Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS JURNAL

HUBUNGAN KETERGANTUNGAN PASIEN & JUMLAH TENAGA PERAWAT


DENGAN BEBAN KERJA PERAWAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan


Dosen Pembimbing: Ns. Devi Nurmalia, S. Kep., M. Kep.

Disusun oleh :
Kelompok 8-A14.2
Utami Dwi Yusli (22020114120006)
Kunita Wuragil (22020114120055)
Maftukhatun Ni’mah (22020114120063)
Maida Yuniar Benita (22020114130078)
Tiara Adelina D (22020114130104)
M. Nur Triyanto (22020114130112)

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
ANALISIS JURNAL “HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA
PERAWAT DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO”

Pelayanan keperawatan memiliki arti penting sesuai fungsinya, yaitu preventif, kuratif
dan rehabilitative, seiring perkembangan permintaan masyarakat menjadi lebih kompleks dan
kritis dalam pemberian pelayanan keperawatan (Zaidin, 2002 dalam Sefriandita, 2013).
Dengan meningkatnya perkembangan permintaan masyarakat otomatis beban kerja perawat
akan meningkat juga sejalan dengan tindakan – tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan
pelayanan keperawatan.

Penelitian tersebut menyatakan bahwa perawat merasa terbebani dengan tugas


mereka, yaitu waktu kerja yang berlebihan, tugas tambahan dan kurangnya kelengkapan
fasilitas, sedangkan menurut Undang-undang (UU) Kesehatan Tahun 1992, Pasal 23
menyebutkan bahwa upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja,
beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh
produktivitas kerja yang optimal. Beban kerja perawat akan memberi dampak terhadap
kualitas layanan, terutama dalam meningkatkan kinerja perawat (Depkes, 2006 dalam
Sefriadinata 2013). Berdasarkan penelitian tersebut beban kerja perawat terlalu banyak
sehingga berbanding terbalik dengan peraturan Undang –Undang yang ada dapat berdampak
terhadap produktivitas kerja perawat serta membahyakan dirinya maupun pasien.

Berdasarkan hasil penelitian ini terhadap beban kerja dan kinerja perawat dibagi
dalam 3 kategori untuk beban kerja yaitu berat, sedang, ringan. Sedangkan untuk kinerja
perawat dibagi dalam 4 kategori yaitu baik, cukup, kurang baik, dan tidak baik.

Kinerja perawat merupakan ukuran keberhasilan dalam mencapai tujuan pelayanan


keperawatan. Apabila kinerja perawat baik, maka pelayanan keperawatan yang diberikan pun
akan memuaskan dan meminimalisir peningkatan angka kematian dan timbulnya infeksi
nosocomial. Perawat yang bekerja di rumah sakit memiliki beban kerja yang lebih
membutuhkan ketelitian dan kecermatan dibandingkan dengan perawat puskesmas atau
instansi lainnya, karena pasien yang ditangani jauh lebih banyak dan masalahnya lebih
kompleks.

Sistem rotasi ruangan untuk mengurangi kejenuhan perawat sebagai sarana untuk
meminimalkan beban kerja perawat, perlu dilakukan pelatihan/ workshop, reward positif
terhadap perawat untuk meningkatkan kemampuan perawat dalam rangka peningkatan
kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dan perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut bagi peneliti selanjutnya terkait factor - faktor yang mempengaruhi beban kerja
perawat dan juga penelitian tentang analisis kinerja perawat di rumah sakit, karena system
rotasi memiliki kekurangan yaitu tidak efektif, karena perawat harus beradaptasi dari awal
lagi terkait bidang yang ia hadapi di ruangan barunya, atau kompetensi yang dimiliki perawat
tidak sesuai dengan kompetensi pada ruang tersebut. Pelatihan /workshop akan meningkatkan
kemampuan dan wawasan perawat, sehingga dapat mengikuti perkembangan dari permintaan
pasien yang kompleks. Sedangkan reward positif akan meningkatkan motivasi kerja perawat
untuk bekerja secara optimal dan professional.

Kesimpulan , hubungan antara beban kerja perawat dengan kinerja perawat adalah
berbanding terbalik, yaitu jika beban meningkat maka kinerja perawat akan menurun.

Jurnal:
Sefriadinata, Titok. 2013. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Di RSUD Saras
Husada Purworejo. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
ANALISIS JURNAL “KEBUTUHAN JUMLAH TENAGA PERAWAT
BERDASARKAN BEBAN KERJA PADA INSTALASI RAWAT INAP RSUD
MAMUJU UTARA PROVINSI SULAWESI BARAT”

Kualitas asuhan keperawatan dapat mencapai hasil yang optimal apabila beban kerja
dan sumber daya perawat yang ada memiliki proporsi yang seimbang dengan jumlah tenaga
yang ada. (Aviantono, 2009 dalam Sade, et al 2013). Metode Perencanaan kebutuhan tenaga
perawat sangat dbutuhkan rumah sakit untuk dapat memperhitungan beban kerja dengan
jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan. Menurut Wulandhari,2011 dalam Sade, et al 2013
terdapat tiga metode perencanaan kebutuhan tenaga perawat berdasarkan kategori pasien
yaitu metode Douglas, metode Gillies, serta metode lokakarya PPNI dari ketiga metode
tersebut memiliki perhitungannya masing – masing dan terdapat selisih hasil diantara
keempatnya

Menurut PPNI mempunyai empat formula yang diteliti meliputi variable BOR,
jumlah tempat tidur, jumlah perawatan pasien selama 24 jam dan jumlah hari efektif kerja.

Bed occupancy rate (BOR) adalah presentase pemanfaatan jumlah tempat


tidur. Menurut penelitian ini menunjukkan bahwa dengan pencapaian angka BOR yang
cukup/tinggi maka tingkat kebutuhan terhadap jumlah tenaga perawat juga semakin
tinggi. Hal ini dimaksudakan agar beban kerja perawat tidak berat sehingga kinerja perawat
akan optimal dan akan meningkatkan angka kepuasan pasien dan keluarga Selain itu
menurut Susanto, 2009 dalam Sade, et al (2013) jika jumlah tenaga perawat yang
dibutuhkan juga sesuai dengan kebutuhan hal ini juga akan berdampak pada pencapaian
BOR. Jadi antara BOR dan ketepatan jumlah tenaga perawat di rumah sakit akan saling
berhubungan. Hal tersebut dikarenakan saat jumlah tenaga sesuai, motivasi kerja perawat
akan tinggi dan pelayanan kesehatan akan sesuai juga dengan harapan pasien dan keluarga
sehingga masyarakat dapat menilai bahwa pelayanan suatu rumah sakit tersbut baik
sehingga angka BOR dapat semakin meningkat.
Menurut penelitian Sade, et al (2013) juga membuktikan bahwa jumlah jam
perawatan pasien selama 24 jam juga berpengaruh terhadap beban kerja perawat. Semakin
meningkatnya jumlah jam perawatan pasien selama 24 jam maka kebutuhan akan jumlah
tenaga perawat akan lebih meningkat pula. Hal ini berarti semakin banyak jumlah jam
perawatan pasien selama 24 jam semakin banyak pula kebutuhan jumlah tenaga perawat
yang dibutuhkan oleh pasien rawat inap pada rumah sakit begitu juga dengan sebaliknya
semakin rendah jumlah jam perawatan pasien selama 24 jam semakin sedikit juga
kebutuhan jumlah tenaganya (Jauri 2004 dalam Sade, et al 2013). Jika seorang pasien
dalam sehari membutuhkan perawatan yang intensif hal ini juga berdampak pada lamanya
perawatan yang akan diberikan perawat dalam satu hari tersebut. Tentunya ini akan
berdampak pada beban kerja perawat, oleh karena itu perhitungan jumlah tenaga perawat di
rumah sakit perlu mempertimbangkan factor ini agar beban kerja perawat tidak berat.
Secara umum kebutuhan jumlah tenaga perawat menurut formula Persatuan Perawat
Nasional Indonesia ( PPNI ) sebanyak 38 tenaga perawat. Namun hal ini dapat disesuaikan
oleh kedua faktor di atas tersebut yaitu tingkat BOR dan jumlah jam perawatan pasien
selama 24 jam. Sedangkan perhitungan tenaga perawat yang dibutuhkan RS tidak akan
tepat jika hanya dihitung menurut jumlah tempat tidur yang dimiliki rumah sakit karena
semuanya tempat tidur/ kamar pasien tidak sepenuhnya terisi sehingga hal ini tidak
berpengaruh dalam perhitungan jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan.
Kesimpulannya yaitu saat ini di lapangan masih terdapat perhitungan yang kurang
sesuai antara beban kerja perawat dengan jumlah tenaga perawat hal ini karena kedua faktor
tersebut kurang diperhatikan. Jika beban kerja perawat tinggi akan mengakibatkan kinerja
perawat kurang optimal seperti seperti keterlambatan pencatatan, pelaporan dan seperti
waktu shift yang tidak teratur, tugas pokok yang begitu banyak serta kurangnya tenaga
menjadi faktor pemicu keadaan tersebut maupun tindakan keperawatan langsung lainnya.
Masih kurangnya ketersediaan tenaga keperawatan seperti yang diperlihatkan dari hasil
perhitungan-perhitungan jumlah tenaga perawat dan beban kerja juga dapat berpengaruh
pada penilaian kepuasan pasien.
Jurnal:
Sade, S., Razak A., & Thaha, RM. Kebutuhan Jumlah Tenaga Perawat Berdasarkan Beban
Kerja Pada Instalasi Rawat Inap RSUD Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat.
Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
KEBUTUHAN TENAGA KEPERAWATAN
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
mempunyai kontribusi yang besar terhadap pelayanan kesehatan, selain itu keperawatan
merupakan armada terbesar dalam pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit sehingga
pelayanan keperawatan mempunyai posisi yang sangat penting dan strategis dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Untuk meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan tersebut tentu saja perlu adanya manajemen yang tepat agar beban
kerja perawat bisa optimal sehingga perawat mampu memaksimalkan dan menuntaskan
beban kerjanya dengan baik. Ada beberapa faktor yang memengaruhi beban kerja perawat,
yaitu tingkat ketergantungan pasien, jumlah tenaga perawat yang ada di rumah sakit serta
persentase BOR, LOS dan TOI.
Salah faktor utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan adalah
tenaga keperawatan yang efektif dan efisien sebagai sumber daya manusia.
Efektifitas dan efisiensi ketenagaan dalam keperawatan sangat ditunjang oleh
pemberian asuhan keperawatan yang tepat dan kompetensi perawat yang memadai. Oleh
karena itu, perlu kiranya dilakukan perencanaan yang strategis dan sistematis dalam
memenuhi kebutuhan tenaga keperawatan. Dan perencanaan yang baik mempertimbangkan :
klasifikasi klien berdasarkan tingkat ketergantungan, metode pemberian asuhan keperawatan,
jumlah dan kategori tenaga keperawatan serta perhitungan jumlah tenaga keperawatan. Untuk
itu diperlukan kontribusi dari manager keperawatan dalam menganalisis dan merencanakan
kebutuhan tenaga keperawatan di suatu unit rumah sakit.
Dalam menentukan kebutuhan tenaga keperawatan harus memperhatikan beberapa
faktor yang terkait beban kerja perawat, diantaranya seperti berikut :
a. Jumlah klien yang dirawat/hari/bulan/tahun dalam suatu unit
b. Kondisi atau tingkat ketergantungan klien
c. Rata-rata hari perawatan klien
d. Pengukuran perawatan langsung dan tidak langsung
e. Frekuensi tindakan yang dibutuhkan
f. Rata-rata waktu keperawatan langsung dan tidak langsung
g. Pemberian cuti
A. Klasifikasi Klien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan
Menurut Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) membagi
klasifikasi klien berdasarkan tingkat ketergantungan klien dengan menggunakan standar
sebagai berikut :
a. Kategori I : self care/perawatan mandiri, memerlukan waktu 1-2 jam/hari
1) kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
2) makanan dan minum dilakukan sendiri
3) ambulasi dengan pengawasan
4) observasi tanda-tanda vital setiap pergantian shift
5) pengobatan minimal dengan status psikologi stabil
6) perawatan luka sederhana.
b. Kategori II : Intermediate care/perawatan partial, memerlukan waktu 3-4 jam/hari
1) kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
2) observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
3) ambulasi dibantu
4) pengobatan dengan injeksi
5) klien dengan kateter urin, pemasukan dan pengeluaran dicatat
6) klien dengan infus, dan klien dengan pleura pungsi.
c. Kategori III : Total care/Intensif care, memerlukan waktu 5-6 jam/hari
1) semua kebutuhan klien dibantu
2) perubahan posisi setiap 2 jam dengan bantuan
3) observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
4) makan dan minum melalui selang lambung
5) pengobatan intravena “perdrip”
6) dilakukan suction
7) gelisah / disorientasi
8) perawatan luka kompleks.
B. Cara Perhitungan Jumlah dan Kategori Tenaga Keperawatan
1. Metode Douglas
Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) menetapkan jumlah
perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi klien,
dimana masingmasing kategori mempunyai nilai standar per shift nya, yaitu sebagai
berikut :
Contoh :
Ruang rawat dengan 17 orang klien, dimana 3 orang dengan ketergantungan
minimal, 8 orang dengan ketergantungan partial dan 6 orang dengan ketergantungan
total.
Maka jumlah perawat yang dibutuhkan :

2. Metode Sistem Akuitas


 Kelas I : 2 jam/hari
 Kelas II : 3 jam/hari
 Kelas III : 4,5 jam/hari
 Kelas IV : 6 jam/hari
Untuk tiga kali pergantian shift → Pagi : Sore : Malam = 35% : 35 % : 30%
Contoh :
Rata rata jumlah klien
1. kelas I = 3 orang x 2 jam/hari = 6 jam
2. kelas II = 8 orang x 3 jam/hari = 24 jam
3. kelas III = 4 orang x 4.5 jam/hari = 18 jam
4. kelas IV = 2 orang x 6 jam/hari = 12 jam
Jumlah jam : 60 jam
- pagi/sore = 60 jam x 35% = 2.625 orang (3 orang) 8 jam
- Malam = 60 jam x 30% 2.25 orang (2 orang ) 8 jam
jadi jumlah perawat dinas 1 hari = 3+3+2 = 8 orang.

3. Metode Gillies

Gillies (1994) menjelaskan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di suatu unit


perawatan adalah sebagai berikut :

Jumlah jam keperawatan rata rata jumlah


Yang dibutuhkan klien/hari x klien/hari x hari/tahun
Jumlah hari/tahun - hari libur x jumlah jam kerja
Masing masing tiap perawat
Perawat
= jumlah keperawatan yang dibutuhkan /tahun
jumlah jam keperawatan yang di berikan perawat/tahun
= jumlah perawat di satu unit

Prinsip perhitungan rumus Gillies :


Jumlah Jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari adalah :
1) waktu keperawatan langsung (rata rata 4-5 jam/klien/hari) dengan spesifikasi
pembagian adalah : keperawatan mandiri (self care) = ¼ x 4 = 1 jam ,
keperawatan partial (partial care ) = ¾ x 4 = 3 jam , keperawatan total (total care)
= 1-1.5 x 4 = 4-6 jam dan keperawatan intensif (intensive care) = 2 x 4 jam = 8
jam.
2) Waktu keperawatan tidak langsung
 menurut RS Detroit (Gillies, 1994) = 38 menit/klien/hari
 menurut Wolfe & Young ( Gillies, 1994) = 60 menit/klien/hari = 1
jam/klien/hari
3) Waktu penyuluhan kesehatan lebih kurang 15 menit/hari/klien = 0,25
jam/hari/klien Rata rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu
unit berdasarkan rata - rata biaya atau menurut Bed Occupancy Rate (BOR)
dengan rumus :
Jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu x 100 %
Jumlah tempat tidur x 365 hari

 Jumlah hari pertahun yaitu : 365 hari


 Hari libur masing-masing perawat per tahun, yaitu : 73 hari ( hari minggu/libur
= 52 hari ( untuk hari sabtu tergantung kebijakan rumah sakit setempat, kalau
ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan , begitu juga sebaliknya ),
hari libur nasional = 13 hari, dan cuti tahunan = 8 hari).
 Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja
efektif 6 hari maka 40/6 = 6.6 = 7 jam per hari, kalau hari kerja efektif 5 hari
maka 40/5 = 8 jam per hari)
 Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditambah 20%
(untuk antisipasi kekurangan /cadangan )
 Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 %
Contoh :
Rata rata jam perawatan klien per hari = 5 jam/hari
Rata rata = 17 klien / hari (3 orang dengan ketergantungan minimal, 8 orang dengan
ketergantungan partial dan 6 orang dengan ketergantungan total)
Jumlah jam kerja tiap perawat = 40 jam/minggu ( 6 hari/minggu ) jadi jumlah jam
kerja perhari 40 jam dibagi 6 = 7 jam /hari
Jumlah hari libur : 73 hari ( 52 +8 (cuti) + 13 (libur nasional)

 Jumlah jam keperawatan langsung


Ketergantungan minimal = 3 orang x 1 jam = 3 jam
Ketergantungan partial = 8 orang x 3 jam = 24 jam
Ketergantungan total = 6 orang x 6 jam = 36 jam
Jumlah jam = 63 jam
 Jumlah keperawatan tidak langsung
17 orang klien x 1 jam = 17 jam
 Pendidikan Kesehatan = 17 orang klien x 0,25 = 4,25 jam
Sehingga Jumlah total jam keperawatan /klien/hari :
63 jam + 17 jam + 4,25 jam = 4,96 Jam/klien/hari
17 orang

Jumlah tenaga yang dibutuhkan :


4,96 x 17 x 365 = 30.776,8 = 15,06 orang ( 15 orang )
(365 – 73) x 7 2044
Untuk cadangan 20% menjadi 15 x 20% = 3 orang
Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan secara keseluruhan 15 + 3 = 18 orang /hari
Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional =
55% : 45 % = 10 : 8 orang

4. Metode Swansburg
Contoh :
Pada suatu unit dengan 24 tempat tidur dan 17 klien rata rata perhari
Jumlah jam kontak langsung perawat – klien = 5 jam /klien/hari.
1) total jam perawat /hari : 17 x 5 jam = 85 jam
jumlah perawat yang dibutuhkan : 85 / 7 = 12,143 ( 12 orang) perawat/hari
2) Total jam kerja /minggu = 40 jam
jumlah shift perminggu = 12 x 7 (1 minggu) = 84 shift/minggu
jumlah staf yang dibutuhkan perhari = 84/6 = 14 orang
(jumlah staf sama bekerja setiap hari dengan 6 hari kerja perminggu dan 7
jam/shift)
Menurut Warstler dalam Swansburg dan Swansburg (1999),
merekomendasikan untuk pembagian proporsi dinas dalam satu hari → pagi :
siang : malam = 47 % : 36 % : 17 %
Sehingga jika jumlah total staf keperawatan /hari = 14 orang
 Pagi : 47% x 14 = 6,58 = 7 orang
 Sore : 36% x 14 = 5,04 = 5 orang
 Malam : 17% x 14 = 2,38 = 2 orang

BOR, LOS & TOI


Tantangan yang dihadapi oleh perawat saat ini yaitu bekerja tanpa persiapan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk dapat menganalisis secara kritis masalah
kesehatan dan membuat keputusan yang tepat. Ini diperberat dengan sistem pendukung yang
kurang memadai, kondisi kerja yang kurang kondusif (keterbatasan jumlah dan peningkatan
beban kerja) dan juga ada beberapa faktor yang mempengaruhi beban kerja pada perawat
meliputi tingkat ketergantungan pasien, jumlah tenaga perawat dan BOR, LOS, serta TOI.

BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to inpatient bed
count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005) dalam
(Nyoman, 2009) BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
Indicator ini memberikan gambaran rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Nilai parameter BOR ideal adalah antara 60%-85% (depkes RI, 2005 dalam (Nyoman, 2009)

Rumus :

BOR = (jumlah hari perawatan di rumah sakit/ (jumlah tempat tidur x jumlah hari
dalam satu periode)) x 100%

Bed occupancy rate (BOR) adalah presentase pemanfaatan jumlah tempat tidur. Bahwa
dengan pencapaian angka BOR yang cukup/tinggi maka tingkat kebutuhan terhadap jumlah
tenaga perawat juga semakin tinggi. Menurut Susanto (2009) dalam (Sade, Razak, & Thaha,
2012) mengungkapkan bahwa pencapaian angka BOR berpengaruh secara signifikan
terhadap kebutuhan tenaga perawat, hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan jumlah tenaga
perawat yang sesuai akan meningkatkan pencapaian angka BOR yang cukup. Pencapaian
persentase pemanfaatan jumlah tempat tidur untuk ruangan perawatan rawat inap pada RSUD
Mamuju Utara sangat berpariasi pada setiap ruang perawatan, pada ruangan perawatan I
pencapaian angka BOR adalah mencapai 24%, untuk ruan ag perawatan II mencapai 11%
sedangkan untuk ruang perawatan III adalah 8%. (Sade, Razak, & Thaha, 2012)

Pada dasarnya semua metoda atau formula telah dikembangkan untuk menghitung
tenaga rumah sakit berakar pada beban kerja personil yang bersangkutan. Jumlah tenaga
perawat dapat ditentukan oleh tingkat BOR (Ilyas 2004 dalam (Sade, Razak, & Thaha,
2012).

LOS adalah lamanya rata-rata pasien dirawat. Angka LOS didapat dengan
menggunakan rumus lama dirawat per pasien keluar (hidup/mati). Serti halnya penelitian
yang dilakuakan oleh (Sari, 2009) yang menyatakan bahwa nilai LOS untuk ruang Shafa IA,
Shafa IB, Marwah IA, Marwah IB, Al Ikhlas, Arafah, H. Ismail anak II, H. Ismail bayi dan
Fitrah bayi baru dihitung sejak tahun 2006 dan untuk SCU hanya di hitung pada tahun 2005.
Nilai LOS paling lama terjadi pada tahun 2005 berkisar antara 4-13 hari dan pada tahun
lainnya nilai LOS setiap ruangan bervariasi. Sedangkan untuk ruangan, LOS yang paling
lama diruang Raudah (ICU) yaitu 13 hari pada tahun 2005. Nilai LOS 6-8 hari ada dirungan
Al Ihsan III, Marwah IA, Shafa I, Shafa IA, Shafa IB. sedangkan nilai LOS terendah adalah #
hari yaitu di ruangan Fitrah Bayi

TOI (Turn Over Interval = tenggang perputaran) TOI menurut Depkes RI (2005) dalam
(Nyoman, 2009) adalah rata-rata hari dimana tepat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke
saat terisi berikutnya. Indicator ini memberikan gambaran tingkat efisisen penggunaan tempat
tidur. Ideal tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

Rumus

TOI = ((jumlah tempat tidur x periode) – hari perawatan/jumlah pasien keluar


(hidup+mati)

Seperrti halnya penelitian yang dilakuakan oleh (Sari, 2009) menyatakan bahwa nilai
TOI untuk ruangan Shafa I, Shafa IB, Marwah IB, Al Ikhlas, Al ikhsan, Arafah, H. Ismail
anak II, H. Ismail bayi dan Fitrah Bayi baru sihitung sejak tahun 2006 dan untuk SCU hanya
dihitung pada tahun 2005. Nilai TOI pada tahun 2005 disetiap ruangan bernilai kurang dari 1
hari kecuali ruang Shafa SUP, VIP, Raudah dan SCU, nilai TOI yang paling tinggi terdapat
pada tahun 2006 yaitu 20,9 hari dirung Arafah III.

DAFTAR PUSTAKA

Nyoman. (2009, januari 31). Unair MPKPK . Retrieved april 21, 2016, from From Zero To
Hero: http://mpkpk2008.blogspot.co.id/2009/01/perhitungan-bor-avlos-toi-bto-gdr-
ndr.html

Sade, S., Razak, A., & Thaha, R. M. (2012). KEBUTUHAN JUMLAH TENAGA
PERAWAT BERDASARKAN BEBAN KERJA PADA INSTALASI RAWAT INAP
RSUD MAMUJU UTARA PROVINSI SULAWESI BARAT . Jurnal Keperawatan,
1-12.

Sari, I. (2009). Tantangan yang dihadapi oleh perawat saat ini yaitu bekerja tanpa persiapan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk dapat menganalisis secara kritis
masalah kesehatan dan membuat keputusan yang tepat. Ini diperberat dengan sistem
pendukung yang ku. jurnal kesehatan masyarakat, 24-25.

Anda mungkin juga menyukai