Anda di halaman 1dari 15

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENCETUS ANGKA

KEJADIAN PTERIGIUM PADA PROFESI PENGENDARA

OJEK DI KECAMATAN CEMPAKA PUTIH

JAKRTA PUSAT

Sendri Segadi

NPM 1102014242

Fakultas Kedokteran, Universitas YARSI, Jakarta

Email: sendrisegadi@gmail.com

ABSTRACT

Background: Pterygium is a degenerative and invasive fibrovascular growth of the


conjunctiva. Its growth usually lies in the gap of the nasal or temporal part of the
conjunctiva which extends to the corneal area. Factors that are often suspected of
causing pterygium include: the first factor, exposure to ultraviolet light that is
received directly by the eye by looking at the factor of the duration of outdoor
activities. The second factor, the use of eye protection devices in this case is the use
of helmets and glasses. The third factor, the intensity of exposure to dust by seeing
red, runny, secretive eye conditions, and the presence of white membranes in the
eyes. And another factor is the history of the eye disease of the respondent.
Objective: The aim of this study was to determine the relationship of ultraviplet
exposure factors, intensity of use of eye protection devices, dust membranes and a
history of morbidity in the profession of motorcycle taxi drivers with the incidence

1
of pterygium in Cempaka Putih sub-district in 2019. Method: The study was
descriptive analytic with Chi-Square test. The variables used are the duration of
outdoor activities, red eye, meanings, secretions, the presence of white membranes
in the eyes, a history of eye disease, the intensity of wearing a helmet and the
intensity of wearing glasses. Data is processed using SPSS version 25.0. The study
was conducted from November 2018 to February 2019 in the population of
motorcycle taxi riders with a research sub-class of 36 people. Results: From the
study, the number of pterygium was 5.6%. And not pterygium is 94.4%. Through
the Chi-Square test it was found that there was an association between the
factor of helmet use intensity (p = 0.006), secret eyes (p = 0.003), and the
presence of white membranes in the eyes (p = 0.000) with the incidence of
pterygium. while the factors that do not have a relationship with the pterygium
work rate are the duration of work in 1 day (p = 0.437), the intensity of wearing
glasses (p = 0.607), red eye (p = 0.246), dry eye (p = 0.146), and history eye
disease (p = 0.401). Conclusion: From this study, there was a correlation between
the use of eye protection devices in terms of the factor of helmet use intensity, and
dust exposure in terms of secret eye factors and the presence of white membranes
in the profession of motorcycle taxi riders with the incidence of pterygium in
Cempaka Putih sub-district. Further research is needed to identify other risk factors,
so as to reduce the incidence of pterygium.

Keywords: ultraviolet light exposure, use of eye protection devices, dust exposure,
incidence of pterygium

ABSTRAK

Latar Belakang: Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskuler


konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhannya biasanya
terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke daerah kornea. Faktor-faktor yang sering diduga menyebabkan pterigium
diantaranya: faktor pertama, paparan sinar ultraviolet yang diterima mata secara

2
langsung dengan melihat faktor lamanya beraktivitas di luar ruangan. Faktor kedua,
pemakaian alat proteksi mata dalam hal ini adalah pemakaian helm dan kacamata.
Faktor ketiga, intensitas terkena debu dengan melihat kondisi mata merah, berair,
bersekret, dan adanya selaput putih pada mata. Dan faktor lainnya adalah riwayat
penyakit mata responden. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan faktor paparan ultraviplet, intensitas pemakaian alat proteksi mata,
papran debu dan riwayatpenyakit mta pada profesi pengendara ojek dengan angka
kejadian pterigium di kecamatan Cempaka Putih tahun 2019. Metode: Penelitian
bersifat deskriptif analitik dengan uji Chi-Square. Variabel yang digunakan adalah
lama aktivitas di luar ruangan, mata merah, berarir, sekret, adanya selaput putih
pada mata, riwayat penyakit mata, intensitas pemakain helm dan intensitas
pemakaian kacamata. Data diolah menggunakan SPSS versi 25.0. Penelitian
dilakukan dari bulan November 2018 sampai bulan Februari 2019 pada populasi
pengendara ojek dengan subek penelitian sebanyak 36 orang. Hasil: Dari penelitian
didapatkan angka pterigium sebesar 5,6%. Dan tidak pterigium sebesar 94.4%.
Melalui uji Chi-Square didapatkan adanya hubungan antara faktor intensitas
pemakaian helm (p=0.006), mata bersekret (p=0.003), dan adanya selaput
putih pada mata (p=0.000) dengan angka kejadian pterigium. sedangkan faktor
yang tidak memiliki hubungan dengan angka kerjadian pterigium adalah faktor
lama kerja dalam 1 hari (p=0.437), intensitas pemakaian kacamata (p=0.607), mata
merah (p=0.246), mata kering (p=0.146), dan riwayat penyakit mata (p=0.401).
Kesimpulan: Dari penelitian ini didapatkan adanya hubungan intensitas pemakaian
alat proteksi mata ditinjau dari faktor intensitas pemakaian helm, serta paparan debu
ditinjau dari faktor mata bersekret dan adanya selaput putih pada profesi
pengendara ojek dengan angka kejadia pterigium di kecamatan Cempaka Putih.
Diperlukan penelitian selanjutnya untuk mengidentifikasi faktor risiko lainnya,
sehingga dapat menurunkan angka kejadian pterigium.

Kata kunci: paparan sinar ultraviolet, pemakaian alat proteksi mata, paparan debu,
angka kejadian pterigium

3
PENDAHULUAN Artinya:“Tidaklah seorang
muslim tertimpa suatu penyakit dan
Mata adalah salah satu organ
sejenisnya, melainkan Allah akan
indra manusia yang mempunyai fungsi
mengugurkan bersamanya dosa-
sangat penting dalam kehidupan
dosanya seperti pohon yang
sehari-hari. Mata membuat kita dapat
mengugurkan daun-daunnya. ”(HR.
melihat berbagai macam benda dan
Bukhari dan Muslim)
mempresepsikannya dalam otak.
Karena mata sangatlah penting bagi Tetapi sebelum penyakit itu
manusia, mata harus dijaga timbul, Islam mengajarkan umatnya
untuk selalu beriktiar dalam menjaga
kesehatanya dengan berbagai cara
kesehatan jasmani maupun rohani,
misalnya makan maupun minum yang adapun jika telah terlanjur terkena
memiliki vitamin A, menghindari penyakit maka segeralah berobat
sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
paparan sinar secara langsung dan lain
sebagianya. ‫إن هللا تعالى أ َ ْنزَ َل الداا َء َوالد َاوا َء َو َجعَ َل ِل ُك ِل‬
Mata sangat beresiko terkena ‫دَاءٍ دَ َوا ًء فتداووا وَّل تداووا بالحرام‬
penyakit mata, dalam ajaran Islam, Artinya:“Sesungguhnya Allah
penyakit yang diderita seseorang menurunkan penyakit dan obatnya dan
menjadikan bagi setiap penyakit ada
memiliki beberapa makna, yaitu
obatnya. Maka berobatlah kalian, dan
penyakit sebagai akibat pola hidup, jangan kalian berobat dengan yang
sebagai musibah, sebagai cobaan atau haram. ”(HR. Abu Dawud dari Abu
ujian, sebagai teguran Allah SWT, Darda)

sebagai hukuman Allah SWT, sebagai


penghapus dosa, sebagai sarana Penyakit mata adalah penyakit
menaikkan derajat kemuliaan, dan yang mengganggu fungsi mata.
sebagai bentuk kasih sayang Allah Penyakit mata sangat beragam dan tidak
SWT sebagaimana dalam hadist: semua dapat menular, penyakit mata
menular misalnya yang disebabkan
‫ض فَ َما‬ ٍ ‫ُصيبُهُ أَذًى ِم ْن َم َر‬ ِ ‫َما ِم ْن ُم ْس ِل ٍم ي‬
ُّ ‫سيِئ َاتِ ِه َك َما ت َ ُح‬ ‫ِس َواهُ ِإ اَّل َح ا‬ virus atau bakteri, sedangkan yang tidak
‫ط‬ ‫ط ا‬
َ ‫َّللاُ ِب ِه‬
menular milasnya yang disebabkan
‫ش َج َرة ُ َو َرقَ َها‬‫ال ا‬
alergi. Salah satu dari penyakit mata
adalah pterigium.
4
Pterigium merupakan suatu terjadinya paparan sinar matahari
pertumbuhan fibrovascular dilihat dari berapa lama pengendara
konjungtiva yang bersifat degeneratif ojek melakukan aktivitasnya dalam
dan invasif (Ilyas, 2015). Pterigium satu hari.
berasal dari bahasa Yunani yaitu Debu adalah partikel padat
Pteron yang berarti sayap. Etiologi kecil yang dibawa oleh udara. Mata
pterigium tidak diketahui dengan yang terkena debu dapat
jelas dan diduga merupakan suatu diindikasikan dengan mata merah,
neoplasma, radang, dan degenerasi, mata berair, mata bersekret, dan
juga diduga disebabkan iritasi kronis adanya selaput putih pada mata.
akibat debu, cahaya sinar matahari, Intensitas pemakaian proteksi
dan udara panas (Ilyas, 2015). mata dalam hal ini helm dan kacamata
Pterigium tersebar di seluruh yaitu seberapa sering kedua benda
dunia, tetapi lebih banyak ditemukan tersebut digunakan oleh pengndara
pada daerah iklim panas dan kering. ojek. Serta riwayat penyakit mata
Prevalensi pterigium ditemukan adalah catatan terdahulu terkait
10,2% di dunia, dengan prevalensi pernah atau tidaknya terjangkit suatu
tertinggi di daerah dataran rendah. penakit mata.
Peningkatan kejadian pterigium Kejadian yang lebih tinggi
dicatat di daerah tropis dan di zona dikaitkan dengan paparan sinar
khatulistiwa antara 30o utara dan matahari kronis (sinar ultraviolet),
lintang selatan (American Academy usia yang lebih tua, jenis kelamin
of Ophtalmology, 2015). laki-laki, dan aktivitas di luar
Terdapat beberapa faktor yang ruangan. Studi di Victoria, Australia
dapat mempengaruhi terjadinya telah menunjukkan bahwa prevalensi
pterigium yaitu paparan ultra violet, yang lebih tinggi berhubungan secara
debu, intensitas pemakaian proteksi signifikan dengan populasi pedesaan
mata dan riwayat penyakit mata.. versus perkotaan, studi ini dilakukan
Ultraviolet adalah sinar tidak dengan mengukur prevalensi pada
tampak yang berasal dari matahari, populasi umum berusia di atas 40
dalam penelitian ini peluang tahun (1,2%), penduduk panti jompo
5
(1,7%) di kota, dan penduduk pterigium terhadap driver ojek di
pedesaan (6,2%) yang sebagian besar kecamatan cempaka putih Jakarta
adalah petani dan nelayan (American Pusat. Dengan adanya hasil penelitian
Academy of Ophtalmology, 2015). ini diharapkan dapat digunakan
Hal ini menunjukkan bahwa sebagai data untuk penelitian
pterigium berhubungan erat dengan selanjutnya.
paparan sinar matahari. Diindonesia
sendiri prevalensi pterigium menurut
PERUMUSAN MASALAH
Riskesdas 2007 sebesar 3,2% untuk
pterigium pada kedua mata dan 1,9% Berdasarkan latar belakang

untuk pterigium pada satu mata. yang telah dikemukakan dapat

Ditinjau dari studi tersebut, diketahui adanya hubungan angka

maka Jakarta sebagai daerah yang kejadian pterigium dengan profesi

memiliki paparan sinar matahari yang pengendara ojek, maka diajukan

tinggi, kering dan berdebu juga pertanyaan penelitian sebagai berikut:

merupakan daerah yang rentan 1). Berapa angka kejadian

terhadap kejadian pterigium. kejadian pterigium pada

Pengendara ojek dipilih pengendara ojek di kecamatan

sebagai objek penelitian dengan Cempaka Putih?

pertimbangan merupakan objek yang 2). Bagaimana hubungan faktor

terpapar sinar matahari dalam waktu lama kerja dalam 1 hari,

yang lama, serta dengan iklim di intensitas pemakaian helm,

Jakarta yang panas, kering dan intensitas pemakaian

berdebu membuat driver ojek sangat kacamata, mata merah, mata

rentan terhadap pterigium. berair, mata bersekret, adanya

Penelitian mengenai angka selaput putih pada mata dan

kejadian pterigium terhadap driver riwayat penyakit mata pada

ojek di kecamatan cempaka putih profesi pengendara ojek

Jakarta Pusat belum pernah dilakukan dengan angka kejadian

sehingga membuat peneliti ingin pterigium?

mengetahui berapa angka kejadian


6
3). Bagaimana sudut pandang pengendara ojek dengan
islam mengenai hubungan angka kejadian pterigium di
faktor-faktor pencetus kecamatan cempaka putih
pterigium pada profesi jakrta pusat dalam sudut
pengendara ojek dengan pandang islam.
angka kejadian pterigium di
kecamatan cempaka putih METODE PENELITIAN
jakrta pusat? Penelitian ini menggunakan
metode survei deskriptif dengan
desain observasional untuk
TUJUAN PENELITIAN
mendapatkan data epidemiologi
1). Mengetahuai angka kejadian berupa angka kejadian pterigium.
pterigium pada pengendara Populasi pada penelitian ini adalah
ojek di kecamatan cempaka seluruh pengendara ojek online yang
putih. memenuhi kriteria. Teknik
2). Untuk mengetahui hubungan pengambilan sampel dilakukan
faktor lama kerja dalam 1 hari, dengan teknik consecutive sampling,
intensitas pemakaian helm, dimana setiap pasien yang memenuhi
intensitas pemakaian kriteria penelitian dimasukkan dalam
kacamata, mata merah, mata penelitian selama masa pengambilan
berair, mata bersekret, adanya sampel berlaku sampai jumlah sampel
selaput putih pada mata dan terpenuhi. Sampel penelitian yang
riwayat penyakit mata pada diambil pada penelitian ini adalah
profesi pengendara ojek pengendara ojek yang memenuhi
dengan angka kejadian kriteria inklusi di kecamatan
pterigium Cempaka Putih periode juni-juli
3). Untuk mengetahui hubungan 2018, dengan menggunakan rumus
faktor-faktor pencetus (Dahlan, 2009).
pterigium pada profesi

7
n= (Zα)2 PQ Angka Kejadian Pterigium pada
Pengendara Ojek di kecamatan
d2
Cempaka Putih
n= (1,96)2 x 0,102 x (1 - 0,102)
Dari hasil penelitian diketahui
(0,1)2 bahwa angka kejadian pterigium pada
pengendara ojek di kecamatan
n= 3,8416 x 0,102 x 0,898
Cempaka Putih sebesar 5,6% (2
0,01 responden dari 36 responden). Hal ini
n= 35,18 ~ 36 bisa dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Angka Kejadian
Besar sampel minimal yang
Pterigium pada Pengendara Ojek
diperoleh menggunakan teknik diatas
adalah sebanyak 36 orang. Data yang Pterigium Frekuensi Persentase
dikumpulkan kemudian diolah dan Tidak Pterigium 34 94.4%
dianalisis dengan menggunakan Pterigium 2 5.6%
program SPSS versi 25. Hubungan Jumlah 36 100%
faktor-faktor pencetus pterigium pada
profesi pengendara ojek dengan
Hubungan Faktor-Faktor Pencetus
angka kejadian pterigium di
Pterigium pada Profesi
kecamatan Cempaka Putih dapat
Pengendara Ojek dengan Angka
dilihat menggunakan uji statistik Chi-
Kejadian Pterigium di Kecamatan
Square dengan tingkat kemaknaan
Cempaka Putih Jakrta Pusat
yang digunakan 0,05.
Hasil Uji Bivariat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Antara Lama Kerja
Data yang digunakan pada
dalam Satu Hari dengan Angka
penelitian ini merupakan data primer
Kejadian Pterigium
yang diperoleh dari hasil wawancara
dan pemeriksaan bola mata bagian
anterior.

8
Dari hasil penelitian diketahui pterigium. Kemudian responden yang
bahwa responden yang bekerja jarang memakai helm didiagnosa
kurang dari 8 jam (<8 jam) memiliki tidak terkena pterigium sebanyak
persentase tidak terdiagnosa 16.6% dan yang positif terkena
pterigium sebesar 22.2% dan sebesar 2.8%. sedangkan untuk
presentase terdiagnosa pterigim pengendara ojek yang selalu
sebesar 0%. Sedangkan responden mengenakan helm sebesar 75% tidak
yang bekerja selama lebih dari 8 jam terkena pterigium dan 0% yang
(>8 jam) memiliki presentase 72.2% tekena pterigium. Hal ini juga
untuk yang didiagnosa tidak menunjukan bahwa adanya hubungan
mengalami pterigium dan 5.6% yang antara intensitas pemakaian helm
terdiagnosa pterigium. Hasil ini dapat dengan angka kejadian pterigium.
dilihat pada Tabel 2. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 dapat
Hal ini dapat dibuktikan
diketahui tidak adanya hubungan
melalui Uji Chi-Square pada Tabel 2.
yang bermakna atau signifikan secara
Secara statistik ada hubungan antara
statistik antara profesi pengendara
profesi pengendara ojek dilihat dari
ojek dilihat dari faktor lama kerja
faktor intensitas pemakaian helm
dalam satu hari dengan angka
dengan angka kejadian pterigium di
kejadian pterigium di kecamatan
kecamatan Cempaka Putih dengan
Cempaka Putih dengan nilai
nilai signifikasi 0.006 (p<0.05)
signifikasi 0.437 (p>0.05).
Hubungan Antara Intensitas
Hubungan Antara Intensitas Pemakaian Kacamata dengan
Pemakain Helm dengan Angka Angka Kejadian Pterigium
Kejadian Pterigium Dari hasil penelitian diketahui
Dari hasil penelitian dapat bahwa pengendara ojek yang tidak
diketahui bahwa pengendara ojek memakai kacamata memiliki
yang tidak memakai helm memiliki persentase 30.5% tidak mengalami
persentase 2.8% baik yang didiagnosa pterigium dan 2.8% terkena
terkena maupun tidak terkena pterigium.

9
Sedangkan responden yang Dari hasil uji Chi-Square
memakai kacamata didiagnosa tidak Tabel 2 menunjukan nilai signifikasi
terkena pterigium sebanyak 63.9% 0.246 (p>0.05) yang berarti secara
dan yang positif terkena sebesar statistik tidak ada hubungan antara
2.8%. Hasil ini dapat dilihat pada profesi pengendara ojek dilihat dari
Tabel 2. faktor mata merah dengan angka
Dari hasil uji Chi-Square kejadian pterigium di kecamatan
Tabel 2 menunjukan nilai signifikasi Cempaka Putih Jakarta Pusat.
0.607 (p>0.05) yang berarti secara
Hubungan Antara Mata Kering
statistik tidak ada hubungan antara
dengan Angka Kejadian Pterigium
profesi pengendara ojek dilihat dari
Dari hasil penelitian diketahui
faktor intensitas pemakaian kacamata
bahwa pengendara ojek dengan mata
dengan angka kejadian pterigium di
tidak berair yang terdiagnosa tidak
kecamatan Cempaka Putih Jakarta
terkena pteregium sebesar 50% dan
Pusat.
yang terdiagnosa pterigium sebesar
Hubungan Antara Mata Merah 0%. Dan pengendara ojek dengan
dengan Angka Kejadian Pterigium mata kering yang terdiagnosa tidak
Dari hasil penelitian diketahui terkena pteregium sebesar 44.4% dan
bahwa pengendara ojek yang yang terdiagnosa pterigium sebesar
memiliki mata merah, terdiagnosa 5.6%. Hasil ini dapat dilihat pada
tidak terkena pteregium sebesar Tabel 2.
55.5% dan yang terdiagnosa Dari hasil uji Chi-Square
pterigium sebesar 5.6%. Namun hal Tabel 2 menunjukan nilai signifikasi
ini berbeda dengan pengendara yang 0.146 (p>0.05) yang berarti secara
tidak memiliki mata merah. Sebesar statistik tidak ada hubungan antara
38.9% terdiagnosa negatif pterigium profesi pengendara ojek dilihat dari
dan 0% positif pterigium. Hasil ini faktor mata kering dengan angka
dapat dilihat pada Tabel 2. kejadian pterigium di kecamatan
Cempaka Putih Jakarta Pusat.

10
Hubungan Antara Mata Bersekret untuk pengendara ojek dengan mata
dalam Satu Hari dengan Angka berselaput putih yang terdiagnosa
Kejadian Pterigium tidak terkena pteregium sebesar 0%
Dari hasil penelitian diketahui dan yang terdiagnosa pterigium
bahwa pengendara ojek dengan mata sebesar 5.6%. Hal ini juga dapat
tidak bersekret yang terdiagnosa tidak menyatakan bahwa bila mata terdapat
terkena pteregium sebesar 80.6% dan selaput putih maka secara positif
yang terdiagnosa pterigium sebesar terdiagnosa terkena pterigium. Hasil
0%. Dan pengendara ojek dengan ini dapat dilihat pada Tabel 2.
mata bersekret yang terdiagnosa tidak Dari hasil uji Chi-Square
terkena pteregium sebesar 13.9% dan Tabel 2 menunjukan nilai signifikasi
yang terdiagnosa pterigium sebesar 0.000 (p<0.05) hal ini menunjukan
5.6%. Hasil ini dapat dilihat pada secara statistik ada hubungan antara
Tabel 2. profesi pengendara ojek dilihat dari
Dari hasil uji Chi-Square faktor adanya selaput putih pada mata
Tabel 2 menunjukan nilai signifikasi dengan angka kejadian pterigium di
0.003 (p<0.05) hal ini menunjukan kecamatan Cempaka Putih Jakarta
secara statistik ada hubungan antara Pusat.
profesi pengendara ojek dilihat dari
Hubungan Antara Riwayat
faktor mata bersekret dengan angka
Penyakit Mata dengan Angka
kejadian pterigium di kecamatan
Kejadian Pterigium
Cempaka Putih Jakarta Pusat.
Dari hasil penelitian diketahui
Hubungan Antara Adanya Selaput
bahwa pengendara ojek yang tidak
Putih pada Mata dengan Angka
memiliki riwayat penyakit mata
Kejadian Pterigium
terdiagnosa tidak terkena pteregium
Dari hasil penelitian diketahui sebesar 72.2% dan terdiagnosa
bahwa pengendara ojek dengan mata pterigium sebesar 2.8%. Dan
tidak terdapat selaput putih yang pengendara ojek memiliki riwayat
terdiagnosa tidak terkena pteregium penyakit mata yang terdiagnosa tidak
sebesar 94.4% dan yang terdiagnosa terkena pteregium sebesar 22.2% dan
pterigium sebesar 0%. Sebaliknya yang terdiagnosa pterigium sebesar
11
2.8%. Hasil ini dapat dilihat pada antara profesi pengendara ojek dilihat
Tabel 2. dari faktor riwayat penyakit mata
Dari hasil uji Chi-Square dengan angka kejadian pterigium di
Tabel 2 menunjukan nilai signifikasi kecamatan Cempaka Putih Jakarta
0.401 (p>0.05) hal ini menunjukan Pusat.
secara statistik tidak ada hubungan
Tabel 2. Hubungan Faktor-Faktor Pencetus Pterigium pada Profesi
Pengendara Ojek dengan Angka Kejadian Pterigium di Kecamatan
Cempaka Putih Jakrta Pusat

Diagnosis Pterigium
Jumlah P
Variabel Tidak Pterigium Pterigium
Value
n % n % N %
Jenis Kelamin (n=36)
Laki-laki 31 86.1 2 5.6 33 91.7
Perempuan 3 8.3 0 0.0 3 8.3
Umur (n=36)
21-30 Tahun 14 39.0 0 0 14 39.0
31-40 Tahun 9 25.0 1 2.8 10 27.8
41-50 Tahun 8 22.2 0 0 8 22.2
51-60 Tahun 3 8.2 1 2.8 4 11.0
Lama kerja dalam 1 hari (n=36)
< 8 Jam 8 22.2 0 0.0 8 22.2
0.437
≥ 8 Jam 26 72.2 2 5.6 28 77.8
Intensitas pemakaian helm (n=36)
Tidak 1 2.8 1 2.8 2 5.6
Jarang 6 16.6 1 2.8 7 19.4 0.006
Selalu 27 75 0 0.0 27 75

12
Intensitas pemakaian kacamata
(n=36)
Tidak 11 30.5 1 2.8 12 33.3
0.607
Ya 23 63.9 1 2.8 24 66.7
Mata Merah (n=36)
Tidak 14 38.9 0 0 14 38.9
0.246
Ya 20 55.5 2 5.6 22 61.1
Mata Kering (n=36)
Tidak 18 50 0 0.0 18 50
0.146
Ya 16 44.4 2 5.6 18 50
Mata Bersekret (n=36)
Tidak 29 80.6 0 0.0 29 80.6
0.003
Ya 5 13.9 2 5.6 7 19.4
Adanya Selaput pada Mata (n=36)
Tidak 34 94.4 0 0.0 34 94.4
0.000
Ya 0 0.0 2 5.6 2 5.6
Riwayat Penyakit Mata (n=36)
Tidak 26 72.2 1 2.8 27 75
0.401
Ya 8 22.2 1 2.8 9 25
(Uji Chi-Square)

KESIMPULAN DAN SARAN dari faktor intensitas pemakaian


helm, mata bersekret, dan adanya
Kesimpulan yang didapatkan
selaput putih pada mata. Berdasarkan
dari hasil penelitian ini adalah angka
hasil penelitian tidak didapati
kejadian pterigium pada pengendara
hubungan faktor lama kerja dalam
ojek di kecamatan Cempaka Putih
satu hari, intensitas pemakaian
sebesar 5,6%. Dan adanya hubungan
kacamata, mata merah, mata kering,
faktor-faktor pencetus pterigium pada
dan riwayat penyakit mata pada ojek
profesi pengendara ojek dengan
angka kejadian pterigium di tinjau
13
dengan angka kejadian pterigium di Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2009.
keacamatan Cempaka Putih. Terjemah Lengkap Bulughul
Saran Penulis untuk para Maram. Jakarta: Media Eka
Peneliti selanjutnya agar Sarana
menggunakan variabel lain selain
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir
variabel yang telah digunakan dalam
ad-Dimasyqi. 2002. Terjemah
penelitian ini. Hal ini supaya
Tafsir Ibnu Katsir, Bandung:
penelitian terkait ptrerigium menjadi
Sinar Baru al-Gensindo
lebih luas dan mengetahui bagaimana
hubungan serta pengaruh terkait Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 1999. Buah

faktor-faktor lain yang dapat Ilmu. Jakarta: Pustaka Azzam

meningkatkan angka kejadian Al-Quran Terjemahan. 2015.


ptreigium lebih jelas dan komplek. Departemen Agama RI.
Sehingga dapat membantu seluruh Bandung: CV Darus Sunnah
masyarakat agar mengantisipasi diri
American Academy of Ophtalmology,
dan terhindar dari pterigium.
https://www.aao.org/topic-
detail/pterygium-asia-pacific
DAFTAR PUSTAKA [diakses pada November 2017]
https://www.muslim.or.id/28-
Aminlari, A, dkk, 2010. Management
mewaspadai-bahaya-
of Pterygium. Ophthalmic
khalwat.html [diakses pada
Perals ; 37-38
Januari 2019]
Budiono, S, dkk, 2013. Buku Ajar Ilmu
http://www.nu.or.id/post/read/85544/b
Kesehatan Mata. Airlangga
erobat-dalam-pandangan-islam
University Press, Surabaya
[diakses pada Januari 2019]
Dahlan, SM. Besar Sampel dan Cara
https://nasional.tempo.co/read/268496/
Pengambilan Sampel dalam
fatwa-haram-tak-berlaku-buat-
Penelitian Kedokteran dan
tukang-ojek [diakses pada
Kesehatan. Edisi ke-2. Jakarta:
Januari 2019]
Salemba Medika; 2009.

14
Dushku, dkk, 2001. Corneal Invasion Riordan – Eva, P, 2000. Anatomi dan
by Matrix Metalloproteinase Embriologi Mata Dalam
expressing Altered Limbal Vaughan, D, G, Asbury, T,
Epithelial Basal Cells. Arch Riordan-Eva, p, Oftalmologi
Ophthalmol : 119 ; 695-706 Umum. Jakarta: EGC; 5-7

Fisher, dkk, 2013. Pterygium, Sehu, K, W, dan Lee, W, R., 2005.


http://emedicine.medscape.com Ophthalmic Pathology; an
/article/1192527-followup Ilustrated Guide For Clinicans.
[diakses pada Maret 2018] Oxford: Blacwell Publishing;40

Ilyas, S, dan Yulianti S. 2008. Sari Ilmu Shintya, Djajakusli, dkk, 2010. The
Penyait Mata. Edisi 2. Badan Profile of Tear Mucin Layer
Penerbit FKUI, Jakarta and Impression Cytology in
Pterygium Patients. Jurnal
Ilyas, S, dan Yulianti S. 2014. Ikhtisar
Oftalmologi Indonesia: 7(4);
Ilmu Penyait Mata. Edisi 1.
139-143
Badan Penerbit FKUI, Jakarta
Suprapto, N, dan Irawati, Y, 2014.
Ilyas, S, dan Yulianti S. 2015. Ilmu
Essentials of Medicine. Edisi 4.
Penyait Mata. Edisi 5. Badan
Media Aesculapius, Jakarta
Penerbit FKUI, Jakarta
Tradjutrisno, N, 2009. Pterygium:
Lang, G, K, dan Lang, G, E, 2000.
Degeneration, Exuberant
Ophthalmology a Short
Wound Healing or Benign
Textbook. Newyork; Thieme;
Neoplasm. Universa Mediana:
67-68 dan 117-119
28 (3); 179-187
Malahayati. 2010. Rahasia Bisnis
Sukses Rasulullah. Jojga Great
Publisher, Yogyakarta

15

Anda mungkin juga menyukai