LAPORAN KASUS
Disusun oleh:
1
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................................i
PENDAHULUAN....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I
DAFTAR PUSTAKA
2
PENDAHULUAN
. Masalah HIV/AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang
memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah
kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Pada tahun 2014 dilaporkan
32.711 kasus HIV baru, sehingga sampai dengan Desember 2014 secara kumulatif telah
teridentifikasi 160.138 orang yang terinfeksi HIV, meskipun sudah banyak yang meninggal.1
Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak
hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan
terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien. Walaupun data laporan
kasus HIV dan AIDS yang dikumpulkan dari daerah memiliki keterbatasan, namun bisa
disimpulkan bahwa peningkatan yang bermakna dalam jumlah kasus HIV yang ditemukan
dari tahun 2009 sampai dengan 2012 berkaitan dengan peningkatan jumlah layanan konseling
dan tes HIV (KTHIV) pada periode yang sama. Namun demikian kemajuan yang terjadi
belum merata di semua provinsi baik dari segi efektifitas maupun kualitas. Jangkauan dan
kepatuhan masih merupakan tantangan besar terutama di daerah yang jauh dan tidak mudah
dicapai.1,2
Layanan testing dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan
Testing HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di
sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun
2009 terdapat 262 layanan klinik VCT aktif yang ada di 133 kabupaten/kota di seluruh
Indonesia.2
Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi
berisiko dan mengetahui status HIV mereka. peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan
bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang
membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider
Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis,
penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV
yang tinggi.
3
BAB I
LAPORAN KASUS
4
seringkali pasien harus izin sakit dari pekerjaannya. Keluhan disertai dengan penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan sebanyak 7 kilogram selama 2 minggu terakhir. Pasien
menyangkal adanya keluhan perasaan sedih, hilang minat dan gairah. Pasien pernah
mendatangi praktek dokter umum untuk keluhannya ini, namun keluhan belum dapat diobati
karena obat tidak dapat ditebus. Lalu pasien datang ke Poli Psikiatri RS Bhayangkara Sartika
Asih tanggal 23 Oktober 2018 dan dianjurkan untuk menjalani rawat inap.
Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke delapan dari Tn. DM dan Ny.HN. Pasien memiliki 4
kakak perempuan dan 3 kakak laki-laki. Ayah pasien sudah meninggal sejak pasien berusia 3
tahun. Hubungan pasien dengan keluarga baik. Tidak ada riwayat gangguan jiwa pada
keluarga.
5
Genogram Keluarga Ibu
Kandung
pasien
Pasien
Kakak
Kandung
pasien
Tanda =
= Pria
= Wanita
= Pasien
= Tinggal 1 Rumah
= Garis Keturunan
= Garis Pernikahan
= Pria Sudah Meninggal
= Perempuan Sudah Meninggal
Bahasa yang digunakan untuk komunikasi sehari – hari adalah bahasa Indonesia dan
Bahasa Sunda
Riwayat Hidup Penderita
a. Riwayat Pranatal dan Perinatal
Keadaan ibu pasien saat mengandung sehat, tidak pernah mengalami penyakit apapun
saat mengandung. Selama Mengandung, ibu pasien tidak ada riwayat merokok,
minum minuman beralkohol, maupun obat obatan terlarang. Pasien lahir cukup bulan,
lahir spontan dan ditolong oleh bidan di puskesmas. Berat badan lahir cukup (3000
gr), tidak ada kesulitan saat proses persalinan, tidak ada kelainan apapun. Kondisi
emosional ibu pasien saat melahirkan baik, merupakan kehamilan yang dikehendaki
oleh keluarganya.
6
b. Masa Anak-Anak Awal (sampai usia 3 tahun)
Pada periode usia ini, pasien diasuh oleh orangtuanya. Pasien diberikan Air Susu Ibu
(ASI) Selama 1 tahun. Pasien tidak pernah mengalami kejang maupun trauma kepala.
Pasien tidak pernah dirawat di Rumah Sakit. Pasien tidak pernah mengalami kesulitan
makan dan gangguan pada pola tidurnya. Kemampuan tumbuh kembang pasien
seperti merangkak, berjalan, dan berbicara sesuai dengan pertumbuhan usianya.
Menurut ibunya, pasien tidak mempunyai gangguan perilaku seperti ketakutan
terhadap orang lain. Pasien mudah bersosialisasi dengan teman – teman seusianya.
c. Masa Anak-Anak Pertengahan (usia 3-11 tahun)
Pasien sekolah dari SD sampai tamat. Selama masa sekolah, pasien memiliki sifat
mudah bersosialisasi, dan tidak suka mencari masalah. Pasien mempunyai banyak
teman, dan beberapa teman dekat. Pasien termasuk anak yang penurut dan patuh
terhadap perintah orang tua. Pasien anak yang cukup pintar dan rajin belajar pelajaran
di sekolahnya.
d. Masa Anak-Anak Akhir (pubertas sampai remaja)
Semasa SMP dan SMK pasien memiliki sifat mudah bersosialisasi. Pasien pernah
melakukan kenakalan seperti membolos sekolah.. Pasien tidak pernah mencoba obat-
obatan terlarang. Pasien juga sempat berpacaran dengan satu orang perempuan semasa
SMP dan SMK. Pasien menyangkal menyukai sesama jenis. Pasien mempunyai
banyak teman, dan terdapat beberapa teman dekat. Selama bersekolah di SMP dan
SMK, prestasi pasien cukup baik, tidak mendapat rangking, namun tidak terdapat nilai
merah di dalam raportnya, sikap dan perilakunya baik.
Riwayat Pendidikan Formal
Pasien menyelesaikan pendidikan SD di SDN Cangkuang , Cibaduyut Kota
Bandung, selama 6 tahun. Pasien melanjutkan ke tingkat SMP di SMPN 2
Margahayu, Kopo Sayati, Bandung selama 3 tahun dan melanjutkan ke tingkat
SMK Angkasa 1 Margahayu selama 4 tahun.
Perkembangan Motorik dan Kognitif
Dalam perkembangan fisiknya, pasien terlihat sesuai dengan usianya, tidak ada
kelainan. Dalam perkembangan motoriknya, dalam batas normal, tidak ditemukan
adanya hambatan pergerakan. Dalam perkembangan kognitifnya, tidak ditemukan
adanya gangguan (masih dalam batas normal), Pasien tidak menemukan adanya
kesulitan dalam bekerja.
7
Gangguan Emosi dan Fisik
Pasien termasuk orang yang mudah bersosialisasi. Pasien tidak suka marah –
marah dan memukul orang lain.
Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai karyawan di perushaan swasta di bagian pengemasan
barang. Pasien juga sedang merintis usaha dagang makanan. Pendapatan pasien
didapatkan dari hasil pekerjaannya
Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah.
Riwayat Psikoseksual
Pasien sudah pernah melakukan hubungan seksual sejak usia 20tahun. Hubungan
seksual bersama dengan pasangan yang berbeda, sebanyak ±7 kali. Terakhir kali
berhubungan ±1 tahun yang lalu. Riwayat berhubungan tidak memakai alat
kontrasepsi
Keagamaan
Pasien beragama islam, pasien jarang melaksanakan sholat 5 waktu.
Aktivitas Sosial
Pasien tidak pernah terlibat aktif dalam suatu organisasi baik di dalam maupun di
luar sekolah. Pasien tidak jarang ada di rumah, dan kadang berkumpul bersama
teman – temannya. Pasien jarang berpergian bersama-sama anggota keluarganya.
Riwayat Hukum
Pasien belum pernah bermasalah secara hukum baik pidana dan perdata dengan
pihak kepolisian.
.
8
1.3 Status Fisik
1.3.1 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : terlihat sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 milimeter air raksa
Nadi : 100 kali/menit, reguler, equal, isi cukup
Respirasi : 20 kali/menit, reguler, Tipe Pernafasan
Thorakoabdominal
Suhu : 36,6 derajat Celcius, Axillaris
Saturasi : 99%
Keadaan gizi : Baik
Kepala : Normocephal,
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor, oedema palpebrae
(-/-)
THT
Telinga : sekret tidak ada, pendengaran menurun tidak ada
Hidung : sekret tidak ada
Tenggorokan : tonsil T1/T1, hiperemis (-), pharing hiperemis (-)
Lidah : ulkus (-), papil lidah atropi (-), lidah kotor (-)
Kelenjar parotis : tidak ditemukan pembesaran
Mukosa bibir : kering, stomatitis angularis (-)
Leher
JVP : PR + 0 cmH2O
Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran
Kelenjar parotis dan tiroid : tidak ditemukan pembesaran
Thoraks : Simetris
Cor:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
9
Perkusi : batas atas jantung ICS II midclavicular line sinistra, batas kanan
jantung parasternal line dekstra, batas kiri jantung midclavicular line
sinistra ICS V
Auskultasi : S1S2tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo :
10
Pemeriksaan Fungsi Tiroid (Tanggal 23 Oktober 2018)
o T3 = 75 mg/dL (Nilai normal 58-156)
o T4 = 10.39 µg/dL (Nilai normal 4,87-11,72)
Pemeriksaan Skrining HIV (Tanggal 25 Oktober 2018)
o Anti HIV reaktif
11
o Taktil = Tidak ada
o Olfaktorik = Tidak ada
o Gustatorik = Tidak ada
Ilusi = Tidak ada
o Depersonalisasi = Tidak ada
o Derealisasi = Tidak ada
o Kontinuitas =
Blocking = Tidak ada
Asosiasi Longgar = Tidak ada
Inkoherensi = Tidak ada
Flight of Idea = Tidak ada
Word Salad = Tidak ada
Neologisme = Tidak ada
Sirkumtansialitas = Tidak ada
Tangensialitas = Tidak ada
Preokupasi = Tidak ada
Gangguan Isi Pikiran =
o Waham Kebesaran = Tidak ada
o Waham Persekutorik = Tidak ada
o Waham referensi = Tidak ada
o Waham Kontroling = Tidak ada
Thought Withdrawal = Tidak ada
Thought Insertion = Tidak ada
Thought Broadcasting = Tidak ada
Thought Control = Tidak ada
o Waham Cemburu = Tidak ada
Fungsi Kognitif dan Pendengaran =
o Kesadaran = Compos Mentis
o Orientasi =
Waktu = Baik (Pasien mengetahui hari, tanggal, bulan, dan tahun)
Tempat = Baik (Pasien mengetahui bahwa pasien berada di Ruang
rawat inap lantai 2 geudng Lodaya RS Bhayangkara Sartika Asih
Bandung)
12
Orang = Baik (Pasien dapat menyebutkan nama anggota keluarganya)
o Konsentrasi = Baik (Pasien dapat mengeja kata “HANDUK” dari belakang)
o Kemampuan Visuospasial = Baik (Pasien dapat mengikuti gambar ruang segi
5 yang sudah dicontohkan)
o Daya Ingat =
Panjang = Baik (Pasien dapat menyebutkan nama sekolahnya dari SD
– SMP)
Sedang = Baik (Pasien dapat mengingat mata pelajaran yang menjadi
ulangan minggu ini)
Pendek = Baik (Pasien dapat mengingat tanggal pasien masuk ke
RSBSA)
Segera = Baik (Pasien dapat mengulangi 3 macam benda setelah
pemeriksa menyebutkannya)
o Intelegensia dan Pengetahuan Umum = Baik (Pasien mengetahui presiden
saat ini)
o Pemikiran Abstrak = Baik (Pasien dapat meneruskan peribahasa yang
ditanyakan dan mengetahui artinya)
Daya Nilai =
o Penilaian Sosial = Baik (Pasien mengetahui normal sosial yang berlaku di
lingkungannya)
o Uji Daya Nilai = Baik (Pasien selalu mengembalikan barang – barang yang dia
pinjam dari temannya)
o Penilaian Realitas = Baik (Pasien mampu membedakan kenyataan dengan
fantasi)
Dekorum =
o Cara Berpakaian = Baik
o Sopan Santun = Baik
o Kebersihan = Baik
Insight of Illness = Pasien mengetahui dirinya “sakit”
Tilikan = Derajat 5 (Pengakuan sakit dan mengetahui gejala dan kegagalan dalam
penyesuaian sosial oleh karena perasaan irrasional atau terganggu, tanpa menerapkan
pengetahuannya untuk pengalaman di masa mendatang)
Taraf Dapat Dipercaya = Dapat Dipercaya
13
1.5 Psikodinamika
Pasien adalah seorang pria berusia tiga puluh dua tahun, belum menikah, serta
beragama islam. Pasien merupakan anak kedelapan dari delapan bersaudara . Ayah pasien
telah meninggal sejak pasien berusia 3 tahun. Hubungan pasien dengan Ibu dan saudara
kandung baik. Pendidikan terakhir pasien saat ini adalah SMK. Pasien memilki sifat mudah
bergaul , kecerdasan baik, dan santun terhadap orang tua. Pasien memiliki riwayat
berhubungan seksual dengan berbeda pasangan sejak usia 20 tahun sebanyak ±7kali tanpa
menggunakan alat kontrasepsi.
Sejak 1 bulan yang lalu usaha pasien mengalami kerugian pada usahanya. Pada 1
minggu SMRS pasien mengeluh kesulitan tidur setiap hari, disertai keluhan pusing,
penurunan nafsu makan, dan lemas, yang semakin berat sehinigga pasien terganggu dalam
aktivitas dan pekerjaannya. Pasien menyangkal memiliki kebiasaan minum-minuman
beralkohol, merokok dan memakai zat-zat terlarang.1 hari SMRS, pasien datang ke poliklinik
Psikiatri RS Bhayangkara Sartika Asih untuk berobat dan dianjurkan dokter spesialis
kejiwaan untuk menjalankan rawat inap.
Faktor Predisposisi =
Ayah pasien telah meninggal sejak pasien berusia 3 tahun. Pasien Kehilangan
Sosok Sang Ayah Meliputi : Kebutuhan akan Kasih Sayang, Perhatian Penuh
Sang Ayah, Sosok Panutan (Role Model dari Sang Ayah Sebagai Pemimpin
Keluarga)
Kebiasaan berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan
alat kontrasepsi sejak usia 20 tahun
Pasien mengalami kerugian saat menjalani usaha sejak 1 bulan SMRS
14
Aksis II = Z 03.2 Tidak Ada Diagnosis Aksis II
Aksis III = B. 20 HIV
Aksis IV =
o Masalah Ekonomi
o Masalah Psikososial & lingkungan lain
Aksis V =
o Global Assesment of Functioning (GAF) Scale Pada Saat Pemeriksaan = 80-71
(Gejala Sementara dan Dapat Diatasi, Disabilitas Ringan dalam Sosial,
Pekerjaan, Sekolah, dll.
1.7 Penatalaksanaan
Edukasi :pasca Test positif pada pasien :
o Jelaskan bahwa berarti pasien tersebut telah terinfeksi
o Berikan konseling pasca‐tes dan dukungan
o Tawarkan perawatan berkelanjutan dan rencanakan kunjungan tindak lanjut
o Berikan nasehat pentinganya melakukan perilaku seks dengan kondom agar
tidak menularkan kepada orang lain dan terhindar dari IMS lain, dan terhindar
dari infeksi virus HIV jenis lain. Buat rencana pengurangan perilaku berisiko
bersama pasien
o Berikan saran kepada pria dewasa untuk tidak melakukan hubungan seksual di
luar nikah, untuk menghindari penularan kepada orang lain.
o Perilaku seksual yang lebih aman adalah semua praktek seksual yang
mengurangi risiko penularan HIV dan IMS lain. Perlindungan dapat diperoleh
dengan:
15
o Bila perlu, rujuklah pasien untuk mendapatkan layanan pencegahan da
perawatan lebih lanjut, seperti kepada dukungan sebaya dan layanan khusus
untuk kelompok rentan.
o Periksa gejala depresi yang mungkin dialami oleh pasien
Berikan informasi yang penting.
1.8 Resume
Pasien Tn. E, 32 tahun, suku Sunda, agam Islam, Pendidikan SMK, saat ini bekerja,
tinggal di Bandung. Pasien datang ke RS Bhayangkara Sartika Asih dengan keluhan sulit
tidur, lemas, pusing, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, sejak 1 minggu yang
lalu.
Diketahui sejak 3 bulan yang lalu telah merintis usaha, namun sejak 1 bulan usaha
dirasakan mengalami kerugian. Pasien mengatakan keluhan ini tidak terlalu membebani
pikiran pasien.
16
berhubungan ±1 tahun yang lalu. Pasien mengatakan pernah berhubungan dengan penjaja
seks.
Di lingkungan tempat tinggalnya pasien dikenal baik dan mudah bergaul. Begitupula
di lingkungan pekerjaannya, pasien tidak memiliki masalah dalam berinteraksi dan bekerja.
Pada pemeriksaan status mentalis, didapatkan mood eutimik, afek luas dan
keseraasian baik. Selama wawancara pasien dapat menjawab pertanyaan dengan baik, lancar.
Artikulasi jelas, volume kuat intonasi jelas, kontak mata baik. Pada pasien tidak terdapat
waham atau halusinasi. Arus pikir pasien koheren dan logis. Orientasi waktu, tempat, dan
orang baik. Penilaian realitas baik.daya nilai dan fungsi kognisi pasien baik. Tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis dan fisik umum.
Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis pasien menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan dengan Gangguan Jadwal Tidur
Jaga Non Organik, ditandai dengan pola tidur pasien idak seirama dengan pola tidur jaga
yang normal bagi masyarakat setempat, gejala ini terjadi setiap hari selama 1 minggu, pasien
juga merasa keluhannya ini mempengaruhi fungsi pasien dalam sosila dan pekerjaan. Gejala
pasien juga mengarah pada diagnosis banding yaitu gangguan depresif ringan, ditandai
dengan berkurangnya energi sehingga pasien mengeluh mudah lelah, berkurangnya
konsentrasi, tidur terganggu dan nafsu makan bekurang. Berdasarkan PPDGJ III, keluhan
pasien belum memenuhi seluruh kriteria diagnostik gangguan Jadwal jaga tidur non-organik
karena pasien baru mengalami keluhan selama 1 minggu, dan pasien baru memenuhi 1
kriteria mayor dan 3 kriteria minor gangguan depresif ringan. Pemeriksaan penunjang pada
pasien ditemukan anti HIV tes reaktif. Pasien sebelumnya telah diberikan informed consent
sebelum dilakukannya test, dan pasien diberikan edukasi mengenai hasil tes, dan dianjurkan
untuk menjalani konseling serta terapi lebih lanjut di klinik teratai RSHS.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
18
yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan
seijin klien maka informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.
beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam
senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama
(TB), Klinik Tumbuh Kembang Anak dan sebagainya. Lokasi layanan VCT
hendaknya perlu petunjuk atau tanda yang jelas hingga mudah diakses dan mudah
diketahui oleh klien VCT. Namun klinik cukup mudah dimengerti sesuai dengan
etika dan budaya setempat dimana pemberian nama tidak mengundang stigma dan
Mobile VCT adalah model layanan dengan penjangkauan dan keliling yan
19
kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang
tertentu. Layanan ini diawali dengan survei atau penelitian atas kelompok
Statis VCT adalah sifatnya terintegrasi dalam sarana kesehatan dan sarana
kesehatan yang telah ada. Sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya
HIV/AIDS.
pengelolaan diri setelah menerima hasil tes, menyiapkan klien menghadapi hari
depan, membantu klien memutuskan akan tes atau tidak, mempersiapkan informed
20
Gambar 1. Alur Pre-test Counseling (VCT Toolkit : HIV Voluntary Counseling
and Testing 2006)
b. HIV testing
dalam darah seseorang. Jika HIV telah memasuki tubuh seseorang, maka di dalam
darah akan terbentuk protein khusus yang disebut antibodi. Antibodi adalah suatu
zat yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh manusia sebagai reaksi untuk
tetapi ada juga sampai 6 bulan bahkan lebih. Jika seseorang memiliki antibodi
terhadap HIV di dalam darahnya, hal ini berarti orang itu telah terinfeksi HIV.
21
Tes HIV yang umumnya digunakan adalah Enzyme Linked Imunosorbent
Assay (ELISA), Rapid Test dan Western Immunblot Test. Setiap tes HIV ini
kemampuan tes untuk mendeteksi adanya antibodi HIV dalam darah sedangkan
spesifisitas adalah kemampuan tes untuk mendeteksi antibodi protein HIV yang
sangat spesifik.
Tes ini digunakan untuk mendeteksi antibodi yang dibuat tubuh terhadap
virus HIV. Tes ELISA ini dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air
liur, atau air kencing. Hasil positif pada ELISA belum dapat dipastikan
bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV karena tes ini
Rapid Test
mendapatkan hasil tes pada hari yang sama dimana pemeriksaan tes
menggunakan sampel darah jari dan air liur. Tes ini mempunyai
positif pada tes ini belum dapat dipastikan apakah dia terinfeksi HIV.
22
Western Immunoblot Test
terhadap HIV. Western blot digunakan sebagai tes konfirmasi untuk tes
Gambar 2. Alur Strategi Tes HIV ((VCT Toolkit : HIV Voluntary Counseling
and Testing 2004)
2.1.5. HIV/AIDS
2.1.5.1. Definisi HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang
kekebalan tubuh manusia. HIV ini menyerang sel-sel darah putih yang
berfungsi untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit. Salah satu unsur
23
yang penting dalam sistem kekebalan tubuh adalah sel CD4 yang merupakan
salah satu jenis sel darah putih. Namun sel CD4 dibunuh ketika HIV
menggandakan diri dalam darah. Semakin lama individu terinfeksi HIV maka
semakin banyak sel CD4 dibunuh sehingga jumlah sel semakin rendah dan
kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melindungi diri dari infeksi semakin
rendah. Seseorang yang terinfeksi HIV tetapi tanpa gejala disebut HIV positif
dan ketika gejala seperti infeksi oportunistik yang lain muncul maka individu
terjadi karena menurunnya daya tahan tubuh yang disebabkan rusaknya imun
menunjukkan gejala atau penyakit tertentu akibat penurunan daya tahan tubuh
yang disebabkan oleh HIV. Kerusakan sistem kekebalan tubuh terjadi secara
bertahap yaitu mula-mula tidak ada gejala, kemudian diikuti oleh gejala seperti
pembesaran kelenjar getah bening, diare, penurunan berat badan dan sariawan.
Gambaran klinik yang berat mulai timbul ketika jumlah limfosit CD4 kurang
HIV tidak dapat tersebar dengan sendirinya atau bertahan lama diluar
tubuh manusia. Virus tersebut membutuhkan cairan tubuh manusia untuk bisa
24
hidup, bereproduksi dan mampu menularkan ke orang lain. Virus tersebut
ditularkan melalui darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu dari
pengidap HIV. Terdapat tiga metode penyebaran virus HIV tersebut, yakni:
Hubungan seks melalui vagina, anal, dan oral dengan pengidap HIV atau
penderita AIDS merupakan cara yang banyak terjadi pada penularan HIV
dan AIDS.
Penyebaran virus HIV juga terjadi ketika orang menggunakan jarum suntik
atau alat injeksi yang tidak steril secara bersama, biasanya terjadi di
kalangan para pengguna narkoba yang di antara mereka ada yang mengidap
kesehatan yang tidak memenuhi standar atau melalui transfusi darah yang
alat tindik yang tidak steril dapat juga menyebarkan virus HIV.
Seorang wanita yang mengidap HIV dapat menularkan virus HIV kepada
25
a. Tingkat klinik 1 (Asimptomatik)
Pada tingkat ini belum terjadi penurunan berat badan. Tidak terdapat gejala, atau
hanya ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di beberapa tempat yang
menetap
b. Tingkat klinik II (Dini)
Pada tingkat ini, pasien sudah menunjukkan gejala seperti penurunan berat
badan kurang dari 10%, kelainan mulut dan kulit yang ringan misalnya
dermatitis, seboroika, prurigo, infeksi jamur pada kuku, ulkus pada mulut
berat badan lebih dari 10%, diare kronik lebih dari 1 bulan dan penyebab tidak
diketahui, panas yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang
mulut, tuberkulosis paru setahun terakhir, infeksi bakteriil yang berat misalnya
pneumonia dan lebih banyak berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam sehari
Pada tingkat ini badan menjadi kurus dimana berat badan turun lebih dari 10%
dan mengalami diare kronik tanpa diketahui sebabnya selama lebih dari satu
bulan atau kelemahan kronik dan panas tanpa diketahui sebabnya selama lebih
26
Penyakit virus sitomegalo pada organ tubuh kecuali di limpa hati atau
kelenjar getah bening
Infeksi virus herpes simpleks di mukokutan lebih dari 1 bulan atau di alat
dalam lamanya tidak dibatasi
Leukoensefalopati mutifokal progesif
Mikosis (infeksi jamur) apa saja yang endemik yang menyerang banyak
organ tubuh
Kandidiasis esophagus, trakea, bronkus atau paru.
Mikobakteriosis atipik, disseminate
Septikemia salmonella non tifoid
Tuberkulosis di luar paru
Limfoma
Sarkoma Kaposi
Ensefalopati HIV yaitu gangguan kognitif yang mengganggu aktivitas
sehari-hari, progresif sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan
tanpa dapat ditemukan penyebabnya selain HIV.
1. Denial
2. Anger
Kemudian pasien menyadari “ Ya, ini terjadi pada saya dan tidak
salah”. Pasien bertanya dalam hati “Mengapa ini terjadi pada saya”
27
Pasien menyalahkan orang-orang yang sehat dan marah kepada
3. Bargaining
Pada tahap ini, seseorang mengubah strategi dengan melakukan tawar-
menawar atau negoisasi dengan Tuhan. Misalnya “ Tuhan, saya berjanji
untuk menjadi orang yang lebih baik jika Engkau menyembuhkan
penyakit ini.
4. Depression
Ketika strategi tawar-menawar tidak membantu dan pasien merasa
hidupnya tinggal sebentar lagi maka depresi terjadi. Mereka menangisi
akan apa yang terjadi pada masa lalu dan kehilangan masa depan.
Menurut Kubler Ross, depresi yang terjadi dalam waktu yang lama
membuat pasien melepaskan kesedihan itu dengan menerima apa yang
terjadi.
5. Acceptance
terakhir dimana mereka tidak merasa depresi lagi tetapi sudah merasa
membawa resiko tinggi terkena infeksi pada dirinya atau orang lain baik melalui
hubungan seks yang tidak aman di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang
berganti-ganti, menerima transfusi darah yang terinfeksi dan memakai jarum suntik
28
2.2. Konseling dan Tes HIV atas Inisiasi Petugas Kesehatan (KTIP/PITC)
2.2.1. Definisi
Provider‐initiated HIV testing and counselling (PITC) adalah suatu tes HIV dan
konseling yang diprakarsai oleh petugas kesehatan kepada pengunjung sarana layanan
kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan medis. Tujuan utamanya adalah untuk
2.2.2. Tujuan
PITC juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi HIV yang tidak nampak pada pasien
dan pengunjung sarana layanan kesehatan, sehinggadapat membuat keputusan klinis
dan/atau menentukan pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa
mengetahui status HIV seseorang seperti misalnya ART. Oleh karenannya kadang-kadang
tes dan konseling HIV juga ditawarkan kepada pasien dengan gejala yang mungkin tidak
terkait dengan HIV sekalipun. Pasien tersebut bisa mendapatkan manfaat dari pengetahuan
tentang status HIV positifnya guna mendapatkan layanan pencegahan dan terapi yang
diperlukan secara lebih dini. Dalam hal ini tes dan konseling HIV ditawarkan kepada
semua pasien yang berkunjung ke sarana layanan kesehatan selama brinteraksi dengan
petugas kesehatan. Seperti halnya KTS, PITC pun harus mengedepankan “three C’ –
informed consent, counselling and confidentiality atau suka rela, konseling dan
konfidensial.
29
a. Semua pasien dewasa atau anak yang berkunjung ke sarana kesehatan dengan
gejala dan tanda atau kondisi medis yang mengindikasikan pada AIDS. Seperti
misalnya meskipun tidak selalu atau terbatas pada tuberkulosis dan kondisi khusus
lainnya terutama kelompok kondisi medis yang ada dalam sistem pentahapan klinis
infeksi HIV (stadium klinis).
b. Bayi yang baru lahir dari ibu HIV‐positif sebagai perawatan lanjutan yang rutin
pada bayi tersebut
c. Anak yang dibawa ke sarana kesehatan dengan menunjukkan tanda tumbuh
kembang yang kurang optimal atau gizi kurang dan tidak memberikan respon pada
terapi gizi yang memadai.
Sesuai dengan kondisi setempat, informasi prates dapat diberikan secara individual,
pasangan atau kelompok. Persetujuan untuk menjalani tes HIV (informed consent) harus
selalu diberikan secara individual, pribadi dengan kesaksian petugas kesehatan. Undang‐
undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004, secara jelas memuatnya dalam Pasal 45
mengenai Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi. Dalam pasal 45
Undang‐undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 tersebut dijelaskan bahwa
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi diberikan setelah pasien
mendapatkan penjelasan secara lengkap.
30
1. Informasi minimal sebelum tes HIV
Informasi minimal yang perlu disampaikan oleh petugas kesehatan ketika
menawarkan tes‐HIV kepada pasien adalah sebagai berikut:
a. Alasan menawarkan tes‐HIV dan konseling
b. Keuntungan dari aspek klinis dan pencegahan dari tes‐HIV dan potensi risiko
yang akan dihadapi, seperti misalnya diskriminasi, pengucilan, atau tindak
kekerasan.
c. Layanan yang tersedia bagi pasien baik yang hasil tes HIV negatif ataupun
positif, termasuk ketersediaan terapi antiretroviral
d. Informasi bahwa hasil tes akan diperlakukan secara konfidensial dan tidak
akan diungkapkan kepada orang lain selain petugas kesehatan yang terkait
langsung pada perawatan pasien tanpa seizin pasien
e. Informasikan bahwa pasien mempunyai hak untuk menolak menjalani tes‐
HIV. Tes akan dilakukan kecuali pasien menggunakan hak tolaknya tersebut
f. Informasikan bahwa penolakan untuk menjalani tes‐HIV tidak akan
mempengaruhi akses pasien terhadap layanan yang tidak tergantung pada hasil
tes HIV.
g. Dalam hal hasil tes HIV–positif, maka sangat dianjurkan untuk
mengungkapkannya kepada orang lain yang berrisiko untuk tertular HIV dari
pasien tersebut.
h. Kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada petugas kesehatan
Pada umumnya dengan komunikasi verbal sudah cukup memadai untuk memberikan
informasi dan mendapatkan informed‐consent untuk melaksanakan tes‐HIV.
Ada beberapa kelompok masyarakat yang lebih rentan terhadap dampak buruk seperti
diskriminasi, pengucilan, tindak kekerasan, atau penahanan. Dalam hal tersebut maka
perlu diberi informasi lebih dari yang minimal di atas, untuk meyakinkan informed‐
consent nya.
31
Informasi pra‐tes bagi perempuan yang kemungkinan akan hamil atau dalam kondisi
hamil harus meliputi:
32
2.2.4.2. Konseling Pasca-Tes HIV
Konseling pasca‐tes merupakan bagian integral dari proses tes‐HIV. Semua pasien
yang menjalani tes‐HIV harus mendapatkan konseling pasca‐tes pada saat hasil tes
disampaikan, tanpa memandang hasil tes HIV‐nya. Konseling pasca‐tes harus diberikan
secara individual dan oleh petugas yang sama yang memprakarsai tes HIV semula.
Konseling tidak layak untuk diberikan secara kelompok.
Perlu diingat bahwa tidaklah dapat diterima apabila seorang petugas memprakarsai
untuk tes HIV dan kemudian harus menunda memberikan hasilnya kepada pasien karena
tidak sempat. Meskipun pasien mungkin belum siap untuk menerima hasil, atau menolak
untuk menerima hasil tes, petugas kesehatan harus selalu berusaha dengan berbagai alasan
yang tepat dengan cara simpatik untuk meyakinkan pasien menerima dan memahami arti
hasil tes HIV dan menjaga konfidensialitas.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis dan terapi, tujuan lain dari konseling ini adalah
perubahan perilaku klien khususnya terkait perilaku berisiko yang dapat memperburuk
kondisi penyakitnya atau penularan HIV/AIDS dan penyakit infeksi lainnya kepada orang
lain. Sementara perubahan perilaku sehubungan dengan risiko penularan kepada orang lain
dapat dilaksanakan melalui rujukan kepada konselor terlatih.
• Penjelasan tentang hasil tesnya, termasuk penjelasan tentang periode jendela, yaitu
belum terdeteksinya antibodi‐HIV dan anjuran untuk menjalani tes kembali ketika
terjadi pajanan HIV.
• Informasi dasar tentang cara mencegah terjadinya penularan HIV
• Pemberian kondom laki‐laki atau perempuan Baik petugas kesehatan maupun
pasien selanjutnya membahas dan menilai perlunya rujukan untuk mendapatkan
konseling pasca‐tes lebih mendalam atau dukungan pencegahan lainnya.
2. Konseling hasil tes HIV positif
Bagi pasien dengan hasil tes‐HIV positif, maka petugas kesehatan menyampaikan hal
sebagai berikut:
33
• Memberikan informasi hasil tes HIV kepada pasien secara sederhana dan jelas, dan
beri kesempatan kepada pasien sejenak untuk mencerna informasi tersebut.
• Meyakinkan bahwa pasien mengerti akan arti hasil tes HIV
• Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
Membantu pasien untuk mengatasi emosi yang timbul karena hasil tes positif
• Membahas masalah yang perlu perhatian segera dan bantu pasien menemukan
jejaring sosial yang mungkin dapat memberikan dukungan dengan segera dan dapat
diterima.
• Menjelaskan layanan perawatan lanjutan yang tersedia di sarana kesehatan dan
masyarakat, khususnya ketersediaan layanan pengobatan, PMTCT dan layanan
perawatan serta dukungan.
• Memberikan informasi tentang cara mencegah penularan HIV, termasuk pemberian
kondom laki‐laki ataupun perempuan dan cara menggunakannya.
• Memberikan informasi cara pencegahan lain yang terkait dengan cara menjaga
kesehatan seperti informasi tentang gizi, terapi profilaksis, dan mencegah malaria
dengan kelambu di daerah endemis malaria.
• Membahas kemungkinan untuk mengungkapkan hasil tes‐HIV, waktu dan cara
mengungkapkannya serta mereka yang perlu mengetahui.
• Mendorong dan menawarkan rujukan untuk tes‐HIV dan konseling bagi pasangan
dan anaknya.
• Melakukan penilaian kemungkinan mendapatkan tindak kekerasan atau
kemungkinan bunuh diri dan membahas langkah‐langkah untuk mencegahnya,
terutama pasien perempuan yang didiagnosis HIVpositif
• Merencanakan waktu khusus untuk kunjungan tindak lanjut mendatang atau
rujukan untuk pengobatan, perawatan, konseling, dukungan dan layanan lain yang
diperluklan oleh pasien (misalnya, skrining dan pengobatan TB, terapi profilaksis
untuk IO, pengobatan IMS, KB, perawatan hamil, terapi rumatan pengguna opioid,
akses pada layanan jarum suntik steril – LJSS).
34
Konseling bagi perempuan hamil dengan HIV‐positif juga harus meliputi masalah
berikut:
• Rencana persalinan
• Penggunaan antiretroviral bagi kesehatannya sendiri ketika ada indikasi, dan untuk
pencegahan penularan dari ibu ke anak.
• Dukungan gizi yang memadai, termasuk pemenuhan kebutuhan zat besi dan asam
folat.
• Pilihan tentang makanan bayi dan dukungan untuk melaksanakan pilihannya.
• Tes‐HIV bagi bayinya kelak dan tindak lanjut yang mungkin diperlukan.
• Tes‐HIV bagi pasangan.
Anjuran untuk melakukan tes‐HIV ulang sangat tergantung pada perilaku berisiko
yang masih terus berlangsung pada pasien. Tes‐HIV ulang setiap 6‐12 bulan mungkin
akan bermanfaat bagi individu berisiko tinggi untuk mendapat pajanan HIV. Perempuan
dengan HIV negatif sebaiknya di tes ulang sedini mungkin pada setiap kehamilan baru.
Tes‐HIV ulangan pada usia kehamilan lanjut sangat dianjurkan pada semua perempuan
hamil dengan HIV negatif di daerah dengan tingkat epidemi meluas.
35
2.2.4.4.Peran Psikologis dalam terapi
36
Tabel. Reaksi Psikologis Penderita HIV dan AIDS
Dijumpai
1 Shock (Kaget, Merasa bersalah, marah, dan tidak Rasa takut, hilang akal,
acting out
3 Membuka status secara Ingin tahu reaksi individu lain, Penolakan, stres, dan
dirinya
over identification
7 Penerimaan Integrasi status positif HIV dengan Apatis dan sulit berubah
37
38
39
Panduan Pengisian Formulir VTC dan KTIP
No Rekam Medis diisi bebas sesuai dengan no rekam medis yang berlaku di
rumah sakit./ Unit Pelayanan Kesehatan.
DATA KLIEN
Umur diisi dengan umur dari klien. Contoh klien dengan umur 25
tahun, diisi dengan 25.
Status Perkawinan
40
Cerai Mati: Putus dari ikatan pernikahan yang sah menurut
aturan Negara dan Agama dikarenakan salah satu pasangan
meninggal dunia.
Pendidikan Terakhir
jenjang pendidikan terakhir yang pernah dijalani oleh klien.
Tidak Pernah Sekolah : Belum pernah mengikuti jenjang
pendidikan formal.
Pekerjaan diisi dengan memilih salah satu kondisi klien saat ini.
Bila Tidak bekerja maka berikan tanda √ (contreng) pada
pilihan tidak bekerja.
Bila klien bekerja, maka berikan tanda √ (contreng) pada
pilihan bekerja, kemudian isi Jenis pekerjaan dari klien.
Misal jenis pekerjaan adalah pegawai swasta, guru, atau
pegawai negeri.
Jumlah anak kandung diisi jumlah anak kandung yang dimiliki klien dengan
pasangan seksnya (tidak termasuk anak angkat)
41
ini
diisi jika klien memiliki anak kandung
Status kehamilan Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
status kehamilan klien.
Kelompok Risiko Pilih salah satu kelompok risiko yang sesuai dengan klien.
Beri tanda √ (contreng) pada pilihan.
PS : Pekerja Seks, berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua.
PS Langsung : adalah pekerja seks yang menjajakan seks
dan tanpa mempunyai profesi/pekerjaan lain. Biasanya
ditandai dengan lokasi kerja di lokalisasi/resosialisasi
maupun di jalanan.
PS Tidak Langsung : adalah wanita yang berprofesi ganda
yakni bekerja di tempat-tempat hiburan seperti bar, diskotek,
karaoke, pub, warung minum, warung remang-remang,
panti pijat, dll dan juga melakukan transaksi seksual.
lamanya : tuliskan berapa lama klien menjadi pekerja seks.
42
Waria : (wanita dan pria) adalah mereka yang secara fisik
menunjukkan identitas sebagai pria, namun secara psikis
merasa sebagai wanita
Penasun : Pengguna narkoba suntik
lamanya : tuliskan berapa lama klien menjadi pengguna
narkoba suntik. Misal, klien pengguna narkoba suntik
selama 3 bulan, maka dituliskan 03 dengan mencoret
salah satu keterangan waktu : Bln/Thn
43
pada kelompok risiko diatas.
Tanggal Pemberian Informasi Diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun sesuai saat dokter
atau perawat melakukan pemberian informasi singkat
mengenai HIV kepada klien yang diduga terinfeksi HIV.
Pernah Tes HIV Sebelumnya? Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan :
Tidak, bila klien belum pernah menjalani tes HIV sama sekali
Ya, bila klien pernah melakukan tes HIV sebelumnya,
jawaban berdasarkan pengakuan klien apakah pernah
melakukan tes HIV
dimana, tuliskan kab/kota dimana klien melakukan tes HIV
sebelumnya, diisi bila klien pernah menjalani tes HIV.
Kapan, jika klien pernah melakukan tes HIV sebelumnya,
tuliskan periode waktu dilakukan tes HIV sebelumnya,
misalnya 3 bulan yang lalu dituliskan 03 kemudian coret
keterangan waktu yang tidak sesuai : Hr/Bln/Thn
hasil, jika klien pernah melakukan tes HIV sebelumnya, beri
tanda √ (contreng) pada salah satu pilihan hasil tes HIV :
44
Penyakit Terkait Klien Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada pilihan
penyakit terkait dengan klien :
TB, bila klien datang dengan gejala TB
diare, bila klien datang dengan gejala Diare
Kandidiasis oralesovagial, bila klien datang dengan gejala
Kandidiasis oralesovagial
dermatitis, bila klien datang dengan gejala Dermatitis
lGV, bila klien datang dengan gejala LGV
PCP, bila klien datang dengan gejala PCP
herpes, bila klien datang dengan gejala Herpes
Toksoplasmosis, bila klien datang dengan gejala
Toksoplasmosis
Wasting syndrome, bila klien datang dengan gejala Wasting
syndrome
IMS lainnya, bila klien datang dengan gejala IMS lainnya,
bila jawaban ini yang dipilih maka tuliskan jenis IMS yang
diderita klien
lainnya, bila klien datang dengan gejala Lainnya, bila
jawaban ini yang dipilih maka tuliskan Infeksi Oportunistik
lainnya yang diderita klien
Kesediaan Untuk Tes Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan :
Ya, bila klien pada hari tersebut memutuskan dan siap
melakukan tes HIV dengan menandatangani Inform Concent
sebagai syarat dari tindakan medis yang akan dilakukan
terkait dengan pengambilan darah.
Tidak, bila klien tidak berkenan menjalankan tes meskipus
sudah mengikuti kegiatan konseling prates
45
TES ANTIBODI HIV
Tanggal Tes HIV diisi dengan menuliskan tanggal, bulan, dan tahun sesuai
tanggal dilaksanakannya tes HIV.
Jenis Tes HIV Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan :
Rapid Tes, bila tes yang digunakan dengan menggunakan
rapid test, dengan 3 jenis reagen
elISA, Bila tes yang dilakukan menggunakan metode Elisa
Hasil Tes R1 Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan hasil tes menggunakan rapid tes 1 :
non-reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian
menggunakan rapid tes 1 hasilnya Non reaktif
Reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian menggunakan
rapid tes 1 hasilnya Reaktif, kemudian cantumkan nama
reagen yang digunakan pada pemeriksaan pertama
Hasil Tes R2 Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan hasil tes menggunakan rapid tes 2 :
non-reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian
menggunakan rapid tes 2 hasilnya Non reaktif
Reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian menggunakan
rapid tes 2 hasilnya Reaktif, kemudian cantumkan nama
reagen yang digunakan pada pemeriksaan pertama
Hasil Tes R3 Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
46
pilihan hasil tes menggunakan rapid tes 3 :
non-reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian
menggunakan rapid tes 3 hasilnya Non reaktif
Reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian menggunakan
rapid tes 3 hasilnya Reaktif, kemudian cantumkan nama
reagen yang digunakan pada pemeriksaan pertama
Kesimpulan hasil tes HIV Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan kesimpulan hasil tes HIV
non-Reaktif, bila kesimpulan hasil tes HIV adalah non-reaktif
Reaktif, bila kesimpulan hasil tes HIV adalah reaktif
Tanggal Penyampaian Hasil Tes Diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun sesuai saat
dilaksanakannya penyampaian hasil tes
Terima hasil Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan :
Ya, bila klien menerima hasil tes saat membuka hasil
bersama konselornya
Tidak, bila klien tidak menerima hasil tes saat membuka
hasil bersama konselornya
Skrining Gejala TB Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan :
Ya, bila klien yang mengakses layanan VCT/PITC dilakukan
skrining TB, skrining TB yang dimaksud adalah hanya
menanyakan gejala TB (assesment). Klien yang diskrining
khusus, klien yang tidak dalam keadaan sakit TB.
47
Tidak, bila klien tidak dilakukan skrining meskipun ia tidak
dalam keadaan sakit TB.
Tindak Lanjut Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada pilihan tindak
lanjut bila hasil laboratorium sudah dibuka dengan klien,
tindak lanjut dapat berupa :
Rujuk ke Konseling, bila klien dianjurkan dirujuk ke
layanan
VCT untuk melakukan konseling lanjutan
Rujuk Ke PDP, bila klien dirujuk ke layanan Perawatan
Dukungan dan Pengobatan karena perlu mendapatkan
pengobatan lanjutan
Rujuk Ke ....., bila klien dirujuk ke layanan layanan lainnya
yang terkait dengan kondisi klien
Tidak dirujuk, bila klien tidak dirujuk sama sekali oleh
petugas
kesehatan karena hasil pemeriksaan HIV negative
Nama Petugas Kesehatan diisi dengan nama petugas kesehatan yang melakukan
konseling
48
DAFTAR PUSTAKA
49
50