Teori Kasus Bab 1 Dan 2
Teori Kasus Bab 1 Dan 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya Sumber
Daya Manusia (SDM) yang sehat, cerdas, terampil, dan ahli menuju
keberhasilan pembangunan kesehatan. Untuk mendukung sumber daya
manusia Indonesia yang sehat dimulai dari komponen kecil yaitu keluarga.
Keluarga memiliki fungsi yang sangat strategis dalam mempengaruhi status
kesehatan anggotanya. Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu
mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu
dan anak merupakan kelompok rentan terhadap keadaan keluarga dan
sekitarnya secara umum (Kemenkes RI, 2015).
Dalam menilai derajat kesehatan keluarga dan masyarakat, terdapat
beberapa indikator yang dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada
umumnya tercermin dalam kondisi angka kematian, angka kesakitan dan
status gizi. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia digambarkan melalui
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) (Kemenkes
RI, 2015).
AKI merupakan salah satu indikator yang peka terhadap kualitas dan
aksesbilitas fasilitas pelayanan kesehatan. Keseluruhan AKI di negara
anggota MDGs di dunia pada tahun 2015 yang terdiri dari 10 kelompok
negara yaitu Afrika Utara, Afrika Sub-Sahara, Asia Timur, Asia Selatan, Asia
Tenggara, Asia Barat, Eropa dan Asia Tengah, Amerika Latin, Caribia, dan
Oceania yaitu 216 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKI di negara
berkembang yaitu 239 per 100.000 KH yang 20 kali lebih tinggi dari AKI di
negara maju yang hanya 12 per 100.000 KH. Kelompok negara Afrika Sub-
Sahara memiliki AKI paling tinggi mencapai 546 per 100.000 KH dengan
jumlah kematian ibu mencapai 201.000 kematian. Kelompok tiga negara
yaitu Oceania 187 per 100.000 KH, Asia Selatan 176 per 100.000 KH dan
3
Asia Tenggara 110 per 100.000 KH menjadi kelompok negara dengan AKI
sedang. Sisa 6 kelompok negara yang lain memiliki AKI yang rendah (WHO,
2015).
Target penurunan AKI dan AKB dalam upaya pencapaian Sustainable
Development Goals (SDGs) masuk pada tujuan ketiga dalam 17 tujuan yang
ditetapkan, dengan target penurunan AKI yaitu 70 per 100.000 kelahiran
hidup dan penurunan AKB 12 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2030
(Kemenkes RI, 2015).
Upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu dengan
pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 melalui Program Indonesia
Sehat yang dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat,
penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Pilar
paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan
dalam pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan
masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi
peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuity
of midwifery care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Sementara itu
jaminan kesehatan nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan
manfaat serta kendali mutu dan kendali biaya (Kemenkes RI, 2015).
Proses kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir merupakan hal
yang seharusnya fisiologis bagi seorang wanita dan bayi. Namun dalam
prosesnya terdapat kemungkinan keadaan tersebut dapat mengancam jiwa ibu
dan bayi bahkan mengakibatkan kematian. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemeriksaan dari mulai awal kehamilan yaitu antenatal care (ANC) yang
bertujuan untuk mendeteksi adanya penyulit maupun komplikasi pada
kehamilan, untuk mempersiapkan persalinan serta untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas pada kehamilan. Setelah kehamilan berlangsung
maka akan berakhir dengan adanya permulaan persalinan dan berlanjut
hingga janin lahir.
Peranan bidan adalah dengan memberikan pelayanan asuhan kebidanan
yang sesuai dengan standar. Pelayanan yang diberikan berupa pelayanan
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pernyataan diatas, bidan diharapkan mampu memberikan
asuhan kebidanan secara komprehensif dimulai dari antenatal, intranatal,
postnatal, bayi baru lahir, dan pemilihan alat kontrasepsi sehingga proses
tersebut dapat berlangsung dengan normal serta sesuai dengan standar.
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis akan memfokuskan pada
pelaksanaan pelayanan “Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ny. Y di
Puskesmas Kelurahan Rawa Badak Utara I Jakarta Utara”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif sesuai
standar pelayanan kebidanan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian pada ibu hamil, bersalin, bayi baru
lahir, dan nifas.
b. Dapat menganalisa masalah, diagnosa kebidanan pada ibu hamil,
bersalin, bayi baru lahir, dan nifas.
c. Dapat menarik diagnosa potensial pada ibu hamil, bersalin, bayi baru
lahir, dan nifas.
d. Dapat melakukan tindakan segera pada ibu hamil, bersalin, bayi baru
lahir, dan nifas.
e. Dapat merencanakan tidakan pada ibu hamil, bersalin, bayi baru
lahir, dan nifas.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
Tabel 2.1 Penambahan Kebutuhan Nutrisi pada Ibu Hamil Trimester III
Tambahan Nutrisi
Sumber Bahan
Macam zat gizi pada Ibu Hamil
Makanan
Trimester III
Karbohidrat 300 kkal/hari Kacang-kacangan,
padi-padian, umbi-
umbian, gula
Protein 67-100 gr/hari Telur, susu, daging,
unggas, kerang,
tempe, tahu
Vitamin
Vitamin A +300 RE Wortel, tomat
Vitamin C +10 mg Pisang, jeruk,
strawberry
Vitamin B12 +0,2 µg Ikan, kepiting,
kerang, daging
Mineral
Kalsium 950 mg/hari Ikan teri, udang,
sayuran hijau, keju,
yogurt
Zat besi 39 mg/hari Hati, ikan, daging,
singkong, kangkung,
sayuran hijau
Asam folat 470 µg/hari Hati, brokoli,
sayuran hijau,
9
kacang-kacangan,
ikan, daging, jeruk,
telur
(Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2012)
Masalah gizi pada ibu hamil yang paling umum terjadi yaitu kurang
energi protein, vitamin A dan anemia. Ibu hamil yang menderita
defisiensi zat gizi mempunyai risiko lebih besar untuk memiliki bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Salah satu upaya yang
dilakukan yaitu melaui pemberian PMT yang diberikan tiap minggu
untuk dikonsumsi setiap hari. Tingkat konsumsi energi dan protein pada
ibu hamil yang mengkonsumsi PMT yaitu 1993 kkal dan 46,6 gram, lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi PMT yaitu 1809
kkal dan 40,2 gram.
Pola istirahat diperlukan untuk mengetahui hambatan yang
kemungkinan terjadi jika didapatkan kesenjangan pemenuhan kebutuhan
istirahat. Bidan dapat menanyakan tentang berapa lama ibu tidur di siang
dan malam hari. Pada trimester III, ibu hamil mengalami sulit tidur
dikarenakan adanya perubahan hormon, stress, pergerakan janin yang
berlebihan, posisi tidur yang tidak nyaman, sering buang air kecil dan
sakit pada pinggang. Normalnya, orang dewasa tidur selama 7-8 jam.
Namun untuk ibu hamil bisa mencapai 10 jam. Hal ini bergantung pada
usia dan stamina saat ibu hamil. Tidur cukup akan menjamin kesehatan
ibu selama hamil serta memberikan cukup energi saat persalinan.
Pola eliminasi BAB dan BAK ditanyakan untuk mengetahui
frekuensi dan keluhan yang dialami ibu selama kehamilan (Sulistyawati,
2010). Sering buang air kecil pada trimester III terjadi karena
pembesaran janin yang menyebabkan desakan pada kantong kemih,
sedangkan konstipasi terjadi karena pengaruh hormon progesteron yang
mempunyai efek rileks pada otot polos, salah satunya otot usus.
Data biopsikososial kultural spiritual yang dikaji berupa adat istiadat
yang mempengaruhi kehamilan, status ekonomi, dan pengambilan
10
b. Pemeriksaan Obstetrik
1) Inspeksi
Pemeriksaan status obstetrik meliputi pemeriksaan inspeksi
yaitu pemeriksaan wajah dengan melihat adakah edema dan
cloasma gravidarum. Edema pada muka terjadi karena
peningkatan kadar natrium akibat pengaruh hormonal dan
tekanan pada pembuluh vena. Pembengkakan pada wajah dan
ekstremitas merupakan salah satu gejala dari adanya
preeklampsi walaupun gejala utamanya adalah protein urin
(Saifuddin, 2010).
Payudara sebagai organ untuk proses laktasi mengalami
perubahan sebagai persiapan setelah janin lahir. Pemeriksaan
payudara dilakukan untuk menilai kesiapan ibu menyusui dan
kendala yang akan dihadapi ibu saat menyusui dengan melihat
bentuk, besar masing-masing payudara (seimbang atau tidak),
hiperpigmentasi areola payudara, teraba massa, nyeri atau tidak,
13
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang mendukung ditegakkannya diagnosis
dalam memantau kesehatan ibu dan janin sehingga dapat mengetahui
tindakan yang akan diberikan selanjutnya.
1) Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya
untuk mengetahui jenis golongan darah ibu, melainkan juga
untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-
waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.
2) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
Pemeriksaan Hb dilakukan minimal sekali pada trimester
pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita
anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia
dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam
kandungan. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu
dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan
III atau kadar hemoglobin <10,5 gr% pada trimester II. Anemia
pada ibu hamil di Indonesia sangat bervariasi yaitu tidak anemia
(Hb >11 gr%), anemia ringan (Hb 9-10,9 gr%), anemia sedang
(Hb 7-8,9 gr%) dan anemia berat (Hb <7 gr%. Penyebab
terjadinya anemia selama kehamilan karena volume darah
meningkat 50% dari 4L ke 6L, volume plasma meningkat
sedikit untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta.
Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan
penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu menyebabkan
penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematocrit.
Perdarahan pada ibu setelah melahirkan berhubungan
dengan anemia pada kehamilan 32 minggu. Kehilangan darah
lebih banyak pada anemia berat dan kehilangan meningkat
sedikit pada wanita anemia ringan dibandingkan dengan ibu
yang tidak anemia.
16
dan Asam Folat 500 µg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi
sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu
penyerapan zat besi ke dalam tubuh (Saifuddin, 2010).
bayi cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut dengan melewati kepala
bayi. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan ketat maka pasang dua buah
klem pada tali pusat dengan segera dan gunting karena lilitan tali pusat yang
ketat dapat menyebabkan terjadinya hipoksia pada bayi (Sulistyawati, 2010).
Tunggulah sampai terjadi putaran paksi luar dari kepala bayi dan
melahirkan bahu dan anggota seluruhnya dengan menempatkan kedua tangan
pada sisi kepala dan leher bayi dengan teknik biparietal dan lakukan teknik
sangga susur dengan melakukan tarikan lembut ke bawah untuk melahirkan
bahu depan, melakukan tarikan lembut ke atas untuk melahirkan bahu
belakang untuk mengendalikan kelahiran tubuh bayi.
Setelah bayi seluruhnya lahir lakukan penilaian sekilas untuk menilai
kesejahteraan bayi secara umum. Aspek yang dinilai adalah warna kulit,
tangisan bayi, dan tonus bayi. Jika warna kulit kemera.an dan bayi dapat
menangis spontan maka kondisi bayi baik (Sulistyawati, 2010). Bayi harus
segera dikeringkan dan diselimuti dengan menggunakan handuk atau
sejenisnya untuk mencegah hipotermi pada bayi. Hipotermi menyebabkan
terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang berakhir dengan kegagalan
fungsi jantung, perdarahan terutama pada paru-paru, ikterus dan kematian
Segera setelah bayi lahir, bidan mengobservasi keadaan bayi dengan
berpatokan pada APGAR skor dari 5 menit hingga 10 menit. Penilaian
APGAR skor yaitu Appearance (warna kulit), Pulse (denyut jantung),
Grimace (respon refleks), Activity (tonus otot), dan Respiration (pernapasan)
(Sulistyawati, 2010).
Reaksi melawan,
Grimace Tidak bereaksi Sedikit gerakan
menangis
Gerakan aktif,
Ekstremitas ekstremitas
Activity Lumpuh
sedikit fleksi fleksi dengan
baik
Lambat, tidak
Respiration Tidak ada Menangis kuat
teratur
(Sumber: Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah, 2012)
Bayi dengan penilaian yang baik diletakkan pada perut ibu dengan
dilakukan pengeringan yang cukup dan memberikan rangsangan pada bayi.
Rangsangan dilakukan dengan cara mengusap-usap pada bagian punggung
atau menepuk telapak kaki bayi (Saifuddin, 2010).
Penundaan penjepitan tali pusat 1-3 menit pertama untuk meningkatkan
volume darah dan mendukung proses fisiologis alami pada transisi kehidupan
ekstrauteri hal ini akan meningkatkan aliran darah dalam jumlah sedang ke
bayi baru lahir (Sulistyawati, 2010). Memotong dan merawat tali pusat pada
bayi baru lahir normal dengan menjepit tali dengan klem lalu memotong tali
pusat di antara 2 klem, mengikat tali pusat dengan jarak ± 1 cm dari umbilikus
dengan simpul mati.
Pemberian ASI sedini mungkin melalui Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
dalam waktu satu jam setelah lahir bermanfaat untuk meningkatkan ikatan
emosional ibu dan bayi, memberikan kekebalan pasif segera pada bayi
melalui kolostrum, dan merangsang kontraksi uterus. Menganjurkan pada ibu
untuk memeluk bayinya dan mencoba segera menyusukan bayi setelah tali
pusat diklem dan dipotong.
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Waktu yang dibutuhkan agar seluruh
plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina, dan akan lahir spontan atau
dengan sedikit dorongan dari atas simpisis atau fundus uteri adalah 5-10
menit. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir
(Sulityawati dan Nugraheny, 2010).
Lepasnya plasenta dapat diketahui dengan melihat tanda perubahan
bentuk dan tinggi fundus uterus, tali pusat bertambah panjang, dan semburan
darah mendadak dan singkat. Perdarahan yang menyertai pengeluaran
plasenta kira-kira 100-200 cc.
Pencegahan kasus kesakitan dan kematian ibu akibat atonia uteri dan
retensio plasenta dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III.
Manajemen aktif kala III adalah mengupayakan kala III selesai secepat
mungkin dengan melakukan langkah-langkah yang memungkinkan plasenta
lepas dan lahir lebih cepat. Tujuannya untuk mengurangi kejadian perdarahan
27
Tebal 2-2,5 cm
28
Terdiri 20 kotiledon
(Sumber: Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan, 2011)
Setelah lahirnya plasenta dan 2 jam berikutnya ibu dalam persalinan kala
empat. Masa ini merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian ibu,
terutama kematian disebabkan karena perdarahan. Selama kala IV, petugas
harus memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran
plasenta, dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi
ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau lebih sering. Pemantauan yang
dilakukan meliputi pemantauan fundus uteri apakah fundus berkontraksi kuat
dan berada di atau di bawah umbilikus, apakah plasenta dan selaput ketuban
lahir lengkap untuk memastikan tidak ada bagian-bagian yang tersisa dalam
uterus, apakah perineum terdapat luka robekan yang membutuhkan jahitan,
memperkirakan pengeluaran darah harus diwaspadai apabila pengeluaran
darah >500 cc, kandung kemih apakah penuh atau kosong. Segera kosongkan
kandung kemih apabila terlalu penuh karena dapat mengurangi kontraksi
uterus, serta pantau kondisi bayi baru lahir apakah bayi bernapas dengan baik,
suhunya hangat, dan siap disusui (Saifuddin, 2010).
Asuhan pada kala IV yang diberikan sesuai kebutuhan ibu yaitu hidrasi
dan nutrisi dengan memberikan segera minum sebanyak yang pasien
inginkan, karena saat ini ibu merasa haus akibat kelelahan dan pengeluaran
keringat yang banyak saat persalinan dan berikan pasien makan dan minum
untuk mengembalikan energi ibu.
Pemenuhan kebutuhan mobilisasi dini ibu segera setelah melahirkan
dengan membimbing ibu keluar dari tempat tidurnya dan secepat mungkin
berjalan bertujuan untuk melancarkan pengeluaran lokhea, mengurangi
infeksi puerperium, mempercepat involusi uterus, melancarkan fungsi alat
gastrointestinal dan alat kelamin, serta meningkatkan kelancaran peredaran
darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
Pada persalinan normal, mobilisasi dilakukan setelah 2 jam dengan ibu boleh
29
Kunjungan ulang yang dilakukan pada bayi dilakukan minimal tiga kali
kunjungan yaitu:
1. Kunjungan Neonatal I (KN I)
Kunjungan neonatal I dilakukan setelah 6-48 jam setelah bayi lahir,
penatalaksanaan asuhan yang diberikan meliputi menjaga kehangatan
bayi, pemberian nutrisi awal, dan perawatan tali pusat. BBL mudah
kehilangan panas karena permukaan bayi yang luas dan lemak subkutan
yang kurang (Dewi, 2013). Menjaga kehangatan bayi dengan melakukan
kontak kulit antara ibu dan bayi, bayi diletakkan di tempat yang jauh dari
aliran udara, bayi dijaga tetap kering (Marmi, 2012).
Pemberian nutrisi awal pada bayi dikarenakan peningkatan
metabolisme karbohidrat sehingga kadar glukosa darah turun. Anjurkan
32
pada ibu untuk memberikan ASI setiap 2-3 jam untuk mencegah
hipoglikemia dan menstimulasi pengeluaran feses sehingga mencegah
icterus. Memberitahu ibu cara merawat tali pusat bayi dengan
menggunakan kassa kering yang berguna untuk mencegah infeksi dan
perdarahan tali pusat (Saifuddin, 2010)
2. Kunjungan Neonatal II (KN II)
Kunjungan neonatal II dilakukan 3-7 hari setelah lahir. Petugas akan
menanyakan pola menyusui bayi, kesulitan selama menyusu, pola
eliminasi bayi dan melakukan pemeriksaan tanda vital, berat badan, tali
pusat (infeksi dan pelepasan tali pusat), serta penapisan untuk ikterus
(Sulistyawati, 2010). Berikan pendidikan kesehatan pada ibu tentang
perawatan tali pusat setelah ada pelepasan tali pusat yaitu tidak
memberikan alkohol maupun obat lain untuk merawat pusar serta
menjemur bayi selama 1 jam pada pagi hari sebelum jam 9 untuk
menghindari ikterus pada bayi.
3. Kunjungan Neonatal III (KN III)
Kunjungan neonatal III dilakukan pada 8-28 hari setelah bayi lahir.
Lakukan pemantauan berat badan untuk mengetahui asupan nutrisi yang
cukup yang diperoleh bayi, berat lahir biasanya dicapai pada hari ke-10.
Berat meningkat 25 gram/hari selama beberapa bulan pertama, berlipat
dua pada 5 bulan dan berlipat tiga pada akhir tahun pertama serta ajarkan
ibu untuk memijat bayi.
tahu penyebab perdarahan, seperti kandung kemih yang penuh atau tidak
ada kontraksi uterus (Saifuddin, 2010).
Pemenuhan nutrisi terutama protein dan karbohidrat dibutuhkan
untuk proses pemulihan organ tubuh ibu, energi, dan produksi air susu.
Berikan saran pada ibu untuk tidak berpantang terhadap daging, telur,
dan ikan, perbanyak makan sayur dan buah, minum air putih minimal 3
liter sehari terutama setelah menyusui, dan minum kapsul vitamin A
(200.000 unit) sebanyak 2 kali yaitu 1 jam setelah melahirkan dan 24 jam
setelahnya agar dapat memberikan vitamin A pada bayinya melalui ASI
(Sulistyawati, 2010). Ibu nifas yang mengkonsumsi vitamin A dari
seluruh pangan yang mengandung vitamin A memiliki produksi ASI
yang cukup bagi bayinya. Semakin tinggi asupan vitamin A pada ibu
nifas, maka produksi ASI untuk bayi akan semakin tercukupi.
Bila ibu nifas sudah tidak merasa pusing setelah melahirkan,
sarankan ibu untuk melakukan mobilisasi dini secara bertahap seperti
duduk, berjalan, dan melakukan aktivitas ringan. Semakin tingginya
tingkat pengetahuan dan pengalaman yang didapat ibu, maka semakin
akan melakukan mobilisasi dini sesuai tahap-tahap mobilisasi dini.
Kebersihan tubuh secara keseluruhan meningkatkan kenyamanan
bagi ibu, sarankan pada ibu untuk membersihkan diri dan mengganti baju
atau celana yang basah. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai
cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air dengan cara
basuh dari arah depan ke belakang, baru kemudian dibersihkan daerah
anus, sarankan pula untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya 2 kali sehari. Ajarkan pula cara menjaga kebersihan bayi
dengan memandikan bayi, memberikan pakaian pada bayi, dan
membersihkan daerah perinealnya dengan air dan sabun dan keringkan
dengan baik setelah bayi buang air kecil dan besar (Dewi, 2013)
2. Kunjungan II
Kunjungan kedua dilakukan pada 6 hari setelah persalinan.
Tujuannya adalah memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan
35
3. Kunjungan III
Kunjungan ketiga dilakukan pada 2 minggu setelah persalinan.
Tujuannya adalah sama seperti pada kunjungan pada 6 hari post partum.
Tanyakan pada ibu adakah masalah dalam menyusui seperti puting susu
tenggelam, puting susu lecet, payudara bengkak, abses payudara, dan
produksi ASI yang kurang. Berikan pendidikan kesehatan tentang cara
merawat payudara, menyusui yang benar, dan meningkatkan produksi
ASI apabila ibu mengalami masalah atau membutuhkan informasi
mengenai hal tersebut.
Peningkatan produksi ASI dapat dilakukan dengan berbagai cara
salah satunya dengan pijat oksitosin. Pijat oksitosin dapat dilakukan oleh
suami maupun keluarga.
4. Kunjungan IV
Kunjungan keempat dilakukan pada 6 minggu setelah persalinan.
Tujuan kunjungan keempat adalah menanyakan pada ibu tentang
kesulitan-kesulitan yang ibu atau bayinya alami, dan memberikan
konseling KB secara dini khususnya KB bagi ibu menyusui.
Selama kunjungan ini identifikasi adanya postpartum depression
dan baby blues. Postpartum depression dan baby blues terjadi karena
lingkungan tempat melahirkan yang kurang mendukung, perubahan
hormon yang cepat, dan keraguan terhadap peran yang baru
(Sulistyawati, 2010). Karakteristik postpartum depression dan baby
blues meliputi menangis, merasa letih karena melahirkan, gelisah,
perubahan alam perasaan, menarik diri, serta reaksi negatif terhadap bayi
dan keluarga.
37
DAFTAR PUSTAKA
WHO, POGI, HOGSI, PB IBI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi Pertama. Jakarta: Kementian
Kesehatan Republik Indonesia.