Anda di halaman 1dari 3

RESUME JURNAL DIAGNOSTIK

Diagnosis Superfisial Mycosis dengan Metode PCR yang Cepat dan Efektif
dari sampel Skuama, Kuku dan Rambut.

Irene Alvarez-Mosquera, Silvia Hernaez, Juan Sanchez, Maria Dolores Suarez, Ramon
Cisterna

Abstrak

Pendahuluan: Superfisial mycosis adalah diagnosis terbanyak yang


menyerang stratum korneum kulit, kuku dan rambut. Secara umum disebabkan oleh
ragi dan dermatofita. Onikomikosis adalah infeksi terbanyak dengan di Eropa
dengan 80-90% disebabkan oleh Trichopyton rubrum.
Objektif: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan teknik
diagnostik tradisional dari mycoses superfisial dengan teknik polymerase chain
reaction (PCR) spektrum luas yang mengamplifikasi daerah tertentu dari RNA 18S
ribosom (rRNA) langsung dari sampel skala, paku dan rambut.
Metode dan Sampel: Sebanyak 626 sampel klinis (diperoleh di Rumah Sakit
Universitas Basurto, Bilbao, Spanyol) dianalisis dengan kultur tradisional,
mikroskopi dan PCR. Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan buffer
ekstraksi dan serum bovin, dan amplifikasi sampel dan kinerja PCR diperiksa
dengan elektroforesis gel agarose konvensional.
Hasil: Sebanyak 211 sampel (34%) menghasilkan diagnosis positif dengan
setidaknya salah satu dari dua metode yang diterapkan: kultur (21%) dan PCR
(22%). Meskipun identifikasi menggunakan teknik sekuensing bernilai presentase
rendah (40%), nilai yang dikontribusikan oleh amplifikasi daerah 18S rRNA
dianggap penting dalam identifikasi karena menunjukkan nilai prediksi yang tinggi
untuk diagnosis positif dan negatif (90,9 % dan 94,6%, masing-masing)
Kesimpulan: Metode PCR yang diusulkan telah dikonfirmasi sebagai
metode komplementer, cepat, dan efektif dalam diagnosis mycoses superfisial.
Selain itu, mengurangi waktu untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dari 4
minggu hingga 7 jam..
RESUME

Superfisial mycosis atau dermatomikosis mencakup semua infeksi jamur


kutan dan kutaneomukosa. Jamur penyebab superfisial mycosis dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu : (1) Ragi (Candida, Trichosporon dan Malassezia) dan (2)
Jamur berfilamen, pada dasarnya Dermatofita yang mencakup Microsporum,
Trychophyton dan Epidermophyton. Pada superfisial mycosis, onikomikosis (Tinea
Unguium) memiliki prevalensi terbanyak di lingkungan. Infeksi jamur pada kuku
ini terutama disebabkan oleh dermatofita, ragi, dan jamur non dermatofita lainnya.
Infeksi ini mencapai 50% dari kelainan pada kuku. Berdasarkan fakta bahwa
adanya kesamaan presentasi klinis onikomikosis dengan kelainan kulit lainnya,
perlu dilakukan identifikasi terhadap jamur dan pengobatan yang efekti terhadap
setiap kasus.
Sampel diambil dari 626 penderita. Sampel dari skuama (70 dari kaki, 20 dari
tangan), kuku (440 kuku kaki, 83 kuku tangan) dan rambut (13) yang didapatkan
dari Spesialis Mikologi di Rumah Sakit Universitas Basurto, Bilbao, Spanyol.
Sampel skuama didapatkan dengan cara penggoresan pada kulit pasien
menggunakan skalpel steril. Pada kasus kuku, sampel diambil dari bagian
subungual. Merode yang digunakan saat ini adalah mikroskopi dan kultur in vitro
serta indentifikasi morfologi dari jamur.
Semua sampel awalnya diamati menggunakan mikroskop dengan KOH 20%
kemudian diinkubasi pada suhu 27˚C selama 4 minggu dengan cara menyebarkan
sampel di atas Sabouraud Dextrose agar dengan kloramfenikol dan Sabouraud
dengan kloramfenikol-cycloheximide. PCR dilakukan pada colume reaksi total 50
µl terdiri atas 1 x reaksi buffer, 200 µM dNTP, 0,5 µM setiap primer, 2 U Taq
Polimerase dan Milli-Q water. Protokol PCR terdiri dari langkah denaturasi awal 2
menit pada suhu 95˚C diikuti 35 siklus selama 1 menit pada suhu 95˚C, 1 menit
pada suhu 55˚C, dan 2 menit pada suhu 72˚C. Setelah itu, elongasi akhir pada suhu
72˚C selama 7 menit untuk menghindari adenilasi. Diagnosis dari setiap sampel
dikombinasikan dari teknik pemeriksaan yang disebutkan di atas : (1) pengamatan
mikroskop dengan KOH 20%, (2) karakteristik makro dan mikro dari kultur, dan
(3) pengamatan pada are 18S rRNA
Pada penelitian ini, total 626 sampel diantaranya adalah 440 sampel kuku
kaki, 83 kuku tangan, 70 skuama dari kaki, 20 skuama dari tangan, dan 13 rambut
dianalisa dengan 3 metode yang disebutkan pada sesi sebelumnya. Dari semua
sampel, 211 (34%) menghasilkan diagnosis positif melalui salah satu metode yang
dilakukan. Dalam sampel positif, 47 dari 211 (22,3%) menampilkan kecocokkan di
antara ketiga metode identifikasi yang dilakukan di sini. Sisa dari sampel, yaitu,
164 dari 211, (77,7%), tidak menunjukkan kecocokan di antara tiga metode yang
berbeda yang dilakukan dalam penelitian ini. Ditemukan bahwa semakin banyak
hasil positif dengan tiga metode pengidentifikasi yang berhubungan dengan sampel
kuku jari kaki (33/47); Namun, kuku tangan hanya mewakili 10/47 dari sampel
positif pada tiga metode yang dilakukan. Ada kesesuaian antara spesies yang
ditemukan dalam kultur dan PCR; Namun, itu tidak terjadi dalam kasus spesies
Candida di mana kita bisa melihat perbedaan pada tingkat subspesies
Metode PCR ini telah dikonfirmasi sebagai metode komplementer, cepat, dan
efektif dalam diagnosis mycoses superfisial. Selain itu, mengurangi waktu untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan dari 4 minggu menjadi 7 jam. Namun,
kelemahan utama dari metode ini adalah bahwa diperlukan kuantitas DNA yang
tinggi. Oleh karena itudisarankan mengumpulkan cukup banyak sampel dalam
setiap kasus untuk memastikan keberhasilan diagnosis secara langsung.

Anda mungkin juga menyukai