Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK

GASTROENTRITIS AKUT

OLEH :

GRACIA MARCEILINA PATTINASARANY

46201028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
A. Pengertian
Gastroentritis merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran, dan
frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/ hari dan pada neonatus lebih
dari 4 kali/ hari. (A. Aziz Hidayat, 2008).

Selain itu menurut Sudoyo Aru Gastroenteritis atau diare adalah buang air besar (defikasi)
dengan tinja berbentuk cair/setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
pada biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Penularan diare karena infeksi melalui
makan/minum yang terkontaminasi pathogen yang berasal/hewan atau muntahan penderita dan
juga melalui udara atau melalui aktivitas seksual kontak oral/general atau melalui aktivitas seksual
kontak oral/genetal atau aral-anal.(Sudoyo Aru,dll 2009).

Dapat disimpulkan Gastroentritis merupakan inflamasi lambung dan usus yang disebabkan
oleh bakteri, usus, dan pathogen, yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (>3 kali/sehari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair).

B. Klasifikasi
Menurut Sunato gastroentritis dapat diklasifikasikan mejadi tiga, yaitu : (Sunato,2009)

a. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan :
1. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler,
dan Enterotolitis nektrotikans.
2. Diare non spesifik : diare dietetis.
b. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
1. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan
oleh bakteri, virus dan parasit.
2. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:
diare karena bronkhitis.
c. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25%
sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5
sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
2. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang,
disetujui bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2
minggu atau lebih. (sunato,2009).

C. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2009) penyebab terjadinya gastroenteritis ada 5 faktor, yaitu :
a. Faktor Infeksi adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama gastroentritis pada infeksi internal, meliputi :
Infeksi bakteri
Vibrio, E Coli, Samonela, Shigella, Campylobachter, yersinia, aeromonas dan
sebagainya.
1. Infeksi virus
Ento (virus echo), coxsackie, poliomytis, adenovirus, rotavirus, astovirus,
dan lain-lain.
2. Infeksi parasit
Cacing, protozoo, dan jamur
b. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat meliputi air di sakarida (intoleransi lactora, maltose, dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, friktosa, dan gluktosa), pada bayi dan
anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa. Laktosa merupakan
karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50 mg laktosa perliter). Maka
pada bayi dam balita diare intoleransi laktosa mendaat perhatian khusus.
Penyababnya karena pada bayi pembentukan enzim lipase yang berfungsi
memecah laktosa belum sempurna, sehingga menyababkan bayi diare, dan lipase
akan berfungsi optimal saat berusia 4-6 bulan. Kondisi ini biasanya terjadi pada
usia bayi 1-2 bulan dan tidak menyababkan berat badannya turun. Selain itu
malabsorbsi lemak dan protein.
c. Faktor Makanan
Makanan basi beracun dan alergi makanan.
d. Faktor Kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci tangan
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum mengkonsumsi
makanan.
e. Faktor Psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan gastoentritis karena dapat merangsang
peningkatan peristaltic usus.

D. Manifestasi Klinik
Menurut Kliegman tanda gejala gastroenteritis, yaitu : (Kliegman,2010)
a. Secara umun :
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
2. Terdapat tanda gejala dehidrasi : turgor kuit jelek (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering.
3. Demam
4. Nafsu makan berkurang
5. Mual dan muntah
6. Anoreksia
7. Lemah
8. Pucat
9. Nyeri abdomen
10. Perih di ulu hati
11. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat Menurun atau
tidak adanya pengeluaran urine.

Bila penderita telah banyak kehilangan banyak cairan elektrolit, maka gejala dehidrasi
tampak. Menurut Nelson (2009), ada 3 tingkatan dehidrasi, yaitu:
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok, ubun-ubun
dan mata cekung, minum normal, kencing normal.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. gelisah, sangat
haus, pernafasan agak cepat, ubun-ubun dan mata cekung, kencing sedikit dan
minum normal.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-
tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma,
otot-otot kaku sampai sianosis, denyut jantung cepat, nadi lemah, tekanan darah
turun, warna urine pucat, pernafasan cepat dan dalam, turgor sangat jelek, ubun-
ubun dan mata cekung sekali, dan tidak mau minum. Atau yang dikatakan dehidrasi
bila:
1. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata 25ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125ml/kgBB.

E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Tinja
1. Makroskopis dan mikroskopis.
2. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.
3. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

b. Pemeriksaan Darah

1. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium,


dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
2. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

c. Intubasi Duodenum (Doudenal Intubation)

Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.

G. Manajemen Terapi

a. Famakologi

1. Obat-obatan Antiemetik
Untuk mengatasi muntah
2. Obat-obatan anti diare
Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare serta
dapat diberikan oralit.
3. Pemberian air minum
Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk
mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.
4. Pemberian cairan intravena
Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan
intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih
untuk kasus-kasus dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan
menambah volume plasma. Segera setelah pasien mencapai normotensi,
separuh dari larutan garam normal (0,45%) diberikan untuk menyediakan
air bagi sel-sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa
metabolisme.
5. Pemberian bolus cairan IV
Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk
mengetahui apakah aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan
fungsi ginjal normal.
b. Terapi Non Farmakalogi
Penanganan penderita gastroenteritis secara non farmakologi antara lain:
c. Pemberian Makanan.
Makanan yang diberikan pada penderita gastroenteritis adalah makanan yang
mudah dicerna seperti makanan setengah padat (bubur). Pada bayi dapat diberikan
susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak
tidak jenuh). Air susu ibu (ASI) mempunyai khasiat preventif secara imunologi
dengan adanya antibodi dari zat-zat lain yang dikandungnya.
d. Menjaga kebersihan lingkungan disekitar tempat penderita.
Selalu membiasakan untuk mencuci tangan dengan bersih.

H. Komplikasi

Menurut Kliegman ada 8 komplikasi gastroenteritis, yaitu : (kliegman,2010)


1. Demam
2. Dehidrasi
3. Hipokalemia
4. Hipokalsemia
5. Ilues peristaltic
6. Hiponatremi
7. Syok hipovalemik
8. Asidosis
I. Proses Keperawatan

a. Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data, dan penentuan
masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi,
pemeriksaan fisik.
1. Indentitas Klien
2. Riwayat Keperawatan
a) Keluhan utama
b) Riwayat kesehatan / penyakit sekarang
c) Riwayat kesehatan / penyakit dahulu
d) Riwayat kesehatan / penyakit keluarga
e) Riwayat tumbuh kembang (usia 2 tahun)
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan tumbuh kembang
5. Pemeriksaan penunjang

b. Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.


2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit berhubungan dengan
kehilangan natrium dan klorida

c. Rencana Intervensi

No Dx . Tujuan/Kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
1 Defisit volume NOC : NIC :
cairan 1. Fluid balance Fluid Monitoring
berhubungan 2. Hydration 1. Pertahankan catatan intake
dengan output 3. Nutritional Status : Food and dan output yang akurat
cairan yang Fluid Intake 2. Monitor status hidrasi (
berlebihan. kriteria hasil: kelembaban membran
1. Mempertahankan urine mukosa, nadi adekuat,
output sesuai dengan usia dan tekanan darah ortostatik ),
BB, BJ urine normal,
jika diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, suhu
3. Monitor hasil lab yang
tubuh dalam batas normal
sesuai dengan retensi
3. Tidak ada tanda tanda
cairan (BUN , Hmt ,
dehidrasi, Elastisitas turgor
osmolalitas urin, albumin,
kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus total protein )
yang berlebihan 4. Monitor vital sign setiap
4. Orientasi terhadap waktu dan 15menit – 1 jam
tempat baik. 5. Kolaborasi pemberian
5. Jumlah dan irama pernapasan cairan IV
dalam batas normal 6. Monitor status nutrisi
6. Elektrolit, Hb, Hmt dalam 7. Berikan cairan ora
batas normal 8. Berikan penggantian
7. pH urin dalam batas normal nasogatrik sesuai output
8. Intake oral dan intravena (50 – 100cc/jam)
adekuat
9. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
11. Atur kemungkinan tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
13. Pasang kateter jika perlu
14. Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam

2 Gangguan NOC : NIC :


kebutuhan Nutrition Management
nutrisi kurang 1. Nutritional status: Adequacy of 1. Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan nutrient. 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
tubuh 2. Nutritional Status : food and Fluid untuk menentukan jumlah
Intake. kalori dan nutrisi yang
berhubungan
3. Weight Control dibutuhkan pasien
dengan mual
Kreteria hasil : 3. Yakinkan diet yang dimakan
dan muntah
1. Mual, muntah berkurang/tidak ada mengandung tinggi serat untuk
2. Nafsu makan meningkat mencegah konstipasi

3. Diet dihabiskan 4. Ajarkan pasien bagaimana

4. Turgor kulit elastis membuat catatan makanan


harian.
5. Monitor adanya penurunan BB
dan gula darah
6. Monitor lingkungan selama
makan
7. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
16. Anjurkan banyak minum
17. Pertahankan terapi IV line
3 Gangguan rasa NOC : NIC :
nyaman nyeri 1. Pain Level Pain Management

berhubungan 2. pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri


3. comfort level secara komprehensif termasuk
dengan distensi
lokasi, karakteristik, durasi,
abdomen.
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Kriteria hasil:
2. Observasi reaksi nonverbal
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
dari ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu
3. Bantu pasien dan keluarga
menggunakan tehnik
untuk mencari dan
nonfarmakologi untuk
menemukan dukungan
mengurangi nyeri, mencari
4. Kontrol lingkungan yang
bantuan)
dapat mempengaruhi nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri
seperti suhu ruangan,
berkurang dengan menggunakan
pencahayaan dan kebisingan
manajemen nyeri
5. Kurangi faktor presipitasi
2. Mampu mengenali nyeri (skala,
nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda
6. Kaji tipe dan sumber nyeri
nyeri)
untuk menentukan intervensi
3. Menyatakan rasa nyaman setelah
7. Ajarkan tentang teknik non
nyeri berkurang
farmakologi: napas dala,
4. Tanda vital dalam rentang
relaksasi, distraksi, kompres
normal
hangat/ dingin
5. Tidak mengalami gangguan tidur
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
10. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Behrman., Kliegman. & Arvin. 2010. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol
2). Jakarta : EGC. 854 – 856.
Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika.
Hudak & Gallo, 2007. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC.
Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.
Jakarta: EGC, 2009 : (1): 561-3.
Ngastiyah. 2009. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai