Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu tentang parasit telah lama menunjukan peran pentingnya dalam bidang kedokteran hewan dan
manusia namun masih banyak penyakit baik pada hewan dan manusia yang merupakan masalah
kesehatan di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan terjadinya urbanisasi yang tidak
diimbangi sarana dan prasarana, telah menambah banyaknya dearah kumuh di perkotaan. Makin
berkurangnya air bersih, pencemaran air dan tanah menciptakan kondisi lingkungan fisik yang
memungkinkan perkembangan vektor dan sumber infeksi termasuk oleh penyakit parasitik.

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevelansinya terutama pada penduduk di
daerah tropik seperti di Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup besar bagi bidang kesehatan
masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia berada dalam kondisi geografis dengan temperatur dan
kelembaban yang sesuai, sehingga kehidupan cacing ditunjang oleh proses daur hidup dan cara
penularannya.

Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat sebagai spesies,
parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang berbagai bentuk
pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Identifikasi parasit juga bergantung
pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan baik dalam keadaan hidup maupun sediaan
yang telah di pulas. Bahan yang akan di periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau
protozoa usus maka bahan yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan
jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis.

Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan yang dikeluarkan
lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal produksi 100 – 200 gram / hari. Terdiri dari air,
makanan tidak tercerna, sel epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan
serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya dengan frekuensi
defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu.

Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama dikenal
untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang
berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern , dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih
diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai
macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses , cara pengumpulan sampel yang benar serta
pemeriksan dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh
klinisi.

Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva infektif.
Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang
yang di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000). Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan
metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung,
metode harada mori, dan Metode kato. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus,
sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing yang
ada di dalam usus. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat
dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya
infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit
yang ditemukan.

Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan.
Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya
berdasarkan pada gejalaklinik kurang dapat dipastikan. Misalnya, infeksi yang disebabkan oleh
cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Infeksi ini lebih bamyak ditemukan pada anak-anak yangsering
bermain di tanah yang telah terkontaminasi, sehingga mereka lebih mudahterinfeksi oleh cacain-
cacing tersebut. Biasanya hal ini terjadi pada daerah di mana penduduknya sering membuang tinja
sembarangan sehingga lebih mudah terjadi penularan. Pengalaman dalam hal membedakan sifat
berbagai spesies parasit, kista, telur, larva, dan juga pengetahuan tentang bentuk pseudoparasit dan
artefak yang dikira parasit, sangat dibutuhkan dalam pengidentifikasian suatu parasit.

B. Tujuan

1. Mengetahui pemeriksaan feses kualitatif dengan metode apung.

2. Mengetahui adanya telur parasit dalam sampel feses

BAB II
METODE PENGAMATAN

A. Macam-macam

Pemeriksaan telur cacing pada feses, terdapat dua macam cara pemeriksaan, yaitu secara kualitatif
dan kuantitatif.

1. Pemeriksaan secara Kualitatif

I.1. Metode Natif (Direct slide)

Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk
infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl
fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan
telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya.

I.2. Metode Apung (Flotation method)


Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan
atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini
digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas
berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk
memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil
untuk telur-telurNematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari
familiTaenidae, telur-telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.

I.3. Metode Harada Mori

Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacingAncylostoma Duodenale,
Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris danTrichostronngilus yang didapatkan dari feses yang
diperiksa. Teknik ini memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada
kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang
terdapat pada ujung kantong plastik.

I.4. Metode Selotip

Metode ini digunakan untuk mengetahui adanya telur cacing Enterobius vermicularis pada anak yang
berumur 1 – 10 tahun.

2. Pemeriksaan secara Kuantitatif

2.1. Metode Kato

Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut teknik Kato. Pengganti
kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong “cellahane tape”. Teknik ini lebih banyak telur cacing
dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara
massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat
diagnosa.

B. Maksud dan Tujuan

1. Metode Natif

Maksud : Menemukan telur cacing parasit pada feses yang diperiksa.

Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit pada seseorang yang diperiksa fesesnya.

2. Metode Apung (Floatation method)

Maksud : Mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi ringan.

Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus pada seseorang yang diperiksa
fesesnya.

3. Metode Harada Mori


Maksud : Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus,
Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus spatau mencari larva cacing-cacing parasit usus yang
menetas diluar tubuh hospes.

Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing tambang.

4. Metode Selotip (Cellotape method)

Maksud : Mengetahui adanya telur cacing Enterobius vermicularis pada anak yang berumur 1 –
10 tahun.

Tujuan : Mengetahui presentase anak yang terinfeksi E. vermicularis.

5. Metode Kato

Maksud : Menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur.

Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit dan untuk mengetahui berat ringannya
infeksi cacing parasit usus

C. Dasar Teori

Kecacingan merupakan salah satu mikroorgisme penyebab penyakit dari kelompok helminth
(cacing), membesar dan hidup dalam usus halus manusia, Cacing ini terutama tumbuh dan
berkembang pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan sanitasi yang buruk.
Terutamanya pada anak-anak. Cacing-cacing tersebut adalah cacing gelang, cacing cambuk dan
cacing tambang dan cacing pita.

D. Alat dan Bahan

Alat:

1. Penyaring teh

2. Tabung reaksi

3. Rak tabung

4. Gelas ukur

5. Batang pengaduk (Lidi)

6. Object glass

7. Cover glass

8. Mikroskop

9. Beaker glass

Bahan:
1. Sampel tinja sebanyak 10 gram atau sebesar biji kacang

2. NaCl jenuh 33%

E. Cara Kerja

Praktikum kali ini menggunakan metode kualitatif yaitu metode apung tanpa sentrifugasi, adapun
cara kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

1. Siapkan alat dan bahan

2. Tuangkan NaCl 33% jenuh kedalam beaker glass sebanyak 100 ml.

3. Campurkan 100 ml NaCl jenuh dengan 10 gram tinja kemudian diaduk sehingga larut.

4. Selanjutnya disaring dengan menggunakan penyaring teh.

5. Masukkan campuran tinja dan larutan NaCl yang telah disaring tersebut ke dalam tabung reaksi
hingga penuh dan terlihat cembung.

6. Didiamkan selama 5-10 menit kemudian ditutup dengan cover


glass, laluletakkan cover glass pada obyek glass.

7. Selanjutnya letakkan preparat pada meja spesimen kemudian amati menggunakan mikroskop.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

No. Nama Umur Alamat Hasil Keterangan

Ditemukan
Desa Ciberem Rt
1. Diok 8,5 tahun Positif telurcacing Ascaris
01/02, Sumbang
lumbricoides

Desa Ciberem, Tidak ditemukan telur,


2. Nesa 8 tahun Negatif
Kec. Sumbang kista dan larva pada tinja
Desa Ciberem, Tidak ditemukan telur,
3. Nurdin 9 tahun Negatif
Kec. Sumbang kista dan larva pada tinja

B. Pembahasan

B.1. Percobaan 1

Dari percobaan yang kami lakukan dengan menggunakan metode Apung seperti pada tabel diatas,
dapat diketahui bahwa telur Ascaris lumbricoides diperoleh hasil pemeriksaan positif, sedangkan
pada telur selain Ascaris lumbricoides diperoleh hasil negatif sehingga anak tersebut
menderita Ascariasis.

Gambar Telur Ascaris lumbricoides

Berdasarkan pemeriksaan feses dengan metode apung yang telah dilakukan, ditemukan telur
cacing Ascaris lumbricoides fertil pada feses anak SD kelas 2 bernama Diok. Telur tersebut memiliki
ciri-ciri berbentuk oval, memiliki dinding ysng terdiri dari tiga lapis. Lapisan terluar telur memiliki
permukaan yang tidak rata, bergerigi, warnanya kecoklat-coklatan karena pigmen empedu, lapisan
ini dinamakan lapisan albuminoid. Lapisan tengah berupa lapisan kitin sedangkan lapisan
dalam berupa membran vitelin. Ciri-ciri yang telah disebutkan sesuai dengan ciri-ciri telur Ascaris
lumbricoides yang fertil,sehingga Diok dinyatakan positif terinfeksi parasit Ascaris lumbricoides.

Ascaris lumbricoides adalah cacing parasit usus yang ukurannya paling besar. Biasa disebut dengan
cacing gelang yang hidup di vili duodenum dan jejunum. Jika di dalam telur cacing dalam feses,
berarti ada cacing dewasa yang hidup di usus Diok. Jumlah telur yang ditemuakan pada spesimen
didapatkan sekitar 8 butir dalam beberapalapang pandang, berarti Diok berada pada stadium
infeksi sangat ringan. Menurut pemaparan ibu dari Diok, gejala yang dirasakan Diok diantaranya
yaitu kurang nafsu makan, sehingga jarang buang air besar. Walaupun masih dalam tahap
ringan Diokharus segera mendapatkan pengobatan yang tepat agar infeksi tidak berlanjut pada
tahap sedang.

Pengobatan yang bisa diberikan untuk penderita yaitu dengan obat piperasin, pirantel pamoat,
albendazol dan mebendazol. Pengobatan dari Ascaris lumbricoides ini termasuk pada obat yang
mudah diterima masyarakat karena pemakaiannya sederhana, efek sampingnya minim dan harganya
termasuk murah. Jika tidak segera diobati cacing bisa lebih banyak bereproduksi dan telur cacing
pada feses dapat mencemari lingkungan.

Infeksi cacing Ascaris lumbricoides pada Diok ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi
kebersihan rumah, lantai yang masih terbuat dari tanah dapat menjadi tempat transmisi dari telur
cacing tersebut. Tanahnya lembab dan sedikit basah sehingga memungkinkan telur dapat tumbuh
dengan baik. Kurangnya frekuensi cuci tangan sebelum dan sesudah makan atau buang air
besar. Diok juga suka bermain tanah di sekitar rumah semisal saat bermain kelereng, sehingga
sangat memungkinkan telur cacing tertelan saat makan makanan ringan tanpa mencuci tangan

Infeksi oleh parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Diagnosis yang
berdasarkan gejala klinik saja kurang dapat dipastikkan, segingga harus dengan bantuan
pemeriksaan labolatorium. Bahan yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasit, untuk cacing
atau protozoa usus maka bahan yang diperiksa adalah tinja. Identifikasi terhadap kebanyakkan telur
cacing dapat dilakukan dalam bebrapa hari setelah tinja dikeluarkan.

Oleh karena itu Untuk dapat mengatasi infeksi cacing secara tuntas, maka upaya pencegahan dan
terapi merupakan usaha yang sangat bijaksana dalam memutus siklus penyebaran infeksinya.
Pemberian obat anti cacing secara berkala setiap 6 bulan dapat pula dikerjakan. Menjaga kebersihan
diri (Ian lingkungan serta sumber bahan pangan adalah merupakan sebagian dari usaha pencegahan
untuk menghindari dari infeksi cacing. Memasyarakatkan cara-cara hidup sehat, terutama pada
anak-anak usia sekolah dasar, dimana usia ini merupakan usia yang sangat peka untuk menanamkan
dan memperkenalakan kebiasaan-kebiasaan baru.

Kebiasaan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala seperti :

 Budayakan kebiasaan dan perilaku pada diri sendiri, anak dan keluarga untuk mencuci tangan
sebelum makan. Kebiasaan akan terpupuk dengan baik apabila orangtua meneladani. Dengan
mencuci tangan makan akan mengeliminir masuknya telur cacing ke mulut sebagai jalan masuk
pertama ke tempat berkembang biak cacing di perut kita.

 Pakailah alas kaki jika menginjak tanah. Jenis cacing ada macamnya. Cara masuknya pun beragam
macam, salah satunya adalah cacing tambang (Necator americanus ataupun Ancylostoma
duodenale). Kedua jenis cacing ini masuk melalui larva cacing yang menembus kulit di kaki, yang
kemudian jalan-jalan sampai ke usus melalui trayek saluran getah bening. Kejadian ini sering disebut
sebagai Cutaneus Larva Migran.

 Gunting dan bersihkan kuku secara teratur. Kadang telur cacing yang terselip di antara kuku Anda
dan selamat masuk ke usus Anda dan mendirikan koloni di sana.

 Jangan buang air besar sembarangan dan cuci tangan saat membasuh. Setiap kotoran baiknya
dikelola dengan baik, termasuk kotoran manusia. Di negara kita masih banyak warga yang
memanfaatkan sungai untuk buang hajat. Dengan perilaku ini maka kotoran-kotoran ini akan liar
tidak terjaga, sehingga mencemari lingkungannya. Dan, jika lingkungan sudah cemar, penularan
sering tidak pandang bulu. Orang yang sudah menjaga diri sebersih mungkin sekalipun masih dapat
dihinggapi parasit cacing ini.
 Bertanam atau Berkebunlah dengan baik. Ambillah air yang masih baik untuk menyiram
tanaman. Agar air ini senantiasa baik maka usahakan lingkungan sebaik mungkin. Menjaga alam ini
termasuk bagian dalam merawat kesehatan.

 Pedulilah dengan lingkungan, maka akan dapat memanfaatkan hasil yang baik. Jika air yang
digunakan terkontaminasi dengan tinja manusia, bukan tidak mungkin telur cacing bertahan pada
kelopak-kelopak tanaman yang ditanam dan terbawa hingga ke meja makan.

 Cucilah sayur dengan baik sebelum diolah. Cucilah sayur di bawah air yang mengalir.

 Hati-hatilah makan makanan mentah atau setengah matang, terutama di daerah yang sanitasinya
buruk.

 Buanglah kotoran hewan hewan peliharaan kesayangan Anda seperti kucing atau anjing pada
tempat pembuangan khusus.

 Pencegahan dengan meminum obat anti cacing setiap 6 bulan, terutama bagi Anda yang risiko
tinggi terkena infestasi cacing ini, seperti petani, anak-anak yang sering bermain pasir, pekerja
kebun, dan pekerja tambang (orang-orang yang terlalu sering berhubungan dengan tanah.

Jika penyakit kecacingan ini sudah menjangkit sebaiknya dilakukan pengobatan dengan cara
penanganan untuk mengatasi infeksi cacing dengan obat-obatan merupakan pilihan yang dianjurkan.
Obat anti cacing Golongan Pirantel Pamoat (Combantrin dan lain-lain) merupakan anti cacing yang
efektif untuk mengatasi sebagian besar infeksi yang disebabkan parasit cacing. Intervensi berupa
pemberian obat cacing ( obat pirantel pamoat 10 mg / kg BB dan albendazole 10 mg/kg BB ) dosis
tunggal diberikan tiap 6 bulan pada anak untuk mengurangi angka kejadian infeksi ini pada suatu
daerah .Paduan yang serasi antara upaya prevensi dan terapi akan memberikan tingkat keberhasilan
yang memuaskan, sehingga infeksi cacing secara perlahan dapat diatasi secara maksimal, tuntas dan
paripurna.

B.2. Percobaan 2

Percobaan kedua ini setelah diamati dari berbagai lapang pandang, pada sampel feses tidak
ditemukan adanya telur cacing, atau dapat dikatakan bahwa Nesa tidak terinfeksi cacing parasit atau
adanya kemungkinan terjadi kesalahan dalam Praktikum Pemeriksaan Feses ini.

Kesalahan yang mungkin terjadi dalam Praktikum kali ini adalah :

 Kesalahan Praktikan, yaitu kesalahan pada saat melakukan praktikum. Kesalahan-kesalahan


tersebut dapat berupa kesalahan dalam melakukan langkah-langkah atau cara kerja Praktikum,
kesalahan menggunakan alat-alat atau ketidakcermatan praktikan dalam mengamati preparat feses
sehingga tidak dapat menemukan adanya yelur cacing dalam preparat tersebut.

 Kesalahan pada pengambuilan sampel feses, yaitu kesalahan manusia/hospes, apakah diambil
pada tempat pembuangan/kloset atau tidak langsung dari perianal, apakah tercampur dengan urin
atau yang lainnya.

 Kesalahan penyimpanan feses, yaitu kesalahan pada tempat yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan feses. Baik dari faktor suhu maupun kondisi ruangan yang tidak steril. Selain itu juga
waktu antara pengambilan sampel feses dengan waktu dilakukannya Pemeriksaan yang terlalu lama
juga dapat mempengaruhi hasil dari Pemeriksaan atau Praktikum ini.

Adapun hambatan-hambatan yang ditemui selama melakukan Praktikum Pemeriksaan feses kali ini
adalah :

Keterbatasan alat-alat praktikum, yaitu jumlah alat yang digunakan untuk praktikum yang kurang
memadai, sehingga kelompok kami hanya melakukan Pemeriksaan dengan satu metode yaitu
metode apung tanpa sentrifugasi sedangkan kelompok yang lain melakukan dengan dua metode
yaitu metode apung dengan sentrifugasi dan tanpa sentrifugasi.

Karena bahan yang digunakan pada Praktikum adalah feses, maka Praktikan harus menahan bau
yang menyengat yang ditimbulkan dari feses tersebut.

B.3. Percobaan 3

Percobaan ketiga setelah diamati dari berbagai lapang pandang, diperoleh hasil negatif (tidak
ditemukan telur cacing). Hasil negatif pada metode yang dilaksanakan dapat disebabkan antara lain :

Sampel tinja yang diperoleh dari orang yang sehat (tidak terinfeksi cacing parasit).

Kurang ketelitian dan kecerobohan praktikan dalam melakukan praktikum. Misalnya pada metode
apung, saat larutan feses didiamkan pada tabung reaksi, tabung reaksi goyang sehingga telur yang
sudah terapung mengendap lagi.

Kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi telur maupun larva cacing parasit.

Praktikan kurang paham tentang urutan kerja pada masing-masing metode.

Pada saat diambil fesesnya, cacing belum bertelur sehingga tidak ditemukan telur pada feses.

Identifikasi parasit tergantung dari persiapan bahan yang baik untuk memeriksa dengan mikroskop,
baik dalam keadaan hidup maupun sebagai sediaan yang telah dipulas. Hal yang menguntungkan
adalah untuk mengetahui kira-kira ukuran dari bermacam-macam parasit tetapi perbedaan
individual tidak memungkinkan membedakan spesies hanya dengan melihat besarnya. Tinja sebagai
bahan pemeriksa harus dikumpulkan didalam suatu tempat yang bersih dan kering bebas dari urine.
Identifikasi terhadap kebanyakan telur cacing dapat dilakukan dalam beberapa hari setelah tinja
dikeluarkan (Kurt, 1999).

IV. PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Percobaan pertama yaitu sampel feses dari Diok positif terinfeksi cacing parasit usus Ascaris
lumbricoides berdasarkan pengamatan morfologi telur cacing dari sampel feses segar. Pemeriksaan
tersbut dilakukan dengan cara metode apung (flotation metodhe).

Percobaan kedua dan ketiga yaitu masing-masing dari sampel feses Nesa dan Nurdin diperoleh hasil
negatif terinfeksi cacing.

Metode apung (Floating method) adalah metode dengan menggunakan larutan NaCl jenuh atau
larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan
mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung
sedikit telur.

Kelebihan dari metode ini adalah baik untuk semua jenis telur baik untuk infeksi berat dan ringan.
Telur yang ditemukan terpisah dari kotoran.

Kekurangan dari metode ini adalah penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang lama
sehingga perlu ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi.

B. Saran

Semua anggota keluarga hendaknya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari, diantaranya sebagai berikut : Membuat jamban keluarga,
meningkatkan higiene perseorangan, tidak buang air besar di sembarang tempat, tidak
menggunakan tinja sebagai pupuk, perbaiki sanitasi lingkungan dan rajin mencuci tangan.

Bagi para praktikan supaya lebih memperhatikan prosedur penelitian yang telah ditetapkan. Selain
itu, para praktikan di tekankan untuk menjaga kebersihan agar tak ada penularan lanjutan dari telur
yang ditemukan.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, H. W. 1969. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia, Jakarta.

Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan


Sekolah Menengah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Heryy. 2000. Parasitologi Kedokteran. Fakultas kedokteran UI,
Jakarta.

Hardidjaja, Pinardi & TM. 1994. Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran. FKUI, Jakarta.

Kadarsan, S. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.

Kurt. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume . Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Neva, F.A. and H.W.Brown. 1994. Basic Clinical Parasitology, Appleton and Lange, New York,

Noble, R.N. 1961. An Illustrated Laboratory Manual of parasitology, Burgess Publishing, Minnesota.
Soejoto dan Soebari. 1996. Parasitologi Medik Jilid 3 Protozoologi dan Helmintologi.EGC, Solo.

Tierney, L. M., S. J. McPhee, M. A. Papadakis. 2002. Current Medical Diagnosis

and Treatment,Mc Graw Hill Company, New York.


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bakteri adalah organisme bersel tunggal yang hidup bebas dan mampu bereproduksi sendiri
tetapi menggunakan hewan sebagai penjamu untuk mendapatkan makanan. Bakteri tidak
memiliki inti sel. Bakteri terdiri atas sitoplasma yang dikelilingi oleh sebuah dinding sel yang
kaku yang terbuat dari suatu zat khusus yang disebut peptidoglikan, didalam sitoplasma
terdapat materi genetik, baik DNA maupun RNA, dan struktur intrasel yang diperlukan untuk
metabolisme energi. Bakteri bereproduksi secara aseksual melalui replikasi DNA dan
pembelahan sel sederhana. Pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, hal ini disebabkan
karena banyak bakteri yang tidak mempunyai zat warna. Bakteri yang hidup hampir tidak
berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara
untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode
pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya
yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan.

Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari interaksi metabolit-metabolit
yang dihasilkan dengan reagen-reagen kimia. Kemampuan bakteri menggunakan senyawa
tertentu sebagai sumber karbon dan sumber energiyang dapat digunakan untuk identifikasi. Uji-
uji biokimia yang biasanya dipakai dalam kegiatan identifikasi bakteri atau mikroorganisme
yaitu antara lain adalah, uji gelatin, uji oksidatif/fermentatif, uji motilitas, dan
uji oksidase (Dicky,2013).

B. Tujuan

a. Identifikasi Bakteri

1. Pewarnaan Gram

Tujuan dari praktikum ini adalah memahami cara melakukan pewarnaan gram.
2. Uji Katalase

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati kegiatan enzimatik bakteri khususnya
keberadaan enzim katalase dalam mikrobia.

b. Identifikasi Jamur

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari cara mengidentifikasi jamur.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Karakterisasi dan klasifikasi sebagian besar mikroba seperti bakteri berdasarkan pada reaksi
enzimatik ataupun biokimia. Mikroba dapat tumbuh pada beberapa tipe media, memproduksi tipe
metabolit tertentu yang di deteksidengan interaksi mikroba dengan reagen tes yang menghasilkan
warna reagen. Reaksi-reaksi dalam sel akan teridentifikasi dengan melakukan pengujian-pengujian
tertentu. Sel akan memberikan respon sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, misalnya
menghasilkan enzim katalase, enzim gelatinase atau kemamupuan untuuk menghidrolisis
lemak. Secara morfologis, biakan maupun sel bakteri yang berbeda dapat tampak serupa. Karena
itu ciri fisiologis atau biokimiawi merupakan kriteria yang amat penting di dalam identifikasi
spesimen yang tidak dikenal. Tanpa hasil pengamatan fisiologis yang memadai mengenai
organisme yang diperiksa maka penentuan spesiesnya tidaklah mungkin dilakukan (Dicky,2013).

Bakteri E.coli dikenal sebagai salah satu bakteri yang menyebabkan gangguan pencernaan pada
manusia. Bakteri ini termasuk dalam kelompok bakteri berbentuk pendek dan tumbuh ideal pada
suhu 20-40°C. Bakeri Staphylococcus aureus ditemukan pada kulit dan hidung manusia. Salah satu
penyakit berbahaya yang disebabkan oleh bakteri satu ini ialah MRSA (Methicilin-Resistant
Staphylococcus Aureus) yang kebal terhadap antibiotik. Pentingnya mengetahui kemampuan
bakteri E. coli dan S. aureus dalam melakukan metabolisme serta mengetahui perbedaan sifat dari
bakteri E. coli dan S. aureus (Dicky,2013).

Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah
dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat
fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan. Prinsip
dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara komponen seluler dari bakteri dengan
senyawa aktif dari pewarnaan yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan
listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarnaan. Berdasarkan adanya muatan ini
maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa. Teknik Pewarnaan bukan pekerjaan
yang sulit tapi perlu ketelitian dan kecermatan bekerja serta mengikuti aturan dasar yang
berlaku. Setiap sel terdiri dari berbagai bahan kimia. Setiap sel akan menunjukkan susunan
kimiawi yang spesifik. Sebagai contoh, bakteri Gram negatif memiliki lipopolisakarida dalam
dinding selnya, Sedangkan bakteri Gram positif tidak. Sebaliknya pada banyak bakteri Gram positif
terdapat asam teikoat. Bahan kimia ini tidak ditemukan pada gram negatif. Karakteristik
utamanya adalah tebalnya lapisan peptidoglikan pada dinding sel. Akibatnya, pada saat prosedur
pewarnaan Gram, meninggalkan warna biru. Dinding sel Gram positif biasa ditemukan
pada Actinobacteria dan Firmicutes. Tidak seperti dinding sel Gram positif, dinding sel Gram
negatif memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis. Hal ini menyebabkan lunturnya warna
biru/merah muda saat disiram etanol(Kalisthiana,2014).
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri yang diuji. Kebanyakan
bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim
katalase penting untuk pertumbuhan aerobik karena H2O2 yang dibentuk dengan pertolongan
berbagai enzim pernafasan bersifat racun terhadap sel mikroba. Beberapa bakteri yang termasuk
katalase negatif adalah Streptococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, dan Clostridium. Beberapa
bakteri mampu memproduksi enzim katalase. Beberapa bakteri diantaranya memproduksi
katalase lebih banyak daripada yang lain. Ini ditunjukkan dengan jumlah yang banyak pada bakteri
aerob. Sedangkan bakteri anaerob obligat tidak memproduksi enzim katalase karena mereka tidak
memerlukan enzim tersebut untuk mendapatkan oksigen (Yulianti,2014).

Fungi adalah mikroorganisme tidak berklorofil, berbentuk hifa atau sel tunggal, eukariotik,
berdinding sel dari kitin atau selulosa, bereproduksi seksual dan aseksual dalam dunia kehidupan
fungi merupakan kingdom tersendiri, karena cara mendapatkan makanannya berbeda dari
organisme eukariotik lainnya yaitu melalui absorbsi. Sebagian besar tubuh fungi terdiri atas
benang-benang yang disebut hifa yang saling berhubungan berjalin semacam jala, yaitu miselium.
Miselum dapat dibedakan atas miselium vegetatif yang berfungsi menyerap nutrien dari
lingkungan dan miselium fertil yang berfungsi dalam reproduksi. Konidianya atau tubuh buahnya
dapat mempunyai warna (merah, hitam, jingga, kuning, kream, putih, abu-abu, coklat, kebiru-
biruan dan sebagainya). Pada daun, batang kertas, tekstil, kulit dan lain lain. Tubuh buah fungi
lebih mencolok karena dapat langsung diilihat dengan mata kasat, sedangkan miselium vegetatif
yang menyerap makanan hanya dapat dilhat menggunakan mikroskop (Hermawan,2013).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu Dan Tempat

Praktikum identifikasi mikrobia ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 13 dan 20 Oktober 2014
pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Teknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

B. Bahan Dan Alat

a. Identifikasi Bakteri

1. Pewarnaan Gram

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah Biakan hasil isolasi (Bakteri E.coli dan
Bakteri Eureus).

Alat yang digunakan adalah 1). Bak Pewarna 2 ). Jarum Ose 3). Kaca Objek 4). Kertas Serap 5).
Mikroskop Majemuk 6). Minyak Celup
2. Uji Katalase

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah Biakan hasil isolasi dan hidrodgen
peroksida (H2O2).

Alat yang digunakan adalah 1). Jarum Ose dan 2). Kaca Objek bersih

b. Identifikasi Jamur

Bahan yang digunakan adalah 1). Alumunium Foil 2). Alkohol 3).Ampicilyn 4). Aquadest Steril 5).
Lactophenol Blue 6). Media PDA steril 7). Kapas 8). Karet Gelang 9). Kertas Tissue Steril 10).
Spiritus 11). Wrapping

Alat yang digunakan adalah 1). Cawan Petri Steril 2). Cover Glass Steril 3). Jarum Ose 4). Kaca
Objek 5). Spatula.

C. Cara Kerja

a. Identifikasi Bakteri

1. Pewarnaan Gram

Cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1) Kaca objek yang bersih disiapkan.

2) Disiapkan 2 olesan bakteri pada kaca objek dengan jarak antara kedua olesan tersebut paling
sedikit 2 cm.

3) Kaca objek tersebut difiksasi diatas bunsen selama beberapa menit.

4) Setelah difiksasi, kaca objek diletakkan diatas rak kawat bak pewarna.

5) Olesan bakteri digenangi dengan pewarna primer yaitu ungu krystal selama 1 menit.

6) Menggunakan pinset, kaca objek dimiringkan diatas rak pewarna untuk membuang kelebihan
ungu krystal lalu dibilas dengan aquadest.

7) Kaca objek ditiriskan dan kembalikan ke atas rak kawat pada bak pewarna.
8) Olesan kemudian digenangi dengan larutan iodium selama 2 menit dan kemudian lakukan
seperti langkah 6.

9) Olesan dicuci dengan larutan pemucat tetes demi tetes selama 30 detik atau sampai zat warna
ungu kristal tidak terlihat mengalir lagi.

10) Cuci kembali dengan aquadest dan ditiriskan.

11) Lalu genangi dengan safranin sebagai pewarna tandingan selama 30 detik.

12) Lakukan kembali langkah 6 dan langkah 7.

13) Olesan bakteri diamati warnanya, apakah berwarna biru gelap atau ungu (gram positif) atau
bewarna merah muda (gram megatif).

2. Uji Katalase

Cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1) Kaca Objek yang bersih disiapkan.

2) Dua tetes hidrogen peroksida diletakkan diatas kaca objek, kemudian secara aseptik biakan
murni bakteri dipindahkan keatas tetesan hidrogen peroksida dengan jarum ose.

3) Uji positif ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung oksigen yang menunjukkan


bahwa mikrobia tersebut menghasilkan enzim katalase yang mengubah hidrogen peroksida
menjadi air dan O2.

b. Identifikasi Jamur

Cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1) Media PDA steril sebanyak 5 ml disiapkan secara aseptis kedalam cawan petri dan dibiarkan
hingga membeku.

2) Media PDA steril yang telah beku dipotong persegi dengan ukuran ± 1cm x 1cm, diletakkan
diatas kaca objek yang telah disterilkan terlebih dahulu.

3) Diambil satu mata ose jamur yang akan dibiakkan kemudian digoreskan pada keempat sudut
PDA steril diatas kaca objek, kemudian ditutup dengan kaca penutup yang telah disterilkan.

4) Cawan petri steril disiapkan pada bagian dalamnya dialasi dengan kertas tissue steril
kemudian ditetesi dengan 5 ml aquadest steril.

5) Kaca objek yang telah berisi biakan jamur dimasukkan kedalam cawan petri kemudian ditutup
dan diberi wrapping pada sekeliling pinggir bagian penutup untuk mencegah kontaminan.

6) Inkubasi pada suhu kamar selama 48 jam.


7) Setelah 48 jam, kaca objek yang berisi biakan dikeluarkan dari cawan petri, medianya dibuang.
Kaca objek ditetesi dengan satu tetes lactophenol blue, tutup dengan kaca penutup biarkan
selama 1 jam supaya larutan lactophenol blue meresap kedalam hipa jamur.

8) Diamati struktur jamur dengan menggunakan mikroskop yang meliputi bentuk hipa, spora dan
konidia jamur.

IV. PEMBAHASAN

Pembahasan

Judul pada praktikum kali ini adalah identifikasi mikrobia. Identifikasi mikrobia ini ada dua kali
identifikasi yaitu identifikasi bakteri dan identifikasi jamur. Pada identifikasi bakteri kita
menggunakan bakteri E.coli dan Aureus. Diuji ini kita akan melakukan pewarnaan gram dan
uji katalase.

Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang paling penting dan
luas yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Dalam proses ini, olesan bakteri yang sudah
terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut : zat pewarna kristal violet, larutan yodium, larutan
alkohol (bahan pemucat), dan zat pewarna tandingannya (counterstain) berupa zat warna
safranin.Bakteri yang terwarnai dengan metode ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri
Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif. Bakteri Gram positif akan mempertahankan zat
pewarna kristal violet dan karenanya akan tampak berwarna ungu tua di bawah mikroskop.
Adapun bakteri gram negatif akan kehilangan zat pewarna kristal violet setelah dicuci dengan
alkohol, dan sewaktu diberi zat pewarna tandingannya yaitu dengan zat pewarna air fuchsin
atau safranin akan tampak berwarna merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh perbedaan
dalam struktur kimiawi dinding selnya. Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan gambaran
mikroskop bahwa bakteri E.coli mempunyai warna merah muda, ini membuktikan bahwa
bakteri ini gram negatif, dengan morfologi bentuk basil yang memanjang kurus dan kecil-kecil.
Bakteri Aureus mempunyai warna biru gelap atau keunguan, dan menandakan bahwa bakteri ini
termasuk gram positif dan berbentuk coccus.
Uji katalase dilakukan dengan diambilnya satu ose koloni bakteri B secara aseptis dan
diinokulasikan pada kaca objek. Setelah itu, dengan menggunakan pipet tetes, H2O2 diteteskan
pada kaca objek secukupnya dan ambil sampel bakteri E.coli dan Aureus dengan menggunakan
jarum ose dan dipindahkan diatas tetesan H2O2. Kemudian diamati, jika ada gelembung beberapa
saat setelah penetesan larutan H2O2 maka hasil uji positif dan jika tidak ada gelembung maka
hasilnya negatif. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan kami mendapatkan hasil bahwa E.coli
dan Aureus hasil nya negatif. Bakteri katalase negatif tidak menghasilkan gelembung-gelembung.
Hal ini berarti H2O2 yang diberikan tidak dipecah oleh bakteri katalase negatif, sehingga tidak
menghasilkan oksigen. Bakteri katalase negatif tidak memiliki enzim katalase yang menguraikan
H2O2.

Uji kedua yang dilakukan di praktikum identifikasi mikrobia ini adalah identifikasi jamur.
Sampel jamur yang digunakan adalah jamur tempe. Pada praktikum identifikasi jamur, saat
pengambilan inokulum jamur harus hati-hati agar koloni jamur tidak terpecah-pecah dan mulai
diamati. Pemberian lactophenol cotton blue jangan terlalu banyak karena berpengaruh terhadap
pengamatan melalui mikroskop. Gunakan kertas isap atau tissue untuk mengeringkan air dan
pewarna disekeliling kaca penutup, lalu amati dengan mikroskop. Untuk membedakan ketiga
spesies jamur yang di amati, dapat dilihat dari stuktur tubuh yang dimiliki oleh setiap jenis
jamur. Struktur jamur tempe ini adalah miseliumnya bercabang banyak dan tidak bersekat –
sekat dengan hifa yang bersifat senositik. Jamur ini termasuk kelas zygomycetes karena
membentuk spora istirahat yang berdinding tebal yang disebut zigospora. Pada praktikum ini,
kami mendapatkan hasil yang negatif. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan yang
dilakukan oleh praktikan sehingga tidak mendapatkan hasil yang sesuai, kemungkinan
kesalahan yang terjadi terdapat pada praktikan yang kurang teliti saat melakukan identifikasi.
V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum kali ini adalah :

1. Praktikum identifikasi mikrobia ini dilakukan dua kali yaitu identifikasi bakteri dan identifikasi
jamur.

2. Kemampuan bakteri menggunakan senyawa tertentu sebagai sumber karbon dan sumber
energi yang dapat digunakan untuk identifikasi.

3. Pewarnaan gram berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi
dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan.

4. Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri yang diuji.

5. Bakteri katalase negatif tidak menghasilkan gelembung-gelembung. Hal ini berarti H2O2 yang
diberikan tidak dipecah oleh bakteri katalase negatif, sehingga tidak menghasilkan oksigen.
Bakteri katalase negatif tidak memiliki enzim katalase yang menguraikan H2O2.

6. Bakteri katalase positif akan memecah H2O2 menjadi H2O dan O2 dimana indikator yang
menunjukkan adanya aktivitas katalase tersebut adalah adanya gelembung-gelembung oksigen.

7. Untuk membedakan ketiga spesies jamur yang di amati, dapat dilihat dari stuktur tubuh yang
dimiliki oleh setiap jenis jamur.

DAFTAR PUSTAKA

Dicky,Alexander.2013.Laporan Praktikum Mikrobiologi.(Online).(https://www.scribd.com


/doc/19604385/Laporan-Praktikum-Mikrobiologi-Uji-Identifikasi-Bakteri, diakses pada tanggal
25 Oktober 2014).

Hermawan,M.2013.4 Identifikasi
Jamur.(Online).(http://www.academia.edu/6554036 /4_id entifikasi_jamur, diakses pada tanggal
25 Oktober 2014).

Irianto,K.2006.Mikrobiologi. Bandung : Yrama Widya.


Kalisthiana.2014.Ppt Isolasi, Identifikasi dan Pewarnaan Mikroorganisme.(Online).(http://w
ww.slideshare.net/Kalisthiana95/ppt-isolasi-identifikasi-dan-pewarnaan-mikroorganisme,
diakses pada tanggal 25 Oktober 2014).

Nunil/2010.Uji Biokimia Metabolisme


Bakteri.(Online).(http://nunil08.student.ipb.ac.id /20 10 /06/19/uji-biokimia-metabolisme-
bakteri/, diakses pada tanggal 25 Oktober 2014).

Tim asisten Mikrobiologi dasar.2014.Buku Panduan Praktikum Mikrobiologi Dasar.(Online)


(http:// mikrobiologi.fpik.ub.ac.id/.../BUKU-PANDUAN-PRAKTIKUM-MIKRO., dia kses pada
tanggal 25 Oktober 2014).

Yulianti,Eka.2014.Identifikasi Bakteri.(Online).(http://www.academia.edu/7921191/identif ikasi


bakteri, diakses pada tanggal 25 Oktober 2014).
PRAKTIKUM I

Pertemuan / Kelompok : Ke 2(Dua) / I (Satu)

Judul Praktikum : Pewarnaan Sederhana

Bahan Pemeriksaan : Swab Gigi

Hari / Tanggal : Senin,14 Maret 2011

Nama : Nursakinah.s

Nim : PO.71.3.203.10.1.065

Tujuan Praktikum : Untuk melihat dan mengetahui


bentuk/morfologi dari bakteri yang berasal dari mulut

Prinsip Kerja : Bakteri yang terdapat dalam sampel akan


menyerap warna sesuai dengan zat warna yang diberikan dan ini dapat
diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100

Dasar Teori
Bakteriologi adalah cabang ilmu dari mikrobiologi yang mempelajari tentang kehidupan bakteri.
Berdasarkan penelitian Ferdinand Cohn, bakteri dimasukkan ke dalam golongan tumbuh-
tumbuhan (flora) berdasarkan sifatnya yaitu:

Pada tumbuh-tumbuhan terlihat adanya dinding sel yang jelas, demikian pula pada bakteri.

Dinding sel tumbuh-tumbuhan terdiri atas sellulosa atau hemisellulosa, begitu pula pada bakteri.

Tumbuhan mengambil makanan dari luar dalam bentuk larutan (holophytis = osmotroph),
demikian pula pada bakteri.

 Secara umum bakteri mempunyai 4 macam bentuk yaitu :

Bentuk coccus (bulat)

Sesuai dengan namanya, bakteri ini memiliki bentuk bulat seperti peluru. Cara pembelahannya
dibagi menjadi

a. Diplococcus, yaitu coccus yang membelah diri ke satu arah dan setelah
pembelahannya tetap berkelompok dua-dua. Misalnya: Diplococcus
pneumonia, Neisseria gonorrhoea dan Neisseria meningitides.

b. Streptococcus, yaitu coccus yang membelah diri ke satu arah, dan


setelah pembelahannya tetap tidak berpencar, menyerupai rantai.
Misalnya: Streptococcus pyogenes.

c. Tetracoccus (Gaffkya), yaitu coccus yang membelah diri ke dua arah dan setelah
pembelahannya tetap berkelompok empat-empat. Misalnya: Gaffkya tetragena.

d. Sarcina, yaitu coccus yang membelah diri ke tiga arah yang mempunyai sudut 90º dan setelah
pembelahannya tetap berkelompok menyerupai kubus. Misalnya: Sarcina lutea.

e. Staphylococcus, yaitu coccus yang membelah diri ke arah yang tidak


teratur, kemudian berkelompok menyerupai buah anggur.
Misalnya:Staphylococcus pyogenes.

2. Bentuk bacillus (batang)

Bakteri ini memiliki bentuk seperti batang. Misalnya: Clostridium tetani, Mycobacterium
tuberculosis dan Pasteurella pestis.
3 Bentuk vibrio (koma)

Bakteri ini memiliki bentuk seperti batang yang bengkok. Misalnya: Vibrio cholera dan Vibrio el
tor.

4 Bentuk spirillum (spiral)

Bakteri ini memiliki bentuk seperti batang yang melilit. Misalnya: Treponema
pallida, Treponema pertinue, dan Spirillum minus.

Persiapan Praktik

Alat : - Objek Glass Reagen : - Methylen Blue Bahan : - Swab Gigi

- Lampu Spiritus - Aquadest - Oil imersi

- Pipet Tetes

- Tusuk Telinga

- Korek Api

- Jembatan Pewarnaan

- Mikroskop

Prosedur Kerja

 Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

 Siapkan objek glass yang bersih dan bebas dari lemak.


 Ambil sampel yang akan diamati.

 Sampel itu lalu diletakkan di atas objek glass,seperti gambar dibawah ini.

 Keringkan sampel tersebut.

 Nyalakan lampu spiritus yang telah disediakan.

 Lakukan fiksasi pada sampel yang akan diamati diatas lampu spiritus.Hal ini bertujuan untuk
mematikan bakteri sehingga tidak dapat berubah bentuk ataupun agar bakteri tidak dapat berubah
bentuk ataupun agar bakteri tidak membahayakan pemeriksa. Selain itu dengan fiksasi,sampel
akan lebih melekat dan juga memudahkan penyerapan zat warna yang diberikan kedalam bakteri.

 Setelah kita fiksasi,lalu diletakkan di atas jembatan pewarnaan dan siap untuk diwarnai.

 Pipet zat warna yang akan digunakan yaitu methylen blue sebanyak 1 tetes dan letakkan di
atas sampel yang akan diamati.

 Biarkan sampel dahulu selama 3-4 menit agar pewarna dapat melekat dengan baik.

 Buang sisa zat pewarna yang tidak digunakan dan cuci dengan air mengalir pada sampel
tersebut.

 Keringkan sampel tadi.

 Kemudian tetesi oil imersi pada sampel.

 Amati di mikroskop dengan menggunakan pembesaran objek 100

Hasil Pengamatan
Ditemukan bakteri bentuk Coccus dan Bacil

Coccus Bacil

Kesimpulan

Dari hasil pengamatan ini,dapat disimpulkan bahwa bakteri yang ditemukan pada pemeriksaan
swab gigi dengan pewarnaan sederhana ditemukan bakteri bebrbentuk coccus(bulat) dan
bacil(batang).

Makassar,14 Maret 2011

Praktikan

Nursakinah

PO.71.3.203.10.1.065

Mengetahui
Dosen Pembimbing Praktek

Anda mungkin juga menyukai