Disusun oleh :
ii
iii
PRAKATA
Puji Tuhan penulis panjatkan kepata Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, rahmat, dan cinta kasih-Nya, penulis dapat meyelesaikan laporan ini sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Apoteker (Apt.) di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Pada penyusunan naskah ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih,
kepada pihak- pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun penulisan naskah
penelitian ini. Ungkapan terimakasih ini disampaikan kepada :
1. Dra. T.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. selaku dosen
pembimbing internal yang telah dengan sabar membimbing, dan sudah
meluangkan waktu serta tenaga dalam pelaksanaan praktek kerja profesi
apoteker ini.
2. Eka Septika S.Farm, Apt. Sekalu dosen pembingan eksternal yang telah
sabar membimbing dan sudah meluangkan waktu serta tenaga dalam
proses pelaksanaan praktek kerja profesi apoteker (PKPA) ini.
Penulis menyadari bahwa naskah laporan ini masih jauh dari sempurna dan
masih terdapat banyak kekurangan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun naskah laporan agar dapat bermanfaat dalam pengembangan
ilmu pengetahuan.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................... ii
PRAKATA ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Tujuan .......................................................................................................... 3
Manfaat ........................................................................................................ 3
BAB II. TINJAUAN UMUM APOTEK .............................................................. 4
Aspek Legalitas Apotek ............................................................................... 4
Aspek Bisnis ................................................................................................ 11
Aspek Pengeloloan Sumber Daya ............................................................... 13
Aspek Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care).................................... 17
Aspek Pelayanan Kefarmasian .................................................................... 19
Evaluasi........................................................................................................ 27
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 29
Aspek Legalitas Apotek ............................................................................... 29
Aspek Bisnis ................................................................................................ 30
Aspek Pengeloloan Sumber Daya ............................................................... 33
Aspek Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care).................................... 40
Aspek Pelayanan Kefarmasian .................................................................... 41
Evaluasi........................................................................................................ 47
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 49
Aspek Legalitas Apotek ............................................................................... 49
Aspek Bisnis ................................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 51
LAMPIRAN .......................................................................................................... 54
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun
2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Zaman semakin berkembang dimana pengetahuan tentang sehat
dan yang benar dapat membuat masyarakat sadar akan perlunya
memperhatikan kesehatan masing-masing individu.
Pembangunan sarana kesehatan yang merata dan terjangkau dapat
membantu untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan rakyat, yang dilakukan baik oleh pemerintah dan
masyarakat termasuk swasta secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan sehingga masyarakat dapat menikmati pelayanan
kesehatan dengan baik dan optimal, dengan adanya pembangunan sarana-
sarana kesehatan tersebut pemerintah dan masyarakat mampu meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat. Apotek merupakan
salah satu sarana kesehatan yang diperlukan dalam menunjang upaya
pelayanan kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh Apoteker dengan berlandaskan pada nilai ilmiah,
keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan
pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017
tentang apotek, adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat 2 dilakukan
praktek kefarmasian oleh Apoteker.
B. Tujuan
1. Memahami tentang peran, fungsi, dan tanggungjawab apoteker dalam
pelayanan kefarmasian di apotek.
2. Meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek.
3. Mengamati dan mempelajari strategi dan pengembangan apotek.
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja.
5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
apotek dan penyelesaiannya
C. Manfaat
1. Melakukan praktik kefarmasian sesuai dengan peran, fungsi dan tanggung
jawab apoteker.
2. Melakukan praktik kefarmasian di Apotek dengan wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis.
3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di apotek.
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadiapoteker yang professional
di apotek.
BAB II
TINJAUAN UMUM APOTEK
A. Aspek legalitas Organisasi
1. Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh Apoteker. Dalam melakukan praktik pelayanan
kefarmasian di apotek diatur dalam beberapa peraturan seperti pada
peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian, peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 9
tahun 2017 tentang apotek, dan peraturan menteri kesehatan Republik
Indonesia nomor 73 tahun 2017 tentang standar pelayanan kefarmasian di
apotek. Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1997 tentang
psikotropika, undang-undang republik Indonesia nomor 35 tahun 2009
tentang psikotropika, dan Permenkes RI No. 3 tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor. terdapat pula peraturan yang mengatur selain
mengenai standar pelayanan kefarmasian dan pengelolaan obat
psikotropik dan narkotik, namun juga terkait pelayanan obat wajib apotek
(OWA) yang diatur dalam peraturan menteri kesehatan republik Indonesia
nomor 925 tahun 1993 tentang daftar obat wajib apoteker nomor 1 dan
nomor 924 tahun 1993 tentang daftar obat wajib apoteker nomor 2
10
B. Aspek Bisnis
1. Permodalan
Dalam menjalankan usaha terdapat tiga modal yang diperlukan, yaitu:
a. Modal investasi awal
Modal investasi awal diperlukan di awal usaha, dan umumnya
digunakan dalam jangka panjang. Contoh modal ini adalah bangunan,
dan peralatan lain yang dipakai untuk jangka panjang seperti
kendaraan, peralatan, dan perabotan.
b. Modal kerja
Modal kerja merupakan modal yang digunakan saat membeli atau
memproduksi barang dan jasa yang dijual. Modal kerja bisa
dikeluarkan tiap bulan atau tiap ada permintaan produk yang dijual.
c. Modal operasional
Modal operasional adalah modal untuk membayar biaya operasi
bulanan dari pelaksanaan usaha (Suharyadi dkk., 2007). Sesuai PP RI
no. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 25 ayat (1),
Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau
modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
2. Perhitungan BEP
11
12
diterima oleh orang pribadi (pegawai) atau badan (laba usaha perusahan)
yang berdomisili di dalam negeri. Dan berdasarkan UU RI No. 18 tahun
2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang/Jasa dan Pajak Penjualan
Barang Mewah, pada pasal 7 dijelaskan bahwa besarnya tariff Pajak
Pertambahan Nilai adalah 10% untuk semua barang kena pajak.
5. Kewirausahaan
Pekerjaan kefarmasian di bidang perapotekan merupakan salah satu
bidang usaha yang membutuhkan keahlian wirausaha, tidak hanya pemilik
sarana apotek (PSA) saja yang memiliki jiwa wirausaha tetapi apoteker
yang bertangung jawab pada pelayanan kefarmasian di apotek juga
dituntut memiliki jiwa wirausaha guna mengembangkan bisnis
perapotekan. Apoteker di apotek dituntut untuk memiliki jiwa wirausaha,
diantaranya yaitu mempunyai kemampuan merumuskan tujuan usaha dan
melaksanakannya, memotivasi diri dan karyawan, inofatif, inisiatif dan
kreatif, berani mengambil resiko dan mempunyai strategi untuk
menghadapi kegagalan (Hendro, 2011).
C. Aspek Pengelolaan Sumber Daya
1. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan Permenkes RI No. 35 Tahun 2014, pelayanan
kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh seorang Apoteker yang dapat
dibantu oleh Apoteker Pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian
yang memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin
Kerja.
2. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang diperlukan di Apotek meliputi ruang
penerimaan resep, ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi
sediaan secara terbatas, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang
13
arsip dan ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai (Depkes RI, 2014).
3. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses
yang berkesinambungan yang dimulai dari pemilihan, perencanaan.
Penganggaran, pengadaan, penerimaan, produksi, penyimpanan,
distribusi, peracikan, pengendalian, pengembalian, pemusnahan,
pencatatan dan pelaporan, jaminan mutu serta monitoring dan evaluasi,
yang didukung oleh kebijakan, SDM, pembiayaan dan sistem informasi
manajemen yang efisien dan efektif. Pengelolaan Sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai meliputi:
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan pemilihan jenis, jumlah, dan harga
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran. Menurut Hartini dan Sulasmono (2007), beberapa metode
perencanaan yang dapat digunakan yaitu:
1) Metode epidemiologi.
Perencanaan ini berdasarkan pola penyebaran, wabah, atau jenis
penyakit yang terjadi di masyarakat yang datanya dapat diperoleh
dari instansi kesehatan.
2) Metode konsumsi.
Perencanaan ini berdasarkan data perputaran jenis dan jumlah
barang yang dijual pada periode sebelumnya yang dapat
dikelompokkan menjadi barang fast moving dan barang slow
moving.
3) Metode kombinasi.
14
15
16
d) Metode just in time: dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat yang
ada di apotek dalam jumlah terbatas, serta untuk obat-obat yang
jarang dipakai atau diresepkan, memiliki waktu kadaluarsa yang
pendek dan harganya mahal.
e) Pengadaan secara intuisi : dilakukan pada barang yang diperkirakan
akan mengalami peningkatan permintaan pada kurun waktu tertentu
misalnya karena adanya wabah penyakit tertentu.
c. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian dan gangguan
fisik yang dapat merusak mutu obat. Penyimpanan harus menjamin
stabilitas dan keamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Metode
penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan
dan alfabetis dengan menerapkan prinsip Firsf ln First Out (FIFO) dan
First Expired First Out (FEFO) disertai sistem informasi manajemen.
Apoteker harus rnemperhatikan obat-obat yang harus disimpan secara
khusus seperti narkotika, psikotropika, obat yang memerlukan suhu
tertentu, obat yang mudah terbakar, sitostatik dan reagensia.
4. Administrasi
a. Administrasi umum
Administrasi yang berhubungan dengan pemerintah seperti
pelaporan eksternal. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan untuk
memenuhi kewajiban yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan meliputi pelaporan penggunaan narkotika,
psikotropika serta pelaporan lainnya seperti laporan monitoring efek
samping obat, laporan monitoring kerusakan obat, laporan obat wajib
17
18
19
20
21
22
obat yang tergolong dalam OWA No.3 yaitu obat berindikasi untuk
organ-organ sensorik, saluran pencernaan dan metabolisme, anti
infeksi umum, saluran nafas dan muskoloskeletal.
3. Pengelolaan Obat Keras, Narkotika, dan Psikotropika
a. Pengelolaan Obat Keras
Berdasarkan UU Obat Keras St. No. 419 tanggal 22 Desember
1949 pada pasal 1 ditetapkan obat-obat keras yaitu obat-obatan yang
tidak digunakan untuk keperluan teknik yang mempunyai khasiat
mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan dan lain-
lain tubuh manusia, baik dalam bungkusan maupun tidak, yang
ditetapkan oleh Secretaris Van Staat, Hoofd van het Departement van
Gosendheid. Pada pasal 1 juga dinyatakan bahwa obat-obat keras
terbagi atas 2 jenis, yaitu obat-obatan G (gevaarlijk) dan obatobatan W
(warschuwing). Obat daftar G adalah obat-obat keras yang oleh Sec.
V. St. didaftarkan pada daftar obat-obatan berbahaya dan daftar obat
W adalah obat- obat keras yang oleh Sec. V. St. didaftarkan pada
daftar peringatan.
Penandaan obat keras diatur dalam Kepmenkes No.
2396/A/SK/VII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G pasal 3
ayat (1) menyebutkan bahwa tanda khusus untuk obat keras adalah
lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dengan kuruf K yang menyentuh garis tepi.
23
24
25
26
27
28
29
30
BAB III
KEGIATAN SELAMA PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
KIMIA FARMA APOTEK 207 YOGYAKARTA
2. Struktur Organisasi
Apotek Kimia Farma 207 merupakan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) sehingga dalam operasional apotek dikelola oleh
seorang APA yang dibawahi oleh PSA yaitu PT. Kimia Farma Apotek
31
32
33
4. Perpajakan
Untuk pembayaran pajak Apotek Kimia Farma dilakukan secara terpusat
dimana pembayaran untuk Apotek Kimia Farma dilakukan oleh BM setiap
area lalu akan dilaporkan ke Kimia Farma pusat. Adapun Pajak yang
dibayarkan oleh Apotek Kimia Farma adalah :
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB dibayarkan setiap setahun sekali dan jumlah yang harus
dibayarkan disesuaikan dengan luas bangunan dan tanah serta lokasi
berdirinya apotek.
b. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh yang harus dibayarkan oleh Apotek Kimia Farma adalah
pajak penghasilan pegawai yang dikenakan untuk karyawan/karyawati.
PPh karyawan dilakukan dengan memotong gaji dan dibayarkan oleh
Kimia Farma.
Selain itu PPh yang harus dibayarkan adalah PPh saat terjadi
perubahan (naik atau turun) omset apotek sesuai dengan PPh pasal
28A dan pasal 29. Pada undang-undang PPh pasal 28A apabila sebuah
badan usaha mempunyai hutang pajak lebih kecil dari pada angsuran
pajak yang pada tahun itu maka akan dilakukan lebih bayar. Jumlah
34
pajak yang terutang tergantung pada jumlah omset pada tahun tersebut
yang dihitung setiap akhir tahun. Sehingga semakin tinggi omset maka
semakin besar utang pajak yang harus dibayarkan dan begitu
sebaliknya. Sedangkan pada undang-undang PPh pasal 29 apabila
sebuah bada usaha mempunyai hutang pajak lebih besar daripada total
angsuran pajak maka akan dilakukan pembayaran kekurangan pajak.
c. Pajak Pertahanan Nilai (PPN)
PPN atau Pajak pertambahan nilai dibebankan bagi perusahaan. Salah
satu upaya efektivitas pembayaran pajak, apotek kimia farma membeli
barang dari distributor yang juga perusahaan kena pajak sehingga
pembayaran pajak penghasilan didapatkan dari pajak keluaran
dikurangi dengan pajak masukan (potongan pajak dari distributor).
Besarnya pajak pertambahan nilai ini adalah 10%. Pembayaran PPN
dilakukan menggunakan NPWP PT. Kimia Farma Apotek untuk
semua PPn Apotek di seluruh Indonesia.
d. Pajak Inventaris
Pajak Inventaris dikenakan untuk prasarana yang digunakan oleh
apotek Kimia Farma seperti Sepeda Motor untuk layanan pesan antar,
dropping barang, atau kegiatan lainnya.
5. Kewirausahaan
Apotek Kimia Farma 207 belum melakukan diferensiasi bisnis atau
membukan kewirausahaan lain seperti ritel diagnostik, adanya mesin
ATM, dll.
35
36
37
38
39
40
41
42
4. Administrasi
a. Administrasi umum
Administrasi umum yang dilakukan di Apotek Kimia Farma 207
adalah pencatatan penerimaan data resep, penolakan obat, data faktur,
defecta, dan dropping atau permintaan cito.
b. Administrasi khusus
Administrasi khusus yang dilakukan di Apotek Kimia Farma
207adalah pencatatan tentang sirkulasi obat-obatan psikotropika dan
narkotika seperti jumlah yang keluar dan masuk, PBF yang
mendistribusikan, nama dan alamat pasien yang menggunakan, dokter
penulis resep, kegunaan obat, dan jumlah pemasukan untuk apotek
dari penjualan golongan obat tersebut.
43
44
45
b. Penyiapan obat
Kegiatan penyiapan obat yang dilakukan di apotek Kimia
Farma 207 meliputi pelaynan resep obat racikan atau pelayanan resep
obat nonracikan. Obat racikan yang dilayani di Apotek Kimia Farma
207 adalah puveres/puyer, pulveres dalam kapsul, suspensi, cream,
unguenta,dan obat luar seperti shampo. Untuk obat nonracikan, obat
langsung diambil dari tempat penyimpanan dan diberikan etiket yang
sesuai.
Kemasan yang digunakan untuk obat racikan adalah pot untuk
sediaan cream dan unguenta, botol plastik untuk racikan
suspense/sirup/shampoo, dan kertas puyer dan cangkan kapsul nomor
3,2,1,0,00 untuk pulveres. Setelah dikemas dengan kemasan primer
tersebut obat racikan akan dikemas menggunakan plastik ziplock
sebagai kemasan sekunder sebelum diberikan etiket. Untuk obat-
obatan nonracikan seperti tablet atau kapsul yang tidak dikeluarkan
dari kemasan asalnya dimasukan ke plastik ziplock sebelum diberikan
etiket. Sedangkan untuk obat-obatan yang diberikan bersama kemasan
sekundernya seperti sediaan sirup langsung diberikan etiket.
Untuk obat yang digunakan secara enteral etiket yang
digunakan adalah etiket berwarna putih. Sedangkan untuk obat
parenteral dan lokal diberikan etiket berwarna biru. Di apotek Kimia
Farma 207 untuk obat enteral, etiket untuk sediaan sirup dan
tablet/kapsul diberikan etiket yang berbeda. Hal yang harus
dicantumkan di dalam etiket obat adalah : nama apotek, alamat apotek,
nomor telepon apotek, nomor resep, tanggal penyiapan obat, nama
obat dan kandungan obat, nama pasien, aturan pakai dan indikasi obat.
46
47
obat keras harus disertai resep dokter, kecuali OWA yang bisa dibeli tanpa
resep dokter.
Sedangkan untuk pengelolaan obat golongan psikotropik dan narkotik
adalah sebagai berikut :
a. Pengadaan Psikotropik dan Narkotik
Pengadaan obat narkotika dan psikotropika di apotek Kimia
Farma 207 dilakukan dengan membuat surat pesanan khusus sesuai
dengan formulir perundang-undangan yang berisi nama lengkap APA,
SIPA, jumlah dan nama sediaan yang diminta, tujuan penggunaan,
PBF atau apotek yang dituju, tanggal, cap apotek, dan paraf APA.
Jumlah surat pesanan (SP) untuk obat-obatan golongan
narkotika yang disiapkan oleh apotek Kimia Farma 207 adalah
sebanyak 4 rangkap untuk dikirimkan ke PBF, Dinas Kesehatan kota
Yogyakarta, BPOM Yogyakarta dan untuk arsip Apotek Kimia Farma
207. Setiap 1 SP digunakan untuk memesan 1 jenis obat golongan
narkotika. Untuk SP obat-obatan golongan Psikotropika dibuat 2
rangkap, 1 rangkap untuk PBF dan 1 rangkap untuk arsip Apotek
Kimia Farma 207. Setiap SP psikotropika dapat digunakan untuk
memesan lebih dari 1 jenis obat golongan psikotropika.
b. Penerimaan Narkotik dan Psikotropik
Prosedur pengecekan faktur dan penerimaan barang mempunyai
prosedur yang sama seperti penerimaan barang yang lain, yang
membedakan adalah Penerimaan barang dan faktur psikotropik dan
narkotik harus ditangani langsung oleh APA Kimia Farma. Faktur
yang sudah dicek nama obat, jumlah, nomor batch dan tanggal
kadaluarsa kemudian ditandatangani oleh APA dan faktur disimpan
48
49
F. Evaluasi
1. Audit sediaan farmasi
Audit sediaan farmasi atau stock opname dilakukan setiap 3 bulan sekali.
Namun untuk apotek Kimia Farma area Yogyakarta akan melakukan stock
opname setiap 1 bulan sekali pada akhir tahun. Stock opname dilakukan
bertujuan untuk menyesuaikan jumlah obat yang tertulis di dalam sistem
atau buku stok dengan barang fisik yang tersedia di apotek. Selain itu
stock opname juga dapat digunakan untuk melihat barang/item yang mana
yang akan kadaluarsa dan juga untuk melihat laba-rugi apotek.
Ketidaksesuaian antara barang fisik dan jumlah yang ada di buku stok
maupun sistem di apotek Kimia farma 207 disebabkan oleh obat yang
dimasukan ke dalam sistem adalah bukan barang yang dijual, kehilangan
obat, obat kadaluarsa, dan dropping antar apotek Kimia Farma yang
belum ter-entry di dalam sistem.
2. Audit SOP manajemen
Audit SOP manajemen tidak dilakukan pada setiap outlet apotek Kimia
Farma namun dilakukan secara terpusat di kantor BM atau dari Kimia
Farma pusat.
3. Audit Finansial
Audit finansial dilakukan oleh bagian keuangan BM area Yogyakarta.
Audit yang dilakukan berdasarkan data penjualan perhari yang dikirimkan
50
51
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Praktek pelayanan kefarmasian yang dilakukan di apotek Kimia Farma
207 telah sesuai dengan peran, fungsi, dan tanggung jawab apoteker yang
diatur dalam sumpah, kode etik dan perundang-undangan yang berlaku
dengan penerapan SOP (Standart Operating Procedure) yang mengacu
pada konsep pharmaceutical care.
2. Belum semua pekerjaan kefarmasian di apotek Kimia Farma 207 dapat
dilakukan secara intensif seperti pelayanan resindensial atau home
pharmacy care.
3. Pengelolaan sediaan farmasi di apotek Kimia Farma 207 sudah sesuai
dengan standar pelayanan kefarmasian di Apotek yang diatur dalam
peraturan menteri kesehatan nomor 73 tahun 2017 tentang standar
pelayanan kefarmasian di Apotek.
4. Kegiatan PKPA di Apotek Kimia Fama 207 menggunakan strategi
pengembangan apotek dengan penjualan produk OTC dengan layout
swalayan dan penambahan praktik dokter umum yang buka setiap hari.
B. Saran
1. Sebaiknya disediakan media hiburan seperti televisi atau koran/majalah
bagi pasien saat menunggu di ruang tunggu baik menunggu resep racikan
ataupun praktik dokter.
2. Disediakan lahan parkir khusus karyawan dan SPG sehingga tidak
mengurangi lahan parkir bagi pengunjung.
52
Anief, M., 2005, Manajemen Farmasi, cetakan ke-4, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
BPOM RI, 2010, Peraturan Kepala BPOM RI No. HK 03.1.23.12.10.12459 tentang
Persyaratan Teknis Kosmetika, BPOM, Jakarta. BPOM RI, 2014, Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, BPOM, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1949, Undang-Undang Obat Keras ST No. 419 tanggal 22
Desember tentang Obat Keras, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1983, Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.2380/MenKes/SK/VI/1983, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1986, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2396 tentang Tanda Khusus untuk Obat Keras Daftar G, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1990, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, Departemen Kesehatan
RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2015, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 3 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Fienda, F., 2013, Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker, Universitas Indonesia,
Jakarta.
53
Hartini, Y.S., dan Sulasmono, 2007, Apotek: Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundangundangan terkait Apotek termasuk Naskah dan Ulasan Permenkes
tentang Apotek Rakyat, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, hal. 39, 40-60.
Hendro, N., 2011, Dasar – Dasar Kewirausahaan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hofstrand, D., 2009, What is a Feasibility Study?, https://www.extension.iastate.edu
/agdm/wholefarm/html/c5-65.html, diaksestanggal 7 Desember2017.
Menteri KesehatanRepublik Indonesia, 2002, Keputusan Menteri KesehatanRepublik
Indonesia No 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia no 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Ijin Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, Menteri Kesehatan RI, Jakarta.
Menteri KesehatanRepublik Indonesia, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Menteri Kesehatan RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
Menteri Kesehatan RI, Jakarta.
Presiden Republik Indonesia, 1962, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no.20
tahun 1962 tentang Lafal Sumpah Janji Apoteker, Pemerintah Republik
Indonesia.
Presiden Republik Indonesia, 2009, Peraturan Pemerintah RI No.51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, Presiden Republik Indonesia, Jakarta.
54
Seto, S., Nita, Y., danTriana, L., 2008, Manajemen Farmasi: Lingkup Apotek,
Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Industri Farmasi, 117146
Airlangga University Press, Surabaya.
Suharyadi, Nugroho, A., Purwanto, dan Faturohman, M., 2007, Konsepsi Dasar
Kewirausahaan, Kewirausahaan: Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda,
Salemba Empat, Jakarta, hal. 7–14.
Sutdrajat, A., Ningsih, A., 2017, Wikipedia Apoteker, Guepedia, Bogor, hal.47-54.
Thompson, A., 2005, Entrepreneurship and Business Innovation: The Art of
Successful Business Start-Ups and Business Planning, Vineyard. Pub., Guildford,
Australia, p. 185.
55
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lay Out Apotek Kimia Farma 207
56
57
58
59
Lampiran 7. Etiket Obat Luar, Obat Oral Sediaan Solid, Obat sediaan cair
60
61
62
63
64
65
66