Anda di halaman 1dari 50

POLRI DAERAH JAWA BARAT

BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

LAPORAN KASUS

TATACARA PENULISAN FORMULIR KONSELING VOLUNTARY COUNSELING TEST (VCT)

diajukan guna melengkapi tugas portofolio

Disusun oleh:

Tri Santi Inggiany

1
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................................i

PENDAHULUAN....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii

BAB I

1.1. Identitas Pasien.....................................................................................................1


1.2. Anamnesis............................................................................................................1
1.3. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang.....................................................7
1.4. Status Psikiatri.......................................................................................................9
1.5. Psikodinamika.....................................................................................................12
1.6. Diagnosis Multiaksial...........................................................................................12
1.7. Penatalaksanaan...................................................................................................13
1.8. Resume................................................................................................................14
BAB II

2.1. Layanan Voluntary Counseling Test (VCT).............................................................16


2.1.1. Definisi VCT.............................................................................................................16
2.1.2. Prinsip layanan VCT.................................................................................................16
2.1.3. Modul Layanan VCT.................................................................................................17
2.1.4. Tahapan Layanan VCT..............................................................................................18
2.1.5. HIV/AIDS..................................................................................................................21
2.1.5.1.Definisi.......................................................................................................................21
2.1.5.2. Cara Penularan..........................................................................................................22
2.1.5.3. Aspek Klinis..............................................................................................................23
2.1.5.4. Reaksi Psikologis......................................................................................................25
2.1.5.5. Perilaku Berisiko Tinggi Tertular.............................................................................26
2.2. Konseling dan Tes HIV atas Inisiasi Petugas Kesehatan (KTIP/PITC)
2.2.1. Definisi.......................................................................................................................27
2.2.2. Tujuan........................................................................................................................27
2.2.3. Penerapan PITC.........................................................................................................27
2.2.4. Prosedur.....................................................................................................................28
2.2.4.1. Inform Consent Pra Test HIV dan Persetujuan Pasien..............................................28
2.2.4.2. Konseling Paska Tes..................................................................................................31
2.2.4.3. Rujukan ke Layanan Lain yang Dibutuhkan.............................................................33
2.2.4.4. Frekuensi Tes HIV....................................................................................................33
2.2.4.5. Peran Psikologis dalam Konseling............................................................................34
2.3. Panduan Pengisian Formulir VTC dan PITC............................................................38

DAFTAR PUSTAKA

2
PENDAHULUAN

. Masalah HIV/AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang
memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah
kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Pada tahun 2014 dilaporkan
32.711 kasus HIV baru, sehingga sampai dengan Desember 2014 secara kumulatif telah
teridentifikasi 160.138 orang yang terinfeksi HIV, meskipun sudah banyak yang meninggal.1

Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang bertujuan tidak
hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling untuk mendapatkan
terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien. Walaupun data laporan
kasus HIV dan AIDS yang dikumpulkan dari daerah memiliki keterbatasan, namun bisa
disimpulkan bahwa peningkatan yang bermakna dalam jumlah kasus HIV yang ditemukan
dari tahun 2009 sampai dengan 2012 berkaitan dengan peningkatan jumlah layanan konseling
dan tes HIV (KTHIV) pada periode yang sama. Namun demikian kemajuan yang terjadi
belum merata di semua provinsi baik dari segi efektifitas maupun kualitas. Jangkauan dan
kepatuhan masih merupakan tantangan besar terutama di daerah yang jauh dan tidak mudah
dicapai.1,2

Layanan testing dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling dan
Testing HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di
sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun
2009 terdapat 262 layanan klinik VCT aktif yang ada di 133 kabupaten/kota di seluruh
Indonesia.2

Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi
berisiko dan mengetahui status HIV mereka. peran tenaga kesehatan (dokter, perawat dan
bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA yang
membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC (Provider
Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis,
penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi HIV
yang tinggi.

3
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas pasien


Nama Lengkap : Tn. E
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl lahir : 1 Agustus 1986
Alamat : Cibedug Hilir RT 06 RW01 Kelurahan Cangkuang Wetan,
Kecamatan Dayeuh Kolot
Agama : Islam
Status Marital : Belum Menikah
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Karyawan Swasta
No. Rekam Medik : SA-152086
Tanggal Masuk RS/Tanggal keluar : 23 Oktober 2018/25 Oktober 2018
DPJP : dr. Leony Widjaja, SpKJ

1. 2 Anamnesis didapat dari :


1. Autoanamnesis dengan pasien pada hari Rabu 24 Oktober 2018
2. Heteroanamnesis dengan ibu pasien Ny. I pada hari Kamis 25 Oktober 2018

Keluhan Utama : Sulit tidur


Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 12 tahun yang lalu pasien sudah melakukan hubungan seksual aktif bersama
dengan pasangan yang berbeda sebanyak ±7 kali. Terakhir kali berhubungan ±1 tahun yang
lalu. Riwayat berhubungan tidak pernah memakai alat kontrasepsi.
Sejak 3 bulan SMRS pasien memulai bisnis bersama dengan kakak nya, namun sejak
1 bulan ini, usahanya dirasakan tidak memiliki keuntungan, bahkan memiliki kerugian, hal
ini menyebabkan sedikit beban pikiran kepada pasien.
Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluh kesulitan untuk memulai tidur setiap hari,
yang dirasakan semakin berat dan baru bisa tertidur pukul 04.00 pagi. Keluhan disertai
kelelahan, pusing, dan lemas karena tidak bisa tidur. Pasien merasa sangat mengantuk tapi
tidak bisa tertidur. Karena keluhannya ini, pasien tidak dapat bekerja secara optimal sehingga

4
seringkali pasien harus izin sakit dari pekerjaannya. Keluhan disertai dengan penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan sebanyak 7 kilogram selama 2 minggu terakhir. Pasien
menyangkal adanya keluhan perasaan sedih, hilang minat dan gairah. Pasien pernah
mendatangi praktek dokter umum untuk keluhannya ini, namun keluhan belum dapat diobati
karena obat tidak dapat ditebus. Lalu pasien datang ke Poli Psikiatri RS Bhayangkara Sartika
Asih tanggal 23 Oktober 2018 dan dianjurkan untuk menjalani rawat inap.

Riwayat Penyakit Dahulu


A. Riwayat Psikiatri
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan jiwa sebelumnya.
B. Riwayat Kondisi Medik
Pasien tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus, Hipertensi, Dislipidemia, dan
penyakit lainnya. Pasien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya karena keluhan
terdapat benjolan di buah zakar. Pasien Tidak pernah mengalami kecelakaan dan
riwayat trauma pada bagian kepala.
C. Riwayat Konsumsi Alkohol dan Zat Lainnya
Pasien tidaak memiliki riwayat konsumsi alkohol, rokok, serta zat - zat terlarang,
seperti ganja, kokain, putaw (heroin), morfin, sabu-sabu (amfetamin), ekstasi, dan zat-
zat terlarang lainnya.

Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke delapan dari Tn. DM dan Ny.HN. Pasien memiliki 4
kakak perempuan dan 3 kakak laki-laki. Ayah pasien sudah meninggal sejak pasien berusia 3
tahun. Hubungan pasien dengan keluarga baik. Tidak ada riwayat gangguan jiwa pada
keluarga.

5
Genogram Keluarga Ibu
Kandung
pasien

Pasien
Kakak
Kandung
pasien

Tanda =
= Pria
= Wanita
= Pasien
= Tinggal 1 Rumah
= Garis Keturunan
= Garis Pernikahan
= Pria Sudah Meninggal
= Perempuan Sudah Meninggal

 Bahasa yang digunakan untuk komunikasi sehari – hari adalah bahasa Indonesia dan
Bahasa Sunda
Riwayat Hidup Penderita
a. Riwayat Pranatal dan Perinatal
Keadaan ibu pasien saat mengandung sehat, tidak pernah mengalami penyakit apapun
saat mengandung. Selama Mengandung, ibu pasien tidak ada riwayat merokok,
minum minuman beralkohol, maupun obat obatan terlarang. Pasien lahir cukup bulan,
lahir spontan dan ditolong oleh bidan di puskesmas. Berat badan lahir cukup (3000
gr), tidak ada kesulitan saat proses persalinan, tidak ada kelainan apapun. Kondisi
emosional ibu pasien saat melahirkan baik, merupakan kehamilan yang dikehendaki
oleh keluarganya.

6
b. Masa Anak-Anak Awal (sampai usia 3 tahun)
Pada periode usia ini, pasien diasuh oleh orangtuanya. Pasien diberikan Air Susu Ibu
(ASI) Selama 1 tahun. Pasien tidak pernah mengalami kejang maupun trauma kepala.
Pasien tidak pernah dirawat di Rumah Sakit. Pasien tidak pernah mengalami kesulitan
makan dan gangguan pada pola tidurnya. Kemampuan tumbuh kembang pasien
seperti merangkak, berjalan, dan berbicara sesuai dengan pertumbuhan usianya.
Menurut ibunya, pasien tidak mempunyai gangguan perilaku seperti ketakutan
terhadap orang lain. Pasien mudah bersosialisasi dengan teman – teman seusianya.
c. Masa Anak-Anak Pertengahan (usia 3-11 tahun)
Pasien sekolah dari SD sampai tamat. Selama masa sekolah, pasien memiliki sifat
mudah bersosialisasi, dan tidak suka mencari masalah. Pasien mempunyai banyak
teman, dan beberapa teman dekat. Pasien termasuk anak yang penurut dan patuh
terhadap perintah orang tua. Pasien anak yang cukup pintar dan rajin belajar pelajaran
di sekolahnya.
d. Masa Anak-Anak Akhir (pubertas sampai remaja)
Semasa SMP dan SMK pasien memiliki sifat mudah bersosialisasi. Pasien pernah
melakukan kenakalan seperti membolos sekolah.. Pasien tidak pernah mencoba obat-
obatan terlarang. Pasien juga sempat berpacaran dengan satu orang perempuan semasa
SMP dan SMK. Pasien menyangkal menyukai sesama jenis. Pasien mempunyai
banyak teman, dan terdapat beberapa teman dekat. Selama bersekolah di SMP dan
SMK, prestasi pasien cukup baik, tidak mendapat rangking, namun tidak terdapat nilai
merah di dalam raportnya, sikap dan perilakunya baik.
 Riwayat Pendidikan Formal
Pasien menyelesaikan pendidikan SD di SDN Cangkuang , Cibaduyut Kota
Bandung, selama 6 tahun. Pasien melanjutkan ke tingkat SMP di SMPN 2
Margahayu, Kopo Sayati, Bandung selama 3 tahun dan melanjutkan ke tingkat
SMK Angkasa 1 Margahayu selama 4 tahun.
 Perkembangan Motorik dan Kognitif
Dalam perkembangan fisiknya, pasien terlihat sesuai dengan usianya, tidak ada
kelainan. Dalam perkembangan motoriknya, dalam batas normal, tidak ditemukan
adanya hambatan pergerakan. Dalam perkembangan kognitifnya, tidak ditemukan
adanya gangguan (masih dalam batas normal), Pasien tidak menemukan adanya
kesulitan dalam bekerja.

7
 Gangguan Emosi dan Fisik
Pasien termasuk orang yang mudah bersosialisasi. Pasien tidak suka marah –
marah dan memukul orang lain.
 Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai karyawan di perushaan swasta di bagian pengemasan
barang. Pasien juga sedang merintis usaha dagang makanan. Pendapatan pasien
didapatkan dari hasil pekerjaannya
 Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah.
 Riwayat Psikoseksual
Pasien sudah pernah melakukan hubungan seksual sejak usia 20tahun. Hubungan
seksual bersama dengan pasangan yang berbeda, sebanyak ±7 kali. Terakhir kali
berhubungan ±1 tahun yang lalu. Riwayat berhubungan tidak memakai alat
kontrasepsi
 Keagamaan
Pasien beragama islam, pasien jarang melaksanakan sholat 5 waktu.
 Aktivitas Sosial
Pasien tidak pernah terlibat aktif dalam suatu organisasi baik di dalam maupun di
luar sekolah. Pasien tidak jarang ada di rumah, dan kadang berkumpul bersama
teman – temannya. Pasien jarang berpergian bersama-sama anggota keluarganya.
 Riwayat Hukum
Pasien belum pernah bermasalah secara hukum baik pidana dan perdata dengan
pihak kepolisian.
.

Kepribadian Sebelum Sakit


Menurut ibunya, pasien termasuk pribadi yang baik dan penurut. Pasien mempunyai
beberapa teman dekat. Pasien tipe orang yang tertutup, tidak dapat dengan mudah
menceritakan apa yang dipikirkannya kepada orang lain. Pasien lebih nyaman
menyimpan perasaannya sendiri.

8
1.3 Status Fisik
1.3.1 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : terlihat sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital :
 Tekanan darah : 100/70 milimeter air raksa
 Nadi : 100 kali/menit, reguler, equal, isi cukup
 Respirasi : 20 kali/menit, reguler, Tipe Pernafasan
Thorakoabdominal
 Suhu : 36,6 derajat Celcius, Axillaris
 Saturasi : 99%
Keadaan gizi : Baik
Kepala : Normocephal,

Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor, oedema palpebrae
(-/-)

THT
 Telinga : sekret tidak ada, pendengaran menurun tidak ada
 Hidung : sekret tidak ada
 Tenggorokan : tonsil T1/T1, hiperemis (-), pharing hiperemis (-)
 Lidah : ulkus (-), papil lidah atropi (-), lidah kotor (-)
 Kelenjar parotis : tidak ditemukan pembesaran
 Mukosa bibir : kering, stomatitis angularis (-)

Leher
JVP : PR + 0 cmH2O
Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran
Kelenjar parotis dan tiroid : tidak ditemukan pembesaran

Thoraks : Simetris
Cor:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba

9
Perkusi : batas atas jantung ICS II midclavicular line sinistra, batas kanan
jantung parasternal line dekstra, batas kiri jantung midclavicular line
sinistra ICS V
Auskultasi : S1S2tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo :

Inspeksi : simetris saat statis.


Palpasi : vocal fremitus tidak dapat dievaluasi
Perkusi : sonor (+/+)
(+/+)
(+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing(-/-)
(+/+) (-/-) (-/-)
(+/+) (-/-) (-/-)
Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : ascites (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba,
Nyeri Tekan (-) epigastrium
Perkusi : timpani di semua regio
Extremitas : hangat (+/+), edema (-/-)
(+/+) (-/-)

Genitalia Eksterna : tidak di evaluasi

1.3.2 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Darah Rutin (Tanggal 23 Oktober 2018)
o Hemoglobin = 12,2g/dL (Nilai Normal = 13,0 – 16,0 pada Laki-Laki, 12,0-
14,0 pada Perempuan)
o Hematokrit = 38 % (Nilai Normal = 45-55 pada Laki-Laki, 40-50 pada
Perempuan)
o Lekosit = 6.800/mm3 (Nilai Normal = 4000 – 10.000)
o Trombosit = 205.000/mm3 (Nilai Normal = 150.000 – 400.000)

10
 Pemeriksaan Fungsi Tiroid (Tanggal 23 Oktober 2018)
o T3 = 75 mg/dL (Nilai normal 58-156)
o T4 = 10.39 µg/dL (Nilai normal 4,87-11,72)
 Pemeriksaan Skrining HIV (Tanggal 25 Oktober 2018)
o Anti HIV reaktif

1.4 Status Psikiatrikus


Dekripsi Umum
 Penampilan
Pasien laki-laki, berpenampilan sesuai dengan usianya, berperawakan tinggi 169 cm,
dan Berat badan 53 kg. Pasien memiliki kulit sawo matang. Saat di wawancarai,
pasien dalam keadaan sadar penuh, menggunakan pakaian lengkap. Pasien dalam
keadaan terpasang infus. Pasien tampak lemas.
 Perilaku dan Aktivitas Motorik
Pasien terbaring di kasur Ruang rawat inap, dengan sikap cukup ramah. Pemeriksa
berdiri disamping kasur pasien. Selama wawancara, pasien menatap pemeriksa.
Pasien cukup kooperatif, sopan, pertanyaan dijawab seadanya.
 Pembicaraan
o Volume Suara = Baik
o Irama Berbicara = Teratur
o Kelancaran = Intonasi baik, artikulasi jelas
o Kecepatan berbicara = Normal
 Sikap Terhadap Pemeriksa
Pasien menunjukkan sikap yang cukup kooperatif dan sopan. Pasien menjawab
seluruh pertanyaan yang ditanyakan oleh pemeriksa.
 Mood dan Afek =
o Mood = eutimik
o Ekspresi Afek = luas
o Keserasian = Serasi
Gangguan Persepsi
 Halusinasi =
o Auditorik = Tidak ada
o Visual = Tidak ada

11
o Taktil = Tidak ada
o Olfaktorik = Tidak ada
o Gustatorik = Tidak ada
 Ilusi = Tidak ada
o Depersonalisasi = Tidak ada
o Derealisasi = Tidak ada
o Kontinuitas =
 Blocking = Tidak ada
 Asosiasi Longgar = Tidak ada
 Inkoherensi = Tidak ada
 Flight of Idea = Tidak ada
 Word Salad = Tidak ada
 Neologisme = Tidak ada
 Sirkumtansialitas = Tidak ada
 Tangensialitas = Tidak ada
 Preokupasi = Tidak ada
 Gangguan Isi Pikiran =
o Waham Kebesaran = Tidak ada
o Waham Persekutorik = Tidak ada
o Waham referensi = Tidak ada
o Waham Kontroling = Tidak ada
 Thought Withdrawal = Tidak ada
 Thought Insertion = Tidak ada
 Thought Broadcasting = Tidak ada
 Thought Control = Tidak ada
o Waham Cemburu = Tidak ada
 Fungsi Kognitif dan Pendengaran =
o Kesadaran = Compos Mentis
o Orientasi =
 Waktu = Baik (Pasien mengetahui hari, tanggal, bulan, dan tahun)
 Tempat = Baik (Pasien mengetahui bahwa pasien berada di Ruang
rawat inap lantai 2 geudng Lodaya RS Bhayangkara Sartika Asih
Bandung)

12
 Orang = Baik (Pasien dapat menyebutkan nama anggota keluarganya)
o Konsentrasi = Baik (Pasien dapat mengeja kata “HANDUK” dari belakang)
o Kemampuan Visuospasial = Baik (Pasien dapat mengikuti gambar ruang segi
5 yang sudah dicontohkan)
o Daya Ingat =
 Panjang = Baik (Pasien dapat menyebutkan nama sekolahnya dari SD
– SMP)
 Sedang = Baik (Pasien dapat mengingat mata pelajaran yang menjadi
ulangan minggu ini)
 Pendek = Baik (Pasien dapat mengingat tanggal pasien masuk ke
RSBSA)
 Segera = Baik (Pasien dapat mengulangi 3 macam benda setelah
pemeriksa menyebutkannya)
o Intelegensia dan Pengetahuan Umum = Baik (Pasien mengetahui presiden
saat ini)
o Pemikiran Abstrak = Baik (Pasien dapat meneruskan peribahasa yang
ditanyakan dan mengetahui artinya)
 Daya Nilai =
o Penilaian Sosial = Baik (Pasien mengetahui normal sosial yang berlaku di
lingkungannya)
o Uji Daya Nilai = Baik (Pasien selalu mengembalikan barang – barang yang dia
pinjam dari temannya)
o Penilaian Realitas = Baik (Pasien mampu membedakan kenyataan dengan
fantasi)
 Dekorum =
o Cara Berpakaian = Baik
o Sopan Santun = Baik
o Kebersihan = Baik
 Insight of Illness = Pasien mengetahui dirinya “sakit”
 Tilikan = Derajat 5 (Pengakuan sakit dan mengetahui gejala dan kegagalan dalam
penyesuaian sosial oleh karena perasaan irrasional atau terganggu, tanpa menerapkan
pengetahuannya untuk pengalaman di masa mendatang)
 Taraf Dapat Dipercaya = Dapat Dipercaya

13
1.5 Psikodinamika
Pasien adalah seorang pria berusia tiga puluh dua tahun, belum menikah, serta
beragama islam. Pasien merupakan anak kedelapan dari delapan bersaudara . Ayah pasien
telah meninggal sejak pasien berusia 3 tahun. Hubungan pasien dengan Ibu dan saudara
kandung baik. Pendidikan terakhir pasien saat ini adalah SMK. Pasien memilki sifat mudah
bergaul , kecerdasan baik, dan santun terhadap orang tua. Pasien memiliki riwayat
berhubungan seksual dengan berbeda pasangan sejak usia 20 tahun sebanyak ±7kali tanpa
menggunakan alat kontrasepsi.
Sejak 1 bulan yang lalu usaha pasien mengalami kerugian pada usahanya. Pada 1
minggu SMRS pasien mengeluh kesulitan tidur setiap hari, disertai keluhan pusing,
penurunan nafsu makan, dan lemas, yang semakin berat sehinigga pasien terganggu dalam
aktivitas dan pekerjaannya. Pasien menyangkal memiliki kebiasaan minum-minuman
beralkohol, merokok dan memakai zat-zat terlarang.1 hari SMRS, pasien datang ke poliklinik
Psikiatri RS Bhayangkara Sartika Asih untuk berobat dan dianjurkan dokter spesialis
kejiwaan untuk menjalankan rawat inap.

Faktor Predisposisi =
 Ayah pasien telah meninggal sejak pasien berusia 3 tahun.  Pasien Kehilangan
Sosok Sang Ayah  Meliputi : Kebutuhan akan Kasih Sayang, Perhatian Penuh
Sang Ayah, Sosok Panutan (Role Model dari Sang Ayah Sebagai Pemimpin
Keluarga)
 Kebiasaan berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan
alat kontrasepsi sejak usia 20 tahun
 Pasien mengalami kerugian saat menjalani usaha sejak 1 bulan SMRS

1.6 Diagnosis Multiaksial =


 Aksis I = DD :
 F.51.2 Gangguan Jadwal Tidur Jaga Non Organik
 F. 32.0 Episode Depresif Ringan

14
 Aksis II = Z 03.2 Tidak Ada Diagnosis Aksis II
 Aksis III = B. 20 HIV
 Aksis IV =
o Masalah Ekonomi
o Masalah Psikososial & lingkungan lain
 Aksis V =
o Global Assesment of Functioning (GAF) Scale Pada Saat Pemeriksaan = 80-71
(Gejala Sementara dan Dapat Diatasi, Disabilitas Ringan dalam Sosial,
Pekerjaan, Sekolah, dll.

1.7 Penatalaksanaan
 Edukasi :pasca Test positif pada pasien :
o Jelaskan bahwa berarti pasien tersebut telah terinfeksi
o Berikan konseling pasca‐tes dan dukungan
o Tawarkan perawatan berkelanjutan dan rencanakan kunjungan tindak lanjut
o Berikan nasehat pentinganya melakukan perilaku seks dengan kondom agar
tidak menularkan kepada orang lain dan terhindar dari IMS lain, dan terhindar
dari infeksi virus HIV jenis lain. Buat rencana pengurangan perilaku berisiko
bersama pasien
o Berikan saran kepada pria dewasa untuk tidak melakukan hubungan seksual di
luar nikah, untuk menghindari penularan kepada orang lain.
o Perilaku seksual yang lebih aman adalah semua praktek seksual yang
mengurangi risiko penularan HIV dan IMS lain. Perlindungan dapat diperoleh
dengan:

 Hindari aktifitas seksual di luar nikah.


 Gunakan kondom dengan benar dan konsisten; kondom harus
dipakai sebelum aktifitas seksual penetratif, bukan hanya sebelum
ejakulasi.
o Memilih aktifitas seksual yang tidak memungkinkan semen, cairan dari
vagina atau darah untuk masuk ke mulut, anus atau vagina pasangan, dan
tidak menyentuh kulit pasangan bila ada sayatan atau luka terbuka

15
o Bila perlu, rujuklah pasien untuk mendapatkan layanan pencegahan da
perawatan lebih lanjut, seperti kepada dukungan sebaya dan layanan khusus
untuk kelompok rentan.
o Periksa gejala depresi yang mungkin dialami oleh pasien
Berikan informasi yang penting.

- Jelaskan bahwa gejala yang dialami merupakan bagian dari penyakit


yang disebut depresi.
- Depresi adalah umum dan dapat diterapi dengan efektif.
- Depresi bukanlah tanda kelemahan atau malas.
- klien mencoba keras untuk mengatasinya.
- Sampaikan bahwa anda dapat memahami sress yang dirasakan klien dan
ingin membantu meringankan bebannya
- Nilai seberapa berat depresi klien anda saat ini dibanding dengan
perasaan yang pernah dialami sebelumnya dalam rangka menjelaskan
rencana terapi untuknya.
- Tanyakan tentang adanya niat untuk melukai diri sendiri atau
membayangkan kematian.
- Bila ada risiko bunuh diri, atau membahayakan orang lain lihat Bagan
Pemeriksaan Darurat.
 Pasien dirujuk ke Klinik Teratai RSHS untuk dilakukan konseling dan terapi HIV
berkelanjutan

1.8 Resume

Pasien Tn. E, 32 tahun, suku Sunda, agam Islam, Pendidikan SMK, saat ini bekerja,
tinggal di Bandung. Pasien datang ke RS Bhayangkara Sartika Asih dengan keluhan sulit
tidur, lemas, pusing, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, sejak 1 minggu yang
lalu.

Diketahui sejak 3 bulan yang lalu telah merintis usaha, namun sejak 1 bulan usaha
dirasakan mengalami kerugian. Pasien mengatakan keluhan ini tidak terlalu membebani
pikiran pasien.

Diketahui pasien memiliki riwayat berhubungan seksual dengan berbeda-beda


pasangan sejak 20 tahun SMRS, tidak pernah memakai alat kontrasepsi, terakhir

16
berhubungan ±1 tahun yang lalu. Pasien mengatakan pernah berhubungan dengan penjaja
seks.

Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang, penggunaan jarum suntik


secara bebas, merokok maupun konsumsi alkohol. Pasien tidak pernah mengalami keluhan
berdebar-debar, cemas berlebihan, atau trauma fisik dan psikis sebelumnya.

Di lingkungan tempat tinggalnya pasien dikenal baik dan mudah bergaul. Begitupula
di lingkungan pekerjaannya, pasien tidak memiliki masalah dalam berinteraksi dan bekerja.

Pada pemeriksaan status mentalis, didapatkan mood eutimik, afek luas dan
keseraasian baik. Selama wawancara pasien dapat menjawab pertanyaan dengan baik, lancar.
Artikulasi jelas, volume kuat intonasi jelas, kontak mata baik. Pada pasien tidak terdapat
waham atau halusinasi. Arus pikir pasien koheren dan logis. Orientasi waktu, tempat, dan
orang baik. Penilaian realitas baik.daya nilai dan fungsi kognisi pasien baik. Tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis dan fisik umum.

Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis pasien menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan dengan Gangguan Jadwal Tidur
Jaga Non Organik, ditandai dengan pola tidur pasien idak seirama dengan pola tidur jaga
yang normal bagi masyarakat setempat, gejala ini terjadi setiap hari selama 1 minggu, pasien
juga merasa keluhannya ini mempengaruhi fungsi pasien dalam sosila dan pekerjaan. Gejala
pasien juga mengarah pada diagnosis banding yaitu gangguan depresif ringan, ditandai
dengan berkurangnya energi sehingga pasien mengeluh mudah lelah, berkurangnya
konsentrasi, tidur terganggu dan nafsu makan bekurang. Berdasarkan PPDGJ III, keluhan
pasien belum memenuhi seluruh kriteria diagnostik gangguan Jadwal jaga tidur non-organik
karena pasien baru mengalami keluhan selama 1 minggu, dan pasien baru memenuhi 1
kriteria mayor dan 3 kriteria minor gangguan depresif ringan. Pemeriksaan penunjang pada
pasien ditemukan anti HIV tes reaktif. Pasien sebelumnya telah diberikan informed consent
sebelum dilakukannya test, dan pasien diberikan edukasi mengenai hasil tes, dan dianjurkan
untuk menjalani konseling serta terapi lebih lanjut di klinik teratai RSHS.

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Layanan Voluntary Counseling Test (VCT)


2.1.1 Definisi Konseling dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan

dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah

penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab,

pengobatan antiretroviral (ARV) dan memastikan pemecahan berbagai masalah

terkait dengan HIV/AIDS yang bertujuan untuk perubahan perilaku ke arah

perilaku lebih sehat dan lebih aman

2.1.2 Prinsip Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)


VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk
ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan yang berdasarkan prinsip:.

1) Sukarela dalam melaksanakan testing HIV


Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien tanpa
paksaan dan tanpa tekanan. Keputusan untuk melakukan pemeriksaan
terletak ditangan klien. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga
tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan
menikah, pekerja seksual, Injecting drug use (IDU), rekrutmen
pegawai/tenaga kerja Indonesia dan asurransi kesehatan.

2) Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas.


Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua
klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga
kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan
didiskusikan diluar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis
harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka

18
yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan
seijin klien maka informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.

3) Mempertahankan hubungan relasi konselor dan klien yang efektif

Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan

mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi prilaku

beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam

menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif.

4) Testing merupakan salah satu komponen dari VCT.

WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang

dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing

senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama

atau konselor lain yang disetujui oleh klien.

2.1.3. Model Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)


Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait yang

dibutuhkan, misalnya klinik Infeksi Menular Seksual (IMS), klinik Tuberkulosa

(TB), Klinik Tumbuh Kembang Anak dan sebagainya. Lokasi layanan VCT

hendaknya perlu petunjuk atau tanda yang jelas hingga mudah diakses dan mudah

diketahui oleh klien VCT. Namun klinik cukup mudah dimengerti sesuai dengan

etika dan budaya setempat dimana pemberian nama tidak mengundang stigma dan

diskriminasi. Model layanan VCT terdiri atas :

a Mobile VCT (Penjangkauan dan keliling)

Mobile VCT adalah model layanan dengan penjangkauan dan keliling yan

dapat dilaksanakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau layanan

19
kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang

memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular HIV/AIDS di wilayah

tertentu. Layanan ini diawali dengan survei atau penelitian atas kelompok

masyarakat di wilayah tersebut dan survei tentang layanan kesehatan dan

layanan dukungan lainnya di daerah setempat.

b Statis VCT (Klinik VCT tetap)

Statis VCT adalah sifatnya terintegrasi dalam sarana kesehatan dan sarana

kesehatan lainnya, artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan

kesehatan yang telah ada. Sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya

harus memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan VCT,

layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait dengan

HIV/AIDS.

2.1.4. Tahapan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)


a Pre-test counseling

Pre-test counseling adalah diskusi antara klien dan konselor yang

bertujuan untuk menyiapkan klien untuk testing, memberikan pengetahuan pada

klien tentang HIV/AIDS. Isi diskusi yang disampaikan adalah klarifikasi

pengetahuan klien tentang HIV/AIDS, menyampaikan prosedur tes dan

pengelolaan diri setelah menerima hasil tes, menyiapkan klien menghadapi hari

depan, membantu klien memutuskan akan tes atau tidak, mempersiapkan informed

consent dan konseling seks yang aman.

20
Gambar 1. Alur Pre-test Counseling (VCT Toolkit : HIV Voluntary Counseling
and Testing 2006)

b. HIV testing

Pada umumnya, tes HIV dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi

dalam darah seseorang. Jika HIV telah memasuki tubuh seseorang, maka di dalam

darah akan terbentuk protein khusus yang disebut antibodi. Antibodi adalah suatu

zat yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh manusia sebagai reaksi untuk

membendung serangan bibit penyakit yang masuk. Pada umumnya antibodi

terbentuk di dalam darah seseorang memerlukan waktu 6 minggu sampai 3 bulan

tetapi ada juga sampai 6 bulan bahkan lebih. Jika seseorang memiliki antibodi

terhadap HIV di dalam darahnya, hal ini berarti orang itu telah terinfeksi HIV.

21
Tes HIV yang umumnya digunakan adalah Enzyme Linked Imunosorbent

Assay (ELISA), Rapid Test dan Western Immunblot Test. Setiap tes HIV ini

memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. Sensitivitas adalah

kemampuan tes untuk mendeteksi adanya antibodi HIV dalam darah sedangkan

spesifisitas adalah kemampuan tes untuk mendeteksi antibodi protein HIV yang

sangat spesifik.

 Enzyme Linked Imunosorbent Assay (ELISA)

Tes ini digunakan untuk mendeteksi antibodi yang dibuat tubuh terhadap

virus HIV. Tes ELISA ini dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air

liur, atau air kencing. Hasil positif pada ELISA belum dapat dipastikan

bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV karena tes ini

mempunyai sensitivitas tinggi tetapi spesifisitas rendah. Oleh karena itu

masih diperlukan tes pemeriksaan lain untuk mengkonfirmasi hasil

pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun ELISA menunjukkan hasil

positif, masih ada dua kemungkinan, orang tersebut sebenarnya tidak

terinfeksi HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV.

 Rapid Test

Penggunaan dengan metode rapid test memungkinkan klien

mendapatkan hasil tes pada hari yang sama dimana pemeriksaan tes

hanya membutuhkan waktu 10 menit. Metode pemeriksaan dengan

menggunakan sampel darah jari dan air liur. Tes ini mempunyai

sensitivitas tinggi (mendekati 100%) dan spesifisitas (>99%). Hasil

positif pada tes ini belum dapat dipastikan apakah dia terinfeksi HIV.

Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan tes lain untuk mengkonfirmasi

hasil tes ini.

22
 Western Immunoblot Test

Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi

terhadap HIV. Western blot digunakan sebagai tes konfirmasi untuk tes

HIV lainnya karena mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi untuk

memastikan apakah terinfeksi HIV atau tidak.

Gambar 2. Alur Strategi Tes HIV ((VCT Toolkit : HIV Voluntary Counseling
and Testing 2004)

2.1.5. HIV/AIDS
2.1.5.1. Definisi HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang

kekebalan tubuh manusia. HIV ini menyerang sel-sel darah putih yang

berfungsi untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit. Salah satu unsur

23
yang penting dalam sistem kekebalan tubuh adalah sel CD4 yang merupakan

salah satu jenis sel darah putih. Namun sel CD4 dibunuh ketika HIV

menggandakan diri dalam darah. Semakin lama individu terinfeksi HIV maka

semakin banyak sel CD4 dibunuh sehingga jumlah sel semakin rendah dan

kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melindungi diri dari infeksi semakin

rendah. Seseorang yang terinfeksi HIV tetapi tanpa gejala disebut HIV positif

dan ketika gejala seperti infeksi oportunistik yang lain muncul maka individu

tersebut memasuki fase AIDS.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

gejala penyakit yang disertai oleh infeksi HIV. Gejala-gejala tersebut

tergantung dari infeksi oportunistik yang menyertainya. Infeksi oportunistik

terjadi karena menurunnya daya tahan tubuh yang disebabkan rusaknya imun

tubuh akibat infeksi HIV tersebut (Pegangan Konselor HIV/AIDS, 2003).

Individu yang terinfeksi HIV dinyatakan sebagai penderita AIDS ketika

menunjukkan gejala atau penyakit tertentu akibat penurunan daya tahan tubuh

yang disebabkan oleh HIV. Kerusakan sistem kekebalan tubuh terjadi secara

bertahap yaitu mula-mula tidak ada gejala, kemudian diikuti oleh gejala seperti

pembesaran kelenjar getah bening, diare, penurunan berat badan dan sariawan.

Gambaran klinik yang berat mulai timbul ketika jumlah limfosit CD4 kurang

dari 200 per mm3.

2.1.5.2. Cara Penularan HIV/AIDS

HIV tidak dapat tersebar dengan sendirinya atau bertahan lama diluar

tubuh manusia. Virus tersebut membutuhkan cairan tubuh manusia untuk bisa

24
hidup, bereproduksi dan mampu menularkan ke orang lain. Virus tersebut

ditularkan melalui darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu dari

pengidap HIV. Terdapat tiga metode penyebaran virus HIV tersebut, yakni:

d. Hubungan seks tidak aman

Hubungan seks melalui vagina, anal, dan oral dengan pengidap HIV atau

penderita AIDS merupakan cara yang banyak terjadi pada penularan HIV

dan AIDS.

e. Melalui Darah yang Tercemar HIV

Penyebaran virus HIV juga terjadi ketika orang menggunakan jarum suntik

atau alat injeksi yang tidak steril secara bersama, biasanya terjadi di

kalangan para pengguna narkoba yang di antara mereka ada yang mengidap

HIV. Penyebaran juga terjadi di beberapa tempat-tempat perawatan

kesehatan yang tidak memenuhi standar atau melalui transfusi darah yang

belum dilakukan screening terhadap HIV. Penggunaan peralatan tato dan

alat tindik yang tidak steril dapat juga menyebarkan virus HIV.

f. Melalui Ibu kepada Anaknya

Seorang wanita yang mengidap HIV dapat menularkan virus HIV kepada

anaknya pada saat kehamilan, kelahiran atau pada masa menyusui.

2.1.5.3 Aspek Klinik HIV/AIDS

Global Programme on AIDS dari WHO membagi tingkat klinik infeksi

HIV menjadi empat yaitu:

25
a. Tingkat klinik 1 (Asimptomatik)
Pada tingkat ini belum terjadi penurunan berat badan. Tidak terdapat gejala, atau
hanya ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di beberapa tempat yang
menetap
b. Tingkat klinik II (Dini)
Pada tingkat ini, pasien sudah menunjukkan gejala seperti penurunan berat

badan kurang dari 10%, kelainan mulut dan kulit yang ringan misalnya

dermatitis, seboroika, prurigo, infeksi jamur pada kuku, ulkus pada mulut

berulang dan cheilitis angularis dan infeksi saluran pernafasan misalnya

sinusitis tetapi aktivitas tetap normal.

c. Tingkat klinis III (Menengah)

Pada tingkat ini, penderita biasanya mengalami gejala-gejala seperti penurunan

berat badan lebih dari 10%, diare kronik lebih dari 1 bulan dan penyebab tidak

diketahui, panas yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang

timbul maupun terus menerus, kandidiasis di mulut, bercak putih berambut di

mulut, tuberkulosis paru setahun terakhir, infeksi bakteriil yang berat misalnya

pneumonia dan lebih banyak berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam sehari

selama sebulan lebih.

d. Tingkat klinik IV (Lanjutan)

Pada tingkat ini badan menjadi kurus dimana berat badan turun lebih dari 10%

dan mengalami diare kronik tanpa diketahui sebabnya selama lebih dari satu

bulan atau kelemahan kronik dan panas tanpa diketahui sebabnya selama lebih

dari satu bulan. Dapat pula ditemukan ;

 Pneumonia Pneumosistis Karinii


 Toksoplasmosis otak
 Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan
 Kriptokokosis di luar paru

26
 Penyakit virus sitomegalo pada organ tubuh kecuali di limpa hati atau
kelenjar getah bening
 Infeksi virus herpes simpleks di mukokutan lebih dari 1 bulan atau di alat
dalam lamanya tidak dibatasi
 Leukoensefalopati mutifokal progesif
 Mikosis (infeksi jamur) apa saja yang endemik yang menyerang banyak
organ tubuh
 Kandidiasis esophagus, trakea, bronkus atau paru.
 Mikobakteriosis atipik, disseminate
 Septikemia salmonella non tifoid
 Tuberkulosis di luar paru
 Limfoma
 Sarkoma Kaposi
 Ensefalopati HIV yaitu gangguan kognitif yang mengganggu aktivitas
sehari-hari, progresif sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan
tanpa dapat ditemukan penyebabnya selain HIV.

2.1.5.4. Reaksi psikologis orang yang terinfeksi HIV/AIDS


Kubler Ross menyatakan ada lima tahapan reaksi psikologis dalam

menghadapi kematian pada pasien-pasien terminal illness yaitu;

1. Denial

Reaksi pertama ketika menghadapi kematian adalah menyangkal

kematian itu. Pasien terminal illness mengatakan “Tidak, itu tidak

benar atau ada kesalahan pada hasil yang diberikan”. Penyangkalan

seperti ini merupakan reaksi pertama yang ditunjukkan pasien.

Menurut Kubler Ross, penyangkalan akan hilang dengan segera dan

berganti dengan kemarahan.

2. Anger

Kemudian pasien menyadari “ Ya, ini terjadi pada saya dan tidak

salah”. Pasien bertanya dalam hati “Mengapa ini terjadi pada saya”

27
Pasien menyalahkan orang-orang yang sehat dan marah kepada

setiap orang termasuk perawat, dokter dan keluarganya.

3. Bargaining
Pada tahap ini, seseorang mengubah strategi dengan melakukan tawar-
menawar atau negoisasi dengan Tuhan. Misalnya “ Tuhan, saya berjanji
untuk menjadi orang yang lebih baik jika Engkau menyembuhkan
penyakit ini.

4. Depression
Ketika strategi tawar-menawar tidak membantu dan pasien merasa
hidupnya tinggal sebentar lagi maka depresi terjadi. Mereka menangisi
akan apa yang terjadi pada masa lalu dan kehilangan masa depan.
Menurut Kubler Ross, depresi yang terjadi dalam waktu yang lama
membuat pasien melepaskan kesedihan itu dengan menerima apa yang
terjadi.

5. Acceptance

Pasien yang sudah cukup lama menjalani hidupnya mencapai tahap

terakhir dimana mereka tidak merasa depresi lagi tetapi sudah merasa

agak tenang dan siap menerima kematian.

2.1.5.5. Perilaku berisiko Tinggi Tertular HIV/AIDS

Perilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS adalah melakukan sesuatu yang

membawa resiko tinggi terkena infeksi pada dirinya atau orang lain baik melalui

hubungan seks yang tidak aman di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang

berganti-ganti, menerima transfusi darah yang terinfeksi dan memakai jarum suntik

secara bersama-sama secara bergiliran dan bergantian.

28
2.2. Konseling dan Tes HIV atas Inisiasi Petugas Kesehatan (KTIP/PITC)

2.2.1. Definisi

Provider‐initiated HIV testing and counselling (PITC) adalah suatu tes HIV dan
konseling yang diprakarsai oleh petugas kesehatan kepada pengunjung sarana layanan
kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan medis. Tujuan utamanya adalah untuk

Apabila seseorang yang datang ke sarana layanan kesehatan menunjukkan adanya


gejala yang mengarah ke HIV maka tanggung jawab dasar dari petugas kesehatan adalah
menawarkan tes dan konseling HIV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari
tatalakasana klinis. Sebagai contoh petugas kesehatan memprakarsai tes dan konseling
HIV kepada pasien TB dan pasien suspek TB, pasien IMS, pasien gizi buruk, pasien
dengan gejala atau tanda IO lainnya.

2.2.2. Tujuan

PITC juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi HIV yang tidak nampak pada pasien
dan pengunjung sarana layanan kesehatan, sehinggadapat membuat keputusan klinis
dan/atau menentukan pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa
mengetahui status HIV seseorang seperti misalnya ART. Oleh karenannya kadang-kadang
tes dan konseling HIV juga ditawarkan kepada pasien dengan gejala yang mungkin tidak
terkait dengan HIV sekalipun. Pasien tersebut bisa mendapatkan manfaat dari pengetahuan
tentang status HIV positifnya guna mendapatkan layanan pencegahan dan terapi yang
diperlukan secara lebih dini. Dalam hal ini tes dan konseling HIV ditawarkan kepada
semua pasien yang berkunjung ke sarana layanan kesehatan selama brinteraksi dengan
petugas kesehatan. Seperti halnya KTS, PITC pun harus mengedepankan “three C’ –
informed consent, counselling and confidentiality atau suka rela, konseling dan
konfidensial.

2.2.3. Penerapan PITC pada semua Jenis Epidemi

Petugas kesehatan dianjurkan untuk menawarkan tes‐HIV dan konseling sebagai


bagian dari prosedur baku perawatan kepada semua pasien seperti berikut tanpa
memandang tingkat epidemi daerahnya:

29
a. Semua pasien dewasa atau anak yang berkunjung ke sarana kesehatan dengan
gejala dan tanda atau kondisi medis yang mengindikasikan pada AIDS. Seperti
misalnya meskipun tidak selalu atau terbatas pada tuberkulosis dan kondisi khusus
lainnya terutama kelompok kondisi medis yang ada dalam sistem pentahapan klinis
infeksi HIV (stadium klinis).
b. Bayi yang baru lahir dari ibu HIV‐positif sebagai perawatan lanjutan yang rutin
pada bayi tersebut
c. Anak yang dibawa ke sarana kesehatan dengan menunjukkan tanda tumbuh
kembang yang kurang optimal atau gizi kurang dan tidak memberikan respon pada
terapi gizi yang memadai.

Di daerah dengan tingkat epidemi yang meluas dengan lingkungan yang


memungkinkan atau kondusif serta tersedia sumber daya yang memadai termasuk
ketersediaan paket layanan pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV, maka petugas
kesehatan memprakarsai tes HIV dan konseling kepada semua pasien yang
berkunjung/berobat di semua sarana kesehatan. Hal tersebut diterapkan di layanan medis
atau bedah, sarana pemerintah ataupun swasta, pasien rawat inap atau rawat jalan, dan
layanan medis tetap ataupun bergerak. Tawaran tes HIV dan konseling merupakan bagian
dari prosedur layanan baku dari petugas kesehatan kepada pasiennya, tanpa memandang
adanya gejala atau tanda yang terkait dengan AIDS pada pasien yang berobat di sarana
kesehatan.

2.2.4. Prosedur PITC

2.2.4.1 Informasi Pra-Tes HIV dan Persetujuan Pasien

Sesuai dengan kondisi setempat, informasi prates dapat diberikan secara individual,
pasangan atau kelompok. Persetujuan untuk menjalani tes HIV (informed consent) harus
selalu diberikan secara individual, pribadi dengan kesaksian petugas kesehatan. Undang‐
undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004, secara jelas memuatnya dalam Pasal 45
mengenai Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi. Dalam pasal 45
Undang‐undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 tersebut dijelaskan bahwa
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi diberikan setelah pasien
mendapatkan penjelasan secara lengkap.

30
1. Informasi minimal sebelum tes HIV
Informasi minimal yang perlu disampaikan oleh petugas kesehatan ketika
menawarkan tes‐HIV kepada pasien adalah sebagai berikut:
a. Alasan menawarkan tes‐HIV dan konseling
b. Keuntungan dari aspek klinis dan pencegahan dari tes‐HIV dan potensi risiko
yang akan dihadapi, seperti misalnya diskriminasi, pengucilan, atau tindak
kekerasan.
c. Layanan yang tersedia bagi pasien baik yang hasil tes HIV negatif ataupun
positif, termasuk ketersediaan terapi antiretroviral
d. Informasi bahwa hasil tes akan diperlakukan secara konfidensial dan tidak
akan diungkapkan kepada orang lain selain petugas kesehatan yang terkait
langsung pada perawatan pasien tanpa seizin pasien
e. Informasikan bahwa pasien mempunyai hak untuk menolak menjalani tes‐
HIV. Tes akan dilakukan kecuali pasien menggunakan hak tolaknya tersebut
f. Informasikan bahwa penolakan untuk menjalani tes‐HIV tidak akan
mempengaruhi akses pasien terhadap layanan yang tidak tergantung pada hasil
tes HIV.
g. Dalam hal hasil tes HIV–positif, maka sangat dianjurkan untuk
mengungkapkannya kepada orang lain yang berrisiko untuk tertular HIV dari
pasien tersebut.
h. Kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada petugas kesehatan

Pada umumnya dengan komunikasi verbal sudah cukup memadai untuk memberikan
informasi dan mendapatkan informed‐consent untuk melaksanakan tes‐HIV.

Ada beberapa kelompok masyarakat yang lebih rentan terhadap dampak buruk seperti
diskriminasi, pengucilan, tindak kekerasan, atau penahanan. Dalam hal tersebut maka
perlu diberi informasi lebih dari yang minimal di atas, untuk meyakinkan informed‐
consent nya.

2. Perhatian khusus bagi perempuan hamil

31
Informasi pra‐tes bagi perempuan yang kemungkinan akan hamil atau dalam kondisi
hamil harus meliputi:

• Risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya kelak


• Cara yang dapat dilakukan guna mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke
anaknya, termasuk terapi antiretroviral profilaksis dan konseling tentang makanan
bayi.
• Keuntungan melakukan diagnosis HIV secara dini bagi bayi yang dilahirkan.

3. Perhatian khusus bagi bayi, anak dan remaja


Perlu ada pertimbangan khusus bagi anak dan remaja di bawah umur secara hukum
(pada umumnya <18 tahun). Sebagai individu di bawah umur yang belum punya hak
untuk membuat/memberikan informed‐consent, mereka punya hak untuk terlibat
dalam semua keputusan yang menyangku kehidupannya dan mengemukakan
pandangannya sesuai tingkat perkembangan umurnya. Dalam hal ini diperlukan
informed‐consent dari orang tua atau wali/pengampu.

4. Pasien dengan penyakit berat


Pasien yang mengalami kondisi kritis atau tidak sadarkan diri, tentu tidak mampu
untuk memberikan persetujuan secara pribadi. Dalam keadaan yang demikian, maka
dipertimbangkan betul manfaat tes HIV dan kepentingan pasien. Apabila tes HIV
betul‐betul dibutuhkan atas kepentingan pasien maka persetujuan dapat dimintakan
kepada keluarga semenda (ibu, ayah, anak kandung)

5. Penolakan untuk menjalani tes HIV


Penolakan untuk menjalani tes‐HIV tidak boleh mengurangi kualitas layanan lain yang
tidak terkait dengan status HIVnya. Pasien yang menolak menjalani tes perlu ditawari
untuk menjalani sesi konseling di Klinik KTS di masa yang akan datang jika
memungkinkan. Penolakan tersebut harus dicatat di lembar catatan medisnya agar
diskusi dan tes HIV diprakarsai kembali pada kunjungan yang akan datang.

32
2.2.4.2. Konseling Pasca-Tes HIV

Konseling pasca‐tes merupakan bagian integral dari proses tes‐HIV. Semua pasien
yang menjalani tes‐HIV harus mendapatkan konseling pasca‐tes pada saat hasil tes
disampaikan, tanpa memandang hasil tes HIV‐nya. Konseling pasca‐tes harus diberikan
secara individual dan oleh petugas yang sama yang memprakarsai tes HIV semula.
Konseling tidak layak untuk diberikan secara kelompok.

Perlu diingat bahwa tidaklah dapat diterima apabila seorang petugas memprakarsai
untuk tes HIV dan kemudian harus menunda memberikan hasilnya kepada pasien karena
tidak sempat. Meskipun pasien mungkin belum siap untuk menerima hasil, atau menolak
untuk menerima hasil tes, petugas kesehatan harus selalu berusaha dengan berbagai alasan
yang tepat dengan cara simpatik untuk meyakinkan pasien menerima dan memahami arti
hasil tes HIV dan menjaga konfidensialitas.

Setelah dapat ditegakkan diagnosis dan terapi, tujuan lain dari konseling ini adalah
perubahan perilaku klien khususnya terkait perilaku berisiko yang dapat memperburuk
kondisi penyakitnya atau penularan HIV/AIDS dan penyakit infeksi lainnya kepada orang
lain. Sementara perubahan perilaku sehubungan dengan risiko penularan kepada orang lain
dapat dilaksanakan melalui rujukan kepada konselor terlatih.

1. Konseling hasil tes HIV negatif


Konseling bagi yang hasilnya negatif, minimal harus meliputi hal sebagai berikut:

• Penjelasan tentang hasil tesnya, termasuk penjelasan tentang periode jendela, yaitu
belum terdeteksinya antibodi‐HIV dan anjuran untuk menjalani tes kembali ketika
terjadi pajanan HIV.
• Informasi dasar tentang cara mencegah terjadinya penularan HIV
• Pemberian kondom laki‐laki atau perempuan Baik petugas kesehatan maupun
pasien selanjutnya membahas dan menilai perlunya rujukan untuk mendapatkan
konseling pasca‐tes lebih mendalam atau dukungan pencegahan lainnya.
2. Konseling hasil tes HIV positif
Bagi pasien dengan hasil tes‐HIV positif, maka petugas kesehatan menyampaikan hal
sebagai berikut:

33
• Memberikan informasi hasil tes HIV kepada pasien secara sederhana dan jelas, dan
beri kesempatan kepada pasien sejenak untuk mencerna informasi tersebut.
• Meyakinkan bahwa pasien mengerti akan arti hasil tes HIV
• Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

Membantu pasien untuk mengatasi emosi yang timbul karena hasil tes positif

• Membahas masalah yang perlu perhatian segera dan bantu pasien menemukan
jejaring sosial yang mungkin dapat memberikan dukungan dengan segera dan dapat
diterima.
• Menjelaskan layanan perawatan lanjutan yang tersedia di sarana kesehatan dan
masyarakat, khususnya ketersediaan layanan pengobatan, PMTCT dan layanan
perawatan serta dukungan.
• Memberikan informasi tentang cara mencegah penularan HIV, termasuk pemberian
kondom laki‐laki ataupun perempuan dan cara menggunakannya.
• Memberikan informasi cara pencegahan lain yang terkait dengan cara menjaga
kesehatan seperti informasi tentang gizi, terapi profilaksis, dan mencegah malaria
dengan kelambu di daerah endemis malaria.
• Membahas kemungkinan untuk mengungkapkan hasil tes‐HIV, waktu dan cara
mengungkapkannya serta mereka yang perlu mengetahui.
• Mendorong dan menawarkan rujukan untuk tes‐HIV dan konseling bagi pasangan
dan anaknya.
• Melakukan penilaian kemungkinan mendapatkan tindak kekerasan atau
kemungkinan bunuh diri dan membahas langkah‐langkah untuk mencegahnya,
terutama pasien perempuan yang didiagnosis HIVpositif
• Merencanakan waktu khusus untuk kunjungan tindak lanjut mendatang atau
rujukan untuk pengobatan, perawatan, konseling, dukungan dan layanan lain yang
diperluklan oleh pasien (misalnya, skrining dan pengobatan TB, terapi profilaksis
untuk IO, pengobatan IMS, KB, perawatan hamil, terapi rumatan pengguna opioid,
akses pada layanan jarum suntik steril – LJSS).

3. Konseling pasca-tes bagi ibu hamil

34
Konseling bagi perempuan hamil dengan HIV‐positif juga harus meliputi masalah
berikut:

• Rencana persalinan
• Penggunaan antiretroviral bagi kesehatannya sendiri ketika ada indikasi, dan untuk
pencegahan penularan dari ibu ke anak.
• Dukungan gizi yang memadai, termasuk pemenuhan kebutuhan zat besi dan asam
folat.
• Pilihan tentang makanan bayi dan dukungan untuk melaksanakan pilihannya.
• Tes‐HIV bagi bayinya kelak dan tindak lanjut yang mungkin diperlukan.
• Tes‐HIV bagi pasangan.

2.2.4.3.Rujukan ke Layanan Lain yang Dibutuhkan

Hasil tes‐HIV harus dikomunikasikan dengan penjelasan tentang layanan


pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan kepada pasien. Program bagi penyakit
kronis dan PDP HIV berbasis masyarakat merupakan sumber penting dan perlu untuk
membangun dan menjaga mekanisme kerja‐sama dengan sumber daya tersebut. Sebagai
upaya minimal maka rujukan haruslah meliputi pemberian informasi tentang pihak yang
dapat dihubungi dan alamatnya, waktu dan cara menghubunginya. Rujukan akan berjalan
efektif bila petugas kesehatan membuat janji terlebih dahulu dengan tujuan dan membuat
jadwal yang dikomunikasikan dengan pasien serta dicatat pada catatan medis pasien.
Petugas dalam jejaring rujukan sebaiknya saling berkomunikasi secara rutin termasuk bila
ada perubahan petugas sehingga rujukan dapat berjalan secara lancar dan
berkesinambungan.

2.2.3.4.Frekuensi Tes HIV

Anjuran untuk melakukan tes‐HIV ulang sangat tergantung pada perilaku berisiko
yang masih terus berlangsung pada pasien. Tes‐HIV ulang setiap 6‐12 bulan mungkin
akan bermanfaat bagi individu berisiko tinggi untuk mendapat pajanan HIV. Perempuan
dengan HIV negatif sebaiknya di tes ulang sedini mungkin pada setiap kehamilan baru.
Tes‐HIV ulangan pada usia kehamilan lanjut sangat dianjurkan pada semua perempuan
hamil dengan HIV negatif di daerah dengan tingkat epidemi meluas.

35
2.2.4.4.Peran Psikologis dalam terapi

Dalam rangka mencapai tujuan dalam konseling diperlukan sebuah teknik


konseling. Dalam pelayanan VCT, teknik yang digunakan adalah teknik konseling
eklektik. Konseling eklektif bertujuan untuk mencapai dan memelihara kemungkinan
level integrasi yang tertinggi, ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang
memuaskan. Untuk mencapai tujuan yang ideal itu, pasien perlu dibantu untuk
menyadari sepenuhnya situasi masalah yang dihadapi, mengajari pasien secara sadar
dan intensif agar memiliki pengendalian atas masalah tingkah laku. Pendekatan
konseling eklektik diharapkan dapat membantu klien untuk memecahkan
permasalahannya, mengubah perilaku yang beresiko menjadi tidak beresiko, dan
memulihkan kemampuan adaptasi dengan perubahan status kesehatan, sehingga dapat
meningkatkan kapasitas fungsi sosial dan kualitas hidup klien HIV yang bermuara
pada tercapainya tujuan akhir dari konseling yang dilakukan di fasilitas kesehatan
yang tersedia di puskesmas, rumah sakit, klinik, fasilitas kesehatan lainnya,
perusahaan, dan juga di lembaga pemasyarakatan. Berikut ini beberapa Reaksi
Psikologis pada Penderita HIV dan AIDS;

36
Tabel. Reaksi Psikologis Penderita HIV dan AIDS

No. Reaksi Proses Psikologis Hal-Hal yang Biasa

Dijumpai

1 Shock (Kaget, Merasa bersalah, marah, dan tidak Rasa takut, hilang akal,

goncangan batin) berdaya frustasi, rasa sedih, susah,

acting out

2 Mengucilkan diri Merasa cacat, tidak berguna, dan Khawatir menginfeksi

menutup diri orang lain, murung

3 Membuka status secara Ingin tahu reaksi individu lain, Penolakan, stres, dan

terbatas pengalihan stres, ingin dicintai konfrontasi

4 Mencari individu lain Berbagi rasa, pengenalan, Ketergantungan, campur

yang HIV positif kepercayaan, penguatan, dan tangan, tidak percaya

dukungan sosial pada pemegang rahasia

dirinya

5 Status khusus Perubahan keterasingan menjadi Ketergantungan,

manfaat khusus, perbedaan menjadi dikotomi kita dan mereka

hal yang istimewa, dibutuhkan oleh (semua individu dilihat

orang yang lain sebagai terinfeksi HIV

dan direspon seperti itu),

over identification

6 Perilaku Komitmen dan kesatuan kelompok, Pemadaman, reaksi dan

mementingkan orang kepuasan memberi dan berbagi, kompensasi yang

lain perasaan sebagai kelompok berlebihan

7 Penerimaan Integrasi status positif HIV dengan Apatis dan sulit berubah

identitas diri, keseimbangan antara

kepentingan individu lain dengan

diri sendiri, dapat menyebutkan

37
38
39
Panduan Pengisian Formulir VTC dan KTIP

No Rekam Medis diisi bebas sesuai dengan no rekam medis yang berlaku di
rumah sakit./ Unit Pelayanan Kesehatan.

No Register • Tahun : 4 digit , contoh 2011


• Bulan : 2 digit, contoh untuk bulan Februari ditulis
menjadi 02
• Tanggal : 2 digit, contoh 07
• Kode Fasyankes : 11 digit, contoh P0203123456
• No Urut : 3 digit, contoh untuk klien dengan nomor urut
kedatangan 2 ditulis dengan 002,klien dengan nomor
urut kedatangan 10 ditulis 010, klien dengan nomor urut
kedatangan 101 ditulis 101.

DATA KLIEN

Alamat diisi dengan alamat klien

Kota / Kabupaten diisi dengan kota atau kabupaten klien


Jenis Kelamin Diisi salah satu dengan memberi tanda √ (contreng) pada
pilihan.

Umur diisi dengan umur dari klien. Contoh klien dengan umur 25
tahun, diisi dengan 25.

Status Perkawinan

dipilih salah satu dari status perkawinan saat klien mendaftar


pada layanan IMS. Beri tanda √ (contreng) pada pilihan.
Kawin : Masih terikat pada ikatan pernikahan yang syah
menurut aturan Negara dan agama.
Tidak Kawin : Belum pernah terikat pada ikatan pernikahan
yang syah menurut aturan Negara dan agama.
Cerai Hidup: Putus dari ikatan pernikahan yang sah menurut
aturan Negara dan Agama dimana keduanya masih hidup
saat bercerai.

40
Cerai Mati: Putus dari ikatan pernikahan yang sah menurut
aturan Negara dan Agama dikarenakan salah satu pasangan
meninggal dunia.

Pendidikan Terakhir
jenjang pendidikan terakhir yang pernah dijalani oleh klien.
Tidak Pernah Sekolah : Belum pernah mengikuti jenjang
pendidikan formal.

SD / Sederajat : Pernah mengikuti / lulus dari jenjang


pendidikan sekolah dasar atau yang sederajat.

SMP / Sederajat : Pernah mengikuti / lulus dari jejang


pendidikan sekolah menengah pertama atau yang sederajat.

SMA / Sederajat : Pernah mengikuti / lulus dari jenjang


pendidikan sekolah menengah atas atau yang sederajat.

Akademi / perguruan tinggi / sederajat : pernah mengikuti /


lulus dari jenjang pendidikan akademi, perguruan tinggi
atau yang sederajat.

Pekerjaan diisi dengan memilih salah satu kondisi klien saat ini.
Bila Tidak bekerja maka berikan tanda √ (contreng) pada
pilihan tidak bekerja.
Bila klien bekerja, maka berikan tanda √ (contreng) pada
pilihan bekerja, kemudian isi Jenis pekerjaan dari klien.
Misal jenis pekerjaan adalah pegawai swasta, guru, atau
pegawai negeri.

Jumlah anak kandung diisi jumlah anak kandung yang dimiliki klien dengan
pasangan seksnya (tidak termasuk anak angkat)

Umur anak terakhir


umur anak kandung terakhir yang dimiliki klien, informasi

41
ini
diisi jika klien memiliki anak kandung

Status kehamilan Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
status kehamilan klien.

Trimester pertama, bila kehamilan berumur antara bulan


pertama hingga bulan ketiga.
Trimester kedua, bila kehamilan berumur antara bulan ketiga
hingga bulan keenam.
Trimester ketiga, bila kehamilan berumur antara bulan
keenam hingga bulan kesembilan
Tidak tahu, bila klien tidak mengetahui status kehamilannya.
Diberi penekanan bila status kehamilan tidak diketahui,
maka klien dianggap tidak hamil.

Kelompok Risiko Pilih salah satu kelompok risiko yang sesuai dengan klien.
Beri tanda √ (contreng) pada pilihan.
PS : Pekerja Seks, berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua.
PS Langsung : adalah pekerja seks yang menjajakan seks
dan tanpa mempunyai profesi/pekerjaan lain. Biasanya
ditandai dengan lokasi kerja di lokalisasi/resosialisasi
maupun di jalanan.
PS Tidak Langsung : adalah wanita yang berprofesi ganda
yakni bekerja di tempat-tempat hiburan seperti bar, diskotek,
karaoke, pub, warung minum, warung remang-remang,
panti pijat, dll dan juga melakukan transaksi seksual.
lamanya : tuliskan berapa lama klien menjadi pekerja seks.

Misal, klien sudah bekerja sebagai Pekerja Seks selama 3


bulan, maka dituliskan 03 dengan mencoret salah satu
keterangan waktu : Bln/Thn

42
Waria : (wanita dan pria) adalah mereka yang secara fisik
menunjukkan identitas sebagai pria, namun secara psikis
merasa sebagai wanita
Penasun : Pengguna narkoba suntik
lamanya : tuliskan berapa lama klien menjadi pengguna
narkoba suntik. Misal, klien pengguna narkoba suntik
selama 3 bulan, maka dituliskan 03 dengan mencoret
salah satu keterangan waktu : Bln/Thn

Gay/LSL : adalah pria yang Suka Hubungan seks dengan


sesama Laki-laki (LSL): adalah laki-laki yang melakukan
seks anal (receptive/dianal maupun penetrative/menganal)
dengan sesama lak-laki. meskipun berperilaku biseksual
(melakukan seks baik dengan laki-laki maupun dengan wanita).
Pasien TB : Jika klien adalah klien Tb dan mengikut
pengobatan TB.
WBP : Bila klien adalah penghuni Lembaga Pemasyarakatan
atau Rumah Tahanan.
Pasangan Risti : seseorang yang menjadi berisiko karena
memiliki pasangan kelompok berisiko tinggi meliputi:
a. Pasangan WPS langsung
b. Pasangan WPS tidak langsung
c. Pasangan PPS
d. Pasangan MSM.
e. Pasangan waria.

Pelanggan PS : adalah pria/wanita berperilaku risiko


tinggi yang menjadi pelanggan atau berpotensi sebagai
pelanggan dari WPS, PPS (pria pekerja seks) dan/atau
waria. lain – lain : kelompok risiko yang belum termasuk

43
pada kelompok risiko diatas.

Tanggal Pemberian Informasi Diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun sesuai saat dokter
atau perawat melakukan pemberian informasi singkat
mengenai HIV kepada klien yang diduga terinfeksi HIV.

Pernah Tes HIV Sebelumnya? Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan :
Tidak, bila klien belum pernah menjalani tes HIV sama sekali
Ya, bila klien pernah melakukan tes HIV sebelumnya,
jawaban berdasarkan pengakuan klien apakah pernah
melakukan tes HIV
dimana, tuliskan kab/kota dimana klien melakukan tes HIV
sebelumnya, diisi bila klien pernah menjalani tes HIV.
Kapan, jika klien pernah melakukan tes HIV sebelumnya,
tuliskan periode waktu dilakukan tes HIV sebelumnya,
misalnya 3 bulan yang lalu dituliskan 03 kemudian coret
keterangan waktu yang tidak sesuai : Hr/Bln/Thn
hasil, jika klien pernah melakukan tes HIV sebelumnya, beri
tanda √ (contreng) pada salah satu pilihan hasil tes HIV :

 non Reaktif, jika hasil tes HIV sebelumnya adalah non-


reaktif

 Reaktif, jika hasil tes HIV sebelumnya adalah reaktif

 Tidak Tahu, jika hasil tes HIV sebelumnya tidak


diketahui

44
Penyakit Terkait Klien Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada pilihan
penyakit terkait dengan klien :
TB, bila klien datang dengan gejala TB
diare, bila klien datang dengan gejala Diare
Kandidiasis oralesovagial, bila klien datang dengan gejala
Kandidiasis oralesovagial
dermatitis, bila klien datang dengan gejala Dermatitis
lGV, bila klien datang dengan gejala LGV
PCP, bila klien datang dengan gejala PCP
herpes, bila klien datang dengan gejala Herpes
Toksoplasmosis, bila klien datang dengan gejala
Toksoplasmosis
Wasting syndrome, bila klien datang dengan gejala Wasting
syndrome
IMS lainnya, bila klien datang dengan gejala IMS lainnya,
bila jawaban ini yang dipilih maka tuliskan jenis IMS yang
diderita klien
lainnya, bila klien datang dengan gejala Lainnya, bila
jawaban ini yang dipilih maka tuliskan Infeksi Oportunistik
lainnya yang diderita klien

Kesediaan Untuk Tes Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan :
Ya, bila klien pada hari tersebut memutuskan dan siap
melakukan tes HIV dengan menandatangani Inform Concent
sebagai syarat dari tindakan medis yang akan dilakukan
terkait dengan pengambilan darah.
Tidak, bila klien tidak berkenan menjalankan tes meskipus
sudah mengikuti kegiatan konseling prates

45
TES ANTIBODI HIV

Tanggal Tes HIV diisi dengan menuliskan tanggal, bulan, dan tahun sesuai
tanggal dilaksanakannya tes HIV.

Jenis Tes HIV Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan :
Rapid Tes, bila tes yang digunakan dengan menggunakan
rapid test, dengan 3 jenis reagen
elISA, Bila tes yang dilakukan menggunakan metode Elisa

Hasil Tes R1 Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan hasil tes menggunakan rapid tes 1 :
non-reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian
menggunakan rapid tes 1 hasilnya Non reaktif
Reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian menggunakan
rapid tes 1 hasilnya Reaktif, kemudian cantumkan nama
reagen yang digunakan pada pemeriksaan pertama

Hasil Tes R2 Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan hasil tes menggunakan rapid tes 2 :
non-reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian
menggunakan rapid tes 2 hasilnya Non reaktif
Reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian menggunakan
rapid tes 2 hasilnya Reaktif, kemudian cantumkan nama
reagen yang digunakan pada pemeriksaan pertama

Hasil Tes R3 Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu

46
pilihan hasil tes menggunakan rapid tes 3 :
non-reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian
menggunakan rapid tes 3 hasilnya Non reaktif
Reaktif, bila hasil yang diperoleh dari pengujian menggunakan
rapid tes 3 hasilnya Reaktif, kemudian cantumkan nama
reagen yang digunakan pada pemeriksaan pertama

Kesimpulan hasil tes HIV Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan kesimpulan hasil tes HIV
non-Reaktif, bila kesimpulan hasil tes HIV adalah non-reaktif
Reaktif, bila kesimpulan hasil tes HIV adalah reaktif

PENYAMPAIAN HASIL TES

Tanggal Penyampaian Hasil Tes Diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun sesuai saat
dilaksanakannya penyampaian hasil tes

Terima hasil Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan :
Ya, bila klien menerima hasil tes saat membuka hasil
bersama konselornya
Tidak, bila klien tidak menerima hasil tes saat membuka
hasil bersama konselornya

Skrining Gejala TB Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada salah satu
pilihan :
Ya, bila klien yang mengakses layanan VCT/PITC dilakukan
skrining TB, skrining TB yang dimaksud adalah hanya
menanyakan gejala TB (assesment). Klien yang diskrining
khusus, klien yang tidak dalam keadaan sakit TB.

47
Tidak, bila klien tidak dilakukan skrining meskipun ia tidak
dalam keadaan sakit TB.

Tindak Lanjut Diisi dengan memberi tanda √ (contreng) pada pilihan tindak
lanjut bila hasil laboratorium sudah dibuka dengan klien,
tindak lanjut dapat berupa :
Rujuk ke Konseling, bila klien dianjurkan dirujuk ke
layanan
VCT untuk melakukan konseling lanjutan
Rujuk Ke PDP, bila klien dirujuk ke layanan Perawatan
Dukungan dan Pengobatan karena perlu mendapatkan
pengobatan lanjutan
Rujuk Ke ....., bila klien dirujuk ke layanan layanan lainnya
yang terkait dengan kondisi klien
Tidak dirujuk, bila klien tidak dirujuk sama sekali oleh
petugas
kesehatan karena hasil pemeriksaan HIV negative

Nama Petugas Kesehatan diisi dengan nama petugas kesehatan yang melakukan
konseling

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Pedoman Penerapan Tes dan Konseling HIV Terintegrasi di


Sarana Kesehatan. 2010
2. Kemenkes RI. Petunjuk Teknis Program Pengendalian HIV AIDS dan IMS
di Fasilitas Kesehatan Tingkat pertama. 2016
3. Depkes RI. Pedoman Pelayanan Konseling dan testing HIV AIDS secara
suka rela. 2006
4. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV. 2011.

49
50

Anda mungkin juga menyukai

  • Abstrak
    Abstrak
    Dokumen1 halaman
    Abstrak
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Mcmi Joko
    Mcmi Joko
    Dokumen10 halaman
    Mcmi Joko
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Absen Kelompok Program Internship Dokter Indonesia
    Absen Kelompok Program Internship Dokter Indonesia
    Dokumen2 halaman
    Absen Kelompok Program Internship Dokter Indonesia
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Mcmi Joko
    Mcmi Joko
    Dokumen10 halaman
    Mcmi Joko
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Bahan Workshop
    Bahan Workshop
    Dokumen2 halaman
    Bahan Workshop
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Dwi Lestari BAB II
    Dwi Lestari BAB II
    Dokumen21 halaman
    Dwi Lestari BAB II
    Christo Limbong
    Belum ada peringkat
  • Referat GAD Undip PDF
    Referat GAD Undip PDF
    Dokumen23 halaman
    Referat GAD Undip PDF
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Bahan Alk
    Bahan Alk
    Dokumen4 halaman
    Bahan Alk
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Bahan Porto
    Bahan Porto
    Dokumen23 halaman
    Bahan Porto
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kbu
    Laporan Kbu
    Dokumen4 halaman
    Laporan Kbu
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Gangguan Cemas Menyeluruh
    Lapsus Gangguan Cemas Menyeluruh
    Dokumen13 halaman
    Lapsus Gangguan Cemas Menyeluruh
    Sri Wahyuni Sahir
    Belum ada peringkat
  • 2 Years
    2 Years
    Dokumen3 halaman
    2 Years
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Preskas Jiwa Tiffani
    Preskas Jiwa Tiffani
    Dokumen34 halaman
    Preskas Jiwa Tiffani
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • KAJIAN TEORI KECEMASAN
    KAJIAN TEORI KECEMASAN
    Dokumen23 halaman
    KAJIAN TEORI KECEMASAN
    YurikaAmelia
    Belum ada peringkat
  • Cover Workshop
    Cover Workshop
    Dokumen2 halaman
    Cover Workshop
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii CHF 2
    Bab Ii CHF 2
    Dokumen14 halaman
    Bab Ii CHF 2
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Bahan Workshop
    Bahan Workshop
    Dokumen3 halaman
    Bahan Workshop
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • 2 Years
    2 Years
    Dokumen3 halaman
    2 Years
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Bahan Alk
    Bahan Alk
    Dokumen4 halaman
    Bahan Alk
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Mcmi
    Bab Ii Mcmi
    Dokumen2 halaman
    Bab Ii Mcmi
    Orchidifah Untacia Nurduha
    100% (3)
  • Bahan Alk
    Bahan Alk
    Dokumen4 halaman
    Bahan Alk
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Bahan Kbu
    Bahan Kbu
    Dokumen6 halaman
    Bahan Kbu
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Bahan Workshop
    Bahan Workshop
    Dokumen3 halaman
    Bahan Workshop
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Tugas Analisis Keterkaitan Uu Desa Bagian Noer
    Tugas Analisis Keterkaitan Uu Desa Bagian Noer
    Dokumen21 halaman
    Tugas Analisis Keterkaitan Uu Desa Bagian Noer
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • 6.bab Ii
    6.bab Ii
    Dokumen15 halaman
    6.bab Ii
    yoga zunandy pratama
    Belum ada peringkat
  • Kekerasan Dalam Rumah Tangga
    Kekerasan Dalam Rumah Tangga
    Dokumen36 halaman
    Kekerasan Dalam Rumah Tangga
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Orchid
    Lapsus Orchid
    Dokumen30 halaman
    Lapsus Orchid
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat
  • TP Demensia c2
    TP Demensia c2
    Dokumen38 halaman
    TP Demensia c2
    Orchidifah Untacia Nurduha
    Belum ada peringkat