Anda di halaman 1dari 9

PAPER

KLASIFIKASI TANAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Lingkungan Pertanian dan Biosistem
Dosen Pengampu : Dr. Ir. Edy Suryadi MT.

Disusun oleh :
Elni Ayi Handayani
240110160115
TEP-B

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KLASIFIKASI TANAH
Klasifikasi tanah memiliki berbagai versi. Terdapat kesulitan teknis dalam
melakukan klasifikasi untuk tanah karena banyak hal yang memengaruhi
pembentukan tanah. Selain itu, tanah adalah benda yang dinamis sehingga selalu
mengalami proses perubahan. Tanah terbentuk dari batuan yang aus/lapuk akibat
terpapar oleh dinamika di lapisan bawah atmosfer, seperti dinamika iklim,
topografi/geografi, dan aktivitas organisme biologi. Intensitas dan selang waktu
dari berbagai faktor ini juga berakibat pada variasi tampilan tanah.
Dalam melakukan klasifikasi tanah para ahli pertama kali melakukannya
berdasarkan ciri fisika dan kimia, serta dengan melihat lapisan-lapisan yang
membentuk profil tanah. Selanjutnya, setelah teknologi jauh berkembang para ahli
juga melihat aspek batuan dasar yang membentuk tanah serta proses pelapukan
batuan yang kemudian memberikan ciri-ciri khas tertentu pada tanah yang
terbentuk.
Berdasarkan kriteria itu, ditemukan banyak sekali jenis tanah di dunia. Untuk
memudahkannya, seringkali para ahli melakukan klasifikasi secara lokal. Untuk
Indonesia misalnya dikenal sistem klasifikasi Dudal-Soepraptohardjo (1957-1961)
yang masih dirujuk hingga saat ini di Indonesia untuk kepentingan pertanian,
khususnya dalam versi yang dimodifikasi oleh Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimatologi (Puslittanak) pada tahun 1978 dan 1982.
Pada tahun 1975 dirilis sistem klasifikasi USDA (Departemen Pertanian AS).
Sistem ini dibuat karena sistem-sistem klasifikasi lama saling tumpang tindih dalam
penamaan akibat perbedaan kriteria. Dalam pemakaiannya, sistem USDA
memberikan kriteria yang jelas dibandingkan sistem klasifikasi lain, sehingga
sistem USDA ini biasa disertakan dalam pengklasifikasian tanah untuk
mendampingi penamaan berdasarkan sistem FAO atau PPT (Pusat Penelitian
Tanah). Kelemahan dari sistem ini, khususnya untuk negara berkembang, adalah
kriterianya yang sangat mendasarkan pada analisis laboratorium yang rinci,
sehingga para praktisi sulit untuk mendefinisikan langsung di lapangan. Walaupun
demikian, sistem USDA sangat membantu karena memakai sistem penamaan yang
konsisten.
1. Sistem Klasifikasi Dudal-Soepraptohardjo
Taksonomi tanah berdasarkan sistem Dudal-Soepraptohardjo mendasarkan
pada penampilan profil tanah dan sejumlah ciri-ciri fisika dan kimia. Dasar sistem
ini adalah dari Rudi Dudal, ahli tanah dari Belgia, yang dimodifikasi untuk situasi
Indonesia oleh M. Soepraptohardjo. Sistem ini disukai oleh pekerja lapangan
pertanian karena mudah untuk diterapkan di lapangan. Versi aslinya dirilis pada
tahun 1957. Modifikasinya dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah pada tahun 1978
dan 1982. Sistem ini (dan modifikasinya) berlaku khusus untuk Indonesia, dengan
mengadopsi beberapa sistem internasional, khususnya dalam penamaan dan
pemberian kriteria.
Berikut adalah klasifikasi tanah Indonesia menurut sistem Dudal-
Soepraptohardjo (D-S), diberikan dengan padanannya menurut empat sistem
klasifikasi lain.
Dudal- Modifikasi PPT FAO/UNESCO World Reference Soil Survey Staff
Soepraptohardjo atas D-S (1974) Base USDA
(D-S) (1957-1961) (1978/1982) (WRB) (2007) (1975 – 1990)
Tanah aluvial Tanah alluvial Fluvisol Entisol, Inceptisol
(endapan, alluvial
soil)
Andosol Andosol Andosol Andosol Andisol
Tanah Hutan Kambisol Cambisol Cambisol Inceptisol
Coklat
(Brown Forest
Soil)
Grumusol Grumusol Vertisol Vertisol Vertisol
Latosol Kambisol, Cambisol, Inceptisol, Ultisol,
Latosol, Lateritik Litosol, Oxisol
Ferralsol
Litosol Litosol Litosol Entisol (subkelompok
lithic)
Mediteran Mediteran Luvisol Chromic Luvisols Alfisol, Inceptisol
Dudal- Modifikasi PPT FAO/UNESCO World Reference Soil Survey Staff
Soepraptohardjo atas D-S (1974) Base USDA
(D-S) (1957-1961) (1978/1982) (WRB) (2007) (1975 – 1990)
Organosol Organosol Histosol Histosol Histosol
Podsol Podsol Podsol Podzols Spodosol
Podsolik Merah Podsolik Acrisol Ultisol
Kuning
Podsolik Coklat Kambisol Cambisol Inceptisol
Podsolik Coklat Podsolik Acrisol Ultisol
Kelabu
Regosol Regosol Regosol Entisol, Inceptisol
Renzina Renzina Rendzina Calcic Leptosols Rendoll
– Ranker Ranker Acidic Leptosols –

2. Sistem Soil Taxonomy (USDA)


Sistem USDA atau Soil Taxonomy dikembangkan pada tahun 1975 oleh tim
Soil Survey Staff yang bekerja di bawah Departemen Pertanian Amerika Serikat
(USDA). Sistem ini pernah sangat populer namun juga dikenal sulit diterapkan.
Oleh pembuatnya, sistem ini diusahakan untuk dipakai sebagai alat komunikasi
antarpakar tanah, tetapi kemudian tersaingi oleh sistem WRB. Meskipun demikian,
beberapa konsep dalam sistem USDA tetap dipakai dalam sistem WRB yang
dianggap lebih mewakili kepentingan dunia.
Sistem klasifikasi tanah terbaru ini memberikan Penamaan Tanah
berdasarkan sifat utama dari tanah tersebut. Menurut Hardjowigeno (1992)terdapat
10 ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah USDA 1975, yaitu:
1. Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat
penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai
kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan
tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison di atasnya dan
tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan sistem klasifikasi
yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-
kadang juga Podzolik Merah Kuning.
2. Aridisol
Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai
kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadang-
kadang dengan horison penciri lain. Padanan dengan klasifikasi lama adalah
termasuk Desert Soil.
3. Entisol
Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat
muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri
lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Kata Ent berarti recent atau baru.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial atau
Regosol.
4. Histosol
Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan
kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih
dari 30% (untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik
tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata Histos berarti jaringan tanaman.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Organik atau
Organosol.
5. Inceptisol
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih
berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang
berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum
berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol,
Gleihumus, dll.
6. Mollisol
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon
lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari
1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras
bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan
dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem, Brunize4m,
Rendzina, dll.
7. Oxisol
Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral
mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga
kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak
mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapang,
tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan dengan sistem
klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol Merah
Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning.
8. Spodosol
Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horison bawah
terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang, dilapisan
atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic). Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzol.
9. Ultisol
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi
penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman
180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan sistem klasifikasi
lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf
Kelabu.
10. Vertisol
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat
tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan
mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras.
Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan dengan sistem klasifikasi lama
adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit.

Terdapat berbagai macam sistem klasifikasi tanah yang ada di dunia, namun
di Indonesia dikenal 3 (tiga) jenis klasifikasi tanah yang masing-masing
dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor, FAO/UNESCO dan USDA
(United States Department of Agriculture = Departemen Pertanian Amerika
Serikat). Nama-nama tanah dalam tingkat Jenis dan Macam tanah dalam sistem
Pusat Penelitian Bogor yang disempurnakan (1982) sangat mirip dengan sistem
FAO/UNESCO. Walaupun demikian nama-nama lama yang sudah terkenal tetap
dipertahankan, tetapi menggunakan definisi-definisi baru. Jenis-jenis tanah yang
ada adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Jenis-Jenis Tanah menurut Klasifikasi Pusat Penelitian Tanah Bogor,


(disempurnakan, 1982)
NO. NAMA KETERANGAN
1. Organosol Tanah organik (gambut) yang ketebalannya lebih dari 50 cm.
Tanah mineral yang ketebalannya 20 cm atau kurang. Di bawahnya
2. Litosol
terdapat batuan keras yang padu.
Tanah dengan epipedon mollik (warna gelap, kandungan bahan organik
3. Rendzina lebih dari 1 %, kejenuhan basa 50 %), dibawahnya terdiri dari batuan
kapur.
Tanah dengan kadar liat lebih dari 30 % bersifat mengembang dan
4. Grumusol mengerut. Jika musim kering tanah keras dan retak-retak karena
mengerut, jika basah lengket (mengembang).
Tanah yang selalu jenuh air sehingga berwarna kelabu atau
5. Gleisol
menunjukkan sifat-sifat hidromorfik lain.
Tanah berasal dari endapan baru dan berlapis-lapis, bahan organik
6. Aluvial jumlahnya berubah tidak teratur dengan kedalaman. Hanya terdapat
epipedon ochrik, histik atau sulfurik, kandungan pasir kurang dari 60 %.
Tanah bertekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60 %, hanya
7. Regosol
mempunyai horison penciri ochrik, histik atau sulfurik.
Tanah bertekstur kasar dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman
sekurang-kurangnya 50 cm dari permukaan atau memperlihatkan ciri-
8. Arenosol ciri mirip horison argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak memenuhi
syarat karena tekstur terlalu kasar. Tidak mempunyai horisin penciri
kecuali epipedon ochrik.
Tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam (epipedon mollik atau
9. Andosol
umbrik) dan mempunyai horison kambik; kerapatan limbak (bulk
NO. NAMA KETERANGAN
density) kurang dari 0,85 g/cm3, banyak yang mengandung amorf atau
lebih dari 60 % terdiri dari abu vulkanik vitrik, cinders atau bahan
pyroklastik lain.
Tanah dengan kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai gumpal, gembur,
warna tanah seragam dengan dengan batas-batas horison yang kabur,
10. Latosol
solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50 %,
umumnya mempunyai epipedon kambrik dan horison kambik.
11. Brunizem Seperti Latosol, tetapi kejenuhan basa lebih dari 50 %.
Tanah dengan horisin kambik, atau epipedon umbrik atau molik. Tidak
12. Kambisol
ada gejala-gejala hidromorfik (pengaruh air).
Tanah dengan penimbunan liat (horison argilik). Dari horison
penimbunan liat maksimum ke horison-horison di bawahnya, kadar liat
13. Nitosol
turun kurang dari 20 %. Mempunyai sifat ortoksik (kapasitas tukar
kation kurang dari 24 cmol (+) / kg liat.
Tanah dengan horison penimbunan liat (horison argilik), dan kejenuhan
14. Podsolik
basa kurang dari 50 %, tidak mempunyai horison albik.
Seperti tanah Podsolik (mempunyai horison argilik) tetapi kejenuhan
15. Mediteran
basa lebih dari 50 %.
Tanah dengan horison albik yang terletak diatas horison dengan
permeabilitas lambat (misalnya horison argilik atau natrik) yang
16. Planosol memperlihatkan perubahan tekstur nyata, adanya liat berat atau fragipan,
dan memperlihatkan ciri-ciri hidromorfik sekurang-kurangnya pada
sebagian dari horison albik.
Tanah dengan horison penimbunan besi, Alumunium Oksida dan bahan
17. Podsol
organik (sama dengan horison sporadik). Mempunyai horison albik.
Tanah dengan pelapukan lanjut dan mempunyai horison oksik, yaitu
horison dengan kandungan mineral mudah lapuk rendah, fraksi liat
18. Oksisol dengan aktivitas rendah, kapasitas tukar kation rendah (kurang dari 16
cmol (+) / kg liat). Tanah ini juga mempunyai batas-batas horison yang
tidak jelas.
SUMBER REFERENSI

Adyatma, Sidharta. dkk. 2008. Bahan Ajar Geografi Tanah. Banjarmasin : FKIP
UNLAM.

Sudibyakto, H. A. dkk. 2004. Geografi Kelas X. Yogyakarta : Fakultas


Geografi Universitas Gajah Mada.

Tim penulis kelompok 4. 2006. Laporan Kulah Kerja Lapangan (KKL).


Banjarmasin : FKIP UNLAM

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. Jakarta : PT. Mediyatama Sarana
Perkasa. 233 halaman.

Anda mungkin juga menyukai