Anda di halaman 1dari 23

BAB III

METODE PRAKTIK

3.1 Teknik Pengumpulan Data


3.1.1 Jenis Pengamatan
Pengamatan yang dipakai dalam praktik surveilans ini adalah
deskriptif. Pengamatan deskriptif merupakan pengamatan yang
bertujuan untuk menggambarkan distribusi dan frekuensi kejadian
penyakit menurut waktu, tempat dan orang.
3.1.2 Metode Pengumpulan data
Data dikumpulkan melalui wawancara terhadap petugas
surveilans penyakit Hipertensi di Puskesmas Lepo-lepo kota Kendari
periode Januari 2017- September 2018 dan informasi dari profil
Puskesmas yang selanjutnya dikompilasi. Adapun teknik pengumpulan
data yang dilakukan yaitu:
1) Pertama-tama, pengamat meminta Laporan STP Hipertensi periode
Januari 2017- September 2018.
2) Kemudian, pengamat mencatat variabel nama pasien, alamat, umur,
jenis kelamin dan jenis kasus.
3) Setelah itu, pengamat menginput data yang telah dicatat.
4) Terakhir, pengamat melakukan wawancara dengan petugas
surveilans Puskesmas Lepo- lepo tentang kegiatan dan atribut
surveilans epidemiologi Hipertensi untuk mengetahui gambaran
pelaksananan surveilans di Puskesmas Lepo- lepo dan evaluasi
atribut sistem surveilans.
3.1.3 Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Data yang dikumpulkan untuk mengetahui pelaksanaan
praktikum sistem surveilans penyakit hipertensi:

1
1. Data Primer
Data yang dikumpulkan dan diolah sendiri, yang dapat
diperoleh dari wawancara terhadap petugas surveilans untuk
mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan surveilans
penyakit Hipertensi di Puskesmas Lepo-lepo.
2. Data Sekunder
Data sekunder, yakni sebagai data penunjang untuk
mengetahui gambaran distribusi penyakit Hipertensi menurut
karakteristik waktu, tempat dan orang yang diperoleh dari
instansi terkait dengan obyek penelitian yakni laporan STP
pada periode Januari 2017- September 2018 yang bersumber
dari Puskesmas Lepo- lepo bagian unit pelaksanaan sistem
surveilans. Selain itu, data sekunder lainnya diperoleh dengan
membaca berbagai literatur dari media cetak dan internet yang
berkaitan dengan penelitian penyakit Hipertensi. Data-data
yang diperoleh dari puskesmas kemudian ditabulasi sehingga
menjadi lebih informatif.
b. Sumber Data
Sumber data yang akan digunakan berasal dari data
Survailans Terpadu Penyakit (STP) Puskesmas Lepo-lepo.
3.1.4 Sampel & Informan
a. Sampel
Sampel pada kegiatan ini adalah seluruh data surveilans
penyakit Hipertensi di Puskesmas Lepo-lepo periode Januari 2017-
September 2018.
b. Informan
Informan responden dalam kegiatan penelitian ini adalah
petugas surveilans dan petugas P2M puskesmas.

2
3.2 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Hasil pengolahan data
akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi yang menjelaskan kejadian
penyakit Hipertensi yang dihubungkan dengan waktu, tempat, dan orang.
3.3 Analisis Data
Analisis data akan dilakukan dalam laporan ini adalah dengan analisis
statistik deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi dan persentase
pada variabel yang diteliti dalam penelitian seperti untuk mengetahui
gambaran karakteristik responden menurut waktu, tempat, dan orang penyakit
di Puskesmas Hipertensi periode Januari 2017- September 2018.
3.4 Waktu dan Lokasi Pengamatan
3.4.1 Waktu
Pelaksanaan pengamatan praktik surveilans dilakukan selama
lima hari dimulai pada tanggal 1– 4 Oktober tahun 2018.
3.4.2 Lokasi pengamatan
Praktik survailans akan dilaksanakan di Puskesmas Lepo-lepo
bagian unit surveilans khususnya pada Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) dan pencatatan khusus
lainnya.

3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan


Praktik ini dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran mengenai
distribusi dan pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit TB di Puskesmas
Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018, dengan melihat gambaran
distribusi penyakit tuberkulosis berdasarkan orang (umur dan jenis kelamin,
tempat (Kelurahan) dan waktu (bulan dan tahun). Selain itu, kita dapat melihat
hasil pengamatan, pencatatan, pelaporan, pengolahan, dan analisis data,
evaluasi, serta melihat atribut sistem surveilans di Puskesmas Poasia. Adapun
hasil yang diperoleh dari praktik surveilans ini adalah sebagai berikut:
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi
a. Keadaan Geografi
Puskesmas Poasia terletak di Kecamatan Poasia Kota kendari,
sekitar 9 KM dari Ibukota Propinsi. Sebagian besar wilayah kerja
merupakan dataran rendah dan sebagian merupakan perbukitan
sehingga sangat ideal untuk pemukiman. Adapun batas-batas wilayah
kerja Puskesmas Poasia yaitu:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kendari
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kambu.
Luas wilayah kerja Puskesmas Poasia sekitar 4.175Ha atau
44.75. KM2 atau 15,12 % dari luas daratan Kota Kendari terdiri dari 4
Kelurahan definitif, yaitu Anduonohu luas 1.200 Ha, Rahandouna luas
1.275 Ha, Anggoeya luas 1.400 Ha dan Matabubu luas 300 Ha.
Dengan 82 RW/RK. Tingkat kepadatan penduduk 49 orang/m2, dengan
tingkat kepadatan hunian rumah rata-rata 5 orang/rumah.
b. Keadaan Demografi
Berdasarkan profil Puskesmas Poasia tahun 2017, jumlah
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Poasia pada tahun 2017
sebanyak 32.528 jiwa yang tersebar di 4 wilayah kelurahan.

4.1.2 Gambaran Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis


a. Distribusi Menurut Waktu
1) Menurut Bulan
Distribusi penderita tuberkulosis menurut waktu (bulan) di
Puskesmas Poasia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3 Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Bulan
di Puskesmas Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018
Tahun
Waktu
2015 2016 2017 2018
(Bulan)
n % n % N % n %
Januari 4 5,1 5 5,8 9 11,5 5 11,6
Februari 5 6,3 4 4,7 3 3,8 8 18,6
Maret 4 5,1 10 11,6 4 5,1 4 9,3
April 4 5,1 12 14,0 6 7,7 6 14,0
Mei 9 11,4 7 8,1 9 11,5 4 9,3
Juni 7 8,9 10 11,6 5 6,4 5 11,6
Juli 8 10,1 6 7,0 11 14,1 8 18,6
Agustus 10 12,7 6 7,0 8 10,3 11 25,6
September 5 6,3 3 3,5 6 7,7 - -
Oktober 6 7,6 5 5,8 3 3,8 - -
November 10 12,7 6 7,0 11 14,1 - -
Desember 7 8,9 12 14,0 3 3,8 - -
Total 79 100 86 100 78 100 51 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Poasia, 2018
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun 2015
distribusi penyakit TB dengan persentase terbesar terjadi pada
bulan Agustus dan November sebesar 12,7%, sedangkan
persentase terendah terjadi pada bulan Januari, Maret dan April
sebesar 5,1% atau sebanyak 4 penderita. Pada tahun 2016 distribusi
penyakit dengan persentase terbesar terjadi pada bulan April dan
Desember sebesar 14,0% atau sebanyak 12 penderita, sedangkan
persentase terendah terjadi pada bulan September sebesar 3,5%
atau 3 penderita. Pada tahun 2017 persentase terbesar terjadi pada
bulan Juli dan November sebesar 14,1% atau 11 penderita,
sedangkan persentase terendah terjadi pada bulan Februari dan
Oktober dengan persentase 3,8% atau 3 penderita. Pada tahun 2018
data bulan September –Desember belum tersedia, untuk sementara
persentase terbesar terjadi pada bulan Agustus sebesar 25,6% atau
11 penderita, sedangkan persentase terendah pada bulan Maret dan
Mei yaitu 9,3% atau 4 penderita.
Pengamat berasumsi bahwa dibulan-bulan tertentu di tahun
2013-2015 pada saat kasus TB sedang banyak terjadi, adalah
musim penghujan karena musim sekarang ini tidak bisa lagi di
prediksi dan sangat sering berubah-ubah sehingga, pada musim
hujan di bulan tertentu tersebut menyebabkan kelembaban dalam
rumah yang tinggi dibandingkan dengan musim kemarau. Asumsi
ini sesuai dengan hasil penelitian Rosiana (2012) yang menyatakan
bahwa kelembaban dalam rumah mempunyai hubungan bermakna
dengan kejadian TB Paru dengan risiko kelembaban ruangan yang
tidak baik terkena tuberkulosis paru 84,3 kali dan 4,033 kali lebih
besar menderita TB daripada responden yang kelembabannya
memenuhi syarat. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Depkes, 1999).
2) Menurut Tahun
Distribusi penderita tuberkulosis menurut waktu (tahun) di
Puskesmas Poasia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4 Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Tahun
di Puskesmas Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018
Jumlah Penderita
Tahun
N %
2015 79 26,9
2016 86 29,3
2017 78 26,5
2018 51 17,3
Jumlah 263 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Poasia, 2018
Tabel 4 menunjukkan bahwa kejadian tuberkulosis
mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2013 terdapat63
penderita (33,9%), kemudian pada tahun 2014 mengalami
penurunan menjadi 56 penderita (30,1%). Namun pada tahun 2014
meningkat menjadi 67 penderita (36,0%).

Berdasarkan hasil pengamatan, pengamat berasumsi bahwa


terjadinya fluktuasi kasus tuberkulosis disetiap tahunnya
dikarenakan beberapa alasan misalnya, pada tahun 2014 sudah
berhasil diturunkan mungkin karena pada tahun 2013 telah
dilakukan intervensi yang membuat angka kejadian tuberculosis
menurun sedangkan pada tahun 2015 kembali terjadi peningkatan,
ini bisa saja dikarenakan sudah banyaknya penderita yang mau
memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan karena
menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional.

b. Distribusi Menurut Tempat


Gambaran distribusi penyakit tuberkulosis di Puskesmas Poasia
berdasarkan Kelurahan tempat tinggal dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis di Puskesmas
Poasia periode Januari 2015-Agustus 2018
Tahun
Kelurahan 2015 2016 2017 2018
N % n % N % n %
Anduonohu 41 51,9 39 45,3 42 53,8 20 39,2
Rahandauna 15 19,0 27 31,4 16 20,5 11 21,6
Wundumbatu 0 0 0 0 0 0 4 7,8
Anggoeya 16 20,3 11 12,8 8 10,3 8 15,7
Matabubu 1 1,3 1 1,2 3 3,8 0 0
Luar 6 7,6 8 9,3 9 11,5 8 15,7
Wilayah
Kerja
Total 79 100 86 100 78 100 51 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Poasia, 2018
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada tahun 2013persentase
penderita penyakit tuberkulosis yang datang melakukan pemeriksaan
di Puskesmas Pampangdari tahun ke tahun kebanyakan oleh penderita
yang bertempat tinggal di Kelurahan Pampang yaitu sebesar 57,1%atau
36 orang pada tahun 2013,sebesar 44,6% atau 25orang pada tahun
2014, dan sebesar 21%atau 39orang pada tahun2015. Persentase yang
paling rendah dari tahun 2013– 2015adalahpada penderita yang
bertempat tinggal di Kelurahan Luar Wilayah Kerja.
Asumsi dari pengamat menyatakan bahwa kebanyakan
penderita tuberkulosis berasal dari Kelurahan Pampang karena letak
Puskesmas Pampang bertempat di Kelurahan Pampang sehingga lebih
mudah diakses oleh masyarakat setempat.Adanya masyarakat yang
bertempat tinggal di luar wilayah kerja Puskesmas Pampang dan
berobat di Puskesmas tersebut dikarenakan puskesmas ini mudah
dijangkau oleh masyarakat yang berada di sekitar wilayah kerja
puskesmas tersebut dan bisa saja merupakan pasien rujukan dari
puskesmas lain ataupun dari rumah sakit tertentu.

c. Distribusi Menurut Orang


1) Menurut Umur
Gambaran distribusi penderita penyakit tuberkulosis di
Puskesmas Pampang berdasarkan kelompok umur ditampilkan
pada tabel di bawah ini:
Tabel 6 Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan
Kelompok Umur di Puskesmas Poasia periode Januari 2015-
Agustus 2018
Kelompok Tahun
Umur 2015 2016 2017 2018
(Tahun) n % n % n % n %
0-14 0 0,0 2 2,3 2 2,6 1 2,0
15-24 17 21,5 20 23,3 25 32,1 18 35,3
25-34 19 24,1 16 18,6 19 24,4 7 13,7
35-44 15 19,0 20 23,3 6 7,7 8 15,7
45-54 22 27,8 17 19,8 12 15,4 9 17,6
55-64 4 5,1 8 9,3 4 5,1 5 9,8
65-74 1 1,3 2 2,3 8 10,3 3 5,9
≥75 1 1,3 1 1,2 2 2,6 0 0,0
Jumlah 79 100 86 100 78 100 51 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Poasia,2018
Tabel 6 menunjukkan bahwa persentase jumlah penderita
penyakit tuberkulosis pada tahun 2013 paling banyak terdapat pada
kelompok umur 15-24 tahun yaitu sebesar23,8% atau 15 orang dan
paling sedikit pada kelompok umur 0-14 tahun dan ≥75 tahun
dengan persentase masing-masing sebesar 0%. Pada tahun
2014persentase jumlah penderita tuberkulosis paling banyak
terdapat pada kelompok umur 15-24 tahun dan 35-44 tahun yaitu
sebanyak 21,4% atau 12 orang dan paling sedikit pada kelompok
umur 65-74 tahun yaitu sebanyak 1,8% atau 1 orang. Pada tahun
2015persentase jumlah penderita tuberkulosis paling banyak
terdapat pada kelompok umur 25-34 tahun dan 45-54 tahun yaitu
sebanyak 22,4% atau 15 orang dan paling sedikit pada kelompok
umur ≥75 tahun dengan persentase sebesar 0%.
Pada masa prediksi yaitu tahun 2016 - 2020, diprediksikan
bahwa kasus TB Paru BTA Positif akan terus meningkat dan
diperkirakan pada tahun 2020 jumlah kasus tertinggi terdapat pada
kelompok umur 15-64 tahun sebesar 749 kasus, kemudian
kelompok umur ≥ 65 tahun yaitu sebesar 35 kasus, dan terakhir
pada kelompok umur 0-14 tahun sebesar 50 kasus. Hasil yang
serupa juga dikemukakan oleh Pujianti (2014) bahwa hasil
peramalan (forecasting) menunjukkan kelompok umur produktif
lebih banyak mengalami kejadian TB Paru dan jumlah angka
morbiditas TB Paru berdasarkan spesifikasi usia dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan (Pujianti.,dkk, 2014).
Prevalensi tinggi infeksi di kelompok usia 15- 49 tahun ini
juga bisa dikaitkan dengan peningkatan kegiatan diluar ruangan,
kepadatan penduduk di sebagian besar pemukiman dan kurangnya
higiene personal (Kurniawan.,dkk, 2015).
penyakit TB Paru paling sering ditemukan pada usia muda
atau usia produktif, yaitu 15-49 tahun, hal ini dapat diasumsikan
karena kelompok usia 15-49 tahun adalah kelompok usia yang
mempunyai mobilitas yang sangat tinggi sehingga kemungkinan
terpapar dengan kuman Mikobakterium Tuberkulosis paru lebih
besar selain itu reaktifan endogen (aktif kembali yang telah ada
dalam tubuh) dapat terjadi pada usia yang sudah tua (Paramani,
2013).

2) Menurut Jenis Kelamin


Gambaran distribusi penyakit tuberkulosis di Puskesmas
Pampang berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 7
Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Jenis Kelamin
di Puskesmas Pampang Kecamatan Panakukkang
Kota Makassar Tahun 2013-2015

Tahun
Jenis
2015 2016 2017 2018
Kelamin
N % n % n % n %
Laki-laki 45 57,0 45 52,3 39 50,0 31 60,8
Perempuan 34 43,0 41 47,7 39 50,0 20 39,2
Jumlah 79 100 86 100 78 100 51 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Poasia, 2018
Tabel 7menunjukkan bahwa distribusi penderita penyakit
tuberkulosis dari tahun 2013-2015 paling banyak terjadi pada jenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak57,1% atau 36 orang pada tahun
2013,62,5% atau 35 orang pada tahun 2014 dan 21,5% atau 40
orangpada tahun 2015.
Banyaknya jumlah kejadian TB paru yang terjadi pada laki-
laki disebabkan karena laki-laki memiliki mobilitas yang tinggi
daripada perempuan sehingga kemungkinan untuk terpapar lebih
besar, selain itu kebiasaan seperti merokok dan mengkonsumsi
alkohol dapat memudahkan laki-laki terinfeksi TB paru. Hal ini
didukung dalam data yaitu antara tahun 1985-1987 penderita
tuberkulosis paru pada laki-laki cenderung meningkat sebanyak
2,5%, sedangkan pada wanita menurun 0,7% (Mahfuznah, 2014).
4.1.3 Gambaran Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi di Puskesmas
Pampang
a. Pengumpulan/ Pencatatan Data
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan.Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara aktif dan
pasif. Pengumpulan data secara aktif dilakukan dengan cara
mendapatkan data secara langsung dari fasilitas pelayanan kesehatan,
masyarakat atau sumber data lainnya, melalui kegiatan penyelidikan
epidemiologi, surveilans aktif puskesmas/rumah sakit, survei khusus,
dan kegiatan lainnya. Pengumpulan data secara pasif dilakukan dengan
cara menerima data dari fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat atau
sumber data lainnya, dalam bentuk rekam medis, buku register pasien,
laporan data kesakitan/kematian, laporan kegiatan, laporan masyarakat
dan bentuk lainnya. Adapun variabel yang terdapat di dalam buku
register adalah nomor indeks, nama pasien, alamat, umur, jenis
kelamin, jenis kasus, kode ICD 8, dan hasil tensi.
Pengumpulan data di Puskesmas Pampang dilakukan secara
aktif dan pasif.Pengumpulan data secara aktif dilakukan dengan
caramencari orang yang berisiko TB dan mencatat penderita
tuberkulosis yang ditemukan di lapangan, petugas yang melakukan
pengumpulan data saat turun di lapangan adalah petugaspemegang
program TBdi puskesmas Pampangmelalui. Pengumpulan data secara
pasif dilakukan dengan cara mencatat pasien penderita tuberkulosis
yang datang berkunjung ke Puskesmas Pampang melalui register rawat
jalan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengumpulan data
penyakit tuberkulosis di Puskesmas Pampang telah dilakukan dengan
baik.
Data kejadian penyakit tuberkulosis di puskesmas Pampang
dicatat dalam buku register rawat jalan penyakit setelah dilakukan
pemeriksaan/diagnosa terlebih dahulu oleh dokter di ruang
pemeriksaan. Pencatatan dilakukan oleh petugas yang berada dalam
ruang pemeriksaan dan secara manual (tanpa komputerisasi).Dalam
pencatatan penderita penyakit tuberkulosis ini dicatat dalam form
khusus TB.

b. Pengolahan Data
Unit surveilans Puskesmas mengumpulkan dan mengolah data
STP-Pus (Surveilans Terpadu Penyakit Puskesmas) harian bersumber
dari register rawat jalan di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, tidak
termasuk data dari unit pelayanan bukan puskesmas dan kader
kesehatan. Pengumpulan dan pengolahan data tersebut dimanfaatkan
untuk bahan analisis dan rekomendasi tindak lanjut serta distribusi
data.Unit surveilans Puskesmas melaksanakan analisis bulanan
terhadap tuberkulosis di daerahnya dalam bentuk tabel menurut
kelurahan dan grafik kecenderungan penyakit mingguan, jika sudah
tiga kali kunjungan dimasukkan kedalam kasus lama, kemudian
menginformasikan hasilnya kepada Kepala Puskesmas, sebagai
pelaksanaan pemantauan wilayah setempat (PWS) atau sistem
kewaspadaan dini TB di Puskesmas. Apabila ditemukan adanya
kecenderungan peningkatan jumlah penderita TB, maka Kepala
Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi dan
menginformasikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota sebulan
sekali.
Petugas Surveilans di Puskesmas Pampang tidak melakukan
pengolahan data karena mereka langsung menyetor data mentah ke
Dinas Kesehatan kota Makassar.Data yang dimiliki oleh petugas
puskesmas tidak diolah berdasarkan waktu, tempat dan orang,
sehingga dalam tahap pengolahan data, puskesmas belum mampu
menyajikan hasil pengolahan baik secara mingguan, bulanan maupun
secara rutin pertriwulannya.Hal ini menyebabkan tahap pengolahan
data di Puskesmas Pampang masih kurang baik.
c. Analisis dan Interpretasi Data
Unit surveilans Puskesmas seharusnya melaksanakan analisis
tahunan perkembangan TB dan menghubungkannya dengan faktor
risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan
program.Puskesmas memanfaatkan hasilnya sebagai bahan profil
tahunan, bahan perencanaan Puskesmas, informasi program dan sektor
terkait serta Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Petugas Surveilans dan
petugaspemegang program TB, Kegiatan analisis tidak dilakukan di
Puskesmas Pampang. Petugaspemegang program TB hanya menyetor
data mentah yang berupa buku Register TB 03.Kegiatan analisis untuk
penyakit tuberculosis dilakukan langsung oleh Dinas Kesehatan Kota
Makassar.
Di puskesmas Pampang, juga tidak melakukan analisis trend
dari tahun ke tahun adahal jika ingin menganalis kejadian tuberkulosis
sangatlah mudah karena di puskesmas Pampang telah tersedia
Software SITT (Sitem Informasi Tuberkulosis Terpadu) namun, tidak
pernah dilakukan oleh petugas pemegang program TB maupun Petugas
Surveilans puskesmas pampang sehingga, di puskesmas pampang tidak
memiliki bentuk penyajian informasi hasil analisis dan interpretasi data
d. Penyebarluasan Data
Penyebarluasan data/diseminasi informasi dapat disampaikan
dalam bentuk buletin, surat edaran, laporan berkala, forum pertemuan,
termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi informasi dilakukan dengan
memanfaatkan sarana teknologi informasi yang mudah
diakses.Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas
surveilans secara aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan hasil
analisis.
Data penyakit tuberkulosis di Puskesmas Pampang dilaporkan
menggunakan formkhusus buku register TB (TB 03).Pelaporan
dilakukan sebelum tanggal 5 setiap 3 bulan sekali dan diserahkan
kepada Dinas Kesehatan Kota Makassar.
Puskesmas Pampang tidak pernah kekurangan formulir
pencatatan dan pelaporan untuk kegiatan surveilans selama 4 bulan
terakhir.Karena Dinas Kesehatan Kota Makassar langsung
memberikan formulir sesuai kebutuhannya, biasanya untuk satu buku
register (formulir) digunakan untuk pertahun.Proses pengiriman
laporan STP tuberkuosis ke Dinkes Kota melalui laporan
langsung,untuk mengarsipkannya petugas surveilans menyimpan
hardcopy STP tuberkulosis.
e. Evaluasi
Evaluasi adalah upaya yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui efektifitas program. Secara umum tujuannya untuk
menjelaskan kegunaan dari sumber kesehatn masyarakat (public health
resource) melalui pengembangan sistem surveilans yang efektif dan
efisien. Pedoman ini dapat dipakai sebagai pedoman perorangan dalam
melakukan evalaluasi dan sebagai bahan acuan untuk mereka yang
sudah biasa dengan proses evaluasi.
Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil dari Surveilans
Kesehatan yang telah dilaksanakan dalam perode waktu
tertentu.Disebabkan banyaknya aspek yang berpengaruh dalam
pencapaian suatu hasil, maka evaluasi objektif harus dapat digambarkan
dalam menilai suatu pencapaian program. Peran dan kontribusi
Surveilans Kesehatan terhadap suatu perubahan dan hasil program
kesehatan harus dapat dinilai dan digambarkan dalam proses evaluasi.
Kegiatan Evaluasi di Puskesmas Pampangtidak berjalan
sebagaiman mestinya, karena evaluasi yang dilakukan hanya sebatas
untuk mengetahui berapa jumlah kejadian tuberkulosis di wilayah kerja
puskesmas.Adapun kegiatan evaluasi yang lainnya mengenai penyakit
tuberkulosis dilakukan dalam bentuk kegiatan Monitoring dan evaluasi
yang dilaksanakan oleh Dinas kesehatan kota Makassar setiap 6 bulan
sekali.Adapun bentuk feedback (umpan balik) dari Dinas Kesehatan
Kota Makassar kepada puskesmas berupa bulletin dan pertemuan rutin
setiap bulannya untuk membahas angka kejadian penyakit tuberkulosis

4.1.4 Gambaran Evaluasi Atribut Sistem Surveilans


a. Kesederhanaan
Kesederhanaan surveilans berarti struktur yang sederhana dan
mudah dioperasikan. Sistem surveilans sebaiknya sesederhana
mungkin, tetapi dapat mencapai objektif. Instrumen/ formulir
pengumpulan data penyakit tuberkulosis di Puskesmas Pampang mudah
dipahami dalam pelaksanaannya dan jenis laporan yang digunakan pada
surveilans tuberkulosis adalah register 03 (TB 03) yang dilakukan oleh
petugas surveilans yang telah didiagnosis oleh dokter. Adapun variabel
yang terdapat dalam TB 03 ialah namapasien, umur, jenis kelamin,
alamat,pemeriksaan contoh uji, hasil akhir pengobatan dan kolaborasi
kegiatan TB-HIV.
Instrumen/ formulir pengumpulan data penyakit tuberkulosis di
Puskesmas Pampang mudah dipahami dalam pelaksanaannya dan jenis
laporan yang digunakan pada surveilans tuberkulosis yaitu register TB
(TB 03) yang dilakukan oleh petugas surveilans yang telah di diagnosis
oleh dokter maupun pemeriksaan laboratorium.
Di Puskesmas Pampangformulir pengumpulan data penyakit
tuberkulosis mudah dipahami, hanya saja dalam hal pengisisan formulir
tersebut masih dilakukan secara manual, belum menggunakan system
komputerisasi.Secara teori memang sudah sederhanaa, namun dalam
pengaplikasiannya, kegiatan ini justru mempersulit petugas dalam hal
pengarsipan data maupun pelaporan kasus. Menurut hasil wawancara
dengan petugas, petugas surveilans dan petugas pemegang program
tuberkulosis mereka juga tidak memiliki keahlian dalam penggunaan
software SITT (Sitem Informasi Tuberkulosis Terpadu).
b. Fleksibilitas
Suatu sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan
tanpa disertai peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, tenaga
dan waktu. Sistem yang fleksibel dapat menerima, misalnya penyakit
dan masalah kesehatan yang baru diidentifikasikan, perubahan definisi
kasus, dan variasi–variasi dari sumber pelaporan.Fleksibilitas
ditentukan secara retrospektif dengan mengamati bagaimana suatu
sistem dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan baru.
Di Puskesmas Pampang tidak pernah ada perubahan format
pelaporan dalam sistem surveilans tuberkulosis karena Dinas
Kesehatan telah menetapkan format pelaporan Penyakit Menular (PM)
termasuk penyakit tuberkulosis, sehingga petugas surveilans telah
menyesuaikan diri dengan format pelaporan yang ada.
c. Ketepatan Waktu
Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh
kecepatan atau keterlambatandiantara langkah-langkah dalam suatu
sistem surveilans mulai dari proses pengumpulan data, pengolahan
analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
Ketepatan pelaporan penyakit tuberkulosis di puskesmas ini
sudah cukup baik, karena laporan diserahkan secara rutin
sebelumtanggal 5 setiap3 bulan sekalike petugas Dinas Kesehatan Kota
Makassar.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Distribusi penyakit tuberkulosis menurut waktu (time), tempat (place) dan
orang (person) di Puskesmas PampangKota Makassar tahun 2013-2015.
a. Berdasarkan waktu (bulan), penderita tuberkulosistertinggi yang
ditemukan pada pada tahun 2013 distribusi penyakit tuberkulosis
dengan persentase terbesar terjadi pada bulan April, September dan
Desember sebesar 3,6% atau 53 penderita, sedangkan persentase
terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 1,0% atau2 penderita. Pada
tahun2014 distribusi penyakit dengan persentase terbesar terjadi pada
bulan Mei sebesar 4,1% atau8 penderita, sedangkan persentase
terendah terjadi pada bulan Juli dan September sebesar 0,5% atau1
penderita. Pada tahun 2015 persentase terbesar terjadi pada bulan
Maret sebesar 6,2% atau 12 penderita, sedangkan persentase terendah
terjadi pada bulan Mei dengan persentase 0,5% atau 1 penderita.
Sedangkan bedasarkan tahun kejadian tuberkulosis mengalami
fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2013 terdapat 63 penderita
(33,9%), kemudian pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 56
penderita (30,1%). Namun pada tahun 2014 meningkat menjadi 67
penderita (36,0%).
b. Berdasarkan tempat, penderita penyakit tuberkulosis yang datang
melakukan pemeriksaan di Puskesmas Pampang dari tahun ke tahun
adalah kebanyakanpenderita yang bertempat tinggal di Kelurahan
Pampang, dan yang terendah adalah di Luar Wilayah Kerja Puskesmas
Pampang.
c. Berdasarkan orang, dari data yang diperolehmenunjukkan
bahwapersentase jumlah penderita penyakit tuberkulosis pada tahun
2013 paling banyak terdapat pada kelompok umur 15-14 tahun yaitu
sebanyak 23,8% atau 15 orang dan paling sedikit pada kelompok umur
0-14 tahun dan ≥75 tahun dengan persentase sebesar 0%. Pada tahun
2014persentase jumlah penderita tuberkulosis paling banyak terdapat
pada kelompok umur 15-24 tahun dan 35-44 tahun yaitu sebanyak
21,4% atau 12 orang dan paling sedikit pada kelompok umur 65-74
tahun yaitu sebanyak 1,8% atau 1 orang. Pada tahun 2015persentase
jumlah penderita tuberkulosis paling banyak terdapat pada kelompok
umur 25-34 tahun dan 45-54 tahun yaitu sebanyak 22,4% atau 15
orang dan paling sedikit pada kelompok umur ≥75 tahun dengan
persentase sebesar 0%. Sedangkan menurut jenis kelamin,distribusi
penderita penyakit tuberkulosis dari tahun 2013-2015 paling banyak
terjadi pada orangjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak57,1% atau
36orang ,62,5% atau 35orang dan 21,5% atau 40 orang.
2. Pelaksanaan Surveilans tuberkulosis di Puskesmas Pampang tahun 2013-
2015belum cukup baik karena ada yang seharusnya di lakukan di
Puskesmas namun tidak dilaksanakan.
3. Atribut sistem surveilans tuberkulosis di PuskesmasPampang tahun 2013-
2015telah dilaksanakan dengan cukup baik mulai dari kesederhananaan
(simplicity), fleksibilitas (flexibility), dan ketepatan waktu (timeliness).

5.2 Saran
1. Kepada petugas surveilans diharapkan agar melakukan pengamatan,
pencatatan dan pelaporan secara lengkap dan akurat agar data yang
dikumpulkan mengenai distribusi penyakit berdasarkan orang, tempat dan
waktu lebih baik. Selain itu, dalam pelaksanaan surveilans di Puskesmas
Pampang Kota Makassar, sebaiknya pihak Puskesmas Pampang
menganalisis data berdasarkan tempat secara rinci per Rukun Warga (RW)
sehingga apabila ada program pencegahan atau penanggulangan penyakit
tuberkulosis dapat tepat sasaran.
2. Penyelenggaraan Surveilans penyakit tuberkulosis diharapkan dapat
optimal, maka diperlukan peran serta semua sektor, terutama seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah ataupun masyarakat,
instansi kesehatan baik di daerah maupun di pusat.
3. Dalam pelaksanaan surveilans di Puskesmas Pampang diharapkan ada
penambahan jumlah fasilitas penginputan data (komputer) agar lebih
mempermudah dalam menganalisis data. Selain itu disarankan agar
mengikuti pelatihan penggunaan software bagi petugas surveilans untuk
peningkatan keterampilan dalam melakukan pengolahan data serta
penggunaan komputer dalam pencatatan dan pengolahan data.
4. Dokumen-dokumen hasil pencatatan penderita yang berkunjung di
Puskesmas Pampang hendaknya disimpan dengan baik agar mudah
didapatkan apabila dibutuhkan.
5. Distribusi epidemiologi berdasarkan waktu, tempat dan orang sangat perlu
dilakukan karena sangat penting dalam menentukan program dan
intervensi yang akan dilakukan selanjutnya. Misalnya distribusi
berdasarkan waktu, dapat dilihat dari peningkatan kasus pada musim hujan
atau musim dingin perlu dilakukan antisipasi dalam bentuk kegiatan
penyuluhan dalam menghadapi perubahan musim
DAFTAR PUSTAKA

Amirudin, Ridwan. 2013. Surveilans Kesehatan Masyarakat. Bogor : IPB Press

Ardiansyah, Muhammad. Medikal Bedah untuk Mahasiswa. Yogyakarta: DIVA


Press, 2012

Arias, Kathleen Meehan. Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan. Jakarta : ECG, 2010

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis Paru cetakan ke 6, Jakarta, 2002

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Penyakit Menular Penyebab


Kematian Terbanyak di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Depkes. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8.


Jakarta: Depkes RI

Depkes. Laporan Nasional Riskesdas tahun 2007. Jakarta: pusat penelitian


pengembangan kesehatan

Dinaskesehatankota Makassar. Jumlah penderita TB di Makassar.2007 & 2008.

Dinkes Prov. Sulsel 2011, Rekapitulasi Laporamn Hasil P2 – TB Paru Melalui


Laporan Tribulan TB.07, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan,
Makassar.

Fitzpatrick C, Floyd K, Lienhardt C. The global plan to stop TB 2011–


2015.Mandelbaum-Schmid J, Burnier I, Hiatt T. edts.WHO.2011:5.

Kemenkes. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116/


Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Kesehatan.

Last, JM. 2001. A Dictionary of Epidemiology. New York: Oxford University


Press, Inc.

Mahdiana, Ratna. Mengenal, Mencegah, dan Mengobati Penularan Penyakit dari


Infeksi. Yogyakarta: Citra Pustaka, 2010.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 tentang


Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan .
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses penyakit. Vol 2. Jakarta: EGC, 2006

Robbin, Stanley L dkk. Buku Ajar Patologi. Vol 2. Jakarta: ECG,2007.

Sandina, Dewi. 2011. 9 Penyakit Mematikan. Smart Pustaka. Yogyakarta.

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. Keperawatan Medikal Bedah.vol 1.


Jakarta: ECG, 2002

Suarni, Helda. 2009. Faktor Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian


Penyakit TB BTA Positif di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Bulan
Oktober Tahun 2008-April Tahun 2009. Universitas Indonesia.

Utarini A, Wuryaningtyas B, Basri C. Strategi nasional pengendalian TB di


Indonesia 2010-2014: Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal PengendalianPenyakit dan Penyehatan Lingkungan:
2011.

WHO. 2002. Comprehensive Assessment of the National Disease Surveilans in


Indonesia. Washington DC.

Zulkarnain, 2005. Analisis Drug Resistance Dan Multi Drug Resistance


Tuberkulosis Previously Treated Cases dengan Strategi Dots di Kabupaten
Deli Serdang Tahun 2004. Tesis

Anda mungkin juga menyukai