Disusun oleh :
Kelompok 8-A14.2
Utami Dwi Yusli (22020114120006)
Kunita Wuragil (22020114120055)
Maftukhatun Ni’mah (22020114120063)
Maida Yuniar Benita (22020114130078)
Tiara Adelina D (22020114130104)
M. Nur Triyanto (22020114130112)
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
ANALISIS JURNAL “HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA
PERAWAT DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO”
Pelayanan keperawatan memiliki arti penting sesuai fungsinya, yaitu preventif, kuratif
dan rehabilitative, seiring perkembangan permintaan masyarakat menjadi lebih kompleks dan
kritis dalam pemberian pelayanan keperawatan (Zaidin, 2002 dalam Sefriandita, 2013).
Dengan meningkatnya perkembangan permintaan masyarakat otomatis beban kerja perawat
akan meningkat juga sejalan dengan tindakan – tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan
pelayanan keperawatan.
Berdasarkan hasil penelitian ini terhadap beban kerja dan kinerja perawat dibagi
dalam 3 kategori untuk beban kerja yaitu berat, sedang, ringan. Sedangkan untuk kinerja
perawat dibagi dalam 4 kategori yaitu baik, cukup, kurang baik, dan tidak baik.
Sistem rotasi ruangan untuk mengurangi kejenuhan perawat sebagai sarana untuk
meminimalkan beban kerja perawat, perlu dilakukan pelatihan/ workshop, reward positif
terhadap perawat untuk meningkatkan kemampuan perawat dalam rangka peningkatan
kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dan perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut bagi peneliti selanjutnya terkait factor - faktor yang mempengaruhi beban kerja
perawat dan juga penelitian tentang analisis kinerja perawat di rumah sakit, karena system
rotasi memiliki kekurangan yaitu tidak efektif, karena perawat harus beradaptasi dari awal
lagi terkait bidang yang ia hadapi di ruangan barunya, atau kompetensi yang dimiliki perawat
tidak sesuai dengan kompetensi pada ruang tersebut. Pelatihan /workshop akan meningkatkan
kemampuan dan wawasan perawat, sehingga dapat mengikuti perkembangan dari permintaan
pasien yang kompleks. Sedangkan reward positif akan meningkatkan motivasi kerja perawat
untuk bekerja secara optimal dan professional.
Kesimpulan , hubungan antara beban kerja perawat dengan kinerja perawat adalah
berbanding terbalik, yaitu jika beban meningkat maka kinerja perawat akan menurun.
Jurnal:
Sefriadinata, Titok. 2013. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Di RSUD Saras
Husada Purworejo. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
ANALISIS JURNAL “KEBUTUHAN JUMLAH TENAGA PERAWAT
BERDASARKAN BEBAN KERJA PADA INSTALASI RAWAT INAP RSUD
MAMUJU UTARA PROVINSI SULAWESI BARAT”
Kualitas asuhan keperawatan dapat mencapai hasil yang optimal apabila beban kerja
dan sumber daya perawat yang ada memiliki proporsi yang seimbang dengan jumlah tenaga
yang ada. (Aviantono, 2009 dalam Sade, et al 2013). Metode Perencanaan kebutuhan tenaga
perawat sangat dbutuhkan rumah sakit untuk dapat memperhitungan beban kerja dengan
jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan. Menurut Wulandhari,2011 dalam Sade, et al 2013
terdapat tiga metode perencanaan kebutuhan tenaga perawat berdasarkan kategori pasien
yaitu metode Douglas, metode Gillies, serta metode lokakarya PPNI dari ketiga metode
tersebut memiliki perhitungannya masing – masing dan terdapat selisih hasil diantara
keempatnya
Menurut PPNI mempunyai empat formula yang diteliti meliputi variable BOR,
jumlah tempat tidur, jumlah perawatan pasien selama 24 jam dan jumlah hari efektif kerja.
3. Metode Gillies
4. Metode Swansburg
Contoh :
Pada suatu unit dengan 24 tempat tidur dan 17 klien rata rata perhari
Jumlah jam kontak langsung perawat – klien = 5 jam /klien/hari.
1) total jam perawat /hari : 17 x 5 jam = 85 jam
jumlah perawat yang dibutuhkan : 85 / 7 = 12,143 ( 12 orang) perawat/hari
2) Total jam kerja /minggu = 40 jam
jumlah shift perminggu = 12 x 7 (1 minggu) = 84 shift/minggu
jumlah staf yang dibutuhkan perhari = 84/6 = 14 orang
(jumlah staf sama bekerja setiap hari dengan 6 hari kerja perminggu dan 7
jam/shift)
Menurut Warstler dalam Swansburg dan Swansburg (1999),
merekomendasikan untuk pembagian proporsi dinas dalam satu hari → pagi :
siang : malam = 47 % : 36 % : 17 %
Sehingga jika jumlah total staf keperawatan /hari = 14 orang
Pagi : 47% x 14 = 6,58 = 7 orang
Sore : 36% x 14 = 5,04 = 5 orang
Malam : 17% x 14 = 2,38 = 2 orang
BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to inpatient bed
count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005) dalam
(Nyoman, 2009) BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
Indicator ini memberikan gambaran rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Nilai parameter BOR ideal adalah antara 60%-85% (depkes RI, 2005 dalam (Nyoman, 2009)
Rumus :
BOR = (jumlah hari perawatan di rumah sakit/ (jumlah tempat tidur x jumlah hari
dalam satu periode)) x 100%
Bed occupancy rate (BOR) adalah presentase pemanfaatan jumlah tempat tidur. Bahwa
dengan pencapaian angka BOR yang cukup/tinggi maka tingkat kebutuhan terhadap jumlah
tenaga perawat juga semakin tinggi. Menurut Susanto (2009) dalam (Sade, Razak, & Thaha,
2012) mengungkapkan bahwa pencapaian angka BOR berpengaruh secara signifikan
terhadap kebutuhan tenaga perawat, hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan jumlah tenaga
perawat yang sesuai akan meningkatkan pencapaian angka BOR yang cukup. Pencapaian
persentase pemanfaatan jumlah tempat tidur untuk ruangan perawatan rawat inap pada RSUD
Mamuju Utara sangat berpariasi pada setiap ruang perawatan, pada ruangan perawatan I
pencapaian angka BOR adalah mencapai 24%, untuk ruan ag perawatan II mencapai 11%
sedangkan untuk ruang perawatan III adalah 8%. (Sade, Razak, & Thaha, 2012)
Pada dasarnya semua metoda atau formula telah dikembangkan untuk menghitung
tenaga rumah sakit berakar pada beban kerja personil yang bersangkutan. Jumlah tenaga
perawat dapat ditentukan oleh tingkat BOR (Ilyas 2004 dalam (Sade, Razak, & Thaha,
2012).
LOS adalah lamanya rata-rata pasien dirawat. Angka LOS didapat dengan
menggunakan rumus lama dirawat per pasien keluar (hidup/mati). Serti halnya penelitian
yang dilakuakan oleh (Sari, 2009) yang menyatakan bahwa nilai LOS untuk ruang Shafa IA,
Shafa IB, Marwah IA, Marwah IB, Al Ikhlas, Arafah, H. Ismail anak II, H. Ismail bayi dan
Fitrah bayi baru dihitung sejak tahun 2006 dan untuk SCU hanya di hitung pada tahun 2005.
Nilai LOS paling lama terjadi pada tahun 2005 berkisar antara 4-13 hari dan pada tahun
lainnya nilai LOS setiap ruangan bervariasi. Sedangkan untuk ruangan, LOS yang paling
lama diruang Raudah (ICU) yaitu 13 hari pada tahun 2005. Nilai LOS 6-8 hari ada dirungan
Al Ihsan III, Marwah IA, Shafa I, Shafa IA, Shafa IB. sedangkan nilai LOS terendah adalah #
hari yaitu di ruangan Fitrah Bayi
TOI (Turn Over Interval = tenggang perputaran) TOI menurut Depkes RI (2005) dalam
(Nyoman, 2009) adalah rata-rata hari dimana tepat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke
saat terisi berikutnya. Indicator ini memberikan gambaran tingkat efisisen penggunaan tempat
tidur. Ideal tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus
Seperrti halnya penelitian yang dilakuakan oleh (Sari, 2009) menyatakan bahwa nilai
TOI untuk ruangan Shafa I, Shafa IB, Marwah IB, Al Ikhlas, Al ikhsan, Arafah, H. Ismail
anak II, H. Ismail bayi dan Fitrah Bayi baru sihitung sejak tahun 2006 dan untuk SCU hanya
dihitung pada tahun 2005. Nilai TOI pada tahun 2005 disetiap ruangan bernilai kurang dari 1
hari kecuali ruang Shafa SUP, VIP, Raudah dan SCU, nilai TOI yang paling tinggi terdapat
pada tahun 2006 yaitu 20,9 hari dirung Arafah III.
DAFTAR PUSTAKA
Nyoman. (2009, januari 31). Unair MPKPK . Retrieved april 21, 2016, from From Zero To
Hero: http://mpkpk2008.blogspot.co.id/2009/01/perhitungan-bor-avlos-toi-bto-gdr-
ndr.html
Sade, S., Razak, A., & Thaha, R. M. (2012). KEBUTUHAN JUMLAH TENAGA
PERAWAT BERDASARKAN BEBAN KERJA PADA INSTALASI RAWAT INAP
RSUD MAMUJU UTARA PROVINSI SULAWESI BARAT . Jurnal Keperawatan,
1-12.
Sari, I. (2009). Tantangan yang dihadapi oleh perawat saat ini yaitu bekerja tanpa persiapan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk dapat menganalisis secara kritis
masalah kesehatan dan membuat keputusan yang tepat. Ini diperberat dengan sistem
pendukung yang ku. jurnal kesehatan masyarakat, 24-25.