Anda di halaman 1dari 8

Berkaitan dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan pelarut yaitu:

· Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang
polar dari tanaman. Pelarut polar cenderung universal digunakan karena biasanya walaupun
polar, tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah. Salah satu
contoh pelarut polar adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
· Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibandingkan dengan
pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan.
Contoh pelarut ini adalah: aseton, etil asetat, kloroform
· Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk mengekstrak
senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa ini baik untuk
mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh: heksana, eter
Polaritas suatu bahan ditentukan dari strukturnya, seperti diilustrasikan pada gambar berikut

Berdasarkan polaritas ini maka pelarut-pelarut yang ada di alam juga dapat digolongkan. Hal ini
dapat membantu pemilihan jenis pelarut yang akan digunakan saat akan melarutkan bahan. Pada
bagian berikut disajikan tabel polaritas berbagai jenis pelarut yang sering digunakan di
laboratorium.
Terdapat tiga ukuran yang dapat menunjukkan kepolaran dari suatu pelarut yaitu :
a. momen dipol (hasil kali muatan dengan jarak antara kedua muatan yang berikatan)
b. konstanta dielektrik
c. kelarutannya dengan air
Molekul dari pelarut dengan momen dipol yang besar dan konsanta dielektrik yang tinggi
termasuk polar. Sedangkan molekul dari pelarut yang memilki momen dipol yang kecil dan
konstanta dielektrik rendah diklasifikasikan sebagai nonpolar. Sedangkan secara operasional,
pelarut yang larut dengan air termasuk polar, sedangkan pelarut yang tidak larut dalam air
termasuk nonpolar..

Daftar Nilai Momen Dipol dan Panjang Dipol Beberapa Senyawa Umum
Momen Dipol Panjang Dipol
Nama Senyawa Kondisi 30
(10 ·p/(C·m)) (lp/pm)
Acetic acid b 3.3 to 5.0 21 to 31
Acetone l 10.0 62
Benzene l 0 0
Ethanol b 5.7 35
Ethyl acetate b 6.2 39
Ethylene glycol b 6.7 42
Ethyl ether b 4.2 26
Hexane l 0 0
Methanol b 5.5 34
Water l 6.7 to 10.0 42 to 62
Water g 6.2 39
Keterangan : kondisi setiap senyawa diatas dimana pengukuran dilakukan ditandai dengan
simbol; b, substansi dalam larutan benzene; g, substansi sebagai gas; l, substansi sebagai cairan.
Panjang dipol lp adalah sama dengan p/e dimana p adalah momen dipol dan e adalah nilai dari
proton.

Berdasarkan kepolaran pelarut, maka para ahli kimia mengklasifikasikan pelarut ke dalam tiga
kategori yaitu :
a. Pelarut Protik Polar
Protik menunjukkan atom hidrogen yang menyerang atom elektronegatif yang dalam hal ini
adalah oksigen. Dengan kata lain pelarut protik polar adalah senyawa yang memiliki rumus
umum ROH. Contoh dari pelarut protik polar ini adalah air H2O, metanol CH3OH, dan asam
asetat (CH3COOH).
b. Pelarut Aprotik Dipolar
Aprotik menunjukkan molekul yang tidak mengandung ikatan O-H. Pelarut dalam kategori ini,
semuanya memiliki ikatan yang memilki ikata dipol besar. Biasanya ikatannya merupakan ikatan
ganda antara karbon dengan oksigen atau nitorgen. Contoh dari pelarut yang termasuk kategori
ini adalah aseton [(CH3)2C=O] dan etil asetat (CH3CO2CH2CH3).
c. Pelarut Nonpolar
Pelarut nonpolar merupakan senyawa yang memilki konstanta dielektrik yang rendah dan tidak
larut dalam air. Contoh pelarut dari kategori ini adalah benzena (C6H6), karbon tetraklorida
(CCl4) dan dietil eter (CH3CH2OCH2CH3).

Titik didih Konstanta Massa jenis


Pelarut Rumus kimia
(0C) dielektrik (g/ml)
Pelarut Non-Polar
CH3-CH2-
Heksana CH2-CH2- 60 2,0 0,655
CH2-CH3
Benzena C6H6 80 2,3 0,879
Toluena C6H5-CH3 111 2,4 0,867
CH3-CH2-O-
Dietil eter 35 4,3 0,713
CH2-CH3
Kloroform CHCl3 61 4,8 1,498
CH3-C(=O)-
Etil asetat 77 6,0 0,894
O-CH2-CH3
Pelarut Polar Aprotik

Diklorometana CH2Cl2 40 9,1 1,326


(DCM)

CH3-C(=O)-
Aseton 56 21 0,786
CH3
Asetonitril
CH3-C≡N 82 37 0,786
(MeCN)
Pelarut Polar Protik
CH3-
Asam asetat 118 6,2 1,049
C(=O)OH
CH3-CH2-
n-Butanol 118 18 0,785
CH2-CH2-OH
CH3-CH(-
Isopropanol 82 18 0,785
OH)-CH3
CH3-CH2-
n-Propanol 97 20 0,803
CH2-OH
Titik didih Konstanta Massa jenis
Pelarut Rumus kimia
(0C) dielektrik (g/ml)
Pelarut Polar Protik
Etanol CH3-CH2-OH 79 30 0,789
Metanol CH3-OH 65 33 0,791
Asam format H-C(=O)OH 100 58 1,21
Air H-O-H 100 80 1,000

Prinsip kerja sokletasi


Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut
konstan dengan adanya pendingin balik. Penetapan kadar lemak dengan
metode soxhlet ini dilakukan dengan cara mengeluarkan lemak dari bahan
dengan pelarut anhydrous. Pelarut anhydrous merupakan pelarut yang
benar-benar bebas air. Hal tersebut bertujuan supaya bahan-bahan yang
larut air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak serta keaktifan
pelarut tersebut tidak berkurang. Pelarut yang biasa digunakan adalah
pelarut hexana
Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang dan kemudian dibungkus dengan
kertas saring atau ditempatkan dalam thimble (selongsong tempat
sampel), di atas sample ditutup dengan kapas. Kertas saring ini
berfungsi untuk menjaga tidak tercampurnya bahan dengan pelarut lemak
secara langsung. Pelarut dan bahan tidak dibiarkan tercampur secara
langsung agar bahan-bahan lain seperti fosfolipid, sterol,asam lemak
bebas,pigmen karotenoid, klorofil dan lain-lain tidak ikut terekstrak
sebagai lemak. Hal ini dilakukan agar hasil akhir dari penentuan kadar
lemak ini lebih akurat. Selanjutnya labu kosong diisi butir batu
didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Setelah
dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan pelarut anhydrous.
Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam soxhlet. Alat
ekstraksi soxhlet disambungkan dengan labu lemak yang telah diisi
pelarut lemak dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta
kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk
pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan.
Penentuan kadar lemak pada bahan tersebut dilakukan selama beberapa
jam tergantung dari jumlah emak yang terkandung dalam bahan. Semakin
banyak kadungan lemak yang terdapat pada bahan, semakin lama proses
ekstraksi lemak dilakukan.
Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa
pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondenser
mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian
menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan
sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi,
sari akan dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari pengembunan
hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak
kasar dilakukan selama 6 jam. Setelah proses ekstraksi selesai,
pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan
dikeringkan.
Metoda sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metoda maserasi
dan perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri ( distilasi
uap ), tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa
yang akan digunakan atau yang
akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang
diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi ini, maka cara yang
terbaik yang didapatkan untuk pemisahan ini adalah sokletasi.
Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara
pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontunyu
akan membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan
kembali kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi
tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi
yang diuapkan dengan rotary evaporator sehingga pelarut tersebut dapat
diangkat lagi bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat
ditemui pada suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan
pelarut yang diinginkan.
Maserasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan beberapa kali
pengocokan pada suhu ruangan. Pada dasarnya metoda ini dengan cara merendam sample
dengan sekali-sekali dilakukan pengocokan. Umumnya perendaman dilakukan 24 jam dan
selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru. Ada juga maserasi kinetik yang merupakan
metode maserasi dengan pengadukan secara sinambung tapi yang ini agak jarang dipakai.
 Perkolasi merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Prosesnya terdiri dari
tahap pengembangan bahan, maserasi antara, perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya satu sampai lima kali
volume bahan, ini bahasa buku agak rumit ya…? Prosedurnya begini: sampel di rendam dengan
pelarut, selanjutnya pelarut (baru) dilalukan (ditetes-teteskan) secara terus menerus sampai
warna pelarut tidak lagi berwarna atau tetap bening yang artinya sudah tidak ada lagi senyawa
yang terlarut.

Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang
menghasilkan sebuah larutan.Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari
adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung
karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih
mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara
pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih
besar(Anonim, 2010)

Ekatraksi dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) ekstraksi langsung, dan (2) Ekstraksi dengan
pelarut dan destilasi uap sekaligus. Pada ekstraksi langsung, sampel dikocok dengan pelarut
dietil eter dan dipisahkan fase airnya. Fase pelarut selnjutnya dikeringkan dengan Na2SO4
anhidrat dan dipekatkan dengan rotari evaporator. Sedangkan pada ekstraksi dengan alat
“Linkens-Nickerson” digunakan dietil eter sebagai pelarut. Sampel dicampur dengan air destilat
dan suhu penangas air pada labu pelarut diatur 37,5oC, ekstraksi-destilasi dilangsungkan selama
1 jam. Pelarut yang sudah mengandung komponen volatil ini dikeringkan dengan Na2SO4
anhidrat, dipekatkan dengan rotari evaporator (Amohorseya, 1995)

Ekstraksi pelarut atau biasa disebut penyarian, merupakan suatu proses pemisahan dimana suatu
zat terdistribusi dalam dua pelarut yang tidak bercampur. Penyarian merupan proses pemisahan
dimana suatu zat terdistribusi kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Kegunaan besar
dari penyarian ini adalah kemungkinan untuk pemisahan dua senyawa atau lebih berdasarkan
perbedaan koefisien distribusinya (Kd) (Rudi, 2010)

Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik
dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro
ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur , seperti benzen, karbon tetraklorida atau
kloroform. Batasan nya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbada dalam
kedua fase pelarut (Eby, 2009)

Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua fasa air yang tidak
saling bercampur[3]. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan “bersih”
baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Cara ini dapat digunakan untuk analisis makro
maupun mikro. Melalui proses ekstraksi, ion logam dalam pelarut air ditarik keluar dengan suatu
pelarut organik (fasa organik). Secara umum, ekstraksi ialah proses penarikan suatu zat terlarut
dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur dengan air (fasa
air). Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan
menggunakan pelarut (Suyanti, 2008)

Walaupun suatu minyak mentah boleh jadi diperlakukan ke destilasi dalam vakum dan
penyulingan secara bertingkat, boleh tetap beberapa minyak berharga membiarkan vacuum-
residuum . minyak yang Berharga ini adalah yang disembuhkan oleh bahan ekstraksi pelarut, dan
aplikasi bahan ekstraksi pelarut] yang pertama di dalam penyulingan menjadi kesembuhan lebat
meminyaki gudang utama dengan sejenis metan ( C3H8) deasphalting.Dalam memesan untuk
memulihkan lebih minyak yang kasar vacuum-reduced, sebagian besar untuk yang pecah
katalitis feedstocks, molekular lebih tinggi menimbang t bahan pelarut seperti sejenis gas
hidrokarbon ( C4H 10), dan bahkan pen tane ( C 5H12) (Speight, 2006).

Home

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen-komponen


bioaktif yang terdapat pada sampel uji. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji
steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict,
Biuret dan Ninhidrin. Metode uji ini berdasarkan Harborne (1984).

Alkaloid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N


kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff,
pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan
pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan
pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi
Dragendorff.

Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 HgCl2 dengan 0,5 gram
KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu
takar. Pereaksi ini tidak berwarna.
Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismut subnitrat ditambahkan
dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang
dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan, 1 volume
campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan
100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga.

Anda mungkin juga menyukai