Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) atau dikenal juga sebagai penyakit
kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan adanya peningkatan
kadar gula darah akibat kekurangan insulin. DM merupakan golongan
penyakit kronis akibat gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana
organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan.
Insulin adalah salah satu hormon yang di produksi oleh pankreas yang
berfungsi mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah. Insulin dibutuhkan
untuk mengubah karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang
bermanfaat bagi tubuh (Masriadi, 2016).
Diabetes melitus terbagi menjadi 2 tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2. Individu
yang menderita diabetes melitus tipe 1 memerlukan suplai insulin dari luar
(eksogen insulin), seperti injeksi untuk mempertahankan hidup. Penderita
diabetes melitus tipe 2 resisten terhadap insulin, suatu kondisi dimana tubuh
atau jaringan tubuh tidak berespon terhadap aksi dari insulin. Sehingga
individu tersebut harus selalu menjaga pola makan, mencegah terjadinya
hipoglikemi atau hiperglikemi dan hal tersebut akan berlangsung secara terus
menerus sepanjang hidupnya (Lewis, Heitkemper & Dirksen, 2004 dalam
Izzati & Nirmala, 2015)
Diabetes merupakan penyakit degeneratif yang mengancam hidup banyak
orang. Prevalensi menurut WHO memprediksikan kenaikan jumlah
penyandang Diabetes pada tahun 2000 sedikitnya 171 juta orang mengalami
diabetes dan akan meningkat 2 kali, 336 juta pada tahun 2030 (Bustan, 2015).
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) tahun
2014 Estimasi terakhir International Diabetes Federation (IDF), terdapat 382
juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Diperkirakan

1
dari 382 juta orang tersebut, 175 juta orang diantaranya belum
terdiagnosis. Komposisi umur penderita diabetes di negara maju kebanyakan
sudah berumur 65 tahun, sedangkan di negara berkembang kebanyakan
penderita diabetes berumur antara 45 sampai 64 tahun golongan umur tersebut
masih sangat produktif (Sidartawan Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2009).
Di dunia Indonesia menduduki rangking ke empat jumlah penyandang
diabetes terbanyak setelah Amerika Selatan, China, dan India. Jumlah
penderita diabetes tipe-2 di Indonesia meningkat tiga kali lipat dalam 1 tahun
dan mencapai 21,3 juta orang di tahun 2010 di bandingkan dengan jumlah
penderita yang mencapai 8,4 juta orang pada tahun 2000 lalu (menganti,
2012).
Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Litbang Depkes yang dikeluarkan
tahun2008 menunjukan bahwa prevalensi nasional untuk TGT 10,25% dan
diabetes 5,7% (1,5 % terdiri dari penderita diabetes yang sudah terdiagnosis,
sedangkan 4,2 baru ketahuan diabetes saat penelitian) (Suegondo, 2009).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rideskes) tahun 2007 menjelaskan bahwa
prevalensi diabetes mellitus tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Barat
dan Maluku Utara (masing-masing 11,1% dan 11,0%), ikuti Riau (10,4%) dan
NAD (8,5%). Prevalensi diabetes mellitus terendah di Papua (1,7%), diikuti
NTT (1,88%). Prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu tertinggi di Papua
Barat (21,8%), diikuti Sumatra Barat (17,6%), Sedangkan terendah di Jambi
(4%), diikuti NNT (4,9%). Angka kematian akibat DM terbanyak pada usia
45-54 tahun di daerah perkotaan sebesar 14,7%, sedangkan di daerah pedesaan
sebesar 5,8%. Ridenkas tahun juga menyebutkan tiga darah di Indonesia yang
memiliki prevalensi diabetes diatas 1,5% yaitu aceh, jawa timur dan sulawesi
utara (gede,2011).
Meningkatkan penyandang diabetes di Indonesia disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu keturunan, obesitas, faktor demografi, pola makan yang
salah, kurang olahraga, proses penuaan dan stres (Soegondo,2009 hal 8-18).
Komplikasi yang disebabkan oleh diabetes adalah hyperglikemia, penyakit
jantung, gagal ginjal, katarak, kerusakan jaringan (ganggren) dan koma

2
deabetik (Sustrani, Alam, & Broto, 2010). Maka dari itu perlu adanya
manajemen penyakit diabetes untuk mencegah komplikasi diabetes karena
manajemen diabetes adalah proses yang berlangsung seumur hidup maka hal
ini dapat memicu terjadinya stres pada penderita diabetes.
Stres adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologi
(Manurung, 2016). Respon stres pada tubuh mempengaruhi saraf simpatis
menyebabkan hipotalamus mensekresi cortocotropin-releasing factor, yang
menstimulasi pituitari anterior memproduksi ACTH. ACTH menstimulasi
produksi kortisol yang akan mempengaruhi peningkatan kadar gula darah
(Damayanti, 2015).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti
tertarik untuk meneliti “ Hubungan Stres terhadap Peningkatan Kadar Gula
Darah pada Penderita Diabetes Mellitus”. Penelitian ini bermanfaat untuk
mengetahui adanya hubungan stres dengan peningkatan kadar gula darah

B. Rumusan Masalah
“ Apakalah ada hubungan antara stres dengan peningkatan kadar gula darah
pada pasien diabetes mellitus?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis hubungan stres dengan peningkatan kadar gula darah
pada penderita Diabetes Mellitus.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisis tingkat stres pada pasien diabetes mellitus.
b. Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar
gula darah.
c. Untuk menganalisis faktor penyebab diabetes mellitus.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teotis

3
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis yaitu
hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi
perkembangan ilmu kesehatan dan menambah kajian ilmu keperawatan
untuk mengetahui hubungan stres dengan peningkatan kadar gula darah
pada pasien diabetes mellitus.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi penulis
Menambah wawasan ilmu kesehatan khususnya bidang keperawatan
khususnya stres, kadar gula darah dan diabetes mellitus.
b. Bagi institusi pendidikan
1) Sebagai litelatur mahasiswa dalam pengembangan ilmu kesehatan.
2) Membuka wawasan dan memperkaya wawasan tentang hubungan
stres dengan diabetes mellitus.
3) Dapat menjadi data untuk penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai