Anda di halaman 1dari 11

Metabolism of Erythrocyte

oleh Dimas Wirawan Wicaksono, berdasarkan kuliah dari Dra. Pramudji Hastuti, Apt., MS.
referensi : ibu harper, bang tortora, mas junquiera dan om saladin

“sebenernya ini kayak materi gabungan praktikum biokim 1.2 metHb dan blok 1.3 yang bile pigment itu, karena aku yang
waktu itu buat HSCnya, jadi palingan aku juga tambahin dari situ. Maaf kalo ada yang kurang atau berlebihan, semoga
dapat bermanfaat bagi kita dan orang lain. Amin”
P.S : baca doa dulu sebelum belajar ya 

Oke, pertama kita membahas tentang eritrosit 12. Obat kemoterapi


terlebih dahulu, karena memang ini hanya
pengulangan, jadi aku copas aja ya dari slide dan Komponen eritrosit
cakul 1. Membran eritrosit
Merupakan lapisan yang tersusun 50% dari lipid
Eritrosit bilayer (2 lapisan yang tersusun dari fosfolipid
Eritrosit atau sel darah merah, merupakah dan kolestrol), dan 50% sisanya tersusun dari
komponen dari darah yang berbentuk bikonkaf, protein. Lipid disini merupakan lipid yang tidak
memiliki volume 7,7 mm3, memiliki sedikit organel, jenuh supaya memudahkannya untuk
hidup selama 120 hari, dan selama itu, dia teroksidasi, sehingga menjadikan eritrosit
mengabdikan diri pada tubuh untuk mengangkut sebuah sel yang membrannya fleksibel
oksigen ke jaringan tubuh dan menghilangkan (ditambah struktur lainnya, yakni spektrin).
karbon dioksida dan proton. Kadar normal eritrosit Apabila lipid tersebut jenuh, maka pada suhu
pada wanita 4,2-5,4 juta/dl dan pada pria 4,6-6,2 tubuh normal (37o), maka lipid tersebut akan
juta/dl. memadat, sehingga fleksibilitas membran
Kadar eritrosit akan meningkat pada kondisi : eritrosit akan berkurang dan eritrosit mudah
1. Merokok lisis. Selain itu, komponen lipid bilayer ini juga
2. Penyakit jantung bawaan bersifat semipermeabel, sehingga tidak semua
3. Pulmonale jantung materi bisa masuk seenaknya ke dalam eritrosit.
4. Dehidrasi (contoh : diare parah) Struktur kedua yang membentuk eritrosit adalah
5. Tumor ginjal (karsinoma sel renal) spektrin. Komponen ini merupakan komponen
6. Hipoksia yang paling menunjol, tersusun dari dua isoform
7. Fibrosis pulmoner yakni α dan β spektrin. Spektrin merupakan
8. Polisitemia vera sebuah tetramer, tersusun membentuk jaringan
Sedangkan kadarnya akan menurun pada kondisi : seperti benang laba-laba dan terikat pada
1. Anemia beberapa protein membran lainnya yakni
2. Gagal sumsum tulang belakang (contoh seperti ankyrin (yang memfiksasi ke membran),
radiasi, racun, atau tumor) glikoforin C, aktin, pita 4,1, adduksin. Spektrin
3. Defisiensi eritropoietin (bisa jadi karena inilah yang mempertahankan bentuk bikonkaf
sekunder penyakit jantung) dari eritrosit, jadi meskipun eritrosit itu fleksibel
4. Hemolisis (bisa karena transfusi, luka pembuluh nantinya dia tetep balik ke bentuk semula
darah, atau penyebab lainnya) karena ada spektrin ini (kayak iklan ‘roti2
5. Perdarahan jepang’ “kembali lagi ke bentuk semula”).
6. Leukimia
7. Malnutrisi
8. Multiple myeloma
9. Defisiensi nutrisi (Fe, Cu, Folat, Vit B12, B6)
10. Overhidrasi
11. Kehamilan
Tadi kan kemampuan Hb salah satunya
mengikat oksigen, nah dalam tubuh, Hb ada
temennya yaitu myoglobin (kita singkat Mb aja
ya meskipun maksa :P) yang mengikat oksigen di
otot. Nah, ketika Hb ataupun Mb ini mengikat
oksigen, maka dia akan menjadi jenuh
(saturate), dan kadar kejenuhannya (saturation)
dipengaruhi oleh tekanan. Nah, bedanya Hb dan
Mb ini bisa dilihat dari tekanan dan tingkat
saturasinya. Kalo Mb itu, akan meningkat
saturasinya dengan cepat dan menjadi maksimal
mulai dari tekanan tersebut 0 mmHg sampai 10
2. Hemoglobin (Hb)
mmHg, dan berlanjut terus hingga nantinya
Hb merupakan komponen darah yang berfungsi
kadar saturasi menjadi stagnan/menetap pada
untuk mengangkut oksigen dari paru ke seluruh
tekanan 40-50 mmHg. Sedangkan Hb
darah. Hb dapat mengikat empat molekul
saturasinya meningkat secara tajam mulai dari
oksigen dan bersifat hidrofilik/larut dalam air.
setelah 0 mmHg (sekitar 3-4 mmHg) sampai 30
Hb tersusun dari dua struktur yaitu :
mmHg, dan meningkat secara perlahan setelah
a. Heme (4 buah)
lebih dari 30 mmHg.
Merupakan cincin protoforfirin IX yang
Nah, dengan adanya BPG, tekanan yang
mampu mengikat ferro (Fe2+, kalo mengikat
dibutuhkan untuk meningkatkan saturasi
ferri (Fe3+) dia tidak bisa digunakan untuk
oksigen akan meningkat, hal ini disebabkan BPG
mengangkut oksigen  metHb)
cenderung melepaskan oksigen dari
b. Globin (4 buah)
hemoglobin. Istilahnya sih BPG kayak pihak
Merupakan protein yang tersusun dari dua
ketiganya antara cinta Hb dan oksigen, dia selalu
rantai, sepasang rantai α2 dan sepasang
ingin memisahkan Hb dan oksigen. Makanya,
rantai β2 pada orang dewasa atau sepasang
tekanan yang notabene mak comblangnya si Hb
rantai α2 dan sepasang rantai γ2 pada anak-
dan oksigen pengen nyatuin mereka, tapi ada
anak. Apabila terjadi defisiensi salah satu
BPG yang jadi pemutus hubungan mereka,
rantai pada globin, maka akan
otomatis tekanan harus berusaha lebih keras
menyebabkan penyakit thalasemia.
untuk menyatukan mereka lagi dengan adanya
Thalasemia ada dua, yaitu thalasemia α
BPG. Lebih-lebih lagi kalo ada karbon dioksida, si
(Terjadi karena defisiensi rantai α sehingga
BPG malah dapet bantuan, jadi si tekanan harus
rantai β tidak ada pasangannya dan akan
mengerahkan tenaganya lebih untuk
mengendap dalam air) dan thalasemia β
menyatukan Hb dan oksigen (baca : pada kondisi
(kebalikan thalasemia α)
ini, untuk meningkatkan saturasi oksigen dalam
Hb dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi)
3. Organel Proerithroblas  eritroblas basofilik  eritroblas
Eritrosit merupakan sel yang tidak memiliki polikromatofili  eritrosit ortokromatofilik 
organel sama sekali. Tidak adanya beberapa retikulosit  eritrosit matang
organel ini memiliki pengaruh sebagai berikut : Pembentukan sel darah merah dilakukan di sumsum
a. Tidak adanya mitokondria menyebabkan tulang, dimana dibutuhkan beberapa komponen
reaksi metabolisme yang ada di eritrosit seperti hormon erithropoietin, esi, asam folat, dan
hanya sampai glikolisis saja, tidak sampai vitamin B12. Erithropoietin dihasilkan di ginjal, dan
fosforilasi oksidatif yang terjadi di berfungsi untuk merangsang produksi mRNA untuk
dalamnya. globin, yang nantinya akan menjadi komponen
b. Tidak adanya nukleus dan ribosom protein dari Hb. Waktu yang diperlukan untuk
membuat eritrosit tidak bisa mengganti melakukan satu proses lengkap yakni sekitar 7 hari.
lipid dan protein yang rusak (termasuk Dua proses utama yang terjadi dalam pembentukan
spektrin), hal ini juga ditambah dengan eritrosit yakni pembentukan Hb dan pematangan
aktivitas metaboliknya yang rendah. eritrosit (hingga nanti membentuk suatu badan kecil,
berbentuk bikonkaf tanpa inti). Beberapa perubahan
Hematopoiesis eritrosit yang terjadi dalam proses pematangan eritrosit yaitu
volume sel berkurang, nukleolus mengecil sampai
tidak tampak pada mikroskop cahaya, garis tengah
inti berkurang kromatinnya makin padat sampai inti
terlihat piknotik dan akhirnya dikeluarkan dari sel.
Terjadi pengurangan jumlah poliribosom (sifat
basofilik berkurang) yang diikuti secara bersamaan
oleh peningkatan jumlah Hb (protein asidofilik)
dalam plasma. Mitokondria dan organel lain
berangsur menghilang.

Metabolisme eritrosit
Metabolisme eritrosit sangatlah sederhana karena
eritrosit tidak memiliki organel lain. Oleh karena itu,
proses metabolisme utama adalah glikolisis, dan
sumber energi utamanya adalah glukosa. Namun,
dari glikolisis tersebut, juga ada beberapa reaksi
seperti penthosa phosphat pathway (P3) yang
menghasilkan NADPH ataupun beberapa jalur
lainnya, sebagai contoh yang menghasilkan
glutathione yang berfungsi dalam sistem pertahanan
terhadap antioksidan. Reaksinya :

Hematopoiesisnya singkat aja ya, karena ini hanya


pengulangan aja.

Jadi, urutan dari hematopoiesis dari eritrosit :


penting untuk aktivitas eritrosit (fleksibilitas eritrosit
melewati kapiler, dll)

Penghasilan 2,3-BPG (Bifosfogliserat)


BPG mutase
1,3-bifosfogliseraldehid 2,3-bifosfogliserat

Penghasilan 2,3-BPG merupakan hasil dari reaksi


penambahan enzim 1,3-BPG mutase dengan 1,3-
BPG. Ikatan Hb dengan oksigen disebut
oksihemoglobin. 2,3-BPG bersama berikatan dengan
oksihemoglobin akan mengurangi afinitas Hb
tersebut terhadap oksigen, sehingga oksigen bisa
dilepaskan dari Hb. Reaksi ini sama seperti kofaktor
enzim, sehingga 2,3-BPG juga disebut efektor
Allosterik. Reaksi pelepasan ini juga berguna untuk
mempertahankan hidup eritrosit.

Aspek klinis
1. Pada orang yang beradaptasi di tempat yang
tinggi ataupun perokok, pastinya jaringan akan
membutuhkan banyak oksigen, mengingat pada
tempat tinggi oksigen sedikit, dan pada perokok,
oksigen akan bersaing dengan CO, oleh karena
itu, kadar 2,3-BPG akan meningkat agar oksigen
bisa banyak dilepaskan ke jaringan.
2. Pada Hb fetus, kadar 2,3-BPG sangatlah rendah,
sehingga oksigen masih bisa terikat kuat dalam
eritrosit. Hal ini mendukung terjadinya transfer
oksigen ke fetus melalui plasenta
a
Sintesis Gluthation
Oke kita bahas satu satu reaksi metabolismenya

Glikolisis (reaksi a)

Glikolisis merupakan reaksi pemecahan glukosa


hingga menjadi asam laktat. Kenapa asam laktat?
Karena di dalam eritrosit tidak ada mitokondria,
sehingga fosforilasi oksidatif tidak bisa dilaksanakan.
Hal ini membuat asam piruvat yang seharusnya
masih bisa dirubah menjadi energi, mengalami
proses anaerob dan diubah menjadi asam laktat
untuk menghasilkan energi tambahan. Glikolisis ini
berguna untuk menghasilkan energi (ATP) yang G-6-PD
mencegah protein gugus –SH dari oksidasi dan cross-
Glutathion merupakan senyawa yang berasal dari linkin
glutamat dan berfungsi untuk menjaga kadar
peroksida (H2O2) dalam tubuh tetap seimbang. Pentose Phosphat Pathway (P3) (gambar sama
Reaksi pembentukan glutathion : kayak yang di sintesis glutathion)
Pada P3, nantinya akan dihasilkan NADPH, yang
nantinya akan mereduksi glutathion, yang nantinya
akan menjaga kadar oksidan dalam tubuh. P3 diawali
dari perubahan glukosa-6-fosfat (G-6-P) menjadi 6-
fosfoglukonat dengan menggunakan enzim glukosa-
6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD). Oleh karena itu,
peran dari G-6-PD sangatlah penting untuk
tercapainya reaksi ini, apabila terjadi defisiensi dari
G-6-PD, maka akan terjadi anemia hemolitik dengan
mekanisme seperti berikut :
Dengan berkurangnya G-6-PD, maka NADPH yang
dihasilkan akan berkurang, oleh karena itu, reaksi
pereduksian glutathion juga akan berkurang karena
yang ngereduksi gak ada, maka kadar GSH akan
berkurang, kalo kadar GSH berkurang, tidak ada yang
mereduksi oksidan (contoh peroksida), sehingga
Kadar peroksida harus seimbang dikarenakan apabila
peroksida akan meningkat dan dapat merusak sel
peroksida berlebihan, maka dia akan merusak
ataupun jaringan, salah satunya eritrosit. Peroksida
jaringan dalam tubuh.
ini akan mendenaturasi ikatan sulfhidril pada globin
Dalam metabolisme yang terjadi dalam eritrosit,
dalam Hb, yang tentunya akan menyebabkan Hb
glutathion akan tereduksi dengan penambahan
juga akan ikut terdenaturasi. Apabila Hb yang
NADPH dan glutathione reduktase, sehingga
terdenaturasi ini muncul di permukaan, maka dia
glutathion akan berubah menjadi bentuk
akan menjadi Heinz Body yang dapat mengurangi
tereduksinya (GSH) untuk mereduksi peroksida,
kefleksibilitasan membran eritrosit sehingga eritrosit
senyawa radikal bebas lainnya, ataupun metHb
menjadi fragile, kaku, dan rentan mengalami lisis.
(dimana ketika mereduksi, GSH akan mengalami
Makanya akan terjadi peningkatan lisis eritrosit dan
oksidasi dengan penambahan enzim glutathione
menyebabkan anemia hemolitik,
peroksidase menjadi bentuk teroksidasinya (GSSG)). Defisiensi G-6-PD merupakan defisiensi enzim paling
Reaksi pereduksian dan pengoksidasian glutathion : umum, dan biasanya tidak menimbulkan gejala-
gejala tertentu. Namun, pada kondisi-kondisi
tertentu, misalnya di daerah endemik malaria,
dimana penggunaan obat-obatan malaria juga sering
terlihat, defisiensi enzim G-6-PD akan menimbulkan
gejala-gejala klinis tertentu. Selain itu, pemakaian
beberapa obat seperti sulfonamids dan antibiotik,
serta beberapa obat seperti kacang fava juga
mengakibatkan efek yang sama seperti obat-obatan
malaria tersebut.

Selain menangkal radikal bebas, glutathion juga


terlibat dalam metabolisme asam askorbat, dan
Tadi udah reaksi-reaksi dalam metabolisme eritrosit, metHbemia memiliki beberapa penyebab yang
nah sekarang penggunaannya, terutama untuk terdiri dari faktor sewaktu hidup dan pada saat
menjaga kestabilan kadar oksidan. kongenital
Faktor sewaktu hidup
Jadi, sebenarnya dalam tubuh kita terjadi reaksi 1. Defisiensi pertahanan tubuh
oksidasi dan reduksi secara seimbang. Oleh karena a. Kurangnya fungsi metHb reduktase
itu, Fe2+ yang ada di dalam Hb pastinya juga bisa b. Defisiensi 2,3-BPG
berubah menjadi Fe3+, hal inilah yang disebut 2. Obat-obatan agen farmasi
autooksidasi Hb. Ketika hal tersebut terjadi, Hb yang a. Anastesi lokal, seperti lidokain,
ketika itu mengikat oksigen (oksihemoglobin) akan benzekain dan prokain
melepas oksigen tersebut dalam bentuk b. Obat-obatan, seperti sulfonamides,
superoksida, dan berubah bentuk menjadi metHb. chloroquin, dan quinon
Superoksida ini kemudian akan dirubah menjadi 3. Agen lingkungan luar
peroksida oleh superoksida dismutase (SOD) yang a. Aromatic aminis
banyak terdapat pada eritrosit. Nah, berarti eritrosit b. Klorobenzena
itu memang secara normalnya menghasilkan 2 zat c. Nitrit/nitrat, apabila tercampur dalam
yang bisa merusak tubuh, yakni peroksida dan air tanah dan terminum oleh bayi (< 6
metHb, namun hal ini tidaklah begitu banyak, yakni bulan), maka akan terkena baby blue
hanya 3% Hb yang berubah. (tapi tetep aja kalo sindrome
berlebihan akan menimbulkan efek negatif)  reaksi Faktor kongenital
nomor 1 1. Defisiensi NaDH
1. metHb a. Tipe I : terjadi pada eritrosit,
zat ini akan dikembalikan kembali seperti menyebabkan sianosis
semula (Hb) dengan adanya enzim metHb b. Tipe II : terjadi pada otak, liver, dan
reduktase. Selain dengan enzim tersebut, fibroblast  menyangkut ke neurologi
beberapa komponen lain yang terlibat adalah c. Tipe III : terjadi pada semua sel darah
FAD, sitokrom b5, NADH, ataupun NADPH.  d. Tipe IV : terjadi pada eritrosit,
reaksi nomor 2 menyebabkan sianosis kronis
Apabila kadar metHb tersebut melebihi normal, 2. Hb maternal
maka akan terjadi suatu kondisi yang disebut Hb bermutasi dan menyebabkan Fe3+
metHbemia. tidak bisa direduksi
metHbemia merupakan keadaan dimana metHb 3. Hb-M herediter, yang menyebabkan
> 1%. Biasanya apabila kadara metHb > 15%, sulitnya mereduksi Fe3+
terjadi dekolorisasi kulit yang menandakan 4. Defisiensi metHb reduktase
terjadi kelebihan metHb. Beberapa gejalanya 2. H2O2 (peroksida)
secara trperinci yaitu : Peroksida dihilangkan dengan dua cara, yaitu :
1. < 10% : asimptomatik a. Katalase
2. 10 – 20% : dekolorisasi kulit, sianosis Katalase dianggap lebih penting
3. 20 – 30% : tachicardi, gelisah, sakit dibandingkan dengan reaksi satunya,
kepala mengingat ketika terjadi peningkatan pada
4. 30 – 50% : tachipnea, pusing, fatigue, peroksida, maka akan terjadi peningkatan
confuse katalase. Dengan adanya katalase,
5. 50 – 70% : koma, aritmia, asidosis peroksida akan diubah menjadi air dan
6. > 70% : kematian oksigen  reaksi nomor 3
b. Glutathion peroksidase
Dia mengkatalisis dua reaksi secara membawanya ke beberapa tempat-tempat
bersamaan, pengoksidasian GSH menjadi penyimpanannya, seperti hepar dan otot untuk
GSSG dan merubah peroksida menjadi air. dirubah menjadi ferritin, bentuk simpanannya.
 reaksi nomor 4 Sementara itu, globin juga akan dipecah menjadi
Untuk reaksi lengkapnya bisa dilihat seperti asam amino. Pemecahan-pemecahan tersebut
ini : digunakan supaya asam amino dan besi dapat
digunakan kembali untuk proses pembuatan eritrosit
yang baru ataupun proses-proses lainnya.
Sedangkan sisa-sisa nonHbnya, akan dirubah oleh
3 makrofag menjadi biliverdin (pigmen hijau) yang
2 1 nantinya sebelum dibawa oleh aliran darah, akan
dirubah lagi menjadi bilirubin (pigmen hijau
kekuningan). Bilirubin masing setengah larut dalam
air, sehingga dia akan berikatan dengan albumin
dalam darah. Ketika sampai di hepar, bilirubin akan
terikat dalam hepatosit dengan protein sitostolik
untuk mengalami konjugasi. Kemudian, dengan
pereaksian dengan asam glukuronat, bilirubin akan
4
membentuk bilirubin terkonjugasi yang dapat terikat
secara kovalen dengan albumin (sehingga waktu
paruhnya lebih panjang). Setelah dikonjugasikan,
bilirubin akan dibawa ke kantung empedu dengan
transpot aktif untuk dikonsentrasikan, dan baru
Penghancuran eritrosit dikeluarkan ke duodenum.
Seperti yang kita ketahui kalau masa hidup eritrosit Pada pangkal ileum dan usus besar, dengan adanya
hanya 120 hari. Kenapa? Jelas aja, karena eritrosit β-glukuronidase, glukuronid akan dihilangkan.
yang segitu harus sering-sering lewat saluran yang Kemudian, bilirubin tersebut nantinya akan
sempit-sempit, otomatis dia akan sering mengalami dikonversikan oleh bakteri-bakteri yang berada di
kerusakan khususnya pada membrannya. Nah, kita usus besar menjadi urobilinogen (pigmen kuning),
juga udah tau kalo eritrosit itu gak punya organel dimana beberapa ada yang diserap kembali, dan
seperti nukleus dan ribosom yang menyebabkan dirubah kembali menjadi urobilin (pigmen kuning)
mereka gak bisa ngeganti kerusakan pada dan dieksresikan bersama dengan urin (sebagai
membrannya, terutama spektrin. Oleh karena itu, warna dari urin) atau masuk kembali ke dalam siklus
eritrosit menjadi lebih rentan untuk mengalami urobilinogen enterohepatik untuk dikonjugasikan
lisis/fragil. kembali. Sedangkan urobilinogen nantinya akan
Ketika eritrosit yang sudah tua, fragil dan rentan berubah menjadi sterkobilin (pigmen coklat) dan
tersebut melewati saluran-saluran sempit pada dibuang bersama feses (sterkobilin merupakan
limpa dan hepar, mereka otomatis tidak bisa pemberi warna coklat pada feses)
melewatinya dengan mudah, dan malah akan
mengalami lisis. Eritrosit yang lisis ini akan dimakan (yang di atas itu aku liat dari tortora, tapi kalo di
oleh makrofag yang ada di tempat-tempat tersebut. slide malah urobilin yang dikeluarkan bersama feses,
Di dalam makrofag, terjadi pemisahan antara Hb dan dan kalo urobilinogen ada di urin, itu malah dalam
komponen nonHb dalam eritrosit. Hb juga akan keadaan abnormal)
dipecah menjadi besi dan globin. Besi tersebut akan
dirubah menjadi bentuk ferri dan akan berikatan
dengan transferin yang kemudian akan
Secara fisiologis, setiap harinya 1-2 x 108 eritrosit
dihancurkan, dan pada orang dengan berat 70 kg, 6 Yang paling sering dibahas disini adalah mengenai
gram Hb yang dibentuk kembali. porfiria dan hiperbilirubinemia (jaundice)
Beberapa obat ada yang menghalangi bilirubin untuk
mencapai ke hepar, karena obat tersebut akan Porfiria
bersaing dengan bilirubin untuk mendapatkan Merupakan kelompok gangguan yang disebabkan
albumin, dan biasanya bilirubin akan kalah sehingga karena kelainan biosintesis heme. Penyakit ini
dia akan dilepaskan dari albumin dan berdifusi ke disebabkan bisa karena genetik atau acquired
jaringan. Namun, beberapa obat juga ada yang (didapat). Meskipun prevalensi (angka kejadian)nya
mendukung konjugasi bilirubin dalam hepar juga. rendah, namun dalam diagnosis dari nyeri abdominal
dan temuan neuropsikiatrik, sangat penting untuk
Aspek klinis diketahui, sehingga tidak memberikan treatment
Secara umum, kelainan terkait dengan pemrosesan yang salah pada pasien. Orang dengan porfiria
bilirubin di hepar dapat dilihat dalam gambar eritropoietik kongenital biasanya memiliki
berikut: fotosensitivitas (mendorong aktivitas malam hari)
dan menunjukkan cacat berat. Mekanisme
fotosensitivitas yaitu porfirin bereaksi pada cahay
tampak 400 nm. Hal ini akan menyebabkan
tereksitasinya oksigen sehingga menjadi radikal
bebas yang melukai lisosom dan organel lainnya.
Kemudian, terjadi pengeluaran enzim degradatif
yang pada akhirnya akan merusak kulit.

Porforia disebabkan karena terganggunya aktivitas


enzim-enzim sebagai berikut :
Untuk enzim nomor 1 (ALAS), menyebabkan anemia, pemeriksaan genetik dapat menentukan diagnosis
bukan porforia. Sedangkan kurangnya aktivitas prenatal beberapa porfiria.
enzim 2 (ALA dehidratase), jarang sekali terjadi, dan Pada sebagian bayi yang baru lahir, porfiria
disebut porfiria defisiensi ALA dehidratase. Biasanya, disebabkan karena :
porforia terjadi karena depresi aktivitas enzim 1. Defisiensi produk metabolik bersama hambatan
nomor 3 – 8 (yang paling sering adalah nomor 3, 5, penggunaan enzim
dan 8). 2. Akumulasi metabolit karena blokade enzim ini
Secara umum, porfiria diwariskan melalui autosomal Jadi tuh luka enzim (enzim jadi ga berguna) bisa
dominan, namun porfiria eritopoietik kongenital terjadi di awal biosintesis heme ataupun di akhirnya,
diwariskan melalui autosomal resesif. Sekarang ini, sesuai dengan diagram ini :

Lesi terjadi di awal Lesi terjadi di akhir

Porfiria dapat diklasifikasikan berdasarkan organ atau sel Jaundice


yang paling dipengaruhi. Pengaruh tiap organ berbeda- Penyebab utamanya adalah hiperbilirubinemia, yaitu
beda karena tingkat metabolit yang menyebabkan kondisi dimana bilirubin dalam darah lebih dari 1 mg/dL.
kerusakan (eg : ALA, PBG, dll) dapat bervariasi dari Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh :
setiap organ, tergantung dari aktivitas enzim pembentuk 1. Produksi bilirubin lebih besar daripada ekskresinya
hemenya. Berdasarkan hal ini, porfiria dibagi menjadi 2. Kegagalan dalam mengekskresi bilirubin yang
eritropoietik (pada sumsum tulang) dan hepatik (pada diproduksi dalam jumlah normal
hepar) 3. Obstruksi duktus ekskretorius hepar
Semua penyebab diatas akan mengakumulasikan
bilirubin dalam darah, dan apabila kadarnya mencapai 2
– 2,5 mg/dL, bilirubin akan berdifusi ke jaringan, dan konventional conjugated bilirubin. Hal ini
menyebabkan jaundice/ikterus. menyebabkan bilirubin lama untuk
disekresikan, dan masih tetap tinggi kadarnya
Pengukuran kadar bilirubin selama fase penyembuhan, meskipun kadarnya
Menggunakan tes Ehrlich untuk mengukur kadar berangsur-angsur menurun. Dan hal ini dapat
bilirubin dalam urin. Prinsip tes ini yaitu reaksi dari menjelaskan mengapa beberapa pasien tetap
reagen ehrlich diazo (asam sulfanilat terdiazonisasi) + nampak jaundice meskipun sudah diberikan
bilirubin  senyawa azo berwarna merah keunguan. treatment.
Tes ini bisa menggunakan metanol ataupun tidak. Jika
tidak menggunakan metanol, bilirubin akan langsung Unconjugated hyperbilirubinemia
berubah warna (direct reaction), sehingga disebut 1. Anemia hemolitik
bilirubin direct. Bilirubin direct ditemukan pada kasus Kalo eritrosit banyak yang lisis, otomatis akan
jaundice karena obstruksi bilier. Bilirubin direct banyak bilirubin yang dihasilkan, hal ini
merupakan bilirubin yang telah terkonjugasi di hepar menyebabkan kadar bilirubin tidak terkonjugasi
sehingga muncul dalam bentuk bilirubin glukuronid yang dalam darah meningkat sehingga terjadi
larut dalam air. hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi  jaundice.
Sedangkan penambahan metanol digunakan pada serum Biasanya ringan (kurang dari 4 mg/dL) dan tidak
dengan bilirubin normal atau pada kasus jaundice terlalu berbahaya karena meskipun terjadi hemolisis
hemolitik. Bilirubin yang dapat diukur setelah yang ekstensif, hepar sehat dapat menangani
penambahan metanol disebut bilirubin indirect. bilirubin dalam keadaan ini.
Bilirubin indirect merupakan bilirubin bebas yang tidak 2. Neonatal physiologic jaundice
larut air dan dapat ditemukan dalam perjalanannya dari a. Penyebab paling umum untuk unconjugated
jaringan reticuloendothelial (RE/ fraksi mikrosomal sel) hyperbilirubinemia
ke hepar. b. Akibat tingginya tingkat hemolisis waktu lahir
(karena bayi harus mengganti HbF-nya menjadi
Klasifikasi hiperbilirubinemia/ jaundice HbM) dan hepar yang belum siap (imatur)
Klasifikasinya didasari dari jenis bilirubin yang ada di untuk melakukan metabolisme bilirubin
dalam darah, yaitu : c. Terjadi penurunan aktivitas bilirubin-UGT dan
1. Retensi Hiperbilirubinemia, disebabkan karena sintesis UDP-glukuronat sehingga menyebabkan
produksi berlebihan, sehingga bilirubin indirect/ kenaikan tingkat bilirubin indirect yang
unconjugated lebih banyak dalam darah. Bilirubin nantinya dapat menyebabkan keterbelakangan
ini kemudian dapat menembus barrier darah-otak mental
dan menuju ke sistem saraf pusat sehingga d. Terjadi secara normal pada hari ke 2/3 dan
menyebabkan ensefalopati/ kernikterus yang berakhir pada hari ke 5/7, kalau lebih dari itu
ditandai dengan keterbelakangan mental. Biasanya, disebut jaundice patologis. Yang dikhawatirkan
tanda-tanda lainnya yaitu tidak adanya bilirubin dari jaundice patologis ini, bilirubin tidak
dalam urin (karena bilirubin naik ke otak), yang terkonjugasi tersebut bisa dibawa ke aliran
disebut acholuric jaundice darah otak, dan mempenetrasi Blood Brain
2. Regurgitasi hiperbilirubinemia, disebabkan karena Barrier sehingga menyebabkan kernikterus dan
obstruksi bilier, sehingga bilirubin direct akan nantinya berujung ke retardasi mental.
mengalir kembali ke sirkulasi. Hal ini ditunjukkan e. Treatment :
dengan adanya bilirubin dalam urin yang disebut i. menginduksi sistem metabolisme bilirubin
choluric jaundice. Jika kadar conjugated bilirubin dengan memberikan phenobarbital
tetap tinggi dalam plasma darah, maka : ii. dipaparkan ke cahaya biru pada tabung
a. Dia akan terikat kovalen pada albumin (bilirubin berpendar (blue light in flourescent tube)
δ) sehingga bilirubin unconjugated dapat
b. Kemudian, waktu paruh bilirubin ini dalam berubah menjadi derivat lain seperti
plasma akan lebih panjang dibandingkan fragmen maleimid dan isomer geometrik,
dan kemudian dapat diekskresikan ke Istilah ini juga dipakai untuk conjugated
empedu hyperbilirubinemia yang disebabkan karena
3. Crigler-najjar syndrome type I/ congenital non- mikro-obstruksi duktulus biliaris intrahepatika
hemolytic jaundice oleh hepatosit yang bengkak dan rusak (eg
a. Diwariskan secara autosomal resesif (jarang), hepatitis)
yaitu terjadi mutasi genetik yang mengkode 2. Sindroma Dubin-Johnson
bilirubin-UGT di jaringan hepatik a. Autosomal resesif yang lebih ringan, yang
b. Jaundice kongenital berat (bilirubin serum lebih menyebabkan mutasi genetik yang mengkode
dari 20 mg/dL), sehingga fatal dalam 15 bulan MRP-2/MOAT
pertama kehidupan b. Hepatosit centrilobular mengandung pigmen
c. Treatmentnya dengan menggunakan fototerapi hitam abnormal yang mungkin berasal dari
yang dapat menurunkan kadar bilirubin plasma, epinefrin
atau dengan transplantasi hepar. Phenobarbital 3. Sindroma Rotor
tidak berefek pada pembentukan bilirubin a. Jarang dan lebih ringan
diglukuronid b. Conjugated hyperbilirubinemia kronis
4. Crigler-najjar syndrome type II c. Histologis hepar normal
a. Herenditer (jarang), yaitu terjadi mutasi genetik d. Masih belum diketahui penyebabnya,
yang mengkode bilirubin-UGT, namun masih kemungkinan karena penyimpanan dalam
tetap mempertahankan aktivitas enzimnya hepar yang abnormal
b. Tidak begitu berbahaya dibandingkan dengan
tipe I, karena kadar bilirubinnya tidak lebih dari
20 mg/dL
c. Treatment : phenorbarbital dosis tinggi
5. Gilbert syndrome
a. Mutasi genetik yang mengkode bilirubin-UGT,
namun masih tetap mempertahankan aktivitas
enzim sekitar 30%
b. Kondisinya berbahaya
6. Toxic hyperbilirubinemia
a. Disfungsi hepar (parenkim hepar rusak,
sehingga tidak terjadi konjugasi) karena induksi
toksin seperti kloroform, CCl4, arsfenamine,
acetaminofen, virus hepatitis, sirosis, atau
keracunan jamur Amanita
b. Acquired (diperoleh)

Conjugated Hyperbilirubinemia
1. Obstruksi ‘Biliary Tree’
a. Penyebabnya yaitu blokade dari duktus
hepatikus komunis atau dukus koledokus oleh
Pemeriksaan Lab
batu empedu atau kanker caput pankreas
b. hal tersebut menyebabkan bilirubin conjugated
tidak bisa disekresikan dan akan terregurgitasi
ke vena hepatika dan limfatik, yang kemudian
akan hadir dalam urin/ darah (choluric
jaundice)
c. jaundice yang disebabkan karena obstruksi
ekstrahepatik disebut cholestatic jaundice.

Anda mungkin juga menyukai