pernah inersia uteri


• Disproporsi sefalo pelvik, perdarahan antepartum, pre-eklampsi dan eklampsi, kehamilan ganda,
hidramnion, kelainan letak pada hamil tua, dismaturitas, kehamilan pada infertilitas, persalinan terakhir
≥ 5 tahun, inkompetensi serviks, postmaturitas, hamil dengan tumor (mioma atau kista ovarii), uji
serologis lues positif.

b. Komplikasi medis

Anemia, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas, penyakit saluran kencing, penyakit
hati, penyakit paru dan penyakit-penyakit lain dalam kehamilan.

Faktor Risiko

Faktor risiko merupakan situasi dan kondisi serta keadaan umum ibu selama kehamilan, persalinan dan
nifas akan memberikan ancaman pada kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya. Keadaan
dan kondisi tersebut bisa digolongkan sebagai faktor medis dan non medis.

Faktor non medis antara lain adalah kemiskinan, ketidak tahuan, adat, tradisi, kepercayaan, dan lain-
lain. Hal ini banyak terjadi terutama pada negara berkembang, yang berdasarkan penelitian ternyata sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Dimasukkan pula dalam faktor non medis adalah sosial ekonomi
rendah, kebersihan lingkungan, kesadaran memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitas dan sarana
kesehatan yang serba kekurangan.

Faktor medis antara lain adalah penyakit-penyakit ibu dan janin, kelainan obstetri, gangguan plasenta,
gangguan tali pusat, komplikasi persalinan, penyakit neonatus dan kelainan genetik. Menurut Backett faktor
risiko itu bisa bersifat biologis, genetika, lingkungan atau psikososial. Namun dalam kesehatan reproduksi
kita dapat membaginya secara lebih spesifik, yaitu:

1. Faktor demografi: umur, paritas dan tinggi badan


2. Faktor medis biologis: underlying disease, seperti penyakit jantung dan malaria.
3. Faktor riwayat obstetri: abortus habitualis, SC, dan lain-lain.
4. Faktor lingkungan: polusi udara, kelangkaan air bersih, penyakit endemis, dan lain-lain.
5. Faktor sosioekonomi budaya : pendidikan, penghasilan.

Seharusnya faktor risiko dikenali oleh ibu hamil serta keluarga sehingga ibu-ibu dengan kehamilan risiko
tinggi mendapat pertolongan yang semestinya.

Deteksi Dan Pencegahan

Untungnya semua kelainan yang menjadi risiko kehamilan di usia rawan sudah bisa dideteksi. Sebagian malah
dapat dicegah dan yang lain bisa dirawat sehingga mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitasnya.
Tekanan darah, misalnya bisa diukur dan diobati sehingga dapat mencegah terjadinya preeklamsia. Kasus
plasenta previa juga dapat ditangani dengan bedah sesar Jadi sebagian kelainan bisa dikoreksi. Sebagian lagi
bisa dipantau dengan ketat dan yang lain bisa diatasi dengan melakukan tindakan untuk pertolongan. Usaha
pencegahan penyakit pada kehamilan dan persalinan tidak hanya pada segi medis atau kesehatan saja. Faktor
sosial ekonomi rendah juga tidak terlepas dari kemiskinan, kebodohan, ketidaktahuan, mempunyai
kecenderungan untuk menikah pada usia muda dan tidak berpartisipasi dalam keluarga berencana.
Disamping itu keadaan sosial ekonomi yang rendah juga akan mengakibatkan gizi ibu dan perilaku
pemanfaaatan kesehatan yang buruk.

Transportasi yang baik disertai dengan ketersediaan pusat-pusat pelayanan yang bermutu akan dapat
melayani ibu hamil untuk mendapat asuhan prenatal yang baik, cakupan yang luas dan jumlah pemeriksaan
yang cukup.
Di negara maju setiap wanita hamil memeriksakan diri sekitar 15 kali selama kehamilannya.Sedangkan di
Indonesia biasanya wanita hamil hanya memeriksakan diri 4-5 kali.

Jadi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyulit
pada kehamilan dan persalinan adalah :

1. Asuhan prenatal yang baik dan bermutu bagi setiap wanita hamil

2. Peningkatan pelayanan, jaringan pelayanan dan sistem rujukan kesehatan

3. Peningaktan pelayanan gawat darurat sampai ke lini terdepan

4. Peningakatan status wanita baik dalam pendidikan, gizi, masalah kesehatan wanita dan reproduksi dan
peningkatan status sosial ekonominya

5. Menurunkan tingkat fertilitas yang tingggi melalui program keluarga berencana

6. Bila ditemukan kelainan risiko tinggi pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif.

Kelainan yang tidak dapat dicegah adalah sindrom down. Satu-satunya cara untuk meminimalkan risiko ini
adalah ibu harus hamil di usia reproduksi sehat. Namun kelainan tersebut dapat dideteksi dengan screening
darah dan USG pada kehamilan dini. Tapi deteksi terakurat hanyalah melalui tindakan amniosentesis atau
mengambil contoh jaringan janin untuk dilihat kromosomnya. jika janin terbukti menderita down syndrome
maka dokter bisa melakukan konseling pada suami-istri. Apa yang akan terjadi, apa yang bisa dilakukan oleh
dokter, apakah kehamilan akan diteruskan atau tidak. Bila diteruskan bagaimana risikonya dan lainnya.

Strategi Penanganan Kehamilan Resiko Tinggi

Setiap kasus kehamilan resiko tinggi memerlukan penanganan yang lebih intensif selama kehamilan,
persalinan, maupun masa nifas oleh tenaga-tenaga yang berpengalaman. Penanganan dilakukan sesuai
dengan faktor resiko yang dijumpai, dan kalau perlu penderita dirujuk ke tempat-tempat yang lebih mampu
menanganinya dimana tersedia tenaga dan fasilitas yang memadai.

Pengawasan selama kehamilan dengan cara melakukan koreksi terhadap faktor resiko yang dijumpai, serta
melakukan monitoring kadaan janian di dalam kandungan. Dengan demikian dapat diambil sikap yang sebaik-
baiknya untuk menetukan waktu dan cara pengakhiran kehamilannya.Untuk tujuan tesebut, perawatan
antenatal/prenatal jelas memegang peranan yang sangat penting. Demikian juga proses pengawasan selama
proses persalinan, kadaan janin harus meliputi secara seksama dan pertolongan persalinan harus diverikan
dengan sebaik-baiknya. Sehingga dapat ditentukan cara dan waktu yang tepat untuk mengakhiri persalinan.

Perawatan postpartum dengan fasilitas resusitasi bayi dan perawatan khusus untuk bayi-bayi BBLR serta
asfiksia serta neonatorum juga sangat penting. Disamping itu dianjurkan juga perawatan pada masa antar
konsepsi seperti : perbaikan gizi, pengobatan anemia, penyembuhan penyakit kronis, dan untuk mengikuti
keluarga berencana. Untuk penanganan yang menyeluruh diperlukan kerjasama yang baik antara beberapa
tenaga ahli seperti ahli kebidanan, ahli kesehatan anak, ahli penyakit dalam, ahli anestesi, dan sebagainya.
Juga tidak kalah pentingnya kerja sama dengan petugas-petugas kesehatan diluar rumah sakit, terutama
dalam hal konsultasi dan rujukan.

Perawatan Prenatal

Sasaran perawatan prenatal adalah menjamin bahwa setiap kehamilan yang diinginkan diberi kesempatan
maksimal untuk mencapai puncaknya delam melahirkan seorang bayi yang sehat tanpa mengganggu
kesehatan ibu. 6 Pada kunjungan prenatal pertama, anamnesis yang menyeluruh harus dilakukan termasuk
penilaian resiko dengan melakukan skrining awal seperti : umur ibu, cara melakukan konsepsi, riwayat medis
sebelumnya, riwayat keluarga, riwayat obstetri sebelumnya, dan juga pemeriksaan fisik. Penilaian resiko
dapat dilakukan dengan cara yang telah diorganisasikan dengan menggunakan bentuk standar seperti yang
telah dibahas diatas.

Dan selama kehamilan dilakukan juga pemeriksaan rutin. Dalam memerintahkan pemeriksaan laboratorium,
keseimbangan antara keuntungan informasi yang diperoleh dan biaya pemeriksaan sebaiknya ditekan.
Pemeriksaan laboratorium tertentu, yang telah bersifat tradisional atau secara hukum diamanatkan, dapat
dipertanyakan dari sudut pandang kefeektifan biaya. Karena itu individualisasi yang tepat harus digunakan
pada tiap pasien prenatal.Tabel berikut mencatumkan pemeriksaan yang biasa dilakukan.

Pada perawatan prenatal berikutnya pengawasan yang cermat pada pasien obstetrik diarahkan untuk
pengenalan masalah yang timbul yang dapat mempengaruhi janini secara buruk seperti : kenaikan berat
badan ibu, urinalisa, tekanan darah, perkiraan umur gestasi,pemeriksaan fundus uteri, pemeriksaan perut,
penilaian kesehatan janin, pemeriksaan non stress, penilaian ultrasonografi, dan uji tekanan kontraksi.

Menilai kehamilan untuk menetukan resiko seperti juga melakukan pemantuan - pemantauan yang cermat
untuk mengenali munculnya resiko dalam kehamilan harus dilakukan sedini mungkin pada masa kehamilan.
Konseling prakonsepsi pada pasien yang diketahui memiliki kelainan medis atau genetik dapat membantu
mencapai hasil yang lebih menjanjikan. Perawatan prenatal yang dilakukan sedini dan sesering mungkin
membantu dokter untuk mengidentifikasi munculnya resiko pada kehamilan. Ditambah lagi kehamilan yang
diidentifikasi memiliki komplikasi, satu atau lebih masalah dapat diikuti dengan bermacam-macam teknik
pengawasan ibu dan janin untuk memaksimalkan terapi terapeutik

LI 4. Memahami dan menjelaskan kesehatan reproduksi remaja.

LO 4.1 faktor resiko kehamilan di usia muda di luar nikah

 Dinding rahim atau endometrium belum kuat benar, peluruhan dinding rahim setiap periode
menstruasi masih belum sempurna. Ini kurang kondusif bagi proses nidasi atau menempelnya
embrio ke dinding rahim. Risiko yang mengintai adalah: janin mudah keguguran,
kemungkinannya 3 kali lebih tinggi dibanding mereka yang hamil di usia usia 25 tahun. Risiko
berikutnya adalah pertumbuhan janin yang kurang sehat atau Intrauterine Growth
Restriction (IUGR).

 Sel telur yang dihasilkan indung telur belum sempurna. Indung telur milik perempuan muda juga
masih belajar memproduksi sel telur berkualitas. Apabila sel telur hasil “belajar” itu dibuahi,
dan menjadi bakal manusia, tidak ada yang bisa menjamin kualitas embrio yang dihasilkan!

 Rahim dan organ panggul belum kuat menampung janin. Organ reproduksi seperti rahim, mulut
rahim dan otot-otot ligamen di panggul, belum matang dan belum kuat, sehingga belum siap
untuk berfungsi semestinya dalam menunjang kehamilan dan persalinan. Bahaya yang
mengintai adalah: keguguran, perdarahan, persalinan prematur, prolaps organ panggul, bahkan
ruptur atau melorotnya organ panggul. Bunda muda juga terancam luka serius saat melahirkan,
4 kali lebih tinggi.

 Risiko tekanan darah tinggi dan pre eklampsia. Penyebabnya, tubuh ibu muda belum kuat
menanggung proses kehamilan sehingga metabolisme tubuh mudah terganggu. Gejala tekanan
darah tinggi umumnya belum terdeteksi pada awal kehamilan. Namun, di tengah masa
kehamilan, bisa tiba-tiba mengalami kejang, perdarahan, bahkan berkembang menjadi
eklampsia yang mengancam jiwa ibu dan janin.

 Bahaya anemia. Mengintai dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan


perkembangan janin. Penyebabnya adalah metabolisme tubuh ibu yang belum sempurna saat
mendapat tambahan volume darah akibat kehamilan, juga akibat pola makan minim zat besi
karena wanita muda cenderung sering berdiet. Ini alasan mengapa ibu muda yang hamil wajib
menjalani tes darah guna mendeteksi anemia dan thalassemia.

 Kehamilan tidak disadari. Pada banyak kasus kehamilan muda, calon ibu terlambat menyadari
kehamilan, lantaran sebelum hamil siklus haidnya memang belum teratur, sehingga
diterjemahkan sebagai kondisi biasa. Karena kehamilan tidak disadari, calon ibu muda mungkin
saja tetap melakoni gaya hidup kurang sehat seperti: diet ketat, konsumsi alkohol, paparan
rokok,yang dapat mengganggu kehamilan dan pertumbuhan janin, sehingga memicu persalinan
prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR).

 Risiko kanker leher rahim dan penyakit kelamin. Wanita yang melakukan hubungan seksual
secara aktif pada usia di bawah 20 tahun, memiliki risiko lebih tinggi untuk terjangkit infeksi
virus yang pada organ reproduksi, seperti Human Papilloma Virus penyebab kanker leher rahim,
juga serangan penyakit kelamin seksual, di antaranya Chlamydia yang dapat menyebabkan
infeksi mata dan pneumonia pada bayi, atau sifilis yang bisa mengakibatkan kebutaan pada
bayi, dan kematian ibu serta janin

Sebab Terjadinya Kehamilan Remaja


 Faktor Agama dan Iman
Kurangnya penanaman nilai-nilai agama berdampak pada pergaulan bebas dan berakibat remaja
dengan gampang melakukan hubungan suami isteri di luar nikah sehingga terjadi kehamilan, pada
kondisi ketidaksiapan berumah tangga dan untuk bertanggung jawab.
 Faktor Lingkungan
1.Orang Tua
Kurangnya perhatian khususnya dari orang tua remaja untuk dapat memberikan pendidikan seks
yang baik dan benar.Dimana dalam hal ini orang tua bersikap tidak terbuka terhadap anak
bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual.
2.Teman, Tetangga dan Media
Pergaulan yang salah serta penyampaian dan penyalahgunaan dari media elektronik yang salah.
Dapat membuat para remaja berpikiran bahwa seks bukanlah hal yang tabu lagi tapi merupakan
sesuatu yang lazim
 Pengetahuan yang minim ditambah rasa ingin tahu yang berlebihan
Pengetahuan seksual yang setengah-setengah mendorong gairah seksual sehingga tidak bisa
dikendalikan. Hal ini akan meningkatkan resiko dampak negatif seksual. Dalam keadaan orang tua
yang tidak terbuka mengenai masalah seksual, remaja akan mencari informasi tersebut dari sumber
yang lain, teman-teman sebaya, buku, majalah, internet, video atau blue film. Mereka sendiri belum
dapat memilih mana yang baik dan perlu dilihat atau mana yang harus dihindari.
 Perubahan zaman
Pada zaman modern sekarang ini, remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai, dan
kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh sistem yang lain yang bertentangan dengan nilai moral
dan agama, seperti fashion dan film yang begitu intensif sehingga remaja dihadapkan ke dalam gaya
pergaulan hidup bebas, termasuk masalah hubungan seks di luar nikah.
 Perubahan Kadar Hormon pada remaja meningkatkan libido atau dorongan seksual yang
membutuhkan penyaluran melalui aktivitas seksual.
 Semakin cepatnya usia pubertas
Semakin cepatnya usia pubertas (berkaitan dengan tumbuh kembang remaja), sedangkan
pernikahan semakin tertunda akibat tuntutan kehidupan saat ini menyebabkan “masa-masa tunda
hubungan seksual” menjadi semakin panjang. Jika tidak diberikan pengarahan yang tepat maka
penyaluran seksual yang dipilih beresiko tinggi.
 Adanya Trend baru dalam berpacaran di kalangan remaja
Dimana kalau dulu melakukan hubungan seksual diluar nikah meskipun dengan rela sendiri sudah
dianggap bebas. Namun sekarang sudah pula bergeser nilainya, yang dianggap seks bebas adalah
jika melakukan hubungan seksual dengan banyak orang.
 Dampak Kehamilan Remaja di Komunitas Banyak efek negatif dari kehamilan remaja diantaranya
penyakit fisik seperti : anemia, kesulitan persalinan karena tulang panggul belum sempurna,
persalinan prematur, kematian janin dalam kandungan, berat badan bayi lahir rendah dan
sebagainya.
 Di bidang sosial remaja akan gagal menikmati masa remajanya dan akan menerima sikap ungkapan
yang negatif karena dianggap memalukan, yang dapat menimbulkan sikap penolakan remaja
terhadap bayi yang dikandungnya. Kehamilan remaja juga dapat menimbulkan berbagai
konsekuensi psikososial seperti putus sekolah, rasa rendah diri, kawin muda dan perceraian
dini.Abortus dengan konsekuensi psikososial seperti rasa bersalah yang berlebihan, ancaman
hukuman pidana dan sanksi adat/masyarakat.Penyakit menular seksual, gangguan dan tekanan
psikososial di masa lanjut yang timbul akibat hubungan seks remaja pra nikah.

LI 5. Memahami dan menjelaskan aborsi dan kehamilan usia muda di luar nikah menurut islam

HAMIL DILUAR NIKAH

Haram hukumnya seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain.
Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut. Dalilnya adalah beberapa nash berikut ini:

 Nabi SAW bersabda, "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina)"

 Nabi SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir
untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy)

ABORSI

ْْ ُ ‫ب فِي َها خَا ِلدًا َج َه َّن ُْم فَ َجزَ آ ُؤْهُ ُّمت َ َع ِمدًا ُمؤْ مِ نًا يَ ْقت‬
‫ل َو َمن‬ َْ ‫َض‬ ْ ‫علَ ْي ِْه‬
ِ ‫للاُ َوغ‬ َ َ ‫عذَابًا لَ ْهُ َوأ‬
َ ُ‫ع َّْد َولَ َع َن ْه‬ َ ‫عظِ ي ًما‬
َ

“ Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka
Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan
baginya adzab yang besar( Qs An Nisa’ : 93 )

Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut :

1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh

Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat :

Pendapat Pertama :

Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan
menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 ).
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini
disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul Qadir : 2/495 ). Mereka berdalil dengan hadist
Ibnu Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan
belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.

Pendapat kedua :

Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh,
maka hukumnya menjadi haram.

Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika
telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama
madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab Syafi’I . ( Hasyiyah Ibnu Abidin :
6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )

Pendapat ketiga :

Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air mani sudah tertanam
dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak
wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi
( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)

Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda mati, maka tidak
perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan
dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.

Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di dalamnya ada
kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika
bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus
Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang
berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh

Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya haram.
Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan
hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu,
dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran
tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat. Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika
sang janin nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda
pendapat:

Pendapat Pertama :

Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram, walaupun
diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini
dianut oleh Mayoritas Ulama.

Dalilnya adalah firman Allah swt :


َ‫ل‬ َْ ‫للاُ َح َّر َْم الَّتِي النَّ ْف‬
ْ ‫س ت َ ْقتُلُوْاْ َو‬ ْ َّ‫ل‬
ْ ‫ق ِإ‬
ِْ ‫ِبال َح‬
“ Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar. “ ( Q.S. Al Israa’: 33 )

Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang keberadaan janin merupakan
sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah : “ Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh
dihilanngkan dengan sesuatu yang masih ragu.”, yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya
yang merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang merupakan sesuatu
yang masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).

Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam, sedangkan
keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu
juga tidak dibolehkan.

Pendapat Kedua :

Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu merupakan satu-
satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari
pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan
janin belum yakin dan keberadaannya terakhir.( Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57 )

Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun hal itu tidak
mutlak benarnya. Wallahu A’lam.

Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus
Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa
suatu alasan syar’I hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah
swt.

Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus Therapeuticum,
yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya.

KLASIFIKASI ABORTUS.

Keguguran atau abortus (al-Ijhâdh) dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis:

1. Al-Ijhâdh at-Tilqâ’i atau al-‘Afwi ( Abortus spontanea) yaitu proses alami yang dilakukan rahim untuk
mengeluarkan janin yang tidak mungkin sempurna unsur-unsur kehidupan padanya. Bisa jadi ini terjadi
dengan sebab kecacatan besar yang menimpanya karena akibat sakitnya sang ibu yang terkena penyakit
beragam seperti diabetes atau lainnya.

2. Al-Ijhâdh al-‘Ilâji (Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus) adalah abortus (keguguran)


yang sengaja dilakukan para medis (dokter) demi menyelamatkan nyawa ibu yang dalam keadaan sangat
jarang bahwa kehamilannya dapat berlanjut dengan selamat.

3. Al-Ijhâdh al-Ijtimâ–’i dinamakan juga al-Ijhâdh al-Jinâ`i atau al-Ijrâmi (Abortus Provokatus Kriminalis) adalah
aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Tujuannya hanya untuk tidak melahirkan
bayi atau untuk menjaga penampilan atau menutupi aib dan sejenisnya. Biasanya pengguguran dilakukan
dengan menggunakan berbagai cara termasuk dengan alat-alat atau obat-obat tertentu.

Anda mungkin juga menyukai