Disusun oleh :
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
1. Model Praktik Keperawatan Profesional
A. Definisi MPKP
Manajemen Asuhan Keperawatan merupakan suatu pengelolaan Sumber
Daya Manusia Keperawatan dalam menjalankan kegiatan keperawatan
menggunakan metoda proses keperawatan untuk menyelesaikan masalah pasien.
Dengan demikian dalam pengelolaan asuhan keperawatan ini terdapat hubungan
antara perawat dan pasien baik langsung ataupun tidak langsung.
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) yaitu model Keperawatan
Primer adalah metode pemberian asuhan keperawatan komprehensif yang
merupakan aplikasi dari model praktik keperawataan profesional. Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP) diaplikasikan dalam bentuk model Keperawatan
Primer adalah metode pemberian asuhan keperawatan komprehensif.
Metode Keperawatan Primer adalah metode pemberian asuhan keperawatan
komprehensif yang merupakan penggabungan model praktik keperawataan
profesional. Setiap perawat profesional bertanggung jawab terhadap asuhan
keparawatan pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Perawat primer bertanggung
jawab memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh dengan menulis asuhan
keperawatan, mulai pengkajian sampai perencanaan keperawatan selama 24 jam
sejak pasien mulai dirawat sampai pulang (Huber, 2000)
Modifikasi kuantitas dan kualifikasi tenaga dan berbagai persyaratan yang
berhubungan dengan MPKP seperti sarana, pengorganisasian, standar dokumentasi,
menjadikan model asuhan bukan MPKP yaitu ada berbagai macam jenis modifikasi
sesuai kondisi yang ada, misalnya modifikasi tim dan modifikasi perawat primer.
Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan dengan
modifikasi antara tim dan primer. Menurut Sudarsono (2000), MPKP dikembangkan
beberapa jenis sesuai dengan kondisi sumber daya manusia yang ada, antara lain
adalah:
a. Model Praktek Keperawatan Profesional III Melalui pengembangan model PKP
III dapat berikan asuhan keperawatan profesional tingkat III. Pada ketenagaan
terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik
yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan
riset serta memanfaatkan hasilhasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II Pada model ini akan mampu
memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat
tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk
cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi
tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisnya.
Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil- 14 hasil riset dalam
memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu
orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan
riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10)
c. Model Praktek Keperawatan Profesional. Pada model ini perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan
penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian
asuhan keperawatan yang digunakan. Pada model ini adalah kombinasi metode
keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model Praktek Keperawatan
Profesional Pemula (MPKP) merupakan tahap awal untuk menuju model PKP.
Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula.
Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan,
metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan
Menurut Ratna S. Sudarsono (2000), bahwa penetapan sistem model MAKP
diasarkan pada beberapa alasan, yaitu :
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus
mempunyai latar belakang pendidikan SI keperawatan atau setara
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni , karena tanggung jawab asuhan
keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim
c. Melalui kombinasi kedua model ini diharapkan komunitas asuhan keperawatan
dan akountabilitasnya terdapat pada primer. Disamping itu karena saat ini
perawat yang ada di rumah sakit sebagaian besar adalah lulusan SPK, maka akan
mendapat bimbingan dari perawat primer atau ketua tim tentang asuhan
keperawatan. Nilai-nilai profesional dari penatalaksanaan kegiatan keperawatan
diaplikasikan dalam bentuk aktifitas pelayanan profesional yang dipaparkan
dalam 4 pilar sebagai berikut : 1. Pendekatan Manajemen (Management
Approach) 2. Penghargaan karir (compensatory rewards) 3. Hubungan
Profesional (professional relationship) 4. Sistem pemberian asuhan pasien
(patient care delivery system) Kegiatan yang ditetapkan pada tiap pilar
merupakan kegiatan dasar MPKP yang dapat dikembangkan jika tenaga
keperawatan yang bekerja berkualitas.
Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart & Woods
(1996), secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :
Renpra seharusnya dibuat sesegera mungkin, paling lambat 1 kali 24 jam setelah
pasien masuk karena fungsinya sebagai pedoman dan media komunikasi. Berdasarkan
ketentuan tugas dan tanggung jawab PP tidak sedang bertugas ( misalnya pada malam
hari atau hari libur ), PA yang sebelumnya telah didelegasikan dapat melakukan
pengkajian dasar dan menentukan satu diagnosa keperawatan yang terkait dengan
kebutuhan dasar pasien. Selanjutnya segera setelah PP bertugas kembali maka
pengkajian dan renpra yang telah ada harus divalidasi dan dilengkapi.
Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus dimengerti oleh
semua PA. Semua anggota tim harus memiliki pemahaman yang sama tentang istilah-
istilah keperawatan yang digunakan dalam renpra tersebut. Misalnya dalam renpra, PP
menuliskan rencana tindakan keperawatan ; " monitor I/O ( Intake/Output = pemasukan /
pengeluaran ) tiap 24 jam".
Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud dengan monitor
I/O, contoh lain dalam perencanaan PP menuliskan "berikan dukungan pada pasien dan
keluarganya" , maka baik PP dan PA dalam timnya harus memiliki persepsi yang sama
tentang tindakan yang akan dilakukan tersebut. Oleh sebab itu PP harus menjelaskan
kembali pada PA tentang apa yang disusunnya tersebut.
Pendelegasian tindakan keperawatan yang berdasarkan pada renpra, PP terlebih
dahulu harus memiliki kemampuan masing-masing PA. Hal yang tidak dapat
didelegasikan pada PA adalah tanggung jawab dan tanggung gugat seorang PP (Dunville
dan McCuock, 2004). Tindakan yang telah didelegasikan pada PA, PP tetap
berkewajiban untuk tetap memonitor dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh
PA.
Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari profesi lain,
seorang PP harus memenuhi kepribadian yang baik serta keterampilan berkomunikasi,
misalnya memiliki sikap mampu menghargai orang lain, tidak terkesan memerintah atau
menggurui atau bahkan menyalahkan orang lain dalam hal ini tim kesehatan dari profesi
lain, merupakan kemampuan yang harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi antar
profesi ini PP dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.
H. Tantangan yang Dihadapi dalam Dinamika Tim PP-PA dan Tenaga Kesehatan Lainnya.
Tim PP-PA dapat dipandang sebagai suatu kelompok. Masalah atau tantangan
yang dapat dialami dalam membina kerjasama profesional dalam kelompok dan antar
profesi. tersebut diantaranya adalah :
1. PP tidak mampu ( tidak kompeten ) melakukan perannya, misalnya tidak mampu
membuat renpra, atau memberikan pendelegasian kepada PA yang tidak sesuai
dengan kemampuan PA tersebut.
2. PA tidak mampu menjalankan perannya, misalnya PA tidak mampu melakukan
tindakan yang sesuai dengan tugas yang telah didelegasikan oleh PP.
3. Sikap tenaga kesehatan lain yang kurang menghargai keberadaan profesi
keperawatan.
4. Adanya friksi diantara sesama PA.
Tantangan seperti disebutkan diatas dapat di pandang sebagai dinamika yang
terjadi dalam kelompok. Menghadapi tantangan tersebut seluruh pihak yang terkait
dalam komunikasi perawat pasien baik secara tidak langsung seperti CCM (Clinical Care
Manajer) , kepala ruangan, dan secara langsung PP dan PA sendiri harus melakukan
evaluasi dan mencari alternatif penyelesaiannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3421/9%20KAJIAN%20PENERAP
AN%20MODEL%20PRAKTIK%20KEPERAWATAN.pdf?sequence=1
https://adysetiadi.files.wordpress.com/2012/05/metode-mpkp.pdf
http://repository.unand.ac.id/18323/1/PERSEPSI%20KEPALA%20RUANG%20RAWAT%2
0DAN%20PERAWAT%20PELAKSANA%20TERHADAP%20%20STRUKTUR
,%20PROSES%20SERTA%20NILAI-
NILAI%20PROFESIONAL%20%20DALAM%20PELAKSANAAN%20MODEL
%20PRAKTEK%20KEPERAWATAN%20PROFESIONAL%20%20DI%20RUA
NG%20RAWAT%20ANAK,%20KELAS%20INTERNE,%20VIP%20KHUSUS%
20%20VIP%20AMBUNSURI.pdf
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI. (2009). Modul Sistem pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional. Jakarta: Departemen Kesehatan
Kusnanto.2004. Pengantar Praktik dan Keperawatan Profesional, EGC : Jakarta.
Sitorus, R., 2012. The effect of implementing professional nursing practice model on quality
of nursing care in the hospital in Indonesia, Journal of Education and Practice Vol
3. No 15,www.iiste.org/journal/index.php /JEP diakses 22 Oktober 2013 jam 5.49
WIB
Sitorus dan Yulia. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit:
penataan struktur & proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan di ruang
rawat: panduan implementasi. Jakarta: EGC
Waty, N. L., 2010. Analisa pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat
Murai I dan Murai II RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, http://ejournal.unri.ac.id
diakses 22 Oktober 2013