OLEH:
1607521093
26
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
1. PENDAPATAN NASIONAL
1. Pengertian Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional merupakan seluruh pendapatan yang diterima oleh seluruh
anggota masyarakat atau seluruh rumah tangga keluarga (RTK) dalam suatu negara dengan
kurun waktu tertentu, biasanya dalam waktu satu tahun. Pendapatan nasional dapat juga
diartikan sebagai hasil produksi nasional, yang berarti nilai hasil produksi yang dihasilkan
oleh seluruh anggota masyarakat suatu negara dalam waktu tertentu, biasanya satu tahun.
Pendapatan nasional memiliki peran yang sangat vital bagi sebuah negara, karena
pendapatan nasional merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan perekonomian suatu
negara. Dengan pendapatan nasional, akan terlihat tingkat kemakmuran suatu negara,
semakin tinggi pendapatan nasional suatu negara maka dapat dikatakan semakin tinggi juga
tingkat kesejahteraan rakyatnya. Namun, sesungguhnya pendapatan nasional suatu negara
tidak dapat sepenuhnya dijadikan sebagai indikator naiknya tingkat kesejahteraan rakyat di
suatu negara.
2. Konsep Pendapatan Nasional
Produk Domestik Bruto (GDP)
GDP merupakan salah satu instrumen penting untuk dapat menghitung pendapatan
nasional. Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa
barang dan jasa yang dihasikan oleh unit – unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara
selama satu tahun. Termasuk yang dihasilkan oleh perusahaan asing, asalkan wilayahnya
masih dalam wilayah suatu negara. Barang – barang yang dihasilkan termasuk barang modal
yang belum diperhitungkan penyusutannya, karena jumlah yang didapatkan dari GDP
dianggap bersifat bruto/ kotor. Contohnya terdapat perusahaan A dari Korea yang
mempunyai cabang di Indonesia, hasil produksinya juga harus dihitung ke dalam GDP.
Rumus untuk menghitung GDP yaitu:
GDP = Pendapatan WNI di Dalam Negeri + Pendapatan WNA di Dalam Negeri
Penghitungan nilai GDP dapat dilakukan atas dua macam dasar harga yaitu:
GDP atas dasar harga berlaku, merupakan GDP yang dihitung dengan dasar harga
yang berlaku pada tahun tersebut. GDP atas dasar harga berlaku berfungsi untuk
melihat dinamika / perkembangan struktur ekonomi yang rill pada tahun tersebut.
GDP atas dasar harga konstan, merupakan GDP yang dihitung dengan dasar harga
yang berlaku pada tahun tertentu. GDP atas dasar harga konstan berfungsi untuk
melihat pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Contohnya, jika kita ingin
mengetahui berapa persen kenaikan GDP dari tahun 1998, 1999 dan tahun 2000,
karena nilai/ harga suatu produk tiap tahun berubah – ubah maka kita harus mengubah
nilai GDP tahun 1998 dan 1999 dengan dasar harga tahun 2000 sehingga akan terlihat
dengan jelas besaran kenaikan dari tiap tahunnya
Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) merupakan nilai produk berupa
barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun,
termasuk yang dihasilkan oleh warga negara tersebut yang dihasilkan di luar negeri.
Contohnya seperti seorang pria dari Indonesia yang menjual pakaian di Singapura, hasilnya
berupa barang dan jasanya dalam GNP. Jadi GNP menekankan pada aspek kewarganegaraan
(nationality).
Rumus perhitungan GNP:
GNP = Pendapatan WNI di Dalam Negeri + Pendapatan WNI di Luar Negeri
Atau
GNP = GDP +Pendapatan WNI di Luar Negeri – Pendapatan WNA di Dalam Negeri
Atau
GNP = GDP – Pendapatan NETO atas faktor dari Luar Negeri
Produk Nasional Netto (NNP)
Produk Nasional Netto (Net National Product) merupakan hasil dari GNP yang telah
dikurangi dengan penyusutan modal dalam proses produksi. Inti dari NNP merupakan konsep
pendapatan nasional yang dilihat hanya dari laba yang diperoleh. Karena tujuan dari NNP
adalah untuk mencari netto atau nilai bersih dari suatu produksi.
Rumus perhitungan NNP:
NNP = GNP - Penyusutan
Pendapatan Nasional Netto (NNI)
Pendapatan Nasional Netto (Net National Income) adalah pendapatan nasional
berdasarkan jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor
produksi.
Rumus perhitungan NNI:
NNI = NNP – Pajak tidak langsung + subsidi
- Pajak tidak langsung harus dikurangkan, karena tida mencerminkan balas jasa atas faktor
produksi. Uang pajak memang diterima oleh penjual/produsen bersama harga pasar
barang yang dijualnya, tetapi uang pajak itu wajib diserahkan kepada pemerintah.
- Subsidi harus ditambahkan karena harga- harga tertentu yang dibuat lebih murah daripada
biaya produksi sesungguhnya, misalnya untuk subsidi harga pupuk, BBM, atau beras.
Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income) adalah jumlah pendapatan yang diterima
oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan
kegiatan apapun. Tetapi harus dikurangi dengan laba yang ditahan, iuran asuransi, iuran
jaminan social, dan ditambah pembayaran pindahan/transfer (transfer payment).
Rumus perhitungan PI:
PI = NNI + transfer payment – (laba ditahan+iuran asuransi+iuran jaminan
social+pajak perseroan)
Pendapatan yang Siap Dibelanjakan / Disposable Income
DI merupakan pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan untuk membeli barang dan
jasa beserta tabungan yang disalurkan menjadi investasi tetapi dikurangi pajak langsung.
Pajak langsung adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada orang lain,
contohnya pajak pendapatan.
Rumus perhitungan DI:
DI = PI – Pajak langsung
Hal ini berarti suatu barang di British sama dengan harga barang tersebut di Amerika
dikalikan dengan nilai tukar dipsar spot. Jika absolute PPP tidak berlaku, maka akan terjadi
proses arbitrase.
Absolute PPP dapat berlaku dengan syarat harus memenuhi asumsi sebagai berikut:
1. Tidak ada biaya transaksi seperti, biaya pengiriman, asurasnsi dan lain-lain
2. Tidak ada hambatan perdagangan, seperti tarif, kuota, pajak, dan lain-lain.
3. Barang yang diperdagangkan sama.
Dalam praktek bisnis asumsi-asumsi tersebut sangat sulit untuk dipenuhi, maka
dikembangkan konsep paritas daya beli relatif (relative purchasing power parity)
Teori ini tidak menjelaskan apa yang menentukan tingkat nilai tukar absolute, tetapi
menjelaskan apa yang menentukan perubahan nilai tukar dari waktu ke waktu.
Perubahan nilai tukar ditentukan oleh perbedaan tingkat inflasi antar dua negara.
Dengan kata lain, apresiasi atau depresiasi kurs spot yang diharapkan ditentukan oleh
perbedaan tingkat inflasi yang diharapkan. Perubahan nilai tukar yang diharapkan pada tahun
yang akan datang [E(S1) – S0]/S0 adalah: [E(S1) – S0]/S0 ≡ IFC – IUS
Keterangan:
Dengan kata lain, relative PPP menyatakan bahwa persentase perubahan nilai tukar
yang diharapkan sama dengan perbedaan tingkat inflasi yang diharapkan antar-kedua negara.
- Rasio antara harga barang dan jasa non-traded terhadap harga barang dan jasa traded
lebih tinggi di negara-negara maju daripada di negara-negara berkembang. Salah satu
alasannya, adalah bahwa teknik produksi barang dan jasa non-traded di negara
berkembang dan negara maju relatif hampirsama, namun para pekerja di bidang ini di
negara maju menerima gaji yang lebih besar dibandingkan dengan para pekerja pada
produksi barang dan jasa traded.
- Selama indeks harga umum termasuk didalamnya barang dan jasa traded dan non-
traded, dan harga-harga barangdan jasa non-traded tidak sama dalam perdagangan
internasional tetapi lebih tinggi di negara maju, maka pendekatan PPP relatif akan
cenderung memberikan hasil bahwa mata uang negara berkembang dinilai terlalu
rendah atau nilai tukar di negara berkembang mengalami undervalued.
Rp.
8.000/$
Rp.
7.700/$ D$
0 $1 $2 $3
Apabila pemerintah menetapkan atau mempertahankan kurs valas sebesar maka
dikatakan bahwa Rp dianggap atau dinilai overvaluation, tetapi USD dinilai undervaluation.
Sebaliknya, apabila pemerintah menetapkan atau mempertahankan kurs valas sebesar, maka
diakatakan bahwa Rp dianggap atau dinilai undervaluation, tetapi USD di nilai overvaluation.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penilaian over dan undervaluation suatu mata uang
atau valas harus dilihat dari aspek domestic currency (Rp) atau foreign currency (USD).
Teori Paritas Tingkat Bunga adalah salah satu teori yang penting mengenai penentuan
tingkat bunga dalam sistem devisa bebas (apabila penduduk masing-masing negara bebas
memperjualbelikan devisa). Teori ini pada pokoknya menyatakan: Dalam sistem devisa bebas
tingkat bunga di negara satu akan cenderung sama dengan tingkat bunga dinegara lain,
setelah diperhitungkan perkiraan mengenai laju depresiasi mata uang negara yang satu
terhadap negara yang lain. atau secara aljabar
Rn= Rf + E*
Keterangan:
E* = Laju depresiasi mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing yang diperkirakan
akan terjadi.
Jadi, apabila tingkat bunga di AS untuk katakan pinjaman jangka 6 bulan adalah 10%
pertahun, dan selama 6 bulan mendatang kurs dollar AS terhadap rupiah diperkirakan
meningkat dengan 4% (atau 8% apabila dinyatakan dalam laju pertahun), maka tingkat bunga
untuk pinjaman jangka 6 bulan di indonesia akan cenderung sama dengan 10% + 8% = 18%
pertahun.
Apabila tingkat bunga yang berlaku di dalam negeri (untuk pinjaman 6 bulan tersebut)
lebih rendah daripada 18% per tahun, maka akan lebih menguntungkan bagi pemilik dana
untuk meminjamkan uangnya di AS dan menerima imbalan 10% per tahun tanpa harus
menanggung kerugian kapital berupa penurunan nilai mata uang rupiah sebesar 8% per tahun.
Dana akan mengalir ke AS dan ini akan mengurangi tersedianya dana rupiah di dalam negeri,
dan selanjutnya akan mendorong tingkat bunga di dalam negeri untuk naik mendekati 18%
per tahun. Sebaliknya apabila tingkat bunga di dalam negeri ternyata lebih tinggi dari 18%
per tahun (katakan 20%), maka akan lebih menguntungkan bagi orang AS untuk menukarkan
dollarnya menjadi rupiah dan selanjutnya meminjamkannya di indonesia dengan bunga 20 %
per tahun. Meskipun seandainya perkiraan bahwa nilai rupiah akan turun 8% per tahun benar-
benar terjadi, ia masih menerima imbalan 20% - 8% = 12% per tahun (dinyatakan dalam
dollar). Jadi akan ada aliran dana (dollar) masuk ke indonesia, sehingga suplai dana (rupiah)
di indonesia meningkat dan ini cenderung akan menurunkan tingkat bunga di dalam negeri
sampai mendekati 18% per tahun.
Fisher Effect
The Fisher effet mengatakan bahwa tingkat bunga nominal di negara manapun akan
sama dengan real rate of return yang diinginkan oleh para investor (tingkat bunga yang akan
mengkompensasi para investor untuk penundaan konsumsi saat ini/sekarang) plus/ditambah
tingkat inflasi yang diperkirakan (premium untuk menyeimbangkan/offset kenyataan bahwa
inflasi akan menurunkan daya beli dari dana yang diinvestasikan; premium ini harus
menyamakan tingkat inflasi selama periode investasi). Atau dengan kata lain bahwa tingkat
bunga nominal merupakan fungsi dari tingkat bunga riil dan premium ekspektasi inflasi.
Contoh jika return riil yang diinginkan adalah 2 % dan tingkat inflasi diperkirakan
akan menjadi sebesar 5 % maka tingkat bunga nominal + 7 %.
Oleh karena itu perbedaan tingkat inflasi antara dua negara akan sama
dengan/menyamakan perbedaan tingkat bunga. Sebagaimana ditunjukan oleh persamaan
yang disederhanakan berikut ini:
if – ih = pf – ph.
Persamaan ini merupakan konversi dari persamaan (1 + ph)/(1 + pf) = (1 + ih)/(1 + if)
dengan mengurangi kedua sisinya dan asumsi bahwa nilai pf dan i secara relatif kecil.
Untuk tujuan penghitungan indeks, dapat ditempuh berbagai cara untuk menetapkan
nilai maksimum dan minimum X(ij). Sebagai ilustrasi, jika tujuannya hanya sekedar
membandingkan kinerja propinsi/ kabupaten/ kota dalam satu tahun tertentu maka nilai
tertinggi dan terendah X(ij) pada tahun tersebut dapat dipilih sebagai nilai maksimum dan
minimum (nilai ekstrim).
Indikator IPM
Untuk melihat capaian IPM antar wilayah dapat dilihat melalui pengelompokkan IPM
ke dalam beberapa kategori, yaitu:
IPM < 60 : IPM rendah
60 < IPM < 70 : IPM sedang
70 < IPM < 80 : IPM tinggi
IPM < 80 : IPM sangat tinggi
Teori keunggulan absolut dari Adam Smith sering disebut teori murni perdagangan
internasional. Dasar pemikiran teori ini adalah suatu negara akan melakukan perdagangan
atau pertukaran apabila setiapnegara memperoleh keuntungan mutlak dari perdagangan.
Suatu negara dikatakan mempunyaikeuntungan mutlak dalam memproduksi suatu jenis
barang apabila negara tersebut dapat memproduksibarang dengan biaya yang lebih murah
dibandingkan jika barang itu diproduksi di negara lain. Dengan demikian, suatu negara akan
mengekspor suatu barang jika negara tersebut dapat membuatnya secaralebih murah
dibandingkan negara lain.
Biaya juga merupakan faktor yang terlibat dalam menentukan apakah keuntungan
absolut ada. Ketika itu adalah mungkin untuk memproduksi lebih banyak produk dengan
menggunakan sumber daya yang lebih sedikit, ini biasanya diterjemahkan ke dalam biaya
produksi yang lebih rendah per unit. Bahkan dengan asumsi bahwa produsen menjual setiap
unit dengan biaya sedikit di bawah kompetisi, hasil akhir masih harus keuntungan yang lebih
tinggi pada setiap unit yang dijual.
Contoh: Indonesia dan India memproduksi dua jenis komoditi yaitu pakaian dan tas
dengan asumsi (anggapan) masing-masing negara menggunakan 100 tenaga kerja untuk
memproduksi kedua komoditi tersebut. 50 tenaga kerja untuk memproduksi pakaian dan 50
tenaga kerja untuk memproduksi tas. Hasil total produksi kedua negara tersebut yaitu:
Contoh lain:
Secara matematis, teori absolute advantage dari adam smith dapat diilustrasikan
dengan data hipotesis sebagai berikut.
4kg = 1m
Indonesia 12 kg 3m
1kg = 1/4m
Cina 4 kg 8m 1/2kg = 1m
1kg = 2m
Berdasarkan ilustrasi di atas dapat diketahui bahwa tenaga kerja Indonesia memiliki
keunggulan absolute dalam produksi teh (12 kg), sedangkan Cina memiliki keunggulan
absolute dalam produksi sutra (8m). Berdasarkan DTDN dapat dilihat bahwa harga 1 kg teh
di Indonesia lebih murah (hanya ¼ sutra) dibandingkan dengan di Cina yang lebih mahal
(yaitu 2 m sutra). Sebaliknya, harga 1 m sutra di Cina lebih murah (hanya ½ kg teh)
dibandingkan dengan di Indonesia yang lebih mahal (yaitu 4 kg teh).
Berdasarkan perbandingan DTDn pada kedua negara di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa Indonesia memiliki keunggulan absolute dalam produksi teh sehingga akan melakukan
spesialisasi produksi dan ekspor teh ke Cina. Sebaliknya, Indonesia akan mengimpor sutra ke
Cina. Sedangkan Cina memiliki keunggulan absolute dalam produksi sutra sehingga akan
melakukan spesialisasi produksi dan ekspor sutra ke Indonesia. Sebaliknya, Cina akan
mengekspor teh dari Indonesia.
Teori keunggulan komparatif David Ricardo berdasarkan atas beberapa asumsi, antara
lain sebagaiberikut:
Pizza 1 3
Pakaian 2 4
Agar terlihat sederhana, diasumsikan ada dua negara (Amerika dan Eropa) dan dua
output (pizza dan pakaian). Keduanya memiliki sumber daya masing-masing 120 jam tenaga
kerja (TK) untuk memproduksi pizza dan pakaian. Namun Amerika mampu memproduksi i
unit pizza dengan 1 jam TK dan 1 unit pakaian dengan 2 jam TK. Sedangkan Eropa
membutuhkan 3 jam TK untuk memproduksi 1 unit pizza dan 4 jam TK untuk
pakaian. Sekedar keterangan, Amerika mampu memproduksi keduanya dengan jam TK
(input) yang lebih sedikit daripada Eropa. Menurut Teori Keuntungan Absolut (Absolute
Advantage), Amerika seharusnya memproduksi keduanya sendiri. Namun tidak demikian
menurut teori keuntungan komparatif.
Produksi di kedua negara menghasilkan upah riil yang berbeda bagi TK. Upah riil
bagi TK di Amerika adalah 1 pizza atau 1/2 pakaian. Sementara di Eropa, upah riil TK hanya
1/3 pizza atau 1/4 pakaian. Artinya upah di Eropa lebih rendah dibandingkan di Amerika dan
TK di Eropa memiliki daya beli yang relatif lebih kecil. Ini tentunya juga menimbulkan
perbedaan biaya produksi, dan jika pasar adalah persaingan sempurna, harga pizza dan
pakaian akan berbeda di kedua negara.
Sementara itu, mari kita lihat berapa total output yang mampu diproduksi kedua
negara tanpa melakukan perdagangan. Jika diasumsikan dari total 120 jam TK (input) yang
tersedia di tiap negara separuhnya dialokasikan untuk produksi pizza dan separuhnya lagi
dialokasikan untuk produksi pakaian, maka total produksi kedua negara adalah sebagai
berikut:
Kebutuhan jam Tenaga Kerja untuk Produksi
Pizza 60 20
Pakaian 30 15
Total 90 + 35 = 125
Dengan input 120 jam TK yang dimiliki masing-masing negara, jika dialokasikan
separuh-separuh, Amerika mampu memproduksi 60 pizza (60 jam TK / 1) dan 30 pakaian (60
jam TK / 2). Sedangkan Eropa mampu memproduksi 20 pizza (60 jam TK / 3) dan 15
pakaian (60 jam TK / 4). Dengan demikian, total produksi yang dihasilkan kedua negara
adalah 125 unit, yang terdiri dari pizza dan pakaian.
Dengan asumsi biaya transpotasi tidak ada atau relatif sangat kecil, Amerika
kemudian akan mengekspor pizza ke Eropa dan Eropa akan mengekspor pakaian ke Amerika.
Karena biaya produksi yang lebih murah, harga pizza Amerika yang diekspor juga akan lebih
murah dan ini mendorong harga pizza di Eropa turun. JIka harga pizza di eropa terlalu rendah
bagi produsen Eropa, mereka akan menutup produksinya karena tidak menguntungkan lagi.
Akhirnya mereka akan beralih ke produksi yang lebih menguntungkan, yaitu pakaian.
Sedangkan kebutuhan pizza di Eropa akan dipenuhi dengan impor. Hal yang sama juga
terjadi terhadap pakaian di Amerika. Pada akhirnya, perbedaan harga akan membuat Amerika
hanya memproduksi Pizza dan Eropa hanya memproduksi pakaian.
Pizza 120 0
Pakaian 0 30
Contoh lain:
Berdasarkan hipotesis teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost
comparative advantage.
Negara Produksi
1 kg gula 1 m kain
Sebaliknya, tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja
Indonesia dalam produksi 1 meter kain (3/6 hari kerja) daripada produksi 1 kg gula (6/3 atau
2/1 hari kerja). Hal ini mendorong Cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
6. PORTER’S DIAMOND THEORY
Teori Porter tentang daya saing nasional berangkat dari keyakinannya bahwa teori
ekonomi klasik yang menjelaskan tentang keunggulan komparative tidak mencukupi, atau
bahkan tidak tepat. Menurut Porter, suatu negara memperoleh keunggulan daya saing /
competitive advantage (CA) jika perusahaan (yang ada di negara tersebut) kompetitif.
Daya saing suatu negara ditentukan oleh kemampuan industri melakukan inovasi dan
meningkatkan kemampuannya. Perusahaan memperoleh (CA) karena tekanan dan tantangan.
Perusahaan menerima manfaat dari adanya persaingan di pasar domestik, supplier domestik
yang agresif, serta pasar lokal yang memiliki permintaan tinggi. Perbedaaan dalam nilai-nilai
nasional, budaya, struktur ekonomi, institusi, dan sejarah semuanya memberi kontribusi pada
keberhasilan dalam persaingan. Perusahaan menjadi kompetitif melalui inovasi yang dapat
meliputi peningkatan teknis proses produksi atau kualitas produk.
Selanjutnya Porter mengajukan Diamond Model (DM) yang terdiri dari empat
determinan (faktor – faktor yang menentukan) National Competitive Advantage (NCA).
Empat atribut ini adalah: factor conditions, demand conditions, related and supporting
industries, dan firm strategy, structure, and rivalry.
Factor conditions mengacu pada input yang digunakan sebagai faktor produksi,
seperti tenaga kerja, sumber daya alam, modal dan infrastruktur. Argumen Poter, kunci utama
faktor produksi adalah “diciptakan” bukan diperoleh dari warisan. Lebih jauh, kelangkaan
sumber daya (factor disadvantage) seringkali membantu negara menjadi kompetitif. Terlalu
banyak (sumber daya) memiliki kemungkinan disia-siakan, ketika langka dapat mendorong
inovasi.
Demand conditions, mengacu pada tersedianya pasar domestik yang siap berperan
menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing. Pasar seperti ini ditandai dengan
kemampuan untuk menjual produk-produk superior, hal ini didorong oeh adanya permintaan
barang-dan jasa berkualitas serta adanya kedekatana hubungan antara perusahan dan
pelanggan.
Related and Supporting Industries, mengacu pada tersedianya serangkaian dan
adanya keterkaitan kuat antara industri pendukung dan perusahaan, hubungan dan dukungan
ini bersifat positif yang berujung pada penngkatan daya saing perusahaan. Porter
mengembangkan model dari faktor kondisi semacam ini dengan industrial clusters atau
agglomeration, yang memberi manfaat adanya potential technology knowledge spillover,
kedekatan dengan dengan konsumer sehingga semakin meningkatkan market power.
Firm strategy, Structure and Rivalry, mengacu pada strategi dan struktur yang ada
pada sebagian besar perusahaan dan intensitas persaingan pad aindustri tertentu. Faktor
Strategy dapat terdiri dari setidaknya dua aspek: pasar modal dan pilihan karir individu. Pasar
modal domestik mempengaruhi strategi perusahaan, sementara individu seringkali membuat
keputusan karir berdasarkan peluan dan prestise. Suatu negara akan memiliki daya saing pada
suatu industri di mana personel kuncinya dianggap prestisious. Struktur mengikuti strategi.
Struktur dibangun guna menjalankan strategi. Intensitas persaingan (rivalry) yang tinggi
mendorong inovasi.
Porter juga menambahkan faktor lain: peran pemerintah dan chance, yang
dikatakan memiliki peran penting dalam menciptakan NCA. Peran dimaksud, bukan sebagai
pemain di industri, namun melalui kewenangan yang dimiliki memberikan fasilitasi, katalis,
dan tantanan bagi industri. Pemerintah menganjurkan dan mendorong industri agar mencapai
level daya saing tertentu. Hal – hal tersebut dapat dilakukan pemerintah melalui kebijakan
insentif berupa subsidi, perpajakan, pendidikan, fokus pada penciptaan dan penguatan factor
conditions, serta menegakkan standar industri.
Poin utama dari DM, Porter mengemukakan model pencitpaan daya saing yang self-
reinforcing, di mana persaingan domestik men-stimulasi tumbuhnya industri dan secara
bersamaan membentuk konsumer yang maju (sophisticated) yang selalu menghendaki
peningkatan dan inovasi. Lebih jauh DM juga mempromosikan industrial cluster. Kontribusi
Porter menjelaskan hubungan antara firm-industry-country, serta bagaimana hubungan ini
dapat mendukung negara dan sebaliknya.
Menurut Porter jika perusahaan ingin meningkatkan usahanya dalam persaingan yang
ketat perusahaan harus memiliki prinsip bisnis, Harga yang tinggi, Produk dengan biaya yang
rendah, dan bukan kedua - duanya. Berdasarkan prinsip tersebut maka Porter Menyatakan ada
tiga Strategi Generik yaitu: Differentiation, Overall Cost Leadership dan Fokus. Menurut
Porter strategi perusahaan untuk bersaing dalam suatu industri dapat berbeda - beda dan
dalam berbagai dimensi, Porter mengemukakan tiga belas dimensi yang biasanya digunakan
oleh perusahaan dalam bersaing, yaitu: Spesialisasi, Identifikasi Merk, Dorongan Versus
Tarikan, Seleksi Saluran, Mutu Produk, Kepeloporan Teknologis, Integrasi Vertikal, Posisi
Biaya, Layanan, Kebijakan Harga, Leverage, Hubungan dengan Perusahaan Induk,
Hubungan dengan Pemerintah.
Didalam teori persaingan kita mengenal ada suatu teori dari Michael Porter yang
sangat terkenal pada saat menganalisis persaingan atau competition analysis. Teori tersebut
sangat terkenal dengan istilah Porter Five Forces Model. Intinya sebenarnya Porter menilai
bahwa perusahaan secara nyata tidak hanya bersaing dengan perusahaan yang ada dalam
industri saat ini. Analisis yang biasa digunakan sebuah perusahaan adalah siapa pesaing
langsung perusahaan tersebut dan akhirnya mereka terjebak dalam “competitor oriented”,
sehingga tidak mempunyai visi pasar yang jelas. Dalam five forces model digambarkan
bahwa kita juga bersaing dengan pesaing potensial kita, yaitu mereka yang akan masuk, para
pemasok atau suplier, para pembeli atau konsumen, dan produsen produk-produk pengganti.
Dengan demikian, kita harus mengetahui bahwa ada lima kekuatan yg menentukan
karakteristik suatu industri, yaitu:
1. Intensitas persaingan antar pemain yg ada saat ini,
2. Ancaman masuk pendatang baru,
3. Kekuatan tawar menawar pemasok,
4. Kekuatan tawar pembeli, dan
5. Ancaman produk pengganti.
Kekuatan pertama yang biasanya menjadi fokus para pemasar adalah masalah
intensitas rivalitas atau persaingan antar pemain dalam industri. Biasanya intensitas
persaingan itu dipengaruhi banyak faktor, misalnya struktur biaya produk. Misalkan semakin
besar porsi biaya tetap dalam struktur biaya, maka semakin tinggi intensitas persaingan. Hal
ini disebabkan, setiap penjual memiliki tingkat break even point yang tinggi sehingga pada
umumnya harus menjual produk dalam jumlah yang besar, dan bila perlu dilakukan “banting
harga” agar bisa mencapai tingkat break even tersebut.
Kedua, ancaman masuk dari pendatang baru, kekuatan ini biasanya dipengaruhi oleh
besar kecilnya hambatan masuk ke dalam industri. Hambatan masuk kedalam industri itu
contohnya antara lain: besarnya biaya investasi yang dibutuhkan, perijinan ,akses terhadap
bahan mentah, akses terhadap saluran distribusi, ekuitas merek dan masih banyak lagi.
Biasanya semakin tinggi hambatan masuk, semakin rendah ancaman yg masuk dari
pendatang baru.
Ketiga adalah kekuatan tawar pemasok atau supplier. Biasanya sedikit jumlah
pemasok, semakin penting produk yang dipasok, dan semakin kuat posisi tawarnya.
Demikian juga dengan kekuatan keempat yaitu kekuatan tawar pembeli, dimana kita bisa
melihat bahwa semakin besar pembelian, semakin banyak pilihan yang tersedia bagi pembeli
dan pada umumnya akan membuat posisi pembeli semakin kuat. Kekuatan yang terakhir
adalah soal produk –produk substitusi, seberapa banyak produk substitusi di pasar.
Ketersedian produk substitusi yg banyak akan membatasi keleluasaan pemain dalam industri
untuk menentukan harga jual produk.
Faktor Eksternal
Kelima kekuatan bersaing menurut Porter diatas dapat dikategorikan sebagai faktor
eksternal. Definisi dari faktor eksternal perusahaan itu sendiri adalah lingkungan bisnis yang
melengkapi operasi perusahaan yang memunculkan peluang dan ancaman. Faktor ini
mencakup lingkungan industri dan lingkungan bisnis makro, yang membentuk keadaan
dalam organisasi dimana organisasi ini hidup. Elemen-elemen dari Faktor eksternal tersebut
adalah pemegang saham, pemerintah, pemasok, komunitas lokal, pesaing, pelanggan,
kreditur, serikat buruh, kelompok kepentingan khusus, dan asosiasi
perdagangan. Lingkungan kerja perusahaan umumnya adalah industri dimana perusahaan
dioperasikan.
Lingkungan bisnis makro atau lingkungan sosial terdiri dari kekuatan umum yang
tidak berhubungan langsung dengan aktivitas-aktivitas jangka pendek organisasi tetapi dapat
dan sering mempengaruhi keputusan-keputusan jangka panjang. Perusahaan-perusahaan
besar membagi membagi lingkungan sosial dalam satu wilayah geografis menjadi empat
kategori, terdiri dari faktor ekonomi, sosiokultural, teknologi dan politik-hukum dalam
hubungannya dengan lingkungan perusahaan secara keseluruhan.
Sehingga apabila dilihat dari penjelasan mengenai definisi Faktor Eksternal
perusahaan dikaitkan dengan 5 kekuatan bersaing M. Porter, maka 5 kekuatan bersaing
Porter merupakan Faktor Eksternal. Penjelasan lebih lanjut menganai analisis Faktor
Eksternal adalah faktor ini dibagi menjadi dua, yakni Peluang (opportunities) dan Ancaman
(threats). Ancaman adalah suatu kondisi dalam lingkungan umum yang dapat menghambat
usaha-usaha perusahaan untuk mencapai daya saing strategis. Sedangkan peluang adalah
kondisi dalam lingkungan umum yang dapat membantu perusahaan mencapai daya saing
strategis.