Anda di halaman 1dari 37

2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya Sumber
Daya Manusia (SDM) yang sehat, cerdas, terampil, dan ahli menuju
keberhasilan pembangunan kesehatan. Untuk mendukung sumber daya
manusia Indonesia yang sehat dimulai dari komponen kecil yaitu keluarga.
Keluarga memiliki fungsi yang sangat strategis dalam mempengaruhi status
kesehatan anggotanya. Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu
mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu
dan anak merupakan kelompok rentan terhadap keadaan keluarga dan
sekitarnya secara umum (Kemenkes RI, 2015).
Dalam menilai derajat kesehatan keluarga dan masyarakat, terdapat
beberapa indikator yang dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada
umumnya tercermin dalam kondisi angka kematian, angka kesakitan dan
status gizi. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia digambarkan melalui
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) (Kemenkes
RI, 2015).
AKI merupakan salah satu indikator yang peka terhadap kualitas dan
aksesbilitas fasilitas pelayanan kesehatan. Keseluruhan AKI di negara
anggota MDGs di dunia pada tahun 2015 yang terdiri dari 10 kelompok
negara yaitu Afrika Utara, Afrika Sub-Sahara, Asia Timur, Asia Selatan, Asia
Tenggara, Asia Barat, Eropa dan Asia Tengah, Amerika Latin, Caribia, dan
Oceania yaitu 216 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKI di negara
berkembang yaitu 239 per 100.000 KH yang 20 kali lebih tinggi dari AKI di
negara maju yang hanya 12 per 100.000 KH. Kelompok negara Afrika Sub-
Sahara memiliki AKI paling tinggi mencapai 546 per 100.000 KH dengan
jumlah kematian ibu mencapai 201.000 kematian. Kelompok tiga negara
yaitu Oceania 187 per 100.000 KH, Asia Selatan 176 per 100.000 KH dan
3

Asia Tenggara 110 per 100.000 KH menjadi kelompok negara dengan AKI
sedang. Sisa 6 kelompok negara yang lain memiliki AKI yang rendah (WHO,
2015).
Target penurunan AKI dan AKB dalam upaya pencapaian Sustainable
Development Goals (SDGs) masuk pada tujuan ketiga dalam 17 tujuan yang
ditetapkan, dengan target penurunan AKI yaitu 70 per 100.000 kelahiran
hidup dan penurunan AKB 12 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2030
(Kemenkes RI, 2015).
Upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu dengan
pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 melalui Program Indonesia
Sehat yang dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat,
penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Pilar
paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan
dalam pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan
masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi
peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuity
of midwifery care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Sementara itu
jaminan kesehatan nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan
manfaat serta kendali mutu dan kendali biaya (Kemenkes RI, 2015).
Proses kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir merupakan hal
yang seharusnya fisiologis bagi seorang wanita dan bayi. Namun dalam
prosesnya terdapat kemungkinan keadaan tersebut dapat mengancam jiwa ibu
dan bayi bahkan mengakibatkan kematian. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemeriksaan dari mulai awal kehamilan yaitu antenatal care (ANC) yang
bertujuan untuk mendeteksi adanya penyulit maupun komplikasi pada
kehamilan, untuk mempersiapkan persalinan serta untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas pada kehamilan. Setelah kehamilan berlangsung
maka akan berakhir dengan adanya permulaan persalinan dan berlanjut
hingga janin lahir.
Peranan bidan adalah dengan memberikan pelayanan asuhan kebidanan
yang sesuai dengan standar. Pelayanan yang diberikan berupa pelayanan
4

kebidanan yang tujuannya mengatur dan memberikan pelayanan kebidanan


untuk ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir yang tepat dan sesuai
standar pelayanan kebidanan serta asuhan kebidanan yang bertujuan untuk
menekan angka morbilitas dan mortalitas ibu dan anak sampai batas yang
tidak dapat diturunkan lagi. Salah satu caranya adalah dengan melakukan
asuhan kebidanan berkelanjutan atau asuhan kebidanan secara komprehensif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pernyataan diatas, bidan diharapkan mampu memberikan
asuhan kebidanan secara komprehensif dimulai dari antenatal, intranatal,
postnatal, bayi baru lahir, dan pemilihan alat kontrasepsi sehingga proses
tersebut dapat berlangsung dengan normal serta sesuai dengan standar.
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis akan memfokuskan pada
pelaksanaan pelayanan “Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ny. Y di
Puskesmas Kelurahan Rawa Badak Utara I Jakarta Utara”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif sesuai
standar pelayanan kebidanan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian pada ibu hamil, bersalin, bayi baru
lahir, dan nifas.
b. Dapat menganalisa masalah, diagnosa kebidanan pada ibu hamil,
bersalin, bayi baru lahir, dan nifas.
c. Dapat menarik diagnosa potensial pada ibu hamil, bersalin, bayi baru
lahir, dan nifas.
d. Dapat melakukan tindakan segera pada ibu hamil, bersalin, bayi baru
lahir, dan nifas.
e. Dapat merencanakan tidakan pada ibu hamil, bersalin, bayi baru
lahir, dan nifas.
5

f. Dapat melaksanakan rencana tindakan pada ibu hamil, bersalin, bayi


baru lahir, dan nifas.
g. Dapat melaksanakan evaluasi pada ibu hamil, bersalin, bayi baru
lahir, dan nifas.
h. Dapat melakukan pendokumentasian dengan metode SOAP.

D. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus


Pengambilan kasus dilakukan di Puskesmas Kelurahan Rawa Badak
Utara I Jakarta Utara dengan menerapkan asuhan-asuhan kebidanan yang
dimulai tanggal:
1. 26 November 2016 : Pemeriksaan Kehamilan Pertama
2. 26 November 2016 : Pemeriksaan Kehamilan Kedua
3. 26 November 2016 : Pemeriksaan Kehamilan Ketiga
4. 26 November 2016 : Pemeriksaan Kehamilan Keempat
5. 26 November 2016 : Pertolongan Persalinan
6. 26 November 2016 : Kujungan Nifas 6 Jam
7. 26 November 2016 : Kunjungan Rumah Pertama, Nifas Hari Ke - 6
8. 26 November 2016 : Kunjungan Rumah Kedua, Nifas Hari ke – 14
9. 26 November 2016 : Kunjungan Rumah Kedua, Nifas Hari ke – 40
6

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Asuhan Kebidanan Kehamilan (Trimester III)


Kehamilan adalah proses bergabungnya sperma dan ovum (gamet pria
dan wanita) untuk menciptakan suatu sel tunggal yang disebut zigot, yang
kemudian menggandakan diri berkali-kali melalui pembelahan sel untuk
menjadi lahir. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi lahirnya janin. Lamanya
hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari
hari pertama haid terakhir (Saifuddin, 2010).
Kebijakan program pemerintah untuk kunjungan antenatal sebaiknya
dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu satu kali pada trimester
pertama (usia kehamilan 0-13 minggu), satu kali pada trimester kedua (usia
kehamilan 14-27 minggu) dan dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan
28-40 minggu) (Sulistyawati, 2010).
Asuhan pada kehamilan trimester III yang pertama dilakukan yaitu
pengkajian. Pengkajian merupakan proses pengumpulan semua informasi
akurat dan lengkap dari beberapa sumber yang berkaitan dengan kondisi klien
Bagian-bagian penting dari pengkajian antara lain:
1. Subjektif
Data subjektif didapatkan dengan wawancara dengan klien, suami,
keluarga dan catatan/dokumentasi pasien. Lakukan wawancara dengan
klien tentang keluhan utama yang dirasakan, hal tersebut ditanyakan
untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Keluhan ibu hamil trimester ketiga yang masih normal adalah kaki
bertambah bengkak dan terasa semakin nyeri, buang air kecil meningkat
sekitar 5 menit sekali, suhu tubuh ibu meningkat sehingga sering
kepanasan, uterus sering berkontraksi ringan (braxton hick contraction),
pada bulan ke-8 payudara mengeluarkan kolostrum dan pada bulan-bulan
terakhir cairan vagina meningkat (kental), rasa nyeri punggung dan sesak
7

napas sehingga kesulitan mendapatkan posisi tidur yang nyaman, dan


uterus terus tumbuh meninggi ke paru-paru.
Riwayat kehamilan sekarang dikaji untuk mendeteksi komplikasi,
ketidaknyamanan dan keluhan selama kehamilan (Saminem, 2009; h.
92). Riwayat kehamilan sekarang yang harus dikaji yaitu hari pertama
haid terakhir (HPHT) dan jumlah ANC yang sudah pernah dilakukan.
HPHT ditanyakan untuk mengetahui usia kehamilan ibu dan hari
perkiraan lahir (HPL). Menentukan usia kehamilan berguna dalam
penegakan diagnosis kehamilan. Implementasinya adalah ketika
menghitung taksiran berat janin (TBJ) kemudian disesuaikan dengan usia
kehamilan, lalu dianalisa apakah terdapat ketidaksesuaian atau tidak.
Hasilnya dijadikan acuan dalam pemberian asuhan. Begitu juga dengan
HPL, karena hal ini dapat digunakan sebagai acuan bagi pasien dan
keluarga untuk mempersiapkan diri baik fisik, mental, maupun materi.
Sedangkan bagi bidan HPL dijadikan sebagai acuan dalam menentukan
diagnosis dalam proses persalinan (misalnya persalinan preterm atau
postterm) Menentukan HPL dengan menggunakan rumus Naegele yaitu
tanggal HPHT ditambah 7 dan bulan dikurangi 3.
Riwayat kesehatan ibu yang pernah, sedang maupun terdapat
riwayat penyakit dari keluarga digunakan sebagai penanda adanya
penyulit masa kehamilan. Beberapa data penting tentang riwayat
kesehatan pasien yang perlu dikaji yaitu apakah pasien pernah atau
sedang menderita penyakit, seperti jantung, diabetes mellitus (DM),
ginjal, hipertensi/hipotensi, dan hepatitis (Sulistyawati, 2010). Penyakit
yang diderita ibu hamil bisa memengaruhi kehidupan dan proses
kelahiran janin, seperti kelahiran prematur, intra uteri fetal death (IUFD),
asfiksia neonatorum, hipoglikemi, dan pengaruh bagi ibu yaitu
hipertensi, stroke, abrupsio plasenta, infeksi, perdarahan, bahkan
kematian.
Pola kehidupan sehari-hari yang perlu dikaji yaitu pola nutrisi, pola
istirahat dan pola eliminasi. Pola nutrisi sebagai gambaran bagaimana
pasien mencukupi asupan gizinya selama hamil, sehingga apabila bidan
8

memperoleh data yang tidak sesuai dengan standar pemenuhan, maka


bidan dapat memberikan klarifikasi dalam pemberian pendidikan
kesehatan mengenai gizi ibu hamil. Hal yang ditanyakan yaitu menu,
frekuensi, jumlah per hari, dan pantangan makan dan minum ibu
(Prawirohardjo, 2014)

Tabel 2.1 Penambahan Kebutuhan Nutrisi pada Ibu Hamil Trimester III
Tambahan Nutrisi
Sumber Bahan
Macam zat gizi pada Ibu Hamil
Makanan
Trimester III
Karbohidrat 300 kkal/hari Kacang-kacangan,
padi-padian, umbi-
umbian, gula
Protein 67-100 gr/hari Telur, susu, daging,
unggas, kerang,
tempe, tahu
Vitamin
Vitamin A +300 RE Wortel, tomat
Vitamin C +10 mg Pisang, jeruk,
strawberry
Vitamin B12 +0,2 µg Ikan, kepiting,
kerang, daging
Mineral
Kalsium 950 mg/hari Ikan teri, udang,
sayuran hijau, keju,
yogurt
Zat besi 39 mg/hari Hati, ikan, daging,
singkong, kangkung,
sayuran hijau
Asam folat 470 µg/hari Hati, brokoli,
sayuran hijau,
9

kacang-kacangan,
ikan, daging, jeruk,
telur
(Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2012)

Masalah gizi pada ibu hamil yang paling umum terjadi yaitu kurang
energi protein, vitamin A dan anemia. Ibu hamil yang menderita
defisiensi zat gizi mempunyai risiko lebih besar untuk memiliki bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Salah satu upaya yang
dilakukan yaitu melaui pemberian PMT yang diberikan tiap minggu
untuk dikonsumsi setiap hari. Tingkat konsumsi energi dan protein pada
ibu hamil yang mengkonsumsi PMT yaitu 1993 kkal dan 46,6 gram, lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi PMT yaitu 1809
kkal dan 40,2 gram.
Pola istirahat diperlukan untuk mengetahui hambatan yang
kemungkinan terjadi jika didapatkan kesenjangan pemenuhan kebutuhan
istirahat. Bidan dapat menanyakan tentang berapa lama ibu tidur di siang
dan malam hari. Pada trimester III, ibu hamil mengalami sulit tidur
dikarenakan adanya perubahan hormon, stress, pergerakan janin yang
berlebihan, posisi tidur yang tidak nyaman, sering buang air kecil dan
sakit pada pinggang. Normalnya, orang dewasa tidur selama 7-8 jam.
Namun untuk ibu hamil bisa mencapai 10 jam. Hal ini bergantung pada
usia dan stamina saat ibu hamil. Tidur cukup akan menjamin kesehatan
ibu selama hamil serta memberikan cukup energi saat persalinan.
Pola eliminasi BAB dan BAK ditanyakan untuk mengetahui
frekuensi dan keluhan yang dialami ibu selama kehamilan (Sulistyawati,
2010). Sering buang air kecil pada trimester III terjadi karena
pembesaran janin yang menyebabkan desakan pada kantong kemih,
sedangkan konstipasi terjadi karena pengaruh hormon progesteron yang
mempunyai efek rileks pada otot polos, salah satunya otot usus.
Data biopsikososial kultural spiritual yang dikaji berupa adat istiadat
yang mempengaruhi kehamilan, status ekonomi, dan pengambilan
10

keputusan. Adat istiadat yang merugikan ibu maupun janin apabila


terdapat pantangan makan yang seharusnya menyehatkan bagi ibu dan
janin seperti pantangan makan daging, ikan, telur, dan goreng-gorengan
karena dipercaya akan menyebabkan kelainan pada janin (Sulistyawati,
2010).
Status ekonomi ibu akan mempengaruhi kondisi kesehatan fisik dan
psikologis ibu hamil. Status ekonomi yang baik akan membuat ibu
memiliki status gizi yang baik dan tidak terbebani secara ekonomi
tentang biaya persalinannya dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
setelah bayinya lahir.
Pengambilan keputusan yang dilakukan segera dapat mengurangi
kejadian komplikasi pada proses kehamilan, persalinan, maupun nifas,
karena dengan pengambilan keputusan sesegera mungkin ibu maupun
janin dapat dilakukan tindakan pertolongan dengan segera sehingga
dapat diselamatkan.
2. Objektif
Setelah data subjektif dikaji, untuk melengkapi data bidan dalam
menegakkan diagnosis, maka bidan harus melakukan pengkajian data
objektif melalui pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan umum,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik, dan pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum dilakukan dengan mengukur tekanan darah,
suhu, nadi, pernapasan, dan berat badan untuk menentukan kondisi
ibu secara umum. Penimbangan berat badan berkaitan dengan indeks
masa tubuh dan kenaikan berat badan setiap minggunya. Indeks
masa tubuh adalah cara yang dipakai untuk menentukan berat badan
menurut tinggi badan dengan rumus berat badan dibagi tinggi badan
pangkat 2.
11

Tabel 2.2 Nilai IMT pada Ibu Hamil


Rentang Nilai IMT Status
<19,8 Underweight
19,8-26,6 Normal
26,6-29,0 Overweight
>29,0 Obese
(Sumber: Asuhan Kebidanan pada Kehamilan, 2011)

Pertambahan berat badan ibu hamil menggambarkan status gizi


selama hamil. Disarankan pada ibu primigravida untuk tidak
menaikkan berat badannya lebih dari 1 kg/bulan. Perkiraan
peningkatan berat badan yang dianjurkan yaitu 4 kg pada kehamilan
trimester I, 0,5 kg/minggu pada kehamilan trimester II sampai III,
totalnya sekitar 15-16 kg (Sulistyawati, 2010).

Tabel 2.3 Komponen Pertambahan Berat Badan Ibu selama Kehamilan


Komponan Jumlah (dalam kg)
Jaringan ekstrauterin 1
Janin 3-3,8
Cairan amnion 1
Plasenta 1-1,1
Payudara 0,5-2
Tambahan darah 2-2,5
Tambahan cairan jaringan 1,5-2,5
Tambahan jaringan lemak 2-2,5
Total 11,5-16
(Sumber: Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan, 2011)

Pengukuran tekanan darah setiap kunjungan berfungsi untuk


memantau tekanan darah dan adanya hipertensi kehamilan. Apabila
diketahui kenaikan tekanan diastolik ibu 15 mmHg atau >90 mmHg
dalam 2 kali pengukuran berjarak 1 jam atau tekanan diastolik
12

sampai 110 mmHg mengindikasikan ibu mengalami hipertensi.


Perlu diwaspadai adanya indikasi preeklampsia/eklampsia apabila
disertai adanya proteinuria dan edema hingga kejang. Preeklampsia
ringan memiliki tanda adanya kenaikan tekanan diastolik, edema,
dan proteinuria 1+. Preeklampsia berat memiliki tanda tekanan
diastolik >110 mmHg, proteinuria 2+, hiperrefleksia, gangguan
penglihatan, dan nyeri epigastrium. Eklampsia memiliki tanda
seperti preeklampsia berat disertai dengan kejang. Pencegahan perlu
dilakukan oleh setiap ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi
maupun yang sudah menampakkan tanda kenaikan tekanan
diastolik, disini bidan mendeteksi secara dini dan memberikan
penanganan secara cepat. Kasus harus ditindaklanjuti secara reguler
dan diberi penerangan yang jelas bila ibu harus kembali ke
pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan keluarga (suami,
orang tua, mertua, dll) harus dilibatkan sejak awal (Saifuddin, 2010).

b. Pemeriksaan Obstetrik
1) Inspeksi
Pemeriksaan status obstetrik meliputi pemeriksaan inspeksi
yaitu pemeriksaan wajah dengan melihat adakah edema dan
cloasma gravidarum. Edema pada muka terjadi karena
peningkatan kadar natrium akibat pengaruh hormonal dan
tekanan pada pembuluh vena. Pembengkakan pada wajah dan
ekstremitas merupakan salah satu gejala dari adanya
preeklampsi walaupun gejala utamanya adalah protein urin
(Saifuddin, 2010).
Payudara sebagai organ untuk proses laktasi mengalami
perubahan sebagai persiapan setelah janin lahir. Pemeriksaan
payudara dilakukan untuk menilai kesiapan ibu menyusui dan
kendala yang akan dihadapi ibu saat menyusui dengan melihat
bentuk, besar masing-masing payudara (seimbang atau tidak),
hiperpigmentasi areola payudara, teraba massa, nyeri atau tidak,
13

kolostrum, keadaan puting (menonjol, datar, atau masuk ke


dalam), dan kebersihannya. Pemeriksaan abdomen dengan
melihat adanya striae gravidarum, linea nigra, dan adanya bekas
operasi abdomen. Tujuannya sebagai antisipasi ketika ibu
pernah menjalani operasi abdomen sehingga kemungkinan
persalinan dilakukan melalui operasi. Pemeriksaan vulva
melihat adakah pembukaan pada vulva maupun kelainan
abnormal lain seperti lendir darah (menandakan mulainya kala
persalinan) (Sulistyawati, 2010).
2) Palpasi
Pemeriksaan palpasi abdomen dengan pemeriksaan
Leopold I, II, III, dan IV, TFU, serta TBJ. Pemeriksaan Leopold
I untuk menentukan TFU dan bagian janin yang terletak di
fundus, Leopold II menentukan bagian janin pada sisi kanan dan
kiri ibu, Leopold III untuk menentukan bagian janin yang
terletak di bagian bawah uterus, dan Leopold IV menentukan
berapa jauh masuknya janin ke pintu atas panggul.
Pengukuran tinggi fundus uteri di atas simpisis pubis
dipakai sebagai suatu indikator kemajuan pertumbuhan janin.
Selain itu, tinggi fundus uteri dapat membantu mengidentifikasi
faktor-faktor risiko tinggi. Tinggi fundus uteri yang stabil atau
menurun dapat mengindikasikan retardasi pertumbuhan intra
uterin, peningkatan yang berlebihan yang menunjukkan adanya
kehamilan kembar atau hidramnion (Saifuddin, 2010).
Pengukuran tinggi fundus uteri dilakukan menggunakan tangan
jika usia kehamilan <20 minggu dan menggunakan metline jika
usia kehamilan >20 minggu untuk memantau perkembangan
janin (Sulistyawati, 2010). Pengukuran menggunakan jari-jari
tangan dapat disamakan dengan usia kehamilan.
14

Tabel 2.4 Tinggi Fundus Uteri berdasarkan Usia Kehamilan


Usia Tinggi Fundus Uteri
Kehamilan
Dalam cm Menggunakan jari
(minggu)
12 - 3 jari di atas simpisis
16 - Pertengahan pusat-simpisis
20 20 ± 2 cm 3 jari di bawah pusat
24 24 ± 2 cm Setinggi pusat
28 28 ± 2 cm 3 jari di atas pusat
32 32 ± 2 cm Pertengahan pusat-prosesus
xiphoideus (px)
36 36 ± 2 cm 3 jari di bawah prosesus
xiphoideus (px)
40 32 ± 2 cm Pertengahan pusat-prosesus
xiphoideus (px)
(Sumber: Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan; 2011)

Menghitung taksiran berat janin (TBJ) menurut Mc Donald


berdasar TFU dengan cara menempatkan metline skala 0 (nol)
di atas simfisis dan ukur TFU dengan melihat metline dalam cm.
Jika belum masuk panggul maka (TFU – 12) x 155, jika sudah
masuk panggul (TFU – 11) x 155 (Sulistyawati, 2010).
3) Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi dengan menghitung detak jantung
janin (DJJ) selama satu menit penuh, menentukan frekuensi per
menit, teratur atau tidak, dan punktum maksimum janin. DJJ
normal yaitu 120-160 kali per menit. DJJ menggambarkan
status kesejahteraan janin, apabila DJJ <120 atau >160 kali per
menit menandakan janin mengalami fetal distress (Saifuddin,
2010).
15

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang mendukung ditegakkannya diagnosis
dalam memantau kesehatan ibu dan janin sehingga dapat mengetahui
tindakan yang akan diberikan selanjutnya.
1) Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya
untuk mengetahui jenis golongan darah ibu, melainkan juga
untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-
waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.
2) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
Pemeriksaan Hb dilakukan minimal sekali pada trimester
pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita
anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia
dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam
kandungan. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu
dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan
III atau kadar hemoglobin <10,5 gr% pada trimester II. Anemia
pada ibu hamil di Indonesia sangat bervariasi yaitu tidak anemia
(Hb >11 gr%), anemia ringan (Hb 9-10,9 gr%), anemia sedang
(Hb 7-8,9 gr%) dan anemia berat (Hb <7 gr%. Penyebab
terjadinya anemia selama kehamilan karena volume darah
meningkat 50% dari 4L ke 6L, volume plasma meningkat
sedikit untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta.
Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan
penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu menyebabkan
penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematocrit.
Perdarahan pada ibu setelah melahirkan berhubungan
dengan anemia pada kehamilan 32 minggu. Kehilangan darah
lebih banyak pada anemia berat dan kehilangan meningkat
sedikit pada wanita anemia ringan dibandingkan dengan ibu
yang tidak anemia.
16

3) Pemeriksaan protein dalam urin


Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan
pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil.
Proteinuria merupakan salah satu indikator tejadinya
preeklampsia pada ibu hamil. Tes celup urin yang menunjukkan
proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil >300 mg/24 jam maka diindikasikan dengan
preeklampsia ringan, sedangkan apabila hasil proteinuria ≥2+
atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24
jam diindikasikan dengan preeklampsia berat. Penatalaksanaan
segera apabila ibu positif proteinuria untuk mencegah terjadinya
kejang yang dapat mengancam keselamatan ibu dan janin.
4) Pemeriksaan kadar gula darah
Ibu hamil yang dicurigai menderita diabetes melitus harus
dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya
minimal masing-masing sekali pada tiap trimester.
5) Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG dilakukan untuk memantau
perkembangan janin dengan visualisasi.

Dari data yang diperoleh melalui pengkajian didapat diagnosis untuk


melakukan asuhan selanjutnya sesuai kebutuhan ibu. Pelaksanaan asuhan
dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian bidan sebagian lagi klien atau tim
kesehatan lainnya. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter,
untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan
dalam manajemen asuhan bagi klien adalah tanggung jawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
Pelaksanaan dari perencanaan asuhan berdasarkan peran bidan dalam
tindakan mandiri, kolaborasi, merujuk, tindakan pengawasan, dan
pendidikan/penyuluhan (Sulistyawati, 2010).
17

Sesuai standar minimal asuhan kehamilan yang harus diberikan yaitu


konseling, konseling diberikan sesuai kebutuhan ibu hamil. Konseling yang
dapat diberikan bidan pada ibu hamil trimester III yaitu:
1. Dukungan emosional
Trimester III disebut periode menunggu dan waspada, ibu merasa
khawatir bahwa bayinya akan lahir sewaktu-waktu, peran bidan, suami
dan keluarga untuk memberi dukungan dan semangat, bahwa kehamilan
dan persalinan adalah hal yang fisiologis dialami oleh wanita.
2. Nutrisi yang adekuat
Kebutuhan nutrisi selama kehamilan yang meningkat menyebabkan
konsumsi kalori, protein, kalsium, zat besi, asam folat, dan vitamin pun
meningkat. Berikan ibu saran untuk memenuhi setiap kebutuhan
nutrisinya dengan mengkonsumsi berbagai macam sayuran, buah,
daging, ikan, telur, dan lain-lain supaya mencegah terjadinya kekurangan
energi dan terhambatnya pertumbuhan janin.
3. Istirahat dan relaksasi
Ibu hamil dianjurkan untuk merencanakan periode istirahat,
terutama berbaring miring dianjurkan untuk meningkatkan perfusi uteri
dan mengambil posisi telentang kaki diangkat pada dinding untuk
meningkatkan aliran vena dari kaki, mengurangi edema kaki dan varices
vena. Membebaskan pikiran dan badan dari ketegangan yang sengaja
diupayakan dan dipraktikkan dapat dimanfaatkan sebagai pedoman
mengurangi stres. Waktu terbaik setelah makan siang, awal istirahat sore,
serta malam sewaktu tidur.
4. Persiapan laktasi
Persiapan menyusui pada masa kehamilan merupakan hal yang
penting karena dengan persiapan dini ibu akan lebih baik dan siap untuk
menyusui bayinya.
5. Senam hamil
Senam hamil bukan merupakan keharusan. Namun, dengan
melakukan senam hamil akan banyak memberi manfaat dalam membantu
kelancaran proses persalinan antara lain melatih pernapasan, relaksasi,
18

menguatkan otot-otot panggul dan perut, serta melatih cara mengejan


yang benar. Senam hamil pada kehamilan normal dilakukan atas anjuran
dari dokter atau bidan dan dapat dimulai pada kehamilan 16-38 minggu.
6. Tanda bahaya kehamilan
Salah satu asuhan yang dilakukan oleh seorang bidan untuk menapis
adanya risiko selama kehamilan yaitu melakukan pendeteksian dini
adanya komplikasi/penyakit yang mungkin terjadi selama hamil dan
memberikan pendidikan kesehatan mengenai tanda bahaya ibu hamil,
anjurkan ibu untuk segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan
apabila ibu mengalami komplikasi. Adapun komplikasi ibu dan janin
yang dapat terjadi pada masa kehamilan yaitu perdarahan pervaginam,
sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur dan perubahan visual secara
tiba-tiba, bengkak pada wajah dan tangan tidak hilang setelah istirahat,
keluar cairan pervaginam, gerakan janin tidak terasa, dan nyeri abdomen
yang hebat.
7. Persiapan persalinan
Rencana persalinan adalah rencana tindakan yang dibuat oleh ibu,
anggota keluarga, dan bidan. Rencana ini merupakan hasil diskusi untuk
memastikan bahwa ibu dapat menerima asuhan yang diperlukan apabila
ibu sudah merasakan salah satu tanda persalinan antara lain perut mulai
tegang dan mengencang secara teratur setiap 10 menit, his yang teratur
disertai nyeri mulai dari perut menjalar ke pinggang, fundus uteri turun,
dan keluar lendir bercampur darah atau cairan pervaginam (cairan
ketuban). Hendaknya segera pergi ke tenaga kesehatan atau tempat
bersalin yang sudah disepakati antara ibu, suami, dan keluarga. Persiapan
ibu dan keluarga untuk persalinan adalah persiapan fisik dan mental,
pakaian ibu dan bayi, transportasi, biaya persalinan, dan pendamping saat
persalinan
Pemberian vitamin zat besi penting diberikan guna memenuhi zat besi
yang tidak dapat dipenuhi hanya dengan mengkonsumsi makanan. Pemberian
zat besi dimulai dengan memberikan satu tablet sesegera mungkin setelah
rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg)
19

dan Asam Folat 500 µg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi
sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu
penyerapan zat besi ke dalam tubuh (Saifuddin, 2010).

B. Asuhan Kebidanan Persalinan


Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi secara progresif dan diakhiri
dengan kelahiran plasenta (Sulistyawati, 2010).
Asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama
persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi
terutama perdarahan postpartum, hipotermia, dan asfiksia neonatorum. Hal
ini merupakan suatu hal yang dilakukan untuk mengubah sikap menunggu
dan menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi, sehingga mampu mengurangi angka kesakitan dan angka kematian
pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 2014).
Tujuan dari asuhan persalinan normal adalah mengupayakan
kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan
bayinya melalui berbagai upaya yang dilakukan. Upaya-upaya yang
dilakukan antara lain menggunakan praktik pencegahan infeksi dalam
memberikan setiap asuhan, memantau dan memberikan asuhan selama
persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi dalam persalinan dan
memilih tindakan yang sesuai untuk menanganinya, memberikan asuhan
sayang ibu, menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin, menghindari
tindakan-tindakan yang berlebihan seperti episiotomi rutin, amniotomi, dan
katerisasi, memberikan asuhan bayi baru lahir, memberikan asuhan dan
pemantauan ibu dan bayi baru lahir, mengajarkan kepada ibu dan keluarganya
untuk mengenali secara dini bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas
dan pada bayi baru lahir, dan mendokumentasikan asuhan yang telah
diberikan (Sulistyawati, 2010)
20

Asuhan persalinan normal yang bersih dan aman diwujudkan melalui


kebijakan 58 langkah APN yang berlandaskan dari 5 benang merah APN
yaitu membuat keputusan klinik, asuhan sayang ibu dan sayang bayi,
pencegahan infeksi, pencatatan, dan rujukan.
Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang aman, berdasarkan temuan
(evidence based), dan turut meningkatkan angka kelangsungan hidup ibu.
Asuhan sayang ibu membantu pasien merasa nyaman dan aman selama proses
persalinan yaitu dengan menghargai kebiasaan budaya, praktik keagamaan
dan kepercayaan (apabila kebiasaan tersebut aman), serta melibatkan pasien
dan keluarga sebagai pembuat keputusan, secara emosional sifatnya
mendukung (Sulistyawati, 2010).
Proses persalinan meliputi 4 kala yaitu kala I (kala pembukaan) yang
terdiri dari fase laten dan fase aktif terdiri dari subfase akselerasi, dilatasi
maksimal, dan deselarasi, kala II (kala pengeluaran janin), kala III (kala
pengeluaran uri), dan kala IV (kala pemantauan).
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang
teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka
lengkap (10 cm). Kala satu persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten
dan fase aktif. Fase laten berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4
cm lamanya hampir atau hingga 8 jam. Sedangkan, fase aktif berlangsung dari
pembukaan 4 cm hingga mencapai 10 cm dengan kecepatan rata-rata 1 cm
per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm
(multipara).
Lamanya proses persalinan dapat berjalan normal (7-13 jam) atau
memanjang (>13 jam) karena adanya beberapa faktor yang berperan dalam
proses persalinan, salah satunya adalah faktor psikologi.
Memfasilitasi ibu dan keluarga untuk memberikan dukungan persalinan
dapat berupa asuhan tubuh yang baik, kehadiran pendamping, keringanan dari
rasa sakit, penerimaan atas sikap dan perilakunya, dan informasi dan
kepastian tentang hasil yang aman. Pengurangan rasa sakit akibat kontraksi
dapat diberikan dengan memeberikan teknik relaksasi seperti teknik
pernafasan, dorongan mental dari pendamping, perubahan posisi dan
21

pergerakan, sentuhan dan pijatan, pengeluaran suara yang menyamankan


pasien, visualisasi dan pemusatan perhatian, pemutaran musik yang lembut
dan disukai pasien, serta pemberian aromaterapi (Sulistyawati, 2010).
Pada kala I, ibu sering mengeluhkan tanda-tanda persalinan yang
dirasakannya sehingga datang ke tempat pelayanan kesehatan. Informasi
yang harus didapat dari pasien adalah kapan mulai terasa mulas di perut,
bagaimana intensitas dan frekuensinya, apakah ada pengeluaran cairan dari
vagina yang berbeda dari air kemih, apakah sudah ada pengeluaran lendir
yang disertai darah, serta pergerakan janin untuk memastikan
kesejahteraannya. Tanyakan pula mengenai pola makan minum, pola
eliminasi, dan pola istirahat terakhir ibu. Pola makan dan minum
menggambarkan kecukupan asupan energi untuk menghadapi persalinan.
Pola istirahat yang perlu ditanyakan yaitu kapan terakhir tidur, berapa lama,
dan aktivitas sehari-hari karena istirahat sangat diperlukan oleh ibu untuk
mempersiapkan energi menghadapi proses persalinan. Pola eliminasi yang
perlu ditanyakan yaitu kapan terakhir ibu BAB dan BAK, jumlah, dan
keluhan yang dirasakan (Sulistyawati, 2010).
Bidan melakukan pemeriksaan dalam melalui VT untuk menilai keadaan
vulva/vagina, pembukaan, ketuban, posisi, presentasi, POD (point of
direction), penyusupan, dan penurunan bagian terbawah janin. Hasil
pemeriksaan VT dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Dalam melalui VT


Pemeriksaan Dalam Hasil Pemeriksaan
Vulva/vagina Terdapat luka parut/tidak
Serviks
Posisi Anterior/medial/posterior
Pembukaan 1 jari, 2 jari, 3 cm, dst
Kulit ketuban Utuh/pecah
22

Presentasi Belakang kepala, dahi, bahu, muka,


bokong
POD (Point of Direction) UUK, UUB, dahi, dagu, sacrum,
bagian-bagian kecil
Penyusupan 0, 1, 2, 3
Penurunan bagian terbawah janin Hodge I, Hodge II, Hodge III,
Hodge IV
(Sumber: Asuhan Persalinan Normal, 2008)

Yang harus diwaspadai dan diperhatikan adanya komplikasi yang


ditemukan pada kala I, hal ini dapat diketahui dari hasil partograf. Garis
waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik
dimana pembukaan lengkap dengan laju pembukaan 1 cm per jam. Jika
pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan
kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit.
Garis bertindak tertera sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis
waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah
kanan garis bertindak maka hal ini menunjukkan perlu dilakukan tindakan
untuk menyelesaikan persalinan. Selain itu, data penunjang yang diperlukan
yaitu hasil pemeriksaan USG dan laboratorium (kadar Hb, Hematokrit, kadar
leukosit, dan golongan darah) (Sulistyawati, 2010).
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10
cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Pada primigravida kala II berlangsung
2 jam dan 1 jam pada multigravida (Sulistyawati, 2010).
Asuhan persalinan kala II diberikan apabila sudah terdapat tanda gejala
kala II. Pada kala II, kontraksi uterus menjadi lebih kuat dan lebih cepat yaitu
setiap 2 menit sekali dengan durasi >40 detik, dan intensitas semakin lama
dan semakin kuat. Karena biasanya pada tahap ini kepala janin sudah masuk
dalam ruang panggul, maka pada his dirasakan adanya tekanan pada otot-otot
dasar panggul yang secara reflek menimbulkan rasa ingin meneran. Pasien
merasakan adanya tekanan pada rektum dan merasa ingin BAB (Sulistyawati,
2010).
23

Tindakan yang dilakukan selama kala II persalinan yaitu memberikan


dukungan terus menerus kepada ibu dengan menghadirkan keluarga untuk
mendampingi ibu agar merasa nyaman dan menawarkan minum, mengipasi
dan memijat ibu. Dukungan mental juga diperlukan untuk mengurangi
kecemasan atau ketakutan ibu dengan cara menjaga privasi ibu, memberikan
penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan dan tentang prosedur yang
akan dilakukan dan keterlibatan ibu (Saifuddin, 2010).
Mengatur posisi ibu dalam memimpin mengedan dapat dipilih sesuai
kenyamanan ibu. Hal ini merupakan bagian dari pelaksanaan asuhan sayang
ibu dengan membiarkan pasien memilih sendiri posisi untuk meneran. Selain
posisi telentang atau litotomi, ada berbagai posisi meneran yang dianjurkan
karena keuntungan setiap posisinya. Posisi meneran yang dianjurkan meliputi
posisi jongkok, posisi setengah duduk, posisi berdiri, posisi merangkak, dan
posisi miring ke kiri (Sulistyawati, 2010).
Menjaga kandung kemih tetap kosong, memberikan cukup minum untuk
memberi tenaga dan mencegah dehidrasi pada ibu. Meminta ibu untuk
bernapas selagi kontraksi ketika kepala akan lahir bertujuan agar perineum
meregang perlahan dan mengontrol lahirnya kepala serta mencegah robekan.
Selanjutnya, dengan melakukan pemantauan denyut jantung janin yang
diperiksa setelah setiap kontraksi untuk memastikan janin tidak mengalami
bradikardi (<120) (Sulistyawati, 2010).
Proses dalam membantu melahirkan bayi meliputi menolong kelahiran
kepala yang dilakukan saat kepala bayi membuka vulva (crowning). Manuver
tangan penolong ketika menolong kelahiran kepala yaitu penolong
meletakkan telapak tangan pada bagian vertex untuk membantu kepala bayi
agar fleksi dan pengendalian dan mengurangi robekan pada vertex. Tangan
lainnya menopang perineum untuk melindungi perineum agar mengurangi
regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum. Saat kepala sudah
keluar dan dilahirkan usap muka bayi dengan kain atau kasa bersih atau DTT
untuk membersihkan lendir dan darah dari mulut dan hidung bayi.
Setelah kepala lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan bernapas
cepat. Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat. Jika ada lilitan di leher
24

bayi cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut dengan melewati kepala
bayi. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan ketat maka pasang dua buah
klem pada tali pusat dengan segera dan gunting karena lilitan tali pusat yang
ketat dapat menyebabkan terjadinya hipoksia pada bayi (Sulistyawati, 2010).
Tunggulah sampai terjadi putaran paksi luar dari kepala bayi dan
melahirkan bahu dan anggota seluruhnya dengan menempatkan kedua tangan
pada sisi kepala dan leher bayi dengan teknik biparietal dan lakukan teknik
sangga susur dengan melakukan tarikan lembut ke bawah untuk melahirkan
bahu depan, melakukan tarikan lembut ke atas untuk melahirkan bahu
belakang untuk mengendalikan kelahiran tubuh bayi.
Setelah bayi seluruhnya lahir lakukan penilaian sekilas untuk menilai
kesejahteraan bayi secara umum. Aspek yang dinilai adalah warna kulit,
tangisan bayi, dan tonus bayi. Jika warna kulit kemera.an dan bayi dapat
menangis spontan maka kondisi bayi baik (Sulistyawati, 2010). Bayi harus
segera dikeringkan dan diselimuti dengan menggunakan handuk atau
sejenisnya untuk mencegah hipotermi pada bayi. Hipotermi menyebabkan
terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang berakhir dengan kegagalan
fungsi jantung, perdarahan terutama pada paru-paru, ikterus dan kematian
Segera setelah bayi lahir, bidan mengobservasi keadaan bayi dengan
berpatokan pada APGAR skor dari 5 menit hingga 10 menit. Penilaian
APGAR skor yaitu Appearance (warna kulit), Pulse (denyut jantung),
Grimace (respon refleks), Activity (tonus otot), dan Respiration (pernapasan)
(Sulistyawati, 2010).

Tabel 2.6 Nilai APGAR Bayi Baru Lahir


Tanda 0 1 2
Tubuh
Seluruh tubuh Seluruh tubuh
Appearance kemerahan,
biru atau pucat kemerahan
ekstremitas biru
Pulse Tidak ada <100 >100
25

Reaksi melawan,
Grimace Tidak bereaksi Sedikit gerakan
menangis
Gerakan aktif,
Ekstremitas ekstremitas
Activity Lumpuh
sedikit fleksi fleksi dengan
baik
Lambat, tidak
Respiration Tidak ada Menangis kuat
teratur
(Sumber: Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah, 2012)

Hasil penilaian APGAR skor dijumlahkan untuk menentukan


penatalaksanaan bayi baru lahir dengan tepat.

Tabel 2.7 Penanganan Bayi Baru Lahir berdasarkan APGAR skor


Nilai APGAR lima
Diagnosis Penanganan
menit pertama
0–3 Asfiksia 1. Tempatkan di tempat hangat
Berat dengan lampu sebagai sumber
pengahangat
2. Pemberian oksigen
3. Resusitasi
4. Stimulasi
5. Rujuk
4–6 Asfiksia 1. Tempatkan dalam tempat yang
Ringan hangat
2. Pemberian oksigen
3. Stimulasi taktil
7 – 10 Normal Dilakukan penatalaksanaan sesuai
dengan bayi normal
(Sumber: Buku Ajar Konsep Kebidanan, 2007)
26

Bayi dengan penilaian yang baik diletakkan pada perut ibu dengan
dilakukan pengeringan yang cukup dan memberikan rangsangan pada bayi.
Rangsangan dilakukan dengan cara mengusap-usap pada bagian punggung
atau menepuk telapak kaki bayi (Saifuddin, 2010).
Penundaan penjepitan tali pusat 1-3 menit pertama untuk meningkatkan
volume darah dan mendukung proses fisiologis alami pada transisi kehidupan
ekstrauteri hal ini akan meningkatkan aliran darah dalam jumlah sedang ke
bayi baru lahir (Sulistyawati, 2010). Memotong dan merawat tali pusat pada
bayi baru lahir normal dengan menjepit tali dengan klem lalu memotong tali
pusat di antara 2 klem, mengikat tali pusat dengan jarak ± 1 cm dari umbilikus
dengan simpul mati.
Pemberian ASI sedini mungkin melalui Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
dalam waktu satu jam setelah lahir bermanfaat untuk meningkatkan ikatan
emosional ibu dan bayi, memberikan kekebalan pasif segera pada bayi
melalui kolostrum, dan merangsang kontraksi uterus. Menganjurkan pada ibu
untuk memeluk bayinya dan mencoba segera menyusukan bayi setelah tali
pusat diklem dan dipotong.
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Waktu yang dibutuhkan agar seluruh
plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina, dan akan lahir spontan atau
dengan sedikit dorongan dari atas simpisis atau fundus uteri adalah 5-10
menit. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir
(Sulityawati dan Nugraheny, 2010).
Lepasnya plasenta dapat diketahui dengan melihat tanda perubahan
bentuk dan tinggi fundus uterus, tali pusat bertambah panjang, dan semburan
darah mendadak dan singkat. Perdarahan yang menyertai pengeluaran
plasenta kira-kira 100-200 cc.
Pencegahan kasus kesakitan dan kematian ibu akibat atonia uteri dan
retensio plasenta dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III.
Manajemen aktif kala III adalah mengupayakan kala III selesai secepat
mungkin dengan melakukan langkah-langkah yang memungkinkan plasenta
lepas dan lahir lebih cepat. Tujuannya untuk mengurangi kejadian perdarahan
27

pasca melahirkan, mengurangi lamanya kala III, mengurangi penggunaan


transfusi darah, dan mengurangi penggunaan terapi oksitosin. Komponen
manajemen aktif kala III adalah pemberian oksitosin IM segera setelah bayi
lahir (maksimal 2 menit), tali pusat diklem, plasenta dilahirkan melalui
peregangan tali pusat terkendali dengan menahan fundus uterus secara
dorsokranial (arah ke atas dan ke belakang), begitu plasenta dilahirkan,
lakukan masase pada fundus uterus secara sirkular agar uterus tetap
berkontraksi dengan baik serta untuk mendorong keluar setiap gumpalan
darah yang ada dalam uterus (Sulistyawati, 2010).
Penyuntikan oksitosin secara intramuskuler akan merangsang fundus
uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga terjadi pengecilan
luas implantasi plasenta cepat lahir, karena tindakan yang dilakukan secara
aktif dapat mengurangi risiko retensio plasenta. Metode manajemen aktif kala
III secara tepat dapat menimbulkan kontraksi uterus secara cepat dan
menekan aliran darah dari dinding uterus. Peregangan tali pusat terkendali
dapat segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus,
sehingga dapat mencegah proses kontraksi uterus, selanjutnya menekan
perdarahan dalam jumlah berlebihan.
Segera setelah plasenta dan membran lahir, masase fundus uterus dengan
gerakan melingkar hingga fundus menjadi kencang (keras) untuk mencegah
perdarahan yang berlebihan dan merupakan diagnosis cepat dari atonia uteri.
Sementara tangan kiri melakukan masase uterus, pemeriksaan plasenta
dengan tangan kanan bertujuan untuk memastikan kotiledon dan membrane
sudah lengkap (Sulistyawati, 2010).

Tabel 2.8 Struktur Normal Tali Pusat dan Plasenta


Struktur Batas Normal

Tali Pusat Panjang ± 50 cm

Terdiri dua arteri dan satu vena


Plasenta Diameter 15-20 cm

Tebal 2-2,5 cm
28

Berat ± 500 gram

Terdiri 20 kotiledon
(Sumber: Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan, 2011)

Setelah lahirnya plasenta dan 2 jam berikutnya ibu dalam persalinan kala
empat. Masa ini merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian ibu,
terutama kematian disebabkan karena perdarahan. Selama kala IV, petugas
harus memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran
plasenta, dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi
ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau lebih sering. Pemantauan yang
dilakukan meliputi pemantauan fundus uteri apakah fundus berkontraksi kuat
dan berada di atau di bawah umbilikus, apakah plasenta dan selaput ketuban
lahir lengkap untuk memastikan tidak ada bagian-bagian yang tersisa dalam
uterus, apakah perineum terdapat luka robekan yang membutuhkan jahitan,
memperkirakan pengeluaran darah harus diwaspadai apabila pengeluaran
darah >500 cc, kandung kemih apakah penuh atau kosong. Segera kosongkan
kandung kemih apabila terlalu penuh karena dapat mengurangi kontraksi
uterus, serta pantau kondisi bayi baru lahir apakah bayi bernapas dengan baik,
suhunya hangat, dan siap disusui (Saifuddin, 2010).
Asuhan pada kala IV yang diberikan sesuai kebutuhan ibu yaitu hidrasi
dan nutrisi dengan memberikan segera minum sebanyak yang pasien
inginkan, karena saat ini ibu merasa haus akibat kelelahan dan pengeluaran
keringat yang banyak saat persalinan dan berikan pasien makan dan minum
untuk mengembalikan energi ibu.
Pemenuhan kebutuhan mobilisasi dini ibu segera setelah melahirkan
dengan membimbing ibu keluar dari tempat tidurnya dan secepat mungkin
berjalan bertujuan untuk melancarkan pengeluaran lokhea, mengurangi
infeksi puerperium, mempercepat involusi uterus, melancarkan fungsi alat
gastrointestinal dan alat kelamin, serta meningkatkan kelancaran peredaran
darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
Pada persalinan normal, mobilisasi dilakukan setelah 2 jam dengan ibu boleh
29

miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah adanya trombositopenia.


Mobilisasi dilakukan secara berangsur-angsur sesuai kemampuan ibu
(Prawirohardjo, 2014).
Mobilisasi dini mempunyai beberapa efek yaitu melancarkan
pengeluaran lokhea rubra, mengurangi infeksi, mempercepat involusi alat
kandungan, serta meningkatkan fungsi peredaran darah. Semakin tinggi nilai
mobilisasi semakin pendek lama pengeluaran lokhea rubra.
Setelah melahirkan, ibu akan merasa lebih lelah dan membutuhkan
istirahat. Bidan dapat memfasilitasi ibu untuk beristirahat cukup untuk
mencegah kelelahan yang berlebihan dan sarankan ibu untuk kembali
melakukan kegiatan ringan. Kurang istirahat akan memengaruhi ibu dalam
produksi ASI yang berkurang, memperlambat proses involusi uterus,
memperbanyak perdarahan, dan menyebabkan depresi pada ibu.

C. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir


Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42
minggu dan berat badannya 2.500-4.000 gram (Dewi, 2013). Manajemen
asuhan pada bayi baru lahir meliputi pengumpulan data dengan melakukan
pengkajian fisik pada BBL. Aspek yang perlu dikaji meliputi menilai keadaan
umum bayi secara keseluruhan apakah perbandingan bagian tubuh bayi
proporsional atau tidak. Periksa bagian kepala, badan, dan ekstremitas akan
adanya kelainan. Periksa tonus otot dan tingkat aktivitas bayi, apakah gerakan
bayi aktif atau tidak. Periksa warna kulit dan bibir, apakah warnanya
kemerahan atau kebiruan. Periksa tangisan bayi, apakah melengking,
merintih, atau normal.
Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan laju napas dengan
melihat tarikan napas pada dada dan gunakan petunjuk waktu. Status
pernapasan yang baik adalah napas dengan laju normal 40-60 kali per menit,
tidak ada wheezing, dan ronkhi. Periksa laju jantung dengan menggunakan
stetoskop dan petunjuk waktu. Denyut jantung normal adalah 100-120 kali
per menit dan tidak terdengar bunyi murmur. Periksa suhu dengan
30

menggunakan thermometer aksila dengan suhu normal adalah 36,5-37,5 ºC


(Dewi, 2013).
Perubahan lingkungan antara ekstrauteri dengan intrauteri pada bayi baru
lahir membuat adanya perubahan transisional yang dibedakan dalam
beberapa periode. Periode transisional bayi baru lahir mencakup tiga periode,
meliputi periode pertama reaktivitas, fase tidur, dan periode kedua reaktivitas.
Karakteristik masing-masing periode memperlihatkan kemajuan bayi baru
lahir. Periode transisional meliputi:
1. Reaktivitas I
Dimulai pada masa persalinan dan berakhir setelah 30 menit. Selama
periode ini detak jantung cepat dan pulsasi tali pusat jelas. Warna kulit
terlihat sementara sianosis atau akrosianosis. Selama periode ini bayi
menangis, terkejut atau terpaku. Asuhan yang diberikan selama periode
ini bertujuan untuk memudahkan kontak bayi dan ibu dengan cara
membiarkan ibu untuk memegang bayi sebagai proses pengenalan.
Melalui bounding attachment sentuhan atau kontak kulit seawal mungkin
antara bayi dengan ibu atau ayah di masa sensitif pada menit pertama dan
beberapa jam setelah kelahiran dapat membuat tumbuh kembang bayi
menjadi optimal dan meningkatkan kasih sayang orang tua pada bayinya.
2. Fase Tidur
Berlangsung selama 30 menit sampai 2 jam persalinan. Frekuensi
pernapasan menjadi lebih lambat. Bayi dalam keadaan tidur, suara usus
muncul tapi berkurang. Jika memungkinkan, bayi tidak diganggu untuk
pengujian utama dan jangan memandikannya. Selama masa tidur,
berikan kesempatan pada bayi untuk memulihkan diri dari proses
persalinan dan periode transisi ke kehidupan di luar uterin.
Pada periode ini setelah bayi di IMD petugas kesehatan dapat
menimbang dan mengukur bayi. Bayi normal berat badannya antara
2500-4000 gram, panjang badannya 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm,
lingkar kepala 33-35 cm, lingkar lengan 11-12 cm (Saifuddin, 2010).
Memberikan bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin
1% atau antibiotika lain) sebelum 12 jam setelah persalinan untuk
31

mencegah infeksi pada mata bayi baru lahir. Menyuntikkan vitamin K1


1 mg (0,5 mL untuk sediaan 2 mg/mL) IM di paha kiri anterolateral bayi
maksimal 6 jam setelah lahir untuk menurunkan kejadian perdarahan
karena defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir. Pastikan bahwa suhu
tubuh bayi normal (36,5-37,5ºC) dan melakukan pemeriksaan untuk
melihat adanya cacat bawaan (bibir sumbing/langitan sumbing, atresia
ani, defek dinding perut) dan tanda-tanda bahaya pada bayi. Satu jam
setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi hepatitis B
(HB 0) IM 0,5 mL segera setelah lahir atau kurang dari 7 hari setelah
kelahiran di paha kanan anterolateral bayi. Letakkan kembali bayi pada
dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu dalam satu jam pertama dan
biarkan sampai bayi berhasil menyusui.
3. Periode Reaktivitas II
Berlangsung selama 2 sampai 6 jam setelah persalinan. Neonatus
pada periode ini membutuhkan makanan dan harus menyusu. Pemberian
makan awal penting dalam pencegahan hipoglikemia dan stimulasi
pengeluaran kotoran dan pencegahan penyakit kuning dan menyediakan
kolonisasi bakteri isi perut yang mengarahkan pembentukan vitamin K
oleh traktus intestinal.

Kunjungan ulang yang dilakukan pada bayi dilakukan minimal tiga kali
kunjungan yaitu:
1. Kunjungan Neonatal I (KN I)
Kunjungan neonatal I dilakukan setelah 6-48 jam setelah bayi lahir,
penatalaksanaan asuhan yang diberikan meliputi menjaga kehangatan
bayi, pemberian nutrisi awal, dan perawatan tali pusat. BBL mudah
kehilangan panas karena permukaan bayi yang luas dan lemak subkutan
yang kurang (Dewi, 2013). Menjaga kehangatan bayi dengan melakukan
kontak kulit antara ibu dan bayi, bayi diletakkan di tempat yang jauh dari
aliran udara, bayi dijaga tetap kering (Marmi, 2012).
Pemberian nutrisi awal pada bayi dikarenakan peningkatan
metabolisme karbohidrat sehingga kadar glukosa darah turun. Anjurkan
32

pada ibu untuk memberikan ASI setiap 2-3 jam untuk mencegah
hipoglikemia dan menstimulasi pengeluaran feses sehingga mencegah
icterus. Memberitahu ibu cara merawat tali pusat bayi dengan
menggunakan kassa kering yang berguna untuk mencegah infeksi dan
perdarahan tali pusat (Saifuddin, 2010)
2. Kunjungan Neonatal II (KN II)
Kunjungan neonatal II dilakukan 3-7 hari setelah lahir. Petugas akan
menanyakan pola menyusui bayi, kesulitan selama menyusu, pola
eliminasi bayi dan melakukan pemeriksaan tanda vital, berat badan, tali
pusat (infeksi dan pelepasan tali pusat), serta penapisan untuk ikterus
(Sulistyawati, 2010). Berikan pendidikan kesehatan pada ibu tentang
perawatan tali pusat setelah ada pelepasan tali pusat yaitu tidak
memberikan alkohol maupun obat lain untuk merawat pusar serta
menjemur bayi selama 1 jam pada pagi hari sebelum jam 9 untuk
menghindari ikterus pada bayi.
3. Kunjungan Neonatal III (KN III)
Kunjungan neonatal III dilakukan pada 8-28 hari setelah bayi lahir.
Lakukan pemantauan berat badan untuk mengetahui asupan nutrisi yang
cukup yang diperoleh bayi, berat lahir biasanya dicapai pada hari ke-10.
Berat meningkat 25 gram/hari selama beberapa bulan pertama, berlipat
dua pada 5 bulan dan berlipat tiga pada akhir tahun pertama serta ajarkan
ibu untuk memijat bayi.

D. Asuhan Kebidanan Masa Nifas


Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika uterus kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu/42 hari (Saifuddin, 2010).
Masa nifas atau masa post partum adalah masa atau waktu sejak bayi
dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari uterus, sampai enam minggu
berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan
dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain
sebagainya berkaitan saat melahirkan.
33

Tujuan asuhan masa nifas yaitu mendeteksi adanya perdarahan masa


nifas dan infeksi, menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun
psikologis, melaksanakan skrining secara komprehensif dengan mendeteksi
masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya, memberikan pendidikan kesehatan diri meliputi perawatan diri,
nutrisi KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, dan perawatan
bayi sehat, memberikan pendidikan mengenai laktasi dan perawatan
payudara, konseling mengenai KB (Dewi, 2013).
Pengkajian keluhan utama ibu untuk mengetahui alasan pasien datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Keluhan pada masa nifas yang patut
diwaspadai bidan adalah adanya rasa nyeri, infeksi luka (jahitan atau operasi),
kecemasan, perawatan perineum, masalah pada payudara (nyeri, panas,
bengkak, puting lecet, puting masuk ke dalam), masalah KB, gizi, dan adanya
tanda bahaya masa nifas (perdarahan, pusing, perutnya tidak berkontraksi,
pandangan mata berkunang-kunang) (Sulistyawati, 2010).
Masalah-masalah yang terjadi selama masa nifas dibutuhkan
pendampingan maupun kunjungan ibu nifas. Jadwal kunjungan ibu nifas
sebagai berikut:
1. Kunjungan I
Kunjungan pertama dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan.
Tujuannya yaitu mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri,
mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika
perdarahan berlanjut, memberikan konseling pada ibu atau salah satu
anggota keluarga mengenai bagaimana cara mencegah perdarahan masa
nifas karena atonia uteri, pemberian ASI awal, melakukan hubungan
antara ibu dengan bayi baru lahir, dan menjaga bayi tetap sehat.
Asuhan yang diberikan pada kunjungan pertama yaitu pemantauan
lokhea dan perdarahan. Perdarahan per vagina yang bertambah banyak
(lebih dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan ganti pembalut 2
kali dalam setengah jam) dan berbau menusuk (menyengat) patut
diwaspadai. Tanyakan pada ibu apakah ibu merasa pusing, mata
berkunang-kunang atau merasa keluar darah yang banyak. Segera cari
34

tahu penyebab perdarahan, seperti kandung kemih yang penuh atau tidak
ada kontraksi uterus (Saifuddin, 2010).
Pemenuhan nutrisi terutama protein dan karbohidrat dibutuhkan
untuk proses pemulihan organ tubuh ibu, energi, dan produksi air susu.
Berikan saran pada ibu untuk tidak berpantang terhadap daging, telur,
dan ikan, perbanyak makan sayur dan buah, minum air putih minimal 3
liter sehari terutama setelah menyusui, dan minum kapsul vitamin A
(200.000 unit) sebanyak 2 kali yaitu 1 jam setelah melahirkan dan 24 jam
setelahnya agar dapat memberikan vitamin A pada bayinya melalui ASI
(Sulistyawati, 2010). Ibu nifas yang mengkonsumsi vitamin A dari
seluruh pangan yang mengandung vitamin A memiliki produksi ASI
yang cukup bagi bayinya. Semakin tinggi asupan vitamin A pada ibu
nifas, maka produksi ASI untuk bayi akan semakin tercukupi.
Bila ibu nifas sudah tidak merasa pusing setelah melahirkan,
sarankan ibu untuk melakukan mobilisasi dini secara bertahap seperti
duduk, berjalan, dan melakukan aktivitas ringan. Semakin tingginya
tingkat pengetahuan dan pengalaman yang didapat ibu, maka semakin
akan melakukan mobilisasi dini sesuai tahap-tahap mobilisasi dini.
Kebersihan tubuh secara keseluruhan meningkatkan kenyamanan
bagi ibu, sarankan pada ibu untuk membersihkan diri dan mengganti baju
atau celana yang basah. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai
cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air dengan cara
basuh dari arah depan ke belakang, baru kemudian dibersihkan daerah
anus, sarankan pula untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya 2 kali sehari. Ajarkan pula cara menjaga kebersihan bayi
dengan memandikan bayi, memberikan pakaian pada bayi, dan
membersihkan daerah perinealnya dengan air dan sabun dan keringkan
dengan baik setelah bayi buang air kecil dan besar (Dewi, 2013)
2. Kunjungan II
Kunjungan kedua dilakukan pada 6 hari setelah persalinan.
Tujuannya adalah memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan
35

abnormal, tidak ada bau, menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi


dan perdarahan abnormal, memastikan ibu mendapat cukup makanan,
cairan dan istirahat, memastikan ibu menyususi dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit, memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, dan menjaga bayi tetap hangat
dan merawat bayi sehari-hari (Dewi, 2013).
Perubahan uterus berhubungan erat dengan perubahan-perubahan
pada miometrium yang menyebabkan adanya involusi uterus.

Tabel 2.9 Involusi Uterus


Diameter
Berat Bekas Keadaan
Tinggi Fundus
Involusi Uterus Melekat Serviks
Uteri
(gr) Plasenta
(cm)
Bayi lahir Setinggi pusat 1000
Uri lahir 2 jari di bawah 750 12,5 Lembek
pusat
Satu minggu Pertengahan 500 7,5 Beberapa
pusat-simpisis hari setelah
postpartum
Dua minggu Tak teraba di atas 350 3-4 dapat dilalui
simpisis
2 jari.
Enam minggu Bertambah kecil 50-60 1-2 Akhir
minggu
Delapan minggu Sebesar normal 30 pertama
dapat
dimasuki 1
jari
(Sumber: Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas, 2011)

Memberikan pendidikan kesehatan tentang tanda bahaya masa nifas


seperti tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal dan
menyarankan ibu untuk segera ke tenaga kesehatan. Membantu ibu untuk
mulai membiasakan menyusui sesuai permintaan bayi (on demand) dan
mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi ibu dan istirahat yang cukup
setelah melahirkan (Sulistyawati, 2010).
36

3. Kunjungan III
Kunjungan ketiga dilakukan pada 2 minggu setelah persalinan.
Tujuannya adalah sama seperti pada kunjungan pada 6 hari post partum.
Tanyakan pada ibu adakah masalah dalam menyusui seperti puting susu
tenggelam, puting susu lecet, payudara bengkak, abses payudara, dan
produksi ASI yang kurang. Berikan pendidikan kesehatan tentang cara
merawat payudara, menyusui yang benar, dan meningkatkan produksi
ASI apabila ibu mengalami masalah atau membutuhkan informasi
mengenai hal tersebut.
Peningkatan produksi ASI dapat dilakukan dengan berbagai cara
salah satunya dengan pijat oksitosin. Pijat oksitosin dapat dilakukan oleh
suami maupun keluarga.
4. Kunjungan IV
Kunjungan keempat dilakukan pada 6 minggu setelah persalinan.
Tujuan kunjungan keempat adalah menanyakan pada ibu tentang
kesulitan-kesulitan yang ibu atau bayinya alami, dan memberikan
konseling KB secara dini khususnya KB bagi ibu menyusui.
Selama kunjungan ini identifikasi adanya postpartum depression
dan baby blues. Postpartum depression dan baby blues terjadi karena
lingkungan tempat melahirkan yang kurang mendukung, perubahan
hormon yang cepat, dan keraguan terhadap peran yang baru
(Sulistyawati, 2010). Karakteristik postpartum depression dan baby
blues meliputi menangis, merasa letih karena melahirkan, gelisah,
perubahan alam perasaan, menarik diri, serta reaksi negatif terhadap bayi
dan keluarga.
37

DAFTAR PUSTAKA

Asrinah, dkk. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta: Graha


Ilmu
Cunningham F, Leveno K, Bloom S, et al. (2014). Williams Obstetrics. 24 th ed.
New York: McGraw-Hill.
Dewi, VNL. (2013). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita, Jakarta: Salemba
Medika
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pusat Data dan Informasi.
Didapat dari laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Available
from:http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infod
atin-ibu.pdf. Accessed on March 2019
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Kesehatan dalam Kerangka
Sustainable Development Goals (SDGs). Available from:
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjTgtmtyrXVAhXEq48KHRj-
DycQFggmMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.sdgsindonesia.or.id%2Finde
x.php%3Foption%3Dcom_bdthemes_shortcodes%26view%3Ddownload%2
6id%3D3&usg=AFQjCNGQfLfk1BGvo0r_wh7RPqxjCLuljg. Accessed on
March 2019
MacDoland S, Magil-Cuerden J. (2012). Mayes Midwifery. 14 th ed. Netherlands:
Elsevier.
Marmi. (2012). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Novi, K, dkk. (2014). Keterampilan Dasar Kebidanan 2. Bogor: In Media.
Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saiffudin, AB. (2010). Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Bina
Pustaka
Sulistyawati, A, Nugraheny, E. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Jakarta: Salemba
38

WHO, POGI, HOGSI, PB IBI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi Pertama. Jakarta: Kementian
Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai