Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DASAR

PEMBERIAN OBAT
2.1 KONSEP DASAR OBAT
Obat adalah senyawa atau campuran senyawa
untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan penyakit.
2.2 DEFINISI PEMBERIAN OBAT
Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang di maksudkan untuk digunakan
dalam menetapkan diagnosis,mencegah,mengurangi,menghilangkan,menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit,luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau
hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia
(joenoes,2001)
2.3 BENTUK OBAT

Kaplet : bentuk dosis padat untuk pemberian oral;


bentuk seperti kapsul bersalut, sehingga mudah ditelan
Kapsul : bentuk dosis padat untuk pemberian oral; obat
dalam bentuk bubuk, cairan, atau minyak dan dibungkus
oleh selongsong gelatin, kapsul diwarnai untuk
membantu identifikasi produk
Eliksir : cairan jernih berisi air dan alkohol; dirancing
untuk penggunaan oral; biasanya di tambah pemanis
Tablet enterik bersalut : tablet untuk pemberian
oral,yang dilapisi bahan yang tidak larut dalam lambung;
lapisan larut di dalam usus, tempat obat diabsorbsi.
Ekstrak : bentuk obat pekat yang dibuat dengan
memindahkan bagian aktif obat dari komponen lain obat
tersebut ( misalnya, ekstrak cairan adalah obat yang
dibuat menjadi larutan dari sumber sayur-sayuran )
Gliserit : larutan obat yang di kombinasi dengan gliserin
untuk penggunaan luar, berisi sekurang-kurangnya 50%
gliserin
Cakram intraokular ( intraocular disk) : bentuk oval,
fleksibel berukuran kecil terdiri dari dua lapisan luar
yang lunak dan sebuah lapisan tengah berisi obat. Saat
dilembabkan oleh cairan okuler (mata), cakram melepas
obat sampai satu minggu
Obat gosok (liniment) : preparat biasanya mengandung
alkohol, minyak atau pelembut sabun yang dioles pada
kulit
Losion : obat dalam cairan, suspense yang di oles pada
kulit untik melindunginya
Salep : semisolid (agak padat), preparat yang di oles
pada kulit, biasanya mengandung satu atau lebih obat
Pasta : preparat semisolid, lebih kental dan lebih kaku
dari pada salep; diabsorbsi melalui kulit lebih lambat dari
pada salep
Pil : bentuk dosis padat berisi satu atau lebih obat,
dibentuk kedalam bentuk tetesan, lonjong, atau bujur; pil
yang sesungguhnya jarang digunakan karena telah
digantikan oleh tablet
Larutan : preparat cairan yang dapat digunakan per oral,
parenteral, atau secara eksternal; dapat juga
dimasukkan ke dalam organ atau rongga tubuh (mis.
Irigasi kantong kemih); berisi air dan mengandung satu
atau lebih senyawa terlarut; harus steril untuk
penggunaan parenteral
Supositoria : bentuk dosis padat yang di campur dengan
gelatin dan dibentuk dalam bentuk peluru untuk
dimasukkan ke dalam rongga tubuh (rektum atau
vagina); meleleh saat mencapai suhu tubuh, melepas
obat untuk diabsorbsi
Suspense : partikel obat yang dibelah sampai halus dan
larut dalam media cair, saat dibiarkan, partikel
berkumpul di bagian bawah wadah; umumnya
merupakan obat oral dan tidakdiberikan perintravena
Sirup : obat yang larut dalam larutan gula pekat,
mengandung perasa yang membuat obat terasa lebih
enak
Tablet : bentuk dosis bubuk yang dikomperesi ke dalam
cakram atau slinder yang keras; selain obat utama,
mengandung zat pengikat (perakat untuk membuat
bubuk menyatu), zat pemisah ( untuk meningkatkan
pelarutan tablet), lubrika (supaya mudah dibuat di
pabrik), dan zat pengisi (supaya ukuran tablet cocok)
Cakram atau lempeng transdermal : obat beradadalam
cakram (disks) atau patch membrane semipermeable
yang membuat obat dapat diabsorbsi perlahan-lahan
melalui kulit dalam periode waktu yang lama
Tingtura : alkohol atau larutan obat air-alkohol
Tablet isap (troche, lozenge) : bentuk dosis datar,
bundar mengandung obat, citarasa, gula, dan bahan
perekat cair; larut dalam mulut untuk melepas obat

2.4 PRINSIP DASAR PEMBERIAN OBAT


Sebelum memberikan obat pada pasien,ada beberapa persyaratan yang

perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan dalam pemberian obat,diantaranya :

1. Tepat obat

Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya petugas medis harus

memerhatikan kebenaran obat sebanyak 3x, yakni : ketika memindahkan obat dari

tempat penyimpanan obat, saat obat di programkan, dan mengembalikan obat

ketempat penyimpanan.

2. Tepat dosis
Untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat,maka penentuan dosis

harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus

dilengkapi alat tetes,gelas ukur,spuit atau sendok khusus : alat untuk membelah

tablet; dan lain-lain. Dengan demikian,perhitungan dosis benar untuk diberikan ke

pasien.

3. Tepat pasien

Obat yang diberikan hendaknya benar pada pasien yang di programkan. Hal

ini dilakukan dengan mengidentifikasi identitas kebenaran obat,yaitu mencocokan

nama,nomor register,alamat,dan program pengobatan pada pasien.

4. Tepat Jalur Pemberian

Kesalahan rute pemberian dapat menimbulkan efek sistematik yang fatal

pada pasien. Untuk itu,cara pemberiannya adalah dengan cara melihat cara

pemberian atau jalur obat pada label yang ada sebelum memberikannya ke pasien.

5. Tepat waktu

Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang

diprogamkan,karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek

terapi dari obat (A.Aziz Alimul Hidayat,2009).

6. Tepat pendokumentasi

Dokumentasi snagat penting,jadi setelah memberikan obat kita harus segera

memberikan obat ke format dokumentasi dengan benar. Fungsi dokumentasi adalah

sebagai catatan perkembangan pasien dan sebagai alat untuk bukti melakukan

tindakan.

2.4 PERHITUNGAN DOSIS OBAT

Penghitungan dengan rumus ketika menentukan dosis tidak semuanya tepat dalam

menentukan kerja dan efek dari obat tersebut. Cara yang lebih tepat adalah dengan
menentukan berdasarkan ukuran fisik atau waktu paruh dari jenis obat yang

diberikan.

Kalkulasi Dosis Berdasarkan Berat Badan

Kadang-kadang dosis diucapkan sebagai : beri 1 mg?kg berat badan. Jadi berat

badan pasien harus diketahui dulu,misalnya 60 kg,maka dosisnya adalah 60 mg. bila

permintaannya adalah : berikan 1 mg/kg berat badan /hari,maka dosis tadi harus

dibagi dalam beberapa kali dosis,misalnya dibagi 3,maka menjadi 3 kali minum 20

mg.

Dosis pediatrik

Dosis tepat penting untuk pasien pediatrik. Anda dapat mengonvensi dosis

dewasa menjadi dosis pediatrik dengan sejumlah formula : dua diantaranya adalah

sebagai berikut.

Rumus Clarke

Rumus young untuk umur 1-8 tahun :

Rumus dilling untuk umur > 8 tahun :

(A.Aziz Alimul Hidayat,2009)

Perhitungan Dosis Tablet,Suntikan dan Obat Cair

Contoh Cara Perhitungan Dosis Tablet :

Berapa tablet digoxin diperlukan untuk mendapat dosis 0,125 mg² 1 tablet

mengandung 62,5 mcg digoxin.

Jawab :

0,125 mg = (0,125 × 1000) mcg = 125 mcg

Jika 1 tablet mengandung 62,5 mcg dan diperlukan X tablet untuk mencapai dosis

125 mcg,maka :

X.62,5 = 125
=2

Jadi diperlukan 2 tablet.

Jawab : pakai rumus berikut ini.

0,125 mg = (0,125 × 1000) mcg = 125 mcg

Isi rumus di atas :

Contoh cara perhitungan suntikan :

Pasien diinstrusikan untuk diberi 75 mg pethidin. Tersedia ampul berisikan

100 mg dalam 2 ml. Berapa ml yang perlu disuntikan.

Jawab :

Jika 2 ml larutan mengandung 100 mg pethidin,dan X ml larutan mengandung 75 mg

pethidin,maka

Atau memakai rumus

Contoh soal perhitungan dosis betadine :

Diperlukan larutan betadine 1 : 2.000 dan tersedia larutan 20 %. Berapa

banyak larutan betadine 20 % ini diperlukan untuk membuat 2 L betadine 1 : 2.000?

Karena konsentrasi dinyatakan sebagai rasio dan yang lain sebagai

presentase,salah satunya harus dikonversikan. 20 % = 20 bagian per seratus = 20 :

100 = 1 : 5.

Jawab : memakai rumus

(Jan Tambayong,2001)

Perhitungan Kecepatan Infus

Perhitungan obat dengan kecepatan intravena dihitung berdasarkan jumlah tetes

permililoiter larutan. Karena intruksi diberikan berupa volume yang harus diberikan
dalam waktu tertentu (misalnya,500 ml dalam 4 jam),maka diperlukan kemampuan

untuk menghitung konversi dari tetes per menit ke milliliter permenit, dan sebaliknya.

Contoh soal cara perhitungan infus :

Berapa kecepatan aliran diperlukan untuk memasukan 500 ml dekstrosa 5%

dalam air selama 8 jam? Larutan itu memberi 15 tetes/ml.

Jawab :

Langkah 1

Konversi jam ke menit

8 jam = 8 × 60 menit = 480 menit

Langkah 2

Menghitung kecepatan yang dibutuhkan dalam ml per menit. Jika 500 ml harus

diberikan dalam 480 menit,dan X ml akan diberikan dalam 1 menit,maka

Langkah 3

Konversi ketetes per menit. Kecepatan pemberian adalah 1 ml/menit (kurang lebih).

Larutan itu mengandung 15 tetes/ml,maka jumlah tetes per menit menjadi 1 × 15

tetes/menit. (Jan Tambayong,2001)

2.6 PROSEDUR PENYIMPANAN OBAT

Harus diperhatikan tiga faktor utama yaitu suhu,letak dan kadaluarsa.

1. Suhu

Suhu adalah satu faktor terpenting,karena kebanyakan obat itu bersifat termo-

labil (rusak atau diubah oleh panas). Untuk itu penyimpanan obat:

di tempat sejuk : <15°C (misalnya,insulin [tidak boleh beku])

dalam lemari es

suhu antara 2-10° C (misalnya,vaksid tifoid)

beku (misalnya,vaksin cacar air harus ≤5° C)


2. Letak

Obat itu bersifat toksik,karena itu tempat penyimpanan harus terang,letak

setinggi mata,bukan tempat umum. Lemari obat harus terkunci.

3. Kadaluwarsa

Kurangi kemungkinan kekadaluwarsaan obat dengan cara rotasib

stok,artinya obat baru (pengganti) diletakan dibelakang. Obat yang kadaluwarsa

akan berkurang khasiatnya. Yang perlu diperhatikan adalah perubahan warna (dari

belakang jadi keruh) dan tablet menjadi basah.

Cara penyimpanan obat :

a. Ikuti petunjuk penyimpanan pada label/kemasan

b. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat

c. Simpan obat pada suhu kamar dan hindari sinar matahari langsung

d. Jangan menyimpan obat pada tempat panas atau lembab

e. Jangan menyimpan obat bentuk cair pada lemaripendingin agar tidak beku,kecuali

jika tertulis pada etiket obat

f. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak

g. Jangan meninggalkan obat di dalam mobil untuk jangka waktu yang lama

h. Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak

Beberapa sistem dalam penyimpanan obat

a. Alfabetis berdasarkan nama generik

Obat disimpan berdasarkan urutan alafabet nama generiknya.

Saat menggunakan sistem ini,pelabelan harus diubah ketika daftar obat esensial

direvisi atau diperbaharui.

b. Kategori terapetik atau farmakologi

Obat disimpan berdasarkan indikasi terapetik dan kelas farmakologinya


c. Bentuk sediaan

obat mempunyai bentuk sediaan yang berbeda-beda,seperti sirup,tablet,injeksi,salep

atau krim. Dalam sistem ini,obat disimpan berdasarkan bentuk sediaannya.

Selanjutnya metode-metode pengelompokan lain dapat digunakan untuk mengatur

obat secara inci.

d. Frekuensi penggunaan

Untuk obat yang digunakan (fast moving) seharusnya disimpan pada ruangan yang

dekat dengan tempat penyiapan obat.

Kondisi penyimpanan khusus beberapa obat perlu disimpan pada tempat khusus

untuk memudahkan pengawasan,yaitu :

1. Obat golongan narkotika dan psikotropika masing-masing disimpan dalam lemari

tertutup dan terkunci.

2. Obat-obat seperti vaksin dan supositoria harus disimpan dalam lemari pendingin

untuk menjamin stabilitas sediaan.

3. Beberapa cairan mudah terbakar seperti aseton,eter dan alkohol disimpan dalam

lemari yang berventilasi baik,jauh dari bahan yang mudah terbakar dan peralatan

elektronik. Cairan ini disimpan terpisah dari obat-obatan. ( A.Aziz Alimul

Hidayat,2009)

2.7 PEMBERIAN OBAT

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang

sebagai perawatan,pengobatan,atau bahkan pencegah terhadap berbagai gangguan

yang terjadi di dalam tubuh. Dalam pelaksanaannya tenaga medis memiliki

tanggung jawab dalam keamanan obat dan pemberian secara langsung ke pasien.

Hal ini semata-mata untukmemenuhi kebutuhan pasien.

2.7.1 STANDAR OBAT


Obat yang di gunakan sebaiknya memenuhi standar persyaratan obat,diantaranya

kemurnian,yaitu suatu keadaan yang dimiliki oleh obat karena unsur

keasliannya,tidak ada percampuran,dan standar potensi yang baik. Selain

kemurnian obat juga harusmemiliki bioavailabilitas berupa keseimbangan

obat,keamanan,dan efektivitas. Standar-standar tersebut harus dimiliki obat agar

menghasilkan efek yang baik akan obat itu sendiri

2.7.2 REAKSI OBAT

Sebuah bahan atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh,obat akan bekerja

sesuai dengan proses kimiawi melalui suatu reaksi obat, reaksi obat dapat dihitung

dalam satuan waktu paruh,yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh

untuk proses eliminasi,sehingga terjadi pengurangan konsentrasi setengah dari

kadar puncak obat dalam tubuh.

2.7.3 FAKTOR YANG MEMENGARUHI REAKSI OBAT

Beberapa faktor yang dapat memengaruhi reaksi pengobatan diantaranya absorpsi

obat,distribusi obat dalam trubuh,metabolisme (biotransformasi) obat,dan eksresi.

1. Absorpsi obat

Absorpsi obat merupakan proses pergerakan obat dari sumber ke dalam tubuh

melalui aliran darah kecuali dari jenis topical. Hal ini dipengaruhi oleh cara dan jalur

pemberian obat,jenis obat,keadaan tempat,makanan dan keadaan pasien.

2. Distribusi obat ke dalam tubuh

Setelah obat diabsorpsi,kemudian obat di distribusikan ke dalam darah melalui

vascular dan sistem limfatis menuju sel dan masuk ke dalam jaringan tertentu.

Proses ini dapat dipengaruhi oleh keseimbangan cairan,elektrolit,dan keadaan

patologis.

3. metabolism obat
Setelah melalui sirkulasi,obat akan mengalami proses metabolism. Obat akan ikut

sirkulasi ke dalam jaringan,kemudian berinteraksi dengan sel dan melakukan

sebuah perubahan zat kimia hingga menjadi lebih aktif. Obat yang tidak bereaksi

akan diekresikan.

4. eksresi sisa

Setelah obat mengalami metabolism atau pemecahan,akan terdapat sisa zat yang

tidak dapat

dipakai. Sisa zat ini tidak bereaksi kemudian keluar melalui ginjal dalam bentuk

urin,dari intestinaldalam bentuk veses,dan dari paru-paru dalam bentuk udara.

Obat memiliki dua efek yaitu efek terapeutik dan efek samping. Efek

terapeutik obat memiliki kesesuaian terhadap efek yang di harapkan sesuai

kandungan obatnya seperti paliatif (berefek untuk mengurangi gejala),kuaratif

(memiliki efek pengobatan),suportif (berefek untuk menaikkan fungsi atau nrespons

tubuh),dubtitutif (berefek sebagai pengganti),efek kemoterapi (berefek untuk

mematikan atau menghambat),dan restorative (berefek untuk memulihkan

fungsi tubuh yang sehat). Efek samping merupakan efek yang tidak diharapkan,tidak

bisa diramal,dan bahkan kemungkinan dapat membahayakan seperti adanya

alergi,toksisitas (keracunan),penyakit iatrogenik,kegagalan dalam pengobatan,dan

lain-lain. (A.Aziz Alimul Hidayat,2009)

2.7.4 TEKNIK PEMBERIAN OBAT

Pemberian obat kepada pasien dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya :

oral,parenteral,rektal,vaginal,kulit,mata,telinga,hidung dan lain-lain. Pemberian di

lakukan dengan menggunakan prinsip lima tepat yakni tepat nama pasien,tepat

nama obat,tepat dosis obat,tepat cara pemberian,dan tepat waktu pemberian.

(A.Aziz Alimul Hidayat,2009)


BENTUK OBAT

1. Bentuk Oral

Pemberian obat oral dilakukan melalui mulut. Dalam pemberian obat oral,ada

beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat,yaitu adanya alergi terhadap

obat yang akan diberikan,kemampuan klien untuk menelan obat,adanya muntah

atau diare yang dapat mengganggu absorpsi obat,efek samping obat,interaksi obat

dan kebutuhan pembelajaran mengenai obat yang diberikan. Bentuk oral ini adalah

tablet,kapsul dan lozenges (obat isap).

a. Tablet

Bentuk,ukuran dan berat tablet itu bervariasi. Tablet itu dapat mengandung obat

murni,atau diencerkan dengan subtansi inert agar mencapai berat sesuai,atau

mengandung dua atau lebih obat dalam kombinasi. Tablet ini dapat berupa tablet

padat biasa,tablet sublingual (di larutkan di bawah lidah),tablet bukal (dilarutkan

antara pipi dan gusi),tablet bersalut-gula (menutupi bau atau rasa tidak enak),tablet

bersalut enteric (untuk mencegahnya larut dalam lambung dan sampai di usus halus

baru pecah),atau tablet lepas berkala (untuk melepaskan obat selang waktu

panjang).

b. Kapsul

Kapsul mengandung obat berupa bubuk,butiran bersalut dengan ketebalan berbeda

agar larut dengan kecepatan berbeda,yaitu kapsul keras,atau cairan dalam kapsul

lunak.

c. Lozenges

Obat padat ini akan larut secara berangsur dalam mulut. Mereka berguna bila

diperlukan kerja setempat di mulut atau tenggorokan.

Tujuan
1. Memberi obat yang memiliki efek lokal atau sistematik melalui saluran cerna.

2. Memberi obat tanpa harus merusak kulit dan jaringan.

3. Memberi obat tanpa menimbulkan nyeri.

2. BENTUK TOPIKAL

Bentuk ini dipakai untuk permukaan luar dan berfungsi melindungi atau

sebagai vehikel untuk menyampaikan obat. Bentuk penting adalah salep dan krim.

Salep di[akai untuk lesi kering dan bertahan dikulit lebih lama. Krim umumnya

dipakai untuk lesi basah.

3. BENTUK SUPOSITORIA

Supositoria adalah obat dalam bentuk mirip peluru dan akan mencair pada

suhu badan. Supositoria adalah cara memberi obat melalui rectum untuk lesi

setempat atau agar diserap sistemik.

4. BENTUK PESARRI

Serupa dengan supositoria namun bentuknya dirancanag khusus untuk

vagina.

5. BENTUK CAIRAN

Bentuk obat cairan terdapat tiga kelompok utama yaitularutan,suspense dan

emulsi.

Pemberian Obat Pada bayi dan Anak-Anak

1. Pilih sarana yang tepat untuk mengukur dan memberi obat pada bayi dan anak-

anak,seperti mangkuk plastik sekali pakai,pipet tetes,sendok,spuit plastik tanpa

jarum,atau spuit tuberkulin.

2. Larutkan obat oral dengan sedikit air.


3. Gerus obat yang berbentuk padat dan campurkan dengan zat lain yang dapat

mengubah

rasa pahit,misalnya madu atau pemanis buatan.

4. Posisikan bayi setengah duduk ketika memberi obat dan berikan obat secara

perlahan

5. Jika menggunakan spuit,letakan spuit disepanjang sisi lidah bayi.

6. Dapatkan informasi yang bermanfaat dari orang tua mengenai cara pemberian obat

yang terbaik bagi anak yang bersangkutan.

7. Jika anak tidak kooperatif selama pemberian obat,lakukan langkah berikut :

a. Letakkan anak di atas pangkuan anda dengan tangan kanan di belakang tubuh

anda.

b. Pegang erat tangan kiri anak dengan tangan kiri anda.

c. Amankan kepala anak dengan tangan kiri dan tubuh anda.

8. Berikan anak air minum setelah obat ditelan.

Lakukan hygiene oral setelah anak minum obat yang disertai pemanis. (A.Aziz

Alimul Hidayat,2009)

2.7.4 MACAMA – MACAM PEMBERIAN OBAT :

A. PEMBERIAN OBAT SUBLINGUAL

Pemberian obat sublingual dilakukan dengan cara meletakkan obat di bawah lidah

hingga obat habis diabsorpsi ke dalam pembuluh darah. (Aswidiastoeti

Hartana,2013)

Tujuan

1. Memberi obat yang mempunyai efek lokal atau sistemik.

2. Memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat dibandingkan pemberian secara oral
3. Mencegah kerusakan obat oleh hati

B. PEMBERIAN OBAT BUKAL

Pemberian obat bukal dilakukan dengan meletakkannya diantara gusi dan

membrane mukosa pipi.

Tujuan

1. Memberi obat yang memiliki efek sistemik atau lokal.

2. Memberi obat yang memiliki aksi kerja lebih cepat dibandingkan obat oral.

3. Mencegah kerusakan obat oleh hati.

C. PEMBERIAN OBAT PARENTERAL

Obat parenteral diberikan melalui pembuluh darah menggunakan spuit,yaitu dengan

memberikan obat dengan menginjeksi ke seluruh tubuh,bisa dengan cara

intracutan,subcutan,intra muscular dan intravena.

Tujuan

1. Menyediakan obat yang memberi reaksi lebih cepat disbanding pemberian obat

melalui rute lain.

2. Memicu reaksi setempat,misalnya tes alergi.

Membantu pemeriksaan diagnostic,misalnya menyuntikan zat kontras.(Aswidiastoeti

Hartana,2013)

D. Pemberian Obat Melalui Jaringan Intracutan

Memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit dilakukan sebagai tes

reaksi alergi terhadap jenis obat yang akan di gunakan . pemberian obat melalui

jaringan intrakutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis. Secara umum,

dilakukan pada daerah lengan, tangan bagian ventral. (A.Aziz Alimul Hidayat,2009)

E. Pemberian Obat Melalui Jaringan Subcutan


Pemberian obat melalui suntikan di bawah kulit dapat dilakukan pada daerah lengan

atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luara, daerah dada, dan

daerah sekitar umbilicus (abdomen). Umumnya, pemberian obat melalui jaringan

subkutan ini dilakukan dalam program pemberian insulin yang digunakan untuk

mengontrol kadar gula darah.

Terdapat dua tipe larutan insulin yang diberikan,yaitu jernih dan keruh. Larutan

keruh dimaksudkan sebagai insulin tipe reaksi cepat (insulin regular). Larutan yang

keruh termasuk tipe lambat karena adanya penambahan protein sehingga

memperlambat absorpsi obat.

F. Pemberian Obat Melalui Intravena (secara langsung)

Memberikan obat melalui vena secara langsung, diantaranya vena mediana

cubitus/cephalika

(daerah lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher), vena

frontalis/temporalis di daerah frontalis dan temporal dari kepala. Tujuannya agar

eaksi berlangsung cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.

G. Pemberian Obat Melalui Wadah Intravena (secara tidak langsung)

Memberikan obat intravena melalui wadah merupakan pemberian obat dengan

menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intravena. Tujuannya

untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam

darah.

H. Pemberian Obat Melalui Selang Intravena

I. Pemberian Obat Melalui Intramuskular

Memberikan obat melalui intramuskular merupakan pemberian obat dengan

memasukkannya kedalam jaringan otot. Loasi penyuntikannya dapat dilakukan di

dorsog luteal (posisi tengkurap), ventrogluteal (posisi berbaring), vastus lateralis


(daerah paha), atau deltoid (lengan atas). Tujuannya agar absorpsi obat dapat lebih

cepat.

J. Pemberian Obat Melalui Rektum

Memberikan obat melalui rektum merupakan pemberian obat dengan memasukkan

obat melalui anus dan kemudian rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan

sistematik. Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat supositoria yang

bertujan untuk mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah feses,

dan merangsang buang air besar

Pemberian obat yang memiliki efek lokal, seperti obat dulcolac supositoria,

berfungsi untuk meningkatkan defekasi secara lokal. Pemberian obat dengan efek

sistemik, seperti obat aminofilin supositoria, berfugsi mendilatasi bronkhus.

Pemberian obat supositoria ini di berikan tepat pada dinding rektal yang melewati

spichnter ani interna. Kontra indikasi pada pasien yang mengalami pembedahan

rektal.

K. Pemberian Obat per Vagina

Pemberian obat melalui vagina merupakan tindakan memasukkan obat melalui

vagina, yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran

vagina atau serfiks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan supositoria yang

digunakan untuk mengobati infeksi lokal. Apabila menggunakan obat jenis krim, isi

aplikator krim atau ikuti petunjuk krim yang tertera pada kemasan, renggangkan

lipatan labia, dan masukkan aplikator ±7,5 cm, serta dorong penarik aplikator untuk

mengeluarkan obat.

Pemberian Obat pada Kulit

Memberikan obat pada kulit merupakan pemberian obat dengan mengoleskannya di

kulit yang bertujuan mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan kulit,


mengurangi iritasi kulit, atau mengatasi infeksi. Jenis obat kulit yang diberikan dapat

bermacam-macam seperti krim, losion, aerosol, dan spray.

Pemberian Obat Pada Mata

Pemberian obat pada mata dengan obat tetes mata atau salep mata digunakan

untuk perisapan pemeriksaan struktur internal mata dengan mendilatasi pupil,

pengukuran refraksi lensa dengan melemahkan otot lensa, serta penghilangan iritasi

mata.

L. Pemberian Obat pada Telinga

Memberikan obat pada telinga dilakukan dengan obat tetes telinga atau salep. Pada

umumnya, obat tetes telinga yang dapat berupa obat antibiotic di berikan pada

gangguan infeksi telinga, khususnya otitis media pada telinga tengah.

M. Pemberian Obat pada Hidung

Memberikan obat tetes hidung dapat dilakukan pada hidung seseorang dengan

keradangan hidung (rhinitis) atau nasofaring. (A.Aziz Alimul Hidayat,2009)

Anda mungkin juga menyukai