Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang sampai

saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. TB paru merupakan

penyakit yang menular dan masih menjadi permasalahan di negara berkembang

bahkan di negara maju.1,2

Berdasarkan Globall Tuberculosis Report WHO (2014), terdapat 6 juta

kasus baru dan kurang dari dua pertiga (63%) dari 9,6 juta orang diperkirakan telah

menderita TB.3 Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terdapat 430.000 kasus baru.

Sedangkan kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kasus per tahun. Berdasarkan

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, Sulawesi Utara tercatat kurang lebih

6.889 orang atau 0,3% dari total penduduk mengidap TB dan di kota Manado pada

tahun 2013 diperkirakan 1.198 orang terdiagnosis TB.4

TB paru adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim paru dan

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan bersifat menular. Tempat

masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan

luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara (airborne),

yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang

berasal dari orang yang terinfeksi.5

Penyakit tuberculosis memiliki gejala klinis yang bervariasi diawali adanya

demam, batuk berdarah dan tidak ada nafsu makan sehingga menyebabkan

penurunan berat badan.5


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman M. tuberculosis

menyerang paru, namun dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.6

B. Etiologi

Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini

berbentuk batang dengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5 µm, dengan bentuk uniform,

tidak berspora dan tidak bersimpai. Dinding sel mengandung lipid sehingga

memerlukan pewarnaan khusus agar dapat terjadi penetrasi zat warna. Yang

lazim digunakan adalah pengecatan Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada

dinding sel menyebabkan kuman TB sangat tahan terhadap asam basa dan tahan

terhadap kerja bakterisidal antibiotika. Kuman TB tumbuh secara obligat aerob.

Energi diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. CO2 dapat

merangsang pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan suhu 30-400C. Kuman akan

mati pada suhu 600C selama 15-20 menit. Pengurangan oksigen dapat

menurunkan metabolisme kuman.6-8

C. Epidemiologi

WHO (World Health Organization) menyatakan TB merupakan ancaman

kesehatan masyarakat global yang serius yang menyebabkan 1,5 juta kematian pada
2013 dan 9 juta orang jatuh sakit.9 Pada tahun 2014, TB membunuh 1,5 juta orang

dengan laki-laki 890.000, perempuan 480.000 dan anak-anak 140.000. Berdasarkan

Global Tuberculosis Report WHO (2014) terdapat 6 juta kasus baru dan kurang

dari dua pertiga (63%) dari 9,6 juta orang diperkirakan telah menderita TB.3 Di

Indonesia diperkirakan setiap tahun terdapat 430.000 kasus baru. Sedangkan

kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kasus per tahun. Berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, Sulawesi Utara tercatat kurang lebih 6.889

orang atau 0,3% dari total penduduk mengidap TB dan di kota Manado pada tahun

2013 diperkirakan 1.198 orang terdiagnosis TB.4

Lima provinsi dengan tuberculosis paru tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%),

Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%) dan Papua

Barat (0,4%), sedangkan Sulawesi Utara sebesar 0,3%, presentasenya sama dengan

provinsi Aceh, Bangka Belitung, Jogjakarta, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara

Barat dan Kalimantan Tengah.10

D. Patofisiologi

Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran

pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi

melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-

kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.5

Basil tuberkel membuat infeksi pada paru-paru setelah mereka terbawa

dalam droplet untuk mencapai ruang alveolus. Jika sistem pertahanan host gagal

untuk mengeliminasi infeksi, basil akan berkembang biak dalam makrofag dan

akhirnya membunuh sel. Makrofag yang terinfeksi memproduksi sitokin dan


kemokin untuk menarik sel fagosit lainnya termasuk monosit yang membentuk

struktur granulomatosa nodular.11 Lesi primer paru-paru disebut focus Ghon.5

Jika replikasi bakteri tidak terkontrol, tuberkel membesar dan basil akan

masuk dalam aliran getah bening. Ini menyebabkan limfadenopati, karakteristik

utama manifestasi klinik pada tuberculosis.11 Organisme yang lolos dari kelenjar

getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang

dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya.5

E. Manifestasi Klinis

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala local

ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).

a. Gejala respiratorik:6,7,12

 Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena

adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang

produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap

penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit

berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau

berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering

(non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah

karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah

pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus

dinding bronkus.
 Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan

sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah

lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

 Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila

infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan

napasnya.1,2

b. Gejala sistemik:6,7,12

 Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi

kadang-kadang suhu bTadan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam

pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.

Begitulah seterusnya hilang timbul demam influenza ini, sehingga pasien

merasa tidak pernah bebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini

sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya

infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

 Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala

malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan

makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, nyeri otot dan keringat

malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang

timbul secara tidak teratur.

c. Gejala tuberkulosis ekstra paru:

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan

tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan
terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat

gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya

terdapat cairan.

F. Diagnosis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu

atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat

badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam

meriang lebih dari satu bulan. Penderita TB dianjurkan menjalani pemeriksaan

fisik, pemeriksaan mikrobiologi dan pemeriksaan radiologi.13

1. Pemeriksaan Fisik

Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobu superior

terutama di daerah apeks dan segmen posterior. Pada pemeriksaan fisik

dapat dijumpai antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas

melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan

mediastinum.14

2. Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemeriksaan yang paling penting untuk mendiagnosis tuberkulosis

adalah pemeriksaan sputum pada 3 spesimen dahak yang diambil. Ada 3

metode perwarnaan yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan sputum yaitu

dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen, pewarnaan Tan Thiam Hok dan

Pewarnaan Fluorokrom.
a. Pewarnaan Ziehl-Neelsen

Larutan carbol fuchsin 0,3% dituang pada seluruh permukaan

sediaan, kemudian dipanaskan diatas nyala api sampai keluar asap tetapi

tidak sampai mendidih atau kering selama 5 menit. Sediaan kemudian

dibiarkan dingin selama 5-7 menit lalu kelebihan zat warna dibuang dan

dicuci dengan air yang mengalir perlahan. Setelah itu larutan asam

alcohol 3% (hydrochloric acid-ethanol) dituang pada sediaan dan

dibiarkan selama 2-4 menit kemudian dicuci dengan air mengalir selama

1-3 menit, kelebihan larutan dibuang. Larutan methylene blue 0,1%

dituang sampai menutup seluruh permukaan, dibiarkan 1 menit lalu

larutan dibuang dan dicuci dengan air mengalir.15

b. Pewarnaan Tan Thiam Hok

Larutan Kinyoun (fuchsinbasis 4g, fenol 8 ml, alcohol 95% 20 ml,

H20 destilata 100 ml) dituang pada permukaan sediaan, dibiarkan

selama 3 menit, kemudian kelebihan zat warna dibuang dan dicuci

dengan air yang mengalir perlahan. Selanjutnya larutan Gabbet

(methylene blue 1g, H2SO4 96% 20 ml, alcohol absolut 30 ml, H2O

destilata 50 ml) dituang pada permukaan sediaan, dibiarkan 1 menit

kemudian kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan air yang

mengalir perlahan, kemudian sediaan dikeringkan di udara.15

c. Pewarnaan Fluorokrom

Sediaan direndam di dalam larutan Auramine (Merck), dibiarkan

selama 15 menit kemudian dicuci dengan air bebas klorin atau H2O

destilata dan dikeringkan. Sediaan lalu direndam di dalam asam alcohol,


dibiarkan selama 2 menit, dicuci dengan H2O destilata dan dikeringkan.

Setelah itu sediaan direndam di dalam potassium permanganate 0,5%

dibiarkan selama 2 menit, dicuci dengan H2O destilata dan dikeringkan

di udara.

Metode yang cukup sederhana dan memberikan sensitivitas dan

spesifisitas yang cukup tinggi adalah dengan pewarnaan cara Ziehl-

Neelsen untuk menemukan M. tuberculosis.15

3. Pemeriksaan Radiologi

Kelainan pada foto thoraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnose

utama pada TB. Namun, foto thoraks bisa digunakan untuk menyingkirkan

kemungkinan TB paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberculin

(+) dan tanpa menunjukkan gejala.

1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hamper selalu ditemukan

kelainan pada foto rontgen.

2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit TB paru, tetapi pada foto

rontgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat

bukan tuberkulosis.

3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto thoraks belum berarti tidak

ada tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto thoraks belum

terlihat sekurang-kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil

tuberkulosis.

4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda

tuberkulosis yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto thoraks.
5. Ditemukannya kelainan pada foto thoraks belum berarti bahwa penyakit

tersebut aktif.

6. Dari bentuk kelainan foto rontgen memang dapat diperoleh kesan

tentang aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat

diperoleh melalui kombinasi dengan hasil pemeriksaan

klinis/laboratoris.

7. Pemeriksaan rontgen penting untuk dokumentasi, menentukan

lokalisasi, proses dan tanda perbaikan ataupun perburukan dengan

melakukan perbandingan dengan foto-foto terdahulu.

8. Pemeriksaan rontgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi

seperti Pneumothoraks torako plastic.

9. Pemeriksaan rontgen tuberkulosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini

bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan

foto rontgen adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA),

bila perlu disertai proyeksi-proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto

khusus puncak AP-lordotik dan teknik-teknik khusus lainnya.

Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto thoraks pasien yang

dicurigai TB, yaitu:

1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)

Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien dalam

posisi berdiri, tahan napas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu

kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.

2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di

belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan

napas dan akhir inspirasi dalam.

3. Proyeksi Top Lordotik

Proyeksi top lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan

adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini

hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan

dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto

dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat

arah caudocranial, agar tambahan apeks paru tidak berhimpitan dengan

klavikula.

Gambaran radiologis TB menurut klasifikasi TB paru berdasarkan

gambaran radiologis:

1. Tuberkulosis Primer

Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga

paling sering di diagnosis dengan tuberculin test. Pada umumnya

menyerang anak, tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya

tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer sering menunjukkan

gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila

infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto thoraks.

Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih

sering terkena terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingual serta

segmen anterior lobus atas. Kelainan foto thoraks pada tuberkulosis

primer ini adalah limfadenopati, parenchymal disease, military disease,


dan efusi pleura. Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu

komplikasi yang mungkin timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat

perluasan infiltrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen.

Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena

perforasi kelenjar ke dalam bronkus. Baik pleuritis maupun atelectasis

pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer

tersembunyi di belakangnya.

Figure 2a: Parenchymal primary tuberculosis in an Chest radiograph shows a bulky left hilum and a right
adult. Radiograph of the left lung demonstrates paratracheal mass, findings that are consistent with
extensive upper lobe and lingular consolidation lymphadenopathy and are typical in pediatric patients.

Adanya pembesaran hilum


kiri dan konsolidasi
perihilum
Tuberkulosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis - Pleuritis TB

Tuberkulosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar).


Foto toraks PA dan lateral
2. Tuberkulosis Sekunder atau Tuberkulosis Reinfeksi

Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau

timbul reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita

tuberkulosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri.

Kavitas merupakan ciri dari tuberkulosis sekunder.16

Tuberkulosis dengan cavitas


G. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan TB adalah menyembuhkan, mempertahankan kualitas

hidup dan produktivitas pasien, mencegah kematian akibat TB aktif atau efek

lanjutan, mencegah kekambuhan TB, mengurangi penularan TB kepada orang

lain, mencegah perkembangan dan penularan resisten obat.

World Health Organization (WHO) merekomendasikan obat kombinasi

dosis tetap (KDT) untuk mengurangi risiko terjadinya TB resisten obat akibat

monoterapi. Dengan KDT pasien tidak dapat memilih obat yang diminum,

jumlah butir obat yang harus diminum lebih sedikit sehingga dapat

meningkatkan ketaatan pasien dan kesalahan resep oleh dokter juga diperkecil

karena berdasarkan berat badan. Dosis harian KDT di Indonesia di standarisasi

menjadi empat kelompoik berat badan 30-37 kg BB, 38-54 kg, 55-70 kg BB

dan lebih dari 70 kg BB.17


BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : DJM

Umur : 49 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan :

Alamat : Minsel

Agama : Kristen Protestan

No. RM : 55.00.84

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Batuk keluar darah sejak 1 bulan lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dating dengan keluhan batuk sejak 1 bulan lalu. Batuk disertai
dengan darah. Darah yang keluar lebih ½ gela aqua. Sesak napas (+) 1 jam
SMRS, sesak sering dialami pasien namun hilang timbull. Demam (+) sejak
1 hari SMRS. Demam turun setelah minum obat penurun panas namun naik
lagi. Mual (+), muntah (-), pusing (+), nyeri ulu hati (-), keringat malam hari
(+), penurunan berat badan (+) kurang lebih 10 kg dalam 1 bulan terakhir,
BAB dan BAK biasa.
Riwayat penyakit dahulu : (-)

Riwayat pengobatan : (-)

Riwayat penyakit keluarga : (-)

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : cukup


Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 78 x/menit, reguler, isi dan tekanan cukup

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,7oC

Kepala dan Leher : dalam batas normal

Paru-paru : Rhonki -/+, wheezing -/-

Jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : nyeri epigastrium (-), BU (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-)

D. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Leukosit : 15,800 uL
Eritrosit : 3.46 10^6/uL
Hb : 10.5 g/dl
Ht : 29.6%
Trombosit : 522,000 uL
MCH : 30.3 pg
MCHC : 35.5 g/dL
MCV : 85.5 fL
SGOT : 39 U/L
SGPT : 22 U/L
LED : 100 mm
Ureum : 27 mg/dL
Creatinin : 0.6 mg/dL
GDS : 104 mg/dL
Albumin : 1.50 g/dL
Radiologi

Terdapat infiltrat pada paru kanan dan kiri

E. Diagnosis

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang menunjukkan bahwa


pasien ini menderita TB paru.

F. Pengobatan

Berat Badan Tahap Intensif Tahap Lanjutan


38-54 kg RHZE (4 FDC) 6 x 28 tab RH 6 x 28 tab selama
selama 2 bulan 4 bulan

- Rifampisin 150 mg
- INH 75 mg
- Pirazinamid 400 mg
- Etambutol 275 mg
DAFTAR PUSTAKA

1. Wunderick, RG. 2014. Community-Aquired Pneumonia. The New England


Journal of Medicine. p 543-51
2. Srcharroenchai S, Palla E, Pasini FL, Sanicas M. 2016. Epidemiology of
Respiratory Syncytial Virus Lower Respiratory Tract Infection In Children
in Developing Countries. J Trop Dis 4:212
3. Article: Global tuberculosis report 2015. Available at:
http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/
4. Rumangga WR, Rombot DV, Palandeng HMF. 2015. Gambaran Autopsi
Verbal Pasien yang Meninggal karena Tuberkulosis di Kota Manado. Jurnal
Kedokteran Komunitas dan Tropik.
5. Prince SA, Wilson LM. Tuberkulosis Paru-Paru. Dalam: Wijaya C, editor.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. EGC: 1995.
6. Chris TFL, Sonia H. 2014. Kapita Selekta Kedokteran IV ed: Media
Aesculapius.
7. Zulkifli Amin. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal
Publishing.
8. Crofton HN, Miller F. 2009. Clinical Tuberculosis III ed. Oxford:
Macmillan Publishers.
9. Article: Digital health for the End TB Strategy: An Agenda for Action.
Available at: http://www.who.int/tb/publications/digitalhealth-TB-
agenda/en/
10. Ariani NW, Rattu AJM, Ratag B. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Keteraturan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.
[Thesis]. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
11. Robert L, Serafino W. 2013. Tuberculosis 2: Pathophysiology and
Microbiology of Pulmonary Tuberculosis. South Sudan Medical Journal.
6:10-2.
12. Perhimpunan Dokter Paru di Indonesia. 2006. Pedoman Penatalaksanaan
TB (Konsensus TB). Jakarta
13. Werdhani RA. 2002. Patofisiologi, Diagnosis dan Klasifikasi Tuberkulosis.
Available from:
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf
14. Wijaya A. 2011. Tuberkulosis Paru. Available from:
http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/29530/4%2011.pdf
15. Karuniawati A, Risdiyani E, Nilawati S, et al. 2005. Perbandingan Tan
Thiam Hok, Ziehl Neelsen dan Fluorokrom sebagai Metode Pewarnaan
Basil Tahan Asam untuk Pemeriksaan Mikroskopik Sputum. Kesehatan;9:
29-33.
16. Noer HMS. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Penerbitan Buku FKUI.
17. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.

Anda mungkin juga menyukai