Anda di halaman 1dari 5

Latar Belakang

Curah hujan wilayah merupakan curah hujan yang pengukurannya dilakukan di suatu wilayah
tertentu (wilayah regional). Curah hujan yang dibutuhkan untuk menyusun suatu rencangan
pemanfaatan air dan rencana pengendalian banjir adalah curah hujan rata – rata diseluruh daerah
yang bersangkutan, bukan hanya curah hujan pada satu titik saja. Menurut Sosrodarsosno dan
Takeda (1977) data curah hujan dan debit merupakan data yang sangat penting dalam perencanaan
waduk. Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan. Perlunya
menghitung curah hujan wilayah adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengendalian banjir. Loebis (1987) mengatakan bahwa metode yang digunakan dalam
perhitungan curah hujan rata – rata wilayah ada tiga metode, yaitu metode rata – rata aritmatika
(aljabar), metode polihon Thiessen, dan metode Isohyet.

Tingkat curah hujan di suatu wilayah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi
lingkungan di daerah tersebut. Seiring dengan meningkatnya intensitas curah hujan, biasanya selalu
ada dampak negatif yang timbul. Seperti terjadinya banjir dan longsor dimana faktor metrologi
dalam hal ini curah hujan diketahui menjadi penyebab utama bila dilihat dari intensitas, durasi, serta
distribusinya. Tjasyono (2007) menyebutkan khusus untuk kejadian banjir, terjadinya kerusakan
lingkungan dan perubahan fisik permukaan tanah juga menjadi faktor penting yang dapat
menunjang terjadinya banjir dimana akibat hal tersebut kemampuan dari daya tamping dan daya
simpan terhadap air hujan menjadi berkurang.

Oleh karena itu penting untuk mempelajari cara analisis data curah hujan wilayah pada suatu
contoh data yang diberikan dimatah kuliah Hidrologi agar bermanfaat baik dalam kaitannya dengan
mata kuliah lain dan aplikasinya di dunia kerja khususnya dalam bidang yang mengatasi masalah
seputar faktor adanya air yakni hujan.
Latar Belakang

Curah hujan wilayah merupakan curah hujan yang pengukurannya dilakukan di suatu wilayah
tertentu (wilayah regional). Menurut Sosrodarsono & Takeda (1977) data curah hujan dan debit
merupakan data yang sangat penting dalam perencanaan waduk. Analisis data hujan dimaksudkan
untuk mendapatkan besaran curah hujan. Perlunya menghitung curah hujan wilayah adalah untuk
penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir. Loebis (1987)
mengatakan bahwa metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-rata wilayah
daerah aliran sungai (DAS) ada tiga metode, yaitu metode rata-rata aritmatik (aljabar), metode
poligon Thiessen dan metode Isohyet.

Mahasiswa Teknik dan Manajemen Lingkungan dituntut untuk dapat mengerti dan memahami ilmu-
ilmu yang berkaitan dengan cara mengelola lingkungan yang baik dan benar, seperti di dalam mata
kuliah Hidrologi. Curah hujan di suatu wilayah menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kondisi
lingkungan di daerah tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Tjasyono (2008) seiring dengan
meningkatnya intensitas curah hujan, biasanya selalu ada dampak negative yang timbul. Seperti
terjadinya banjir dan longsor dimana faktor meteorologis dalam hal ini curah hujan diketahui
menjadi penyebab utama terutama bila dilihat dari intensitas, durasi serta distribusinya. Tjasyono
(2007) juga menyebutkan khusus untuk kejadian banjir, terjadinya kerusakan lingkungan dan
perubahan fisik permukaan tanah juga menjadi faktor penting yang dapat menunjang terjadinya
banjir dimana akibat hal tersebut kemampuan dari daya tampung dan daya simpan terhadap air
hujan menjadi berkurang. Selain itu Mahbub (2010) mnyebutkan bahwa data jumlah curah hujan
(CH) rata -rata untuk suatu daerah tangkapan air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS)
merupakan informasi yang sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bid ang pertanian
data CH sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi , mengetahui neraca air lahan,
mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).

Oleh karena itu penting untuk mempelajari cara analisis data curah hujan wilayah pada suatu contoh
data yang diberikan di mata kuliah Hidrologi agar bermanfaat baik dalam kaitannya dengan mata
kuliah lain dan aplikasinya di dunia kerja khususnya dalam bidang yang mengatasi masalah seputar
faktor adanya air yakni hujan.
Data hujan yang tercatat disetiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan disekitar stasiun
tersebut atau disebut sebagai Point Rainfall. Karena stasiun penakar hujan tersebar di
daerah aliran maka akan banyak data tinggi hujan yang diperoleh yang besarnya tidak
sama. Didalam analisa hidrologi diperlukan data hujan rata-rata di daerah aliran (Catchment
Area) yang kadang-kadang dihubungkan dengan besarnya aliran yang terjadi.

Data curah hujan siap dipakai (sebagai hujan terpusat) untuk beberapa stasiun/pos dapat
juga diambil dari:
• Buku publikasi data hujan di Indonesia BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika)
• Buku publikasi data hujan untuk pos hujan yang didirikan oleh beberapa instansi
pemerintahan.misalnya Pertanian (BPP) dan PU (PSDA)

Untuk suatu lokasi bangunan air, dipilih/ditentukan sejumlah pos pengamatan hujan yang
mempengaruhi sirkulasi air di situ (sebagai infut dari sistem wilayah sirkulasi air). Dalam
analisis hujan daerah, dipilih jenis datanya, sesuai dengan tujuan perencanaan (kebutuhan
datanya), misalnya : untuk rencana banjir dibutuhkan hujan maksimum dengan
intervaltertentu untuk perencanaan penggunaan air (air tanah/permukaan) dibutuhkan hujan
rata-rata, minimum.

Ada tiga metode yang dipakai untuk menentukan ketinggian hujan rata-rata (Average depth
of rainfall) dari suatu daerah dengan menggunakan data-data stasiun pengamatan:

1. Metode Arithmatic/rata-rata aljabar

Metode ini dipakai untuk daerah-daerah datar dengan pos pengamatan hujan tersebar
merata, an masing-masing pos mempunyai hasil pengamatan yang tidak jauh berbeda
dengan hasil rata-ratanya.
Caranya:
• Membagi rata pengukuran pada semua pos hujan terhadap sejumlah stasiun dalam
daerah aliran yang bersangkutan.
Rumus:

Dimana:Pr = Tinggi ujan rata-rata.


P1, P2, P3, P4, Pn = Tinggi hujan pada tiap stasiun pengamatan.
n = Jumlah stasiun pengamatan.

2. Metode Poligon Thiessen (Thiessen Polygon Method)

Metode ini bisa digunakan untuk daerah-daerah dimana distribusi dari pengamatan hujan
tidak tersebar merata. Hasilnya lebih teliti.
Caranya:
• Stasiun pengamatan digambarkan peta, dan ditarik garis hubung masing-masing stasiun.
• Garis bagi tegak lurus dari garis hubung tersebut membentuk poligon-poligon mengelilingi
tiap-tiapstasiun, hindari bentuk poligon segi tiga tumpul.
• Sisi-sisi tiap poligon merupakan batas-batas daerah pngamatan hujan yang bersangkutan.
• Hitung luas wilayah tiap poligon yang terdapat di dalam DAS dan luas DAS seluruhnya.
Dengan planimeter atau metode grid, dan luas tiap poligon dinyatakan sebagai persentase
dari luas DAS seluruhnya.
• Faktor bobot dalam menghitung rata-rata daerah di dapat dengan mengalikan presipitasi
tiap stasiun pengamatan dikalikan dengan persentase luas daerah yang bersangkutan.
Rumus:

Dimana:
Pr = Tinggi hujan rata-rata.
P1, P2, P3, P4, Pn = Tinggi hujan tiap pos hujan.
A1, A2, A3, A4, An = Luas wilayah tiap pos hujan.
A total = Luas wilayah total dari semua pos hujan.

3. Metode Isohyet (Ishohyetal Method)

Metode ini dipakai untuk menentukan hujan rata-rata pada daerah bargunung dan sebaran
stasiun/pos pengamatan yang tidak merata. Hasilnya lebih teliti dibandingkan dengan
metode sebelumnya.
Caranya:
• Lokasi dan stasiun-stasiun pengamatan hujan digambar pada peta berikut nilai urah
hujannya.
• Gambar kontur-kontur untuk presipitasi yang sama (isohyet).
• Cari harga rata-rata presipitasi untuk sub daerah yang terletak antara dua isohyet berikut
luas sub daerah tersebut diatas.
• Untuk tiap sub daerah dihitung volume presipitasi sebagai perkalian presipitasi rata-
ratanya terhadap sub daerah (netto).
Rumus:
Dimana:
Pr = Tinggi hujan rata-rata.
P1, P2, P3, Pn = Tinggi hujan antara garis isohye.
A1, A2, A3, An = Luas wilayah antara garis isohyet.
A total = Luas wilayah total pos hujan.

Diposting ole

Anda mungkin juga menyukai