Anda di halaman 1dari 8

A.

Koran Online
Oleh : Harian buana.com
Senin 12 Februari 2018:08:17 WIB

Rudi Erawan, Bupati Halmahera Timur 2 periode (2010 - 2021) usai


menjalani pemeriksaan dan dibawa petugas menuju mobil tahanan KPK
untuk ditempatkan di Rutan kelas I Jakarta Timur Cabang KPK, Senin,
12/02/2018) malam.

Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


menetapkan Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan sebagai tersangka suap
dan gratifikasi proyek jalan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) di Maluku dan Maluku Utara. Rudi diduga menerima suap
sebesar Rp6,3 miliar dari sejumlah kontraktor untuk memuluskan proyek jalan
tersebut.
“RE (Rudi Erawan) selaku Bupati Halmahera Timur diduga menerima
hadiah atau janji dan gratifikasi yang berlawanan dengan tugas dan
kewajibannya,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK
Jakarta, Rabu (31/1).
Rudi diduga menerima uang dari Kepala Balai Pelaksana Jalan
Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary. Uang
yang diterima Amran berasal dari para kontraktor yang telah ditetapkan
sebagai tersangka dalam perkara ini.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan karena Rudy telah
menjembatani kepentingan Amran untuk menjadi Kepala BPJN IX Maluku
dan Maluku Utara. Pencalonan Amran, menurut jaksa, dilakukan dengan cara
kolusi dan nepotisme dengan pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR).
Jaksa menyatakan, Amran sudah sering berkomunikasi dengan Rudy
yang juga sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan
Maluku Utara. Pada 2015, Rudy bertemu dengan Amran di Jakarta. Amran
meminta agar Rudy membantu pencalonan dirinya sebagai kepala BPJN.
Amran berjanji akan memberi bantuan pada Rudy jika dirinya menjabat
sebagai Kepala BPJN. Amran akan mengusahakan program Kementerian
PUPR masuk ke wilayah Halmahera Timur. Selain itu, Amran akan
memberikan dana untuk keperluan Rudy.
Pada akhirnya, setelah menindaklanjuti permintaan Amran, Rudy
berhasil membuat Amran dilantik sebagai Kepala BPJN IX Maluku dan
Maluku Utara. Adapun, uang-uang yang diberikan Amran kepada Rudy
berasal dari para pengusaha kontraktor yang biasa menjadi rekanan BPJN IX
Maluku dan Maluku Utara. Masing-masing berasal dari Direktur PT Windu
Tunggal Utama, Abdul Khoir. Kemudian, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa,
So Kok Seng alias Aseng. Selain itu, dari Henock Setiawan, Hong Arta John
Alfred dan Charles Frans alias Carlos.
Rudy didakwa melanggar Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 dana Pasal
12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Usai menjalani pemeriksaan, sekira pukul 19.40 WIB, Rudi keluar dari
ruang pemeriksaan KPK dengan mengenakan rompi warna oranye ciri-khas
untuk tahanan KPK. Tak banyak berkomentar terkait kasusnya. Namun, nada
bantahan menerima suap dalam kasus ini sempat dilontarkannya. "Enggak ada
komentar ya. Mana...!? Saya enggak terima, politik itu...!", lontar Rudi
Ermawan, sembari berjalan menuju mobil tahanan KPK, Senin (12/02/2018)
malam. Sementara Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk
Andriati menerangkan, Rudi ditahan di Rutan KPK. "Tersangka RE ditahan
untuk 20 hari ke depan, terhitung mulai hari ini di Rumah Tahanan Klas 1
Jakarta Timur Cabang KPK", terang Pelaksana Harian Kepala Biro Humas,
Seperti diketahui, sebelum Rudi Ermawan ditetapkan sebagai
tersangka, KPK telah menetapkan 10 orang lainnya dari unsur swasta,
pemerintahan maupun DPR sebagai tersangka terkait proyek di Kementerian
PUPR TA 2016. Rudi Ermawan sendiri, merupakan tersangka ke-11 (sebelas)
dalam kasus ini. Kesepuluh tersangka lainnya, yakni Dirut. PT Windhu
Tunggal Utama Abdul Khoir; mantan Anggota DPR RI Damayanti Wisnu
Putranti; pihak swasta Julia Prasetyarini; Ibu Rumah Tangga Dessy A. Edwin;
Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara
Amran HI Mustary; Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa Sok Kok Seng, dan
empat Anggota DPR RI lainnya yakni, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro,
Musa Zainuddin serta Yudi Widiana Adia.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat akan
menggelar sidang putusan atau vonis untuk terdakwa Bupati non-aktif
Halmahera Timur, Rudi Erawan, pada hari ini, Rabu (19/9/2018). Uang suap
untuk Rudi itu diberikan dalam empat tahap. Tahap pertama diberikan uang
Rp3 miliar dalam bentuk pecahan dolar AS, tahap kedua Rp 2,6 miliar, tahap
ketiga dalam bentuk rupiah senilai Rp 500 juta, dan tahap keempat dalam
bentuk dolar Singapura sejumlah 20.460 dolar Singapura.
Tim jaksa juga melayangkan pidana tambahan untuk Rudi Erawan
yakni berupa pencabutan hak politik. Jaksa meminta agar hakim mencabut
hak politik Rudi Erawan selama lima tahun setelah selesai menjalan pidana
pokoknya. Atas perbuatanya, Rudi dinilai terbukti bersalah karena telah
melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

B. Pembahasan
1. Apa penyebab penyuapan dalam kasus ini
Rudi diduga menerima suap sebesar Rp6,3 miliar dari sejumlah
kontraktor untuk memuluskan proyek jalan tersebut.
“RE (Rudi Erawan) selaku Bupati Halmahera Timur diduga menerima
hadiah atau janji dan gratifikasi yang berlawanan dengan tugas dan
kewajibannya,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK
Jakarta, Rabu (31/1). Rudi diduga menerima uang dari Kepala Balai
Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI
Mustary. Uang yang diterima Amran berasal dari para kontraktor
yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan karena Rudy telah
menjembatani kepentingan Amran untuk menjadi Kepala BPJN IX
Maluku dan Maluku Utara. Pencalonan Amran, menurut jaksa, dilakukan
dengan cara kolusi dan nepotisme dengan pejabat Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
2. Keputusan mahkama
Rudy didakwa melanggar Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 dana Pasal
12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat akan
menggelar sidang putusan atau vonis untuk terdakwa Bupati non-aktif
Halmahera Timur, Rudi Erawan, pada hari ini, Rabu (19/9/2018). Uang
suap untuk Rudi itu diberikan dalam empat tahap. Tahap pertama
diberikan uang Rp3 miliar dalam bentuk pecahan dolar AS, tahap kedua
Rp 2,6 miliar, tahap ketiga dalam bentuk rupiah senilai Rp 500 juta, dan
tahap keempat dalam bentuk dolar Singapura sejumlah 20.460 dolar
Singapura.
Tim jaksa juga melayangkan pidana tambahan untuk Rudi Erawan
yakni berupa pencabutan hak politik. Jaksa meminta agar hakim
mencabut hak politik Rudi Erawan selama lima tahun setelah selesai
menjalan pidana pokoknya. Atas perbuatanya, Rudi dinilai terbukti
bersalah karena telah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP.
DAFTAR PUSTAKA

https://nasional.kompas.com/read/2018/06/06/16345391/bupati-halmahera

timur-didakwa-terima-suap-rp-63-miliar:Diakses 24.11.2018

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180131175413-12-272976/kpk

tetapkan-bupati-halmahera-timur-tersangka-kasus-suap:Diakses 24.11.2018

http://www.harianbuana.com/2018/02/korupsi-anggaran-proyek-rp-63

miliar.html:Diakses.24.11.2018

https://news.okezone.com/read/2018/09/19/337/1952496/bupati-halmahera

timur-rudi-erawan-hadapi-vonis-terkait-kasus-suap:Diakses 24.11.2018
Tugas 4

KORUPSI ANGGARAN PROYEK 6,3 MILIAR, KPK TAHAN

BUPATI HALMAHERA TIMUR

Disusun Oleh :

Nama : Sumarni

Nim : 201801911

Kelas : NR/D

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

TAHUN 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai