Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

Di lingkungan sekitar kita, tak jarang kita menemui seorang anak penderita
retardasi mental. Mereka yang kita temui itu biasanya bersama dengan pengasuhnya atau
mungkin dengan orang tuanya sendiri. Ya, memang seorang anak penderita retardasi mental
membutuhkan perhatian lebih dari orang-orang di lingkungannya (sekitarnya). Hal ini tak jarang
menimbulkan rasa iri pada saudaranya, atau bahkan lebih besar lagi yaitu keretakan hubungan
keluarga. Keadaan tidak menyenangkan tersebut juga dipicu oleh depresi karena memilii
anak/anggota keluarga yang menderita retardasi mental. Apalagi jika terjadi pada keluarga yang
tinggal di kota besar. Hidup seorang penderita retardasi mental di kota besar jauh lebih berat
dibanding dengan penderita di pedesaan.
Mungkin anda tidak dapat memperkirakan berapa jumlah penderita retardasi
mental di Indonesia tercinta ini, dan mungkin anda akan terkejut dengan kenyataan yang ada.
Dari catatan tahun 1998, di Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul (DI Yogyakarta)
terdapat sekurangnya 700 penderita retardasi mental. Dan pada tahun 1999 jumlah penderita
retardasi mental diperkirakan mencapai 3,11% atau sekitar 6 juta orang. Sungguh suatu angka
yang cukup atau bahkan sangat memprihatinkan.
Dengan jumlah penderita yang mencapai 6 juta orang ini, menjadi salah suatu
pertanyaan penting bagi kita tentang apakah retardasi mental itu? Apa penyebabnya hingga
mencapai jumlah yang memprihatinkan itu? Bagaimana karakteristiknya? Apa saja jenisnya?
Bagaimana pula menanganinya sehingga tidak terjadi hal seperti perpecahan hubungan keluarga?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, penulis mencoba menjabarkan pembahasan
masalah retardasi mental seperti berikut ini.

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

2.1. Definisi Retardasi Mental


Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak
masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental
yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utamanya (yang menonjol) ialah intelegensi yang
terkebelakang, sehingga daya guna sosial dan dalam pekerjaan seseorang menjadi terganggu.
(Maramis, W.F.: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, 1995:386).
Sedangkan American Association on Mental Deficiency yang dikutip oleh Hallahan dan
Kauffman dialihbahasakan oleh Mohammad Amin merumuskan sebagai berikut:
“Keterbelakangan mental mengacu pada fungsi intelektual secara umum di bawah rata-rata
bersamaan dengan kekurangan dalam perilaku adaptif dan berlangsung atau termanifestasi pada
masa perkembangan (1995:32).
Dua rumusan di atas walaupun dengan penggunaan bahasa yang sedikit berbeda, tetap mengacu
pada hal yang sama, yaitu keterbelakangan fungsi intelektual.

2.2. Karakteristik Retardasi Mental


Dari dua rumusan definisi retardasi mental yang telah dikemukakan sebelumnya,
dapat diambil kesimpulan dan batasan (karakteristik) retardasi mental sebagai berikut;
Bahwa orang yang menderita retardasi mental adalah orang yang:
a. Tingkat kecerdasannya berada di bawah rata-rata anak normal.
b. Disertai dengan adanya kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam bertingkah laku atau
beradaptasi.
c. Terjadi pada masa perkembangan.
Selain batasan di atas retardasi mental juga dapat dilihat dari karakteristik/ciri:
a. Fisik/tanda-tanda ilmiah
– Wajah dan segala sesuatu yang terdapat padanya
Biasanya anak penyandang cacat mental mempunyai bentuk muka ya ng bundar. Kalau dilihat
dari samping, mukanya cenderung mempunyai tampang yang pipih. Hal ini seperti dikenal
dengan “Brachycephaly” (kepala pendek dan lebar).
Mengenai mata, dari hampir semua anak maupun orang dewasa yang cacat mental cenderung
sipit atau miring ke atas. Selain itu, sering juga ada lipatan kecil dari kulit (Epicanthic Fold) yang
timbul tegak lurus antara bagian sudut dalam dari mata dan jembatan hidung.
Rongga mulutnya sedikit lebih kecil dan lidanya lebih besar dari yang biasa. Inilah yang
mendorong anak untuk mempunyai kebiasaan mengeluarkan lidahnya pada waktu-waktu
tertentu.
– Anggota tubuh
Tangan penderita cacat mental ini cenderung lebar dengan jari-jari yang pendek. Sedangkan kaki
cenderung pendek dan tebal serta mempunyai sela yang lebar antara jempol kaki dan jari-jari di
sebelahnya.
– Koordinasi anggota tubuh
Adakalanya koordinasi antara tangan dan kaki juga kurang baik. Hal ini bisa terlihat pada anak
yang ragu-ragu melangkah dan menggerakkan tangannya.
– Gaya duduk
Biasanya kedua lututnya mengarah lebar ke depan, sedangkan bagian lutut ke bawah sampai
telapak kaki terlipat mengarah ke belakang, masing-masing di sebelah kanan dan kiri pinggang.
b. Sikap dan tingkah laku
Ada yang terlalu apatis (diam) dan adapula yang terlalu hiper-aktif.
c. Perkembangan anak cacat mental
Anak cacat mental tertentu, selain yang berat cacat mentalnya, masing akan dapat berkembang
da belajar sepanjang hidupnya. Dari seorang bayi yang baru dilahirkan dan seluruhnya
tergantung dari keluarganya, mereka akan berkembang jasmani, daya pikir dan perasaannya.
Perkembangan anak cacat mental, tidak hanya lebih lambat atau bahkan jauh tertinggal dari
mereka yang tanpa cacat, tetapi yang dicapai juga tidak lengkap. Dan dalam masa dewasanya,
mereka yang cacat mental akan lebih memerlukan bantuan dari rata-rata orang dewasa pada
umumnya.

2.3. Penyebab Retardasi Mental


Penyebab retardasi mental mungkin faktor keturunan (retardasi mental genetik)
mungkin juga tidak diketahui (retardasi mental simplex), kedua-duanya dinamakan retardasi
mental primer. Retardasi mental sekunder disebabkan faktor-faktor dari luar yang diketahui dan
faktor-faktor ini mempengaruhi otak mungkin pada waktu pranatal, perinatal, atau postnatal.
a. Faktor keturunan
Faktor ini terjadi pada peristiwa idiopathy, psikhosa, neurosa, idiocy dan psikhosa siflitik (oleh
penyakit sifilis). Pada peristiwa idiipathy, psikhosa (gangguan kejiwaan), neurosa (gangguan
saraf) dan idiocy pada umumnya dapat mengakibatkan retardasi mental, karena apabila orang tua
si bayi menderita penyakit tersebut, maka akan memberi pengaruh buruk pada janin (foetus intra
uterina). Sedangkan pada peristiwa psikhosa sifilitik disebabkan karena terjadi infeksi syphilitis
yang mengakibatkan degenerasi yang progressif pada sel-sel otak.
b. Faktor sebelum lahir
Faktor ini antara lain :
– Perawatan yang kurang baik sebelum lahir, ibu yang mengandung menderita sakit atau
mengalami kecelakaan (jatuh), dan ibu yang sudah menopause (mati-haid) atau berumur 40-an.
– Kekurangan nutrisi, infeksi atau luka-luka, serta keracunan sewaktu bayi berada dalam
kandungan.
– Terjadi intoxication (intoksikasi atau keracunan) oleh janin, dikarenakan ibu sedang mengandung
muda, meminum obat-obat penenang yang beracun, antara lain obat malidomide dan obat
kontraseptif anti-hamil yang sangat kuat mengandung racun bagi janin (teratogenic).
– Ketidaksesuaian dalam susunan darah Rh-nya antara ibu dan janinnya. Namun, pencacaran,
perawatan yang baik sebelum kelahiran da transfusi darah begitu bayi lahir, dapat mencegah
kecacatan.
c. Faktor ketika lahir
Banyak risikonya saat ibu melahirkan anaknya. Risiko tersebut dapat mengenai ibu maupun
bayinya sendiri. Terutama sekali pada kelahiran anak pertama yang berlangsung lama dan sulit
sekali (Prima Para), karena kepala sang bayi sang bayi sering terganggu oleh tekanan-tekanan
yang mampat dari dinding rahim ibu. Tekanan-tekanan tersebut dapat menyebabkan pendarahan
pada bagian dalam kepala si bayi. Tekanan tersebut dapat disebabkan oleh :
– Kelahiran dengan bantuan tang (Tangverlossing) yang sulit.
Bayi yang lahir dengan cara tersebut sebagian mengalami retardasi mental
– Asphixia, yaitu lahir tanpa napas, bayi seolah-olah tercekik.
Disebabkan adanya lendir dalam alat pernapasan bayi, atau ada cairan di dalam paru-parunya,
dapat pula disebabkan oleh karena sang ibu mendapat Anaeshiesi (zat pembius terlalu banyak).
– Prematurity, bayi yang dilahirkan sebelum waktunya sering pertumbuhan jasmani dan jiwanya
mengalami retardasi (perlambatan).
– Primogeniture, yaitu kelahiran pertama yang memungkinkan bayi menderita defek mental. Salah
satu penyebab defek mental adalah sang ibu mendapat sinar radium atau sinar-X terlalu banyak,
sehingga bayi yang dikandung menderita hiper-radiasi dan kelak bisa mengalami Amentia.
d. Faktor sesudah bayi lahir
Bayi yang lahir ada yang mengalami bermacam-macam gangguan, sehingga mereka di kemudian
hari menjadi anak atau orang yang cacat mental. Gangguan-gangguan dan kecelakaan-
kecelakaan tersebut terutama sekali sering terjadi pada tahun-tahun pertama.
Adapun sebab-sebabnya antara lain :
– Pengalaman-pengalaman traumatik (luka-luka), yaitu luka pada kepala atau di kepala bagian
dalam, karena si anak pernah jatuh, terpukul, terbentur benda keras, atau juga pernah pingsan
lama.
– Keracunan timah, karena si anak mengunyah atau mengisap benda-benda bercat yang catnya
mengandung timah.
– Kejang atau Stuip, disebabkan karena anak menderita sakit dan panas badannya tinggi sekali.
Atau menderita epilepsi (penyakit ayan) terutama sekali bila kejang ayan seringkali menyerang
bayi atau anak.
– Infeksi pada otak (Encephalitis) atau pada selaput otak (Meningitis) oleh penyakit-penyakit
cerebral meningitis, gabag (mazelen, campak), dyptheri, radang telinga yang mengandung nanah.
– Faktor psikologis, yaitu kurangnya pemberian rangsangan atau dorongan mental pada anak,
pembedaan dalam pengasuhan, kurang mendapat perhatian, perlakuan yang kejam dari orang
sekitar.

2.4. Jenis Retardasi Mental


Retardasi mental terbagi menjadi 5 jenis (menurut PPDGJ-I), yaitu:

a. Retardasi mental taraf perbatasan IQ 68 – 85.


Beberapa kali tidak naik kelas di SD, tidak dapat bersaing dalam mencari nafkah.
b. Retardasi mental ringan IQ 52 – 67.
Dapat mencari nafkah secara sederhana dalam keadaan baik. Dapat dilatih dan dididik di sekolah
khusus.
c. Retardasi mental sedang IQ 36 – 51.
d. Retardasi mental berat IQ 20 – 35.
e. Retardasi mental sangat berat IQ < 20.
Untuk lebih jelas mengenai ciri-cirinya dapat dilihat pada tabel terlampir.
Penggolongan di atas adalah berdasarkan kemampuan mental, perilaku penyesuaian dan
pengembangan jasmani. Sedangkan penggolongan secara klinis terbagi menjadi 3 jenis retardasi
mental yaitu:
a. Idiocy (idiot)
IQ-nya kurang dari 25, karena cacat jasmani dan rohaninya begitu berat, pada umumnya mereka
tidak mampu menjaga diri sendiri. Intelegensinya tidak bisa berkembang, tidak bisa mengerti dan
tidak bisa diajari apa-apa.
Idiocy ini terbagi atas :
– Idiocy Pardhal atau Incomplete (tidak total)
Beberapa dari mereka mempunyai fisik yang berbeda atau aneh dan sering sakit-sakitan.
Adakalanya dibarengi dengan paralysa atau kelumpuhan total dan paresis atau kelumpuhan
sebagian pada anggota badanya. Di antara mereka ini ada yang sangat rakus sekali dan tidak
dapat membedakan rasa apa-apa, sehingga mereka memakan apa saja yang ada dalam
jangkauannya. Sering defensiasi atau perbedaan kelamin lelaki dengan kelamin perempuannya
tidak jelas.
– Idiocy Komplit (mutlak, absolut).
Tidak mempunyai kemampuan jiwa dan unsur intelegensinya seperti anak umur 2,5 tahun. Tidak
bisa berbicara dan tidak bisa membedakan nalurinya. Ada gerakan-gerakan muskuler atau otot,
tetapi tanpa koordinasi. Sama sekali tidak mempunyai intersse terhadap lingkungannya. Tidak
dapat dilatih sesuatupun, tidak bisa menolong diri sendiri. Kebanyakan dari mereka hanya
terlentang saja di tempat tidur, tidur melingkar di pojok seperti dalam keadaan antenatal. Banyak
dari idiocy ini mati sangat muda.
b. Imbecillity (imbisil)
Memiliki IQ 25 – 49. Seperti kanak-kanak yang berumur 3 – 7 tahun. Ukuran tinggi dan bobot
badannya kurang, sering badannya cacat atau mengalami Anomali (kelainan). Gerakan-
gerakannya tidak stabil dan lamban. Ekspresi mukanya kosong dan tampak dungu. Kurang
mempunyai daya tahan terhadap penyakit, perkembangan jasmaninya sangat lamban da kurang
sambutannya jika diajak berbicara.
Pada umumnya mereka masih bisa mengerjakan tugas yang sederhana di bawah pengawasan.
Anak-anak imbisil juga banyak yang mati muda.
c. Debil
Mempunyai IQ 50 – 70. Seperti anak umur 7 – 16 tahun. Gejala lemah ingatan sudah tampak
sebelum tahun-tahun masa sekolah. Tidak mempunyai kemampuan untuk mengontrol diri,
mengadakan koordinasi dan adaptasi yang wajar. Pada penderita memerlukan perlindungan
khusus dalam masyarakat, karena mereka kurang nalar dan kurang pikiran untuk bisa mengatur
dan mengurus dirinya sendiri.
Menurut pembagian secara klinis, ada 2 macam tipa debil :
– Tipe Stabil
Berpembawaan tanang, mempunyai minat terhadap lingkungannya serta rajin. Mentalnya
seimbang, bertingkah laku baik serta tidak menimbulkan banyak kesulitan bagi orang lain.
– Tipe Instabil
Sangat ribut, kurang pengontrolan diri, selalu gelisah dan selalu bergerak aktif dan tanpa
koordinasi.

2.5. Penanganan Masalah Retardasi Mental


Ternyata bila terdapat lingkungan keluarga yang mau mengerti dan memberi
dukungan secara memadai serta fasilitas pendidikan dan latihan vokasional yang tepat, penderita
retardasi mental dapat mengembangkan penyesuaian sosial dan vokasional yang baik serta
kemampuan hubungan dan kasih sayang antar manusia yang wajar. Pernyataan ini memperkuat
pernyataan bahwa banyak penderita retardasi mental taraf perbatasan, ringan, bahkan yang berat
dapat mengalami perkembangan kepribadian yang normal seperti orang dengan intelegensi
normal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian


Seorang dengan retardasi mental, karena keadaannya, sepanjang hidupnya menghadapi lebih
lanjut resiko daripada orang yang normal. Resiko ini bertambah sesuai dengan beratnya retardasi
mental.
Dalam perkembangan emosinya, ketidakmampuan untuk bersaing dapat merupakan trauma
baginya. Selain itu harapan atau tuntutan mengenai perilaku normal akan menyebabkan frustasi
yang dapat mengakibatkan ketegangan, kebingungan atau kerenggangan hubungan antara orang
tua dan anak.

Diagnosa dan diagnosa banding


Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat diperlukan anamnesa yang teliti mengenai
kehamilan, persalinan dan perkembangan anak, pemeriksaan psikologik; bila perlu pemeriksaan
laboratorium, evaluasi pendengaran dan bicara; dan observasi psikiatrik.
Diagnosa banding ialah anak-anak dengan deprivasi rangsangan yang berat, anak dengan
gangguan pendengaran atau penglihatan, mungkin jujga bicara dan cerebral palsy, gangguan
emosi dan skizofrenia.

Pencegahan dan Pengobatan


Pencegahan primer, dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan sosio-ekonomi,
konseling genetik dan tindakan kedokteran.
Pencegahan sekunder, meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan
subdural, dan kraniostenosis. Pencegahan tersier, pendidikan penderita atau latihan khusus,
sebaiknya di Sekolah Luar Biasa. Diberi neroleptika pada yang gelisah, hiperaktif, atau
destruktif. Amfetamine dan kadang-kadang juga antihistamin berguna juga pada hiperkinesa.
Dapat dicoba juga obat-obat yang memperbaiki mikrosirkulasi di otak, atau yang langsung
memperbaiki metabolisme sel-sel otak. Akan tetapi hasilnya, kalau ada, tidak segera dapat
dilihat.
Disertai juga konseling pada orang tua dengan tujuan membantu mereka dalam mengatasi
frustasi karena mempunyai anak dengan retardasi mental.

Latihan dan Pendidikan


Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum :
– Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.
– Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.
– Mengajarkan suatu keahlian agar dapat mencari nafkah kelak.
Dalam latihan mereka lebih sukar dari anak biasa karena perhatian mereka mudah sekali
berubah. Harus diusahakan untuk mengikat perhatian mereka dengan merangsang panca indera,
misalnya dengan alat permainan yang berwarna atau yang berbunyi, dan harus konkrit. Mereka
juga diajari dan diberi pekerjaan yang praktis (tidak memerlukan intelegensi tinggi).
Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :
di rumah : makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan.
di sekolah : pengembangan rasa sosial.
teknis : diberikan sesuai minat, jenis kelamin dan kedudukan sosial, misalnya peternakan dan menjahit.
moral : pelajaran tentang yang baik dan tidak baik. Agar mengerti tiap pelanggaran disiplin disertai
hukuman, dan tiap perbuatan baik disertai hadiah.
Selain itu lingkungan anak tersebut harus memberi contoh yang baik.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensi yang kurang/rendah yang terjadi sejak masa
perkembangan.
2. Karakteristik retardasi mental selain dari yang diketahui melalui definisinya dapat juga dilihat
dari:

a. ciri fisik
b. sikap dan tingkah laku, serta
c. perkembangannya

3. Penyebab retardasi mental terbagi menjadi beberapa faktor, yaitu: faktor keturunan, sebelum
lahir, ketika lahir dan sesudah lahir.
4. Jenis retardasi mental menurut PPDGJ-I (berdasarkan kemampuan mental, perilaku penyesuaian
dan pengembangan jasmani) terbagi menjadi retardasi mental teraf perbatasan, ringan, sedang,
berat dan sangat berat. Sedangkan secara klinis terbagi menjadi idiocy (partial atau incomplete
dan complete), imbeciallity dan debil (stabil dan instabil).
5. Penanganan retardasi mental; Terlebih dahulu diketahui diagnosanya, kemudian diadakan
pencegahan dan pengobatan serta pelatihan dan pendidikan.
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Anda mungkin juga menyukai