Anda di halaman 1dari 17

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

KEMANDIRIAN PENDERITA KUSTA TERHADAP


PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA (KDM)
SEHARI-HARI DI KABUPATEN PURBALINGGA

Oleh :

RATNASARI

1411020149

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


KEMANDIRIAN PENDERITA KUSTA TERHADAP PEMENUHAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA (KDM) SEHARI-HARI
DI KABUPATEN PURBALINGGA ABSTRAK

Latar Belakang: Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi,
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan atas, sistem
retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. kemandirian yaitu suatu keadaan
dimana seseorang dapat memenuhi kebutuhan aktivitas daily living (makan, minum,
BAK, BAB, pakaian, mandi dan mobilisasi)tanpa bantuan orang lain atau dengan
bantuan orang lain dengan minimal, dengan terpenuhnya aktivitas sehari-hari
seseorang dapat mengusahakan dirinya untuk memenuhi kebutuhan
biologis,social,psikologi dan spiritual yang merupakan kebutuhan dasar manusia

Tujuan: Untuk mengetahui kemandirian penderita kusta terhadap pemenuhan


kebutuhan dasar manusia sehari-hari di Kabupaten Purbalingga.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Rancangan penelitian yang
digunakan adalah rancangan survei cross sectional Sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik random sampling dengan jumlah sample 56 orang. Penelitian ini
peneliti menggunakan instrumen penelitian dengan penggunakan Instrumen indeks
BARTHEL Kuesioner
Hasil: Sebagian besar penderita kusta di Wilayah Kabupaten Purbalingga berusia 45-
60 tahun (57,1%), berjenis kelamin laki-laki (78,6%), tingkat pendidikan tamat SD
(30,4%) dan mengalami cacat tingkat 0 (46,4%), mempunyai kemandirian dengan
ketergantungan ringan (37,5%), kebutuhan dasar manusia BAB (64,3%), BAK
(60,7%) mandiri, Membersihkan (31,8%) membutuhkan bantuan orang lain,
Penggunaan toileting (33,9%) tergantung pertolongan orang lain dan (33,9%) mandiri,
Makan (60,7%) perlu ditolong memotong makanan, Berubah sikap dari berbaring ke duduk
(60,7%) dengan bantuan minimal satu orang, Berjalan (51,8%) dengan bantuan satu orang,
Memakai baju (51,8%) dengan sebagian dibantu, Naik turun tangga (44,6%) mandiri, Mandi
(62,5%) mandiri

Kesimpulan: Penderita kusta semakin parah tingkat kecacatan yang dialami maka
kemampuan dalam melakukan kebutuhan dasar manusia mengalami nilai mandiri
yang kurang.
Kata Kunci: Kemandirian, Kusta

1. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UMP


2. Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UMP

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


PENDAHULUAN Kasus baru Kusta tahun 2016
ditemukan 12 kasus. Komposisi
Penyakit kusta merupakan penyakit kusta yang ditemukan
penyakit tropis yang masih terabaikan menurut tipe/jenis terdiri dari 1 kasus
dengan angka kejadiannya yang masih tipe Pausi Basiler/Kusta Kering dan 11
tinggi, dari lima wilayah WHO (World kasus tipe Multi Basiler/Kusta Basah
Health Organization) Asia Tenggara dengan Angka Prevalensi 0,13/10.000
menduduki tingkat pertama yaitu penduduk. Data tahun 2017 terdapat
dengan jumlah penderita sebanyak 17 kasus baru dengan proporsi
8.572 orang (WHO, 2016). penderita kusta tipe MB.
Di Indonesia tahun 2015 Kasus kusta di Kabupaten
terdapat 20.160 kasus baru dengan Purbalingga pada tahun 2015-2017
14.545 kasus teridentifikasi sebagai umumnya diderita oleh penduduk usia
kasus kusta tipe Multi Basiler (MB) 15-49 tahun yaitu sejumlah 89%,
yang merupakan tipe menular. Dari dimana usia tersebut merupakan usia
data kasus kusta baru tipe MB tahun produktif tetapi harus menjalani
2015 tersebut 6.421 kasus diantaranya kehidupan sebagai penderita kusta
diderita kaum perempuan, sebanyak yang mengalami perubahan fisik
1.930 kasus diderita oleh anak-anak secara nyata dan menimbulkan rasa
sedangkan sisanya merupakan kasus takut dan keterbatasan fisik penderita
kusta pada orang dewasa laki-laki dalam melakukan aktifitas sehari-hari
yaitu sebanyak 6.194 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten
(WHO,2016) Purbalingga, 2016).Salah satu penyakit
Data kementerian kesehatan dimana seseorang tidak mampu
menyebutkan pada tahun 2012 tercatat melakukan aktivitas pokok adalah
New Case Detection Rate (NCDR) 8,3 penyakit kutsa. Kusta merupakan
per 100.000 penduduk dengan tipe penyakit infeksi yang kronik, dan
pembagian NCDR tipe MB (Multi penyebabnya ialah Mycobacterium
Basiler) dan tipe PB (Pausi Basiler). leprae yang bersifat intraseluler obligat
Di wilayah Jawa Tengah pada tahun (Djuanda, 2010). Penyakit ini
2014 dilaporkan tipe MB sebanyak menyerang saraf perifer, kulit dan
1.252 kasus dan tipe PB sebanyak 207 jaringan tubuh lainnya kecuali susunan
kasus (Dinkes Jateng, 2015). saraf pusat, sehingga bila tidak
Kabupaten Purbalingga berada ditangani dengan cermat dapat
dalam peringkat ke-20 dari 35 Propinsi menyebabkan kecacatan (Idris,2016).
di Jawa Tengah untuk penemuan kasus Menurut (Rahariyani, 2008) Jika
kusta. Data tahun 2015 terdapat 24 reaksi mengenai saraf tepi dapat
kasus baru dengan angka prevalensi menyebabkan gangguan sistem saraf
0,3/10.000 penduduk, dari 24 kasus yang akhirnya dapat menyebabkan
baru tersebut proporsi penderita kusta cacat pada tangan, kaki dan mata.
tipe MB sebesar 98,9 % dan 6,9 % Sehingga pasien yang cacat mengalami
merupakan kasus anak serta proporsi gangguan dalam melakukan perawatan
cacat tingkat 2 sebesar 29,2 %. Data diri secara mandiri atau yang sesuai

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


pemenuhan kebutuhan ADL. HASIL
Kegagalan pemenuhan kebutuhan
dasar menimbulkan kondisi yang tidak 1. Karakteristik responden
seimbang, sehingga diperlukan penderita kusta rawat jalan di
bantuan terhadap pemenuhannya Puskesmas Wilayah Kabupaten
kebutuhan dasar tersebut. (Asmadi , Purbalingga
2008). Tabel 4.1: Karakteristik
Hasil penelitian ini Responden Penderita Kusta
menunjukkan Activity Of Daily Living Rawat Jalan Di Puskesmas
Penderita Kusta Berdasarkan Tingkat Wilayah Kabupaten
Cacat dengan Indeks Barthel Purbalingga Tahun 2018
disimpulkan bahwa pada penderita Karakteristik Jumlah Persentase
kusta semakin parah tingkat kecacatan Individu (n) (%)
yang dialami maka kemampuan dalam Umur
melakukan activity of daily living 18-25 tahun 6 5,7
mengalami nilai mandiri yang kurang. 26-45 tahun 18 17,0
(Idris ,2016). Kusumadewi (2015) 46-60 tahun 32 57,1
mengatakan Kecamatan Kunduran Jenis kelamin
merupakan daerah endemis kusta. Laki-laki 44 78,6
Pendampingan perawatan diri berbasis Perempuan 12 21,4
keluarga efektif terhadap kemandirian Tingkat
perawatan diri penderita cacat kusta. pendidikan 10 17,9
Saran untuk keluarga penderita cacat Tidak tamat SD 17 30,4
Tamat SD 13 23,2
kusta yaitu berikan dukungan dan
Tamat SLTP 15 26,8
motivasi kepada penderita cacat kusta Tamat SLTA 1 1,8
dan membantu penderita cacat kusta D3/S1
dalam menghadapi masalah perawatan Tingkat
diri cacat kusta serta dalam masalah kecacatan 26 46,4
psikologi dan sosialnya. Cacat tingkat 0 15 26,8
Cacat tingkat 1 15 26,8
METODE Cacat tingkat 2
Penelitian ini merupakan penelitian Sumber: Data Primer Dan Data
Deskriptif Rancangan penelitian yang Sekunder
digunakan adalah rancangan survei Tabel 4.1 menunjukan bahwa
cross sectional Sampel dalam sebagian besar penderita kusta berusia
penelitian ini menggunakan teknik 45-60 tahun yaitu sebanyak 32 orang
random sampling dengan jumlah (57,1%), jenis kelamin laki-laki
sample 56 orang. Penelitian ini peneliti sebanyak 44 orang (78,6%), tingkat
menggunakan instrumen penelitian pendidikan tamat SD sebanyak 17
dengan penggunakan Instrumen indeks orang (30,4%) dan tingkat kecacatan
BARTHEL Kuesioner penderita kusta kategori cacat tingkat 0
sebanyak 26 orang (46,4%)

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


2. Kemandirian Penderita Kusta Mandiri 34 60,7
Rawat Jalan Di Puskesmas Membersihkan
Wilayah Kabupaten Purbalingga Diri 29 31,8
Tabel 4.2: Distribusi Frekuensi Butuh
Kemandirian Penderita Kusta Pertolonga 27 48,2
n OrangLain
Rawat Jalan Di Puskesmas
Mandiri
Wilayah Kabupaten Purbalingga
Penggunaan
Tahun 2018 Toileting 19 33,9
Kemandirian Frekuensi Persentase Tergantung
(%) Pertolongan Orang 18 32,1
Lain
Ketergantungan 11 19,6
Sebagian 19 33,9
Berat
Pertolongan
Ketergantungan 16 28,6
Sebagian Mandiri
Sedang
Mandiri
Ketergantungan 21 37,5
Ringan Makan
Perlu Ditolong 34 60,7
Mandiri 8 14,3
Memotong
Sumber: Data Primer Makanan 22 39,3
Pada tabel 4.2 menunjukan Mandiri
bahwa sebagian besar penderita kusta Berubah Sikap
yaitu sebanyak 21 orang (37,5%) dari Berbaring ke
mempunyai kemandirian dengan Duduk 4 7,1
ketergantungan ringan Perlu Banyak
3. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bantuan Untuk 34 60,7
Manusia Penderita Kusta Rawat Bisa Duduk
Jalan Di Puskesmas Wilayah Bantuan Minimal 18 32,1
Kabupaten Purbalingga Satu Orang
Tabel 4.3:Distribusi Frekuensi Mandiri
Berjalan
Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Bisa Pindah 7 12,5
Manusia Penderita Kusta Rawat Dengan Alat Bantu
Jalan Di Puskesmas Wilayah Berjalan 29 51,8
Kabupaten Purbalingga Tahun Dengan
2018 Bantaun Satu 20 35,7
Orang
Karakteristik Jumlah Persentase Mandiri
Individu (n) (%) Memakai Baju
BAB Tergantung Orang 4 7,1
Kadang-kadang tak 20 35,7 Lain 29 51,8
terkendali Sebagian Dibantu 23 41,1
Terkendali teratur 36 64,3 Mandiri
BAK Naik Turun
Kadang-kadang 20 39,3 Tangga 8 14,3
tak terkendali Tidak Mampu 23 41,1

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


Butuh Pertolongan 25 44,6 mungkin disebabkan kurangnya
Mandiri pengetahuan tentang tanda dan
Mandi gejala awal penyakit kusta, pada
Tergantung Orang 21 37,5 umumnya responden tidak
Lain 35 62,5 mengetahui bahwa dirinya
Mandiri
menderita kusta dan informasi
Sumber : Data Primer terkait penyakit kusta didapat dari
Pada tabel 4.2 menunjukan petugas kesehatan di Puskesmas
bahwa sebagian besar penderita kusta atau rumah sakit.
mempunyai kebutuhan dasar manusia Menurut Harahap (2013)
BAB sebanyak 36 orang (64,3%), BAK gejala klinik penyakit kusta
sebanyak 34 orang (60,7%) mandiri, biasanya menunjukan gejala yang
Membersihkan diri sebanyak 29 orang jelas pada stadium lanjut dan
(31,8%) membutuhkan bantuan orang diagnosa cukup ditegakkan dengan
lain, Penggunaan toileting sebanyak 19 pemeriksaan fisik saja. Selain itu
orang (33,9%) tergantung pertolongan rata-rata timbul gejala sejak
orang lain dan sebanyak 19 orang (33,9%) pertama kali terinfeksi (masa
mandiri, Makan sebanyak 34 orang (60,7%)
inkubasi) adalah 2-5 tahun
perlu ditolong memotong makanan,
Berubah sikap dari berbaring ke duduk (Kemenkes RI,2011). Pada
sebanyak 34 orang (60,7%) dengan bantuan penyakit kronik seperti kusta,
minimal satu orang, Berjalan sebanyak 29 informasi berdasarkan data
orang (51,8%) dengan bantuan satu orang, prevalensi dan data umur pada saat
Memakai baju sebanyak 29 orang (51,8%) timbulnya penyakit mungkin tidak
dengan sebagian dibantu, Naik turun tangga menggambarkan resiko spesifik
sebanyak 25 orang (44,6%) mandiri, Mandi umur. Kebanyakan penelitian
sebanyak 35 orang (62,5%) mandiri melaporkan distribusi penyakit
kusta menurut umur berdasarkan
PEMBAHASAN prevalensi, hanya sedikit yang
berdasarkan insiden karena pada
1. Karakteristik Penderita Kusta saat timbulnya penyakit sangat
Rawat Jalan Di Puskesmas sulit diketahui (Depkes RI, 2006).
Wilayah Kabupaten Purbalingga Umumnya penderita kusta di
a. Umur Kabupaten Purbalingga merantau
Berdasarkan tabel 4.1 keluar kota pada usia dewasa dan
didapatkan gambaran umur kembali ke Purbalingga setelah
penderita kusta terbanyak adalah muncul gejala penyakit kusta
usia 46-60 tahun yaitu sejumlah 32 setelah memasuki usia lanjut (>45
orang (57,1%), ini menunjukan tahun), keterlambatan penegakan
bahwa sebagian besar penderita diagnosa kusta pada penderita
kusta di Wilayah Kabupaten ditunjukan dengan tingginya
Purbalingga berusia lansia penemuan penderita cacat tingkat 2
pertengahan (middle age). Hal ini yaitu sebesar 26% sedangkan
target angka nasional <5%.

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


Penelitian terhadap dengan jenis kelamin perempuan
penderita kusta di kabupaten yaitu sebanyak 12 orang (21,4%).
Lembata Nusa Tenggara Timur Berdasarkan pengkajian data pada
menyatakan bahwa umur penderita kartu pengobatan kusta yang
kusta yang berusia 41-60 tahun terdapat di Puskesmas umumnya
sebesar 38,3% dan usia lebih dari penderita kusta berjenis kelamin
60 tahun adalah 23,1%, penelitian laki-laki memiliki riwayat
lain oleh Ulfa (2015) terhadap merantau keluar kota dan
penderita kusta di Puskesmas berinteraksi dengan orang-orang
Wilayah Jember Jawa Timur yang berasal dari daerah endemis
menyatakan karakteristik kusta dan terpapar oleh bakteri
responden terbanyak adalah usia kusta, sehingga mayoritas
40-59 tahun yaitu sebanyak 55%, penderita kusta di Kabupaten
hal ini menunjukan kesamaan Purbalingga berjenis kelamin laki-
dengan karakteristik umur laki.
penderita kusta di Kabupaten Data jumlah kasus dan
Purbalingga yaitu sebagian besar prevalensi kusta menurut jenis
penderita adalah usia lanjut. kelamin di Propinsi Jawa Tengah
Berbeda dengan penelitian di Kota tahun 2014 menyatakan bahwa
Tanggerang yang menyatakan penderita kusta berjenis kelamin
sebagian penderita kusta berusia laki-laki lebih besar dari
18-40 tahun (usia produktif), selain perempuan yaitu sebanyak
itu Solikhah (2016) dalam 1.341orang laki-laki dan 772
penelitiannya terhadap penderita orang perempuan, ini menunjukan
kusta di Kabupaten Sukoharjo bahwa di Propinsi Jawa Tengah
menyatakan sebagian karakteristik prevalensi penyakit kusta secara
umur penderita adalah usia umum lebih banyak diderita oleh
produktif 31-40 tahun yaitu laki-laki. Penelitian oleh Making et
sebesar 40% sedangkan usia 41-50 al (2008) terhadap penderita kusta
tahun sebesar 28,6%. Kusta di Kabupaten Lembata Nusa
diketahui terjadi pada semua umur Tenggara Timur menunjukan
berkisar antara bayi sampai umur penderita kusta sebagian besar
tua (3 minggu sampai lebih dari 70 adalah laki-laki yaitu sebanyak
tahun) tetapi yang terbanyak 64,1%, selain itu penelitian di
adalah pada umur muda dan Kabupaten Jember menunjukan
produktif (Depkes RI,2006). penderita kusta laki-laki sebesar
b. Jenis Kelamin 70% hampir dua kali lipat
Karakteristik responden penderita perempuan (Ulfa, 2015).
menurut jenis kelamin ditemukan Harahap (2013) menyatakan
bahwa sebagian penderita kusta bahwa distribusi penyakit kusta
sebanyak 44 orang (78,6%) dapat mengenai semua orang tetapi
berjenis kelamin laki-laki, lebih laki-laki lebih banyak terkena
besar persentasenya dibandingkan dibandingkan perempuan dengan

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


perbandingan 2:1, walaupun ada pendidikan responden sebagian
beberapa daerah yang menunjukan adalah tingkat SD yaitu sebanyak
insiden ini hampir sama. Penelitian 51,2% dan menurut Solikhah
oleh Solikhah (2016) di Wilayah (2016) sebanyak 51,43%
Kabupaten Sukoharjo penderita responden kusta di Kabupaten
kusta laki-laki dan perempuan Sukoharjo tingkat pendidikan
tidak memiliki perbedaan yang sampai SD. Pendidikan yang
terlalu signifikan yaitu dari 35 rendah merupakan salah satu faktor
orang responden terdapat 17 orang kurangnya pengetahuan penderita
laki-laki dan 18 orang perempuan. terhadap penyakit kusta, sehingga
Menurut catatan sebagian negara penderita tidak memahami gejala
didunia kecuali beberapa negara di awal dan akibat buruk yang
Afrika menunjukan bahwa laki- ditimbulkan penyakit kusta.
laki lebih banyak terserang
daripada wanita. Relatif rendahnya d. Tingkat Kecacatan
kejadian kusta pada perempuan Berdasarkan tabel 4.1,
kemungkinan karena faktor dapat dilihat bahwa sebagian
lingkungan atau faktor biologi. penderita kusta sebanyak 26 orang
Seperti kebanyakan penyakit (46,4%) mengalami kecacatan
menular lainnya laki-laki lebih tingkat 0. Penderita kusta di
banyak terpapar dengan faktor Wilayah Kabupaten Purbalingga
resiko sebagai akibat gaya seluruhnya merupakan penderita
hidupnya (Depkes RI, 2006). kusta tipe MB (multi basiler)
c. Tingkat Pendidikan dimana tipe ini merupakan tipe
Berdasarkan tabel 4.1, kusta yang lebih berat dari tipe PB
dapat dilihat bahwa sebagian (pausi basiler), namun mayoritas
penderita kusta sebanyak 17 orang dari 56 orang responden yaitu
(30,4%) berpendidikan Tamat SD. sebanyak 26 orang hanya
Hal ini menunjukan sebagian besar menderita cacat tingkat 0,
responden berstatus sosial ekonomi sedangkan sebanyak 16 orang
rendah. Sudah diketahui bahwa mengalami cacat tingkat 1 dan
faktor sosial ekonomi berperan sisanya sebanyak 16 orang
penting dalam kejadian kusta. Hal mengalami cacat tingkat 2.
ini terbukti pada negara-negara di Banyaknya penderita kusta tipe
Eropa, dengan peningkatan sosial MB dengan cacat tingkat 0 di
ekonomi maka kejadian kusta Wilayah Kabupaten Purbalingga
sangat cepat menurun bahkan kemungkinan karena faktor
hilang. Kasus kusta pada negara keteraturan berobat, seperti telah
tersebut ternyata tidak menularkan diketahui lama pengobatan kusta
kepada orang yang sosial tipe MB adalah satu tahun dimana
ekonominya tinggi (Depkes RI, diperlukan keteraturan dan disiplin
2006). Penelitian lain oleh Making penderita kusta dalam
et al (2008) menunjukan tingkat mengkonsumsi obat.

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


Penelitian oleh Prastiwi berhubungan dengan kejadian
(2010) di rumah sakit kusta Kediri cacat tingkat 2 pada penderita
Jawa Timur mengenai faktor- kusta adalah tingkat pendidikan
faktor yang berhubungan dengan dan jenis kusta.
cacat tingkat 2 pada penderita 2. Kemandirian Penderita Kusta
kusta menunjukan bahwa terdapat Rawat Jalan Di Puskesmas
hubungan antara diagnosa dini, Wilayah Kabupaten Purbalingga
kepatuhan berobat, reaksi kusta, Dari hasil penelitian
luka akibat kusta dan lama sakit didapatkan Kemandirian pasien
dengan kejadian cacat tingkat 2 kusta yaitu sebanyak 11 responden
pada penderita kusta. Beberapa (19,6%) mempunyai
faktor yang berpengaruh terhadap ketergantungan berat, sebanyak 16
kecacatan pada penderita kusta responden (28,6%) mempunyai
diantaranya adalah tipe kusta, ketergantungan sedang, sebanyak
pengetahuan, lama sakit dan 21 responden (37,5%) mempunyai
keteraturan berobat (Laoming et al, ketergantungan ringan, sedangkan
2015), hal ini didukung dengan sebanyak 8 responden (14,3%)
penelitian yang dilakukan oleh mandiri. Hasil tersebut
Eliningsih (2010) di Kabupaten menunjukkan bahwa sebagian
Tegal bahwa terdapat hubungan besar penderita kusta di puskesmas
antara tipe kusta dengan kecacatan, di wilayah Kebupaten Purbalingga
besarnya peluang tipe MB untuk memiliki kemandirian dengan
menimbulkan cacat dibandingkan ketergantungan ringan.
tipe PB dikaitkan dengan Berdasarkan penelitian dengan
ditemukannya Basil Tahan Asam menggunakan kuesioner indeks
(BTA) pada tipe MB, sedangkan Barthel didapatkan penderita kusta
pada tipe PB tidak ditemukan memerlukan bantuan untuk mandi,
(negatif). Berbeda dengan pergi ke toilet, berpindah dan
penelitian yang dilakukan oleh makan. Bantuan diperlukan pada
Saputri (2009) yang meneliti penderita kusta dengan
kejadian cacat tingkat 2 di ketergantungan ringan dikarenakan
Kampung rehabilitasi rumah sakit mayoritas penderita mengalami
kusta Donorojo Jepara yang kecacatan pada tangan dan kaki.
menyatakan bahwa faktor yang Kecacatan yang dialami pada
berhubungan dengan kejadian penderita kusta dengan
cacat tingkat 2 adalah pengetahuan ketergantungan ringan seperti
penderita tentang kecacatan, sikap anestesi dan kelemahan otot.
penderita terhadap kecacatan, Kelemahan otot pada saraf motorik
perilaku pencegahan cacat yang dialami pada penderita kusta
penderita kusta, jenis kelamin, dengan ketergantungan ringan
pendapatan, keteraturan berobat, akan mempengaruhi dalam
kelambatan berobat dan reaksi kemandirian melakukan aktivitas
kusta sedangkan faktor yang tidak terutama untuk mandi, berpakaian,

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


pergi ke toilet, berpindah, dan Penyakit kusta bila tidak
makan sehingga dalam melakukan ditangani dengan cermat dapat
aktivitas tersebut mereka menyebabkan cacat dan keadaan
membutuhkan bantuan meskipun menjadi penghalang dalam
tidak sepenuhnya dibantu. menjalani kehidupan. Selain itu
Kemampuan dalam melakukan juga kecacatan fisik pada kusta
aktivitas seperti mandi, diperlukan juga dapat dipengaruhi oleh jenis
bantuan karena mereka kelamin, umur, pendidikan,
membutuhkan bantuan untuk pengobatan, pekerjaan, lama sakit
menggosok atau membersihkan dan perawatan diri (Susanto, 2006)
bagian tertentu pada bagian tubuh Penelitian oleh Idris (2016)
seperti punggung atau ekstremitas di rumah sakit kusta Kediri Jawa
yang mengalami kelemahan karena Timur penderita kusta dengan
dampak dari kuman cacat tingkat 2 sebagian besar
Mycobacterium leprae. Aktivitas memiliki Ketergantungan berat
berpindah dan pergi ke toilet pada yaitu 20 penderita (83,3%), untuk
penderita kusta memerlukan penderita kusta dengan cacat
bantuan sebagian dikarenakan tingkat 1 lebih dari 50% memiliki
mereka kesulitan untuk berjalan activity of daily living pada
yang disebabkan ada kelemahan kategori mandiri yaitu 23 penderita
pada otot kaki. Gangguan dalam (62,2), sedangkan pada penderita
melakukan kemandirian aktivitas kusta dengan cacat tingkat 0 lebih
sehari-hari disebabkan karena pada dari 50% memiliki interprestasi
penderita kusta dengan hasil mandiri yaitu 12 penderita
kertergantungan ringan mengalami (63,2%). Dengan demikian dapat
kecacatan yang mayoritas terjadi disimpulkan bahwa pada penderita
pada tangan dan kaki. Pada kusta semakin parah tingkat
penderita dengan ketergantungan kecacatan yang dialami maka
ringan ini sudah terjadi kerusakan kemampuan dalam melakukan
pada fungsi sensorik seperti activity of daily living mengalami
anestesi dan fungsi motorik seperti nilai mandiri yang kurang.
kelemahan otot pada tangan dan Activity of Daily Living
kaki, kekuatan otot tangan dan kaki (ADL) merupakan kegiatan rutin
yang mengalami kelemahan bila yang cenderung orang lakukan
tidak dilatih untuk tetap sehari-hari tanpa perlu bantuan.
mempertahankan kekuatan otot Ada enam ADL dasar: makan,
dalam melakukan aktivitas akan mandi, berpakaian, toileting,
mengalami atrofi, jari-jari tangan mentransfer (berjalan) dan
dan kaki menjadi bengkok bila hal kontinensia. Pengkajian Status
ini terus berlanjut maka akan Fungsional merupakan pengukuran
sangat mengganggu bagi penderita kemampuan seseorang dalam
untuk melakukan aktivitasnya. melakukan kehidupan sehari-hari
secara mandiri. Penentuan

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


kemandirian fungsional dilakukan manusia BAK sebanyak 34 orang
untuk mengidentifikasi (60,7%) mandiri, sebanyak 20
kemampuan dan keterbatasan klien 0rang (39,3%) kadang kadang tak
serta menciptakan pemilihan terkendali. Ini menunjukan bahwa
intervensi yang tepat (Kushariyadi, sebagian besar penderita kusta di
2010). Pengkajian status Wilayah Kabupaten Purbalingga
fungsional sangat penting, dalam pemenuhan kebutuhan
terutama ketika terjadi hambatan BAK secara mandiri. Hal ini
pada kemampuan dalam dibuktikan bahwa pemenuhan
melaksanakan fungsi kehidupan kebutuhan BAK penderita kusta
sehari-hari. Indeks Katz dalam tidak mempengaruhi aktivitas
aktivitas sehari-hari (ADL) (Katz sehari-hari.
et al, 1963 dalam Kushariyadi, c. Membersihkan Diri
2010). Berdasarkan tabel 4.3,
3. Pemenuhan Kebutuhan Dasar dapat dilihat bahwa sebagian
Manusia Penderita Kusta Rawat penderita kusta sebanyak 29 orang
Jalan Di Puskesmas Wilayah (31,8%) membutuhkan bantuan
Kabupaten Purbalingga orang lain. Hal ini menunjukan
a. BAB sebagian besar responden kusta di
Berdasarkan tabel 4.3, Kabupaten Purbalingga dalam
dapat dilihat bahwa bahwa memenuhi kebutuhan dasar hidup
sebagian besar penderita kusta membersihkan diri membutuhkan
mempunyai kebutuhan dasar bantuan orang lain untuk
manusia BAB sebanyak 36 orang melakukan aktifitas sehari-hari .
(64,3%) terkendali teratur, Hal ini dikarenakan mayoritas
sebanyak 20 orang (35,7 %) penderita mengalami kecacatan
Kadang-kadang tak terkendali ,Hasil pada tangan dan kaki.
tersebut menunjukkan bahwa Cacat kusta adalah
sebagian besar penderita kusta di kerusakan fungsi saraf perifer
puskesmas di wilayah Kebupaten baik mata, tangan atau kaki yang
Purbalingga memiliki Terkendali diakibatkan karena kuman
teratur dalampemenuhan kebutuhan Mycobacterium leprae, sehingga
BAB. Berdasarkan penelitian bila tidak ditangani dengan cermat
dengan menggunakan kuesioner dapat menyebabkan cacat dan
indeks Barthel didapatkan keadaan menjadi penghalang bagi
kebutuhan BAB pada penderita pasien kusta dalam menjalani
kusta tidak mempengaruhi untuk kehidupannya (Kunoli, 2013).
aktivitas sehari-hari. Kecacatan akibat kerusakan saraf
b. BAK tepi dapat dibagi menjadi 3 tahap
Berdasarkan tabel 4.3, yaitu tahap 1: terjadi lesi pada
dapat dilihat bahwa bahwa saraf berbentuk penebalan saraf,
sebagian besar penderita kusta nyeri, tanpa ada gangguan fungsi
mempunyai kebutuhan dasar gerak, terjadi gangguan sensorik,

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


tahap 2: terjadi kerusakan pada
saraf, timbul paralisis tidak
lengkap atau paralisis awal e. Makan
termasuk pada otot kelopak mata, Berdasarkan tabel 4.3,
otot jari tangan, dan otot kaki dapat dilihat bahwa sebagian
pada stadium ini masih dapat besar penderita kusta mempunyai
terjadi pemulihan kekuatan otot, kebutuhan dasar manusia Makan
tahap 3: terjadi penghancuran sebanyak 34 orang (60,7%) perlu
ditolong memotong makanan, dan
saraf (Putra, 2011).
sebanyak 22 orang (39,3%) mandiri
d. Penggunaan Toileting melakukan kebutuhan dasar manusia.
Berdasarkan tabel 4.3, Hal ini menunjukan sebagian
dapat dilihat bahwa sebagian besar responden kusta di
penderita kusta dalam Kabupaten Purbalingga dalam
penggunaan toileting sebanyak 19 memenuhi kebutuhan dasar hidup
orang (33,9%) tergantung makan perlu ditolong memotong
pertolongan orang lain dan sebanyak
makanan untuk melakukan
19 orang (33,9%) mandiri. Hal ini
aktifitas sehari-hari . Hal ini
menunjukan sebagian besar
dikarenakan mayoritas penderita
responden kusta di Kabupaten
mengalami kecacatan pada tangan
Purbalingga dalam memenuhi
sehingga sulit untuk memegang
kebutuhan dasar hidup 50%
sendok. Penelitian yang
tergantung orang lain untuk
dialakukan oleh Idris (2016)
melakukan aktifitas sehari-hari
Kerusakan yang sudah terjadi baik
dan 50% mandiri. Hal ini
jari tangan dan jari kaki yang
menunjukan keterlibatan positif
sudah mengalami kerusakan yang
dari petugas puskesmas dalam
permanen sangat sulit dicegah
memberikan motivasi dan dalam
untuk dikembalikan ke fungsi
melaksanakan monitoring
awal. Penderita kusta pada
pengobatan kepada penderita
kondisi ini mulai mengalami
kusta di wilayah kerjanya, namun
kelemahan atau kelumpuhan pada
apabila terlambat ditemukan dan
saraf motoriknya yang dapat
diobati dapat menimbulkan
menyebabkan terjadinya
kecacatan yang permanen
kontraktur sehingga penderita
(Depkes RI,2006).
mengalami kesulitan dalam
Kecacatan yang terjadi
menggenggam hal ini
akan mengakibatkan terjadinya
berpengaruh pada aktivitas yang
perubahan fisiologis pada tubuh
dilakukan oleh penderita kusta
penderita kusta seperti drop foot,
dengan tingkat cacat 2, dimana
drop hand, ulserasi, deformitas
telah terjadi jari keriting pada jari
yang dapat mengakibatkan
tangan penderita yang
hambatan dalam melakukan
mengakibatkan mengalami
aktivitas sehari-hari.
kesulitan dalam menggenggam

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


sendok saat makan sehingga kesulitan dalam berjalan sehingga
mengalami gangguan dan untuk berpindah mereka harus
memerlukan bantuan dari orang memerlukan tuntunan orang lain
lain, untuk berpindah bahkan mereka
f. Berubah Sikap dari Berbaring ke harus menggunakan kursi roda
Duduk untuk berpindah karena telah
Berdasarkan tabel 4.3, terjadi kontraktur pada saraf
dapat dilihat bahwa sebagian motorik kaki. Persepsi penderita
penderita kusta Berubah sikap dari terhadap kondisi fisik dan
berbaring ke duduk sebanyak 34 penerimaan terhadap fungsi tubuh
orang (60,7%) dengan bantuan yang mengalami kecacatan akan
minimal satu orang, sebanyak 4 mempengaruhi seberapa besar
orang (7,1%) perlu banyak bantuan
tingkat ketergantungan yang
untuk bisa duduk, dan sebanyak 18
orang (32,1%) mandiri dalam dibutuhkan penderita, jika
melakukan kebutuhan dasarnya. penderita mempunyai persepsi
Penderita kusta di Wilayah yang baik terhadap perubahan
Kabupaten Purbalingga sebagian fisik yang dialami dan mau
besar melakukan kebutuhan belajar dan berlatih untuk mandiri
manusia dengan bantuan minimal dalam melakukan aktivitasnya
satu orang. Hal ini dikarenakan walaupun dengan segala
mayoritas penderita berpindah keterbatasan fisik yang
mereka masih mampu melakukan dialaminya.
sendiri walaupun harus di tuntun h. Memakai Baju
orang lain. Berdasarkan tabel 4.3,
g. Berjalan dapat dilihat bahwa sebagian
Berdasarkan tabel 4.3, penderita kusta, Berjalan sebanyak
dapat dilihat bahwa sebagian 29 orang (51,8%) sebagian dibantu,
sebanyak 4 orang (7,1%) tergantung
penderita kusta sebanyak 29 orang
orang lain, dan sebanyak 23 orang
(51,8%) dengan bantuan satu orang,
(41,1%) mandiri. Hal ini
sebanyak 7 orang (12,5%) bisa
berpindah dengan alat bantu, dan menunjukan sebagian besar
sebanyak 20 orang (35,7%) mandiri. responden kusta di Kabupaten
Hal ini menunjukan sebagian Purbalingga dalam memenuhi
besar responden kusta di kebutuhan dasar hidup memakai
Kabupaten Purbalingga dalam baju sebagian dibantu untuk
memenuhi kebutuhan dasar hidup melakukan aktifitas sehari-hari.
dengan bantuan satu orang. Hal ini dikarenakan berpakaian
Penelitian yang dilakukan mereka masih dapat
oleh Idris (2016) adanya menggunakan pakaian sendiri
kelumpuhan pada saraf motorik akan tetapi untuk mengikat tali
pada penderita kusta seperti kaki sepatu atau mengancingkan baju
menyebabkan mereka mengalami mereka memerlukan bantuan.
i. Naik Turun Tangga

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


Berdasarkan tabel 4.3, dapat menunjukan keterlibatan positif
dilihat bahwa sebagian penderita dari petugas puskesmas dalam
kusta sebanyak 8 orang (14,3%) memberikan motivasi dan dalam
tidak Mampu, sebanyak 23 orang melaksanakan monitoring
(41,1%) butuh pertolongan , dan pengobatan kepada penderita
sebanyak 25 orang (44,6%) mandiri. kusta di wilayah kerjanya, namun
Hal ini menunjukan sebagian apabila terlambat ditemukan dan
besar responden kusta di diobati dapat menimbulkan
Kabupaten Purbalingga dalam kecacatan yang permanen
memenuhi kebutuhan dasar hidup (Depkes RI,2006).
naik turun tangga dengan mandiri. Penelitian yang
Pengkajian Status dilakukan oleh Idris (2016)
Fungsional merupakan Seperti saat mandi mereka masih
pengukuran kemampuan mampu melakukan sendiri
seseorang dalam melakukan walaupun untuk masuk ke kamar
kehidupan sehari-hari secara mandi mereka memerlukan
mandiri. Penentuan kemandirian bantuan. Pengkajian Status
fungsional dilakukan untuk Fungsional merupakan
mengidentifikasi kemampuan dan pengukuran kemampuan
keterbatasan klien serta seseorang dalam melakukan
menciptakan pemilihan intervensi kehidupan sehari-hari secara
yang tepat (Kushariyadi, 2010). mandiri. Penentuan kemandirian
Hal ini menunjukan fungsional dilakukan untuk
keterlibatan positif dari petugas mengidentifikasi kemampuan dan
puskesmas dalam memberikan keterbatasan klien serta
motivasi dan dalam melaksanakan menciptakan pemilihan intervensi
monitoring pengobatan kepada yang tepat (Kushariyadi, 2010)
penderita kusta di wilayah
kerjanya, namun apabila terlambat KESIMPULAN
ditemukan dan diobati dapat
menimbulkan kecacatan yang Sebagian besar penderita kusta di
permanen (Depkes RI,2006). Wilayah Kabupaten Purbalingga
j. Mandi berusia 45-60 tahun (57,1%), berjenis
Berdasarkan tabel 4.3, kelamin laki-laki (78,6%), tingkat
dapat dilihat bahwa sebagian pendidikan tamat SD (30,4%) dan
penderita kusta sebanyak 21 mengalami cacat tingkat 0 (46,4%),
orang (37,5%) tergantung orang mempunyai kemandirian dengan
lain dan sebanyak 35 orang (62,5%) ketergantungan ringan (37,5%),
mandiri. Hal ini menunjukan kebutuhan dasar manusia BAB
sebagian besar responden kusta di (64,3%), BAK (60,7%) mandiri,
Kabupaten Purbalingga dalam Membersihkan (31,8%) membutuhkan
memenuhi kebutuhan dasar bantuan orang lain, Penggunaan
mandi yaitu mandiri. Hal ini

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


toileting (33,9%) tergantung pertolongan penanggulangan penyakit kusta
orang lain dan (33,9%) mandiri, Makan yaitu dengan melakukan kegiatan
(60,7%) perlu ditolong memotong intervensi terkait kemandirian
makanan, Berubah sikap dari berbaring ke penderita kusta terhadap
duduk (60,7%) dengan bantuan minimal pemenuhan kebutuhan dasar
satu orang, Berjalan (51,8%) dengan manusia sehari-hari, diantaranya
bantuan satu orang, Memakai baju penyebarluasan informasi
(51,8%) dengan sebagian dibantu, Naik
mengenai penyakit kusta dengan
turun tangga (44,6%) mandiri, Mandi
(62,5%) mandiri. Dengan demikian
cara melakukan penyuluhan
dapat disimpulkan bahwa pada kepada masyarakat, pembuatan
penderita kusta semakin parah tingkat leaflet dan media penyuluhan lain.
kecacatan yang dialami maka Mempertahankan peran aktif
kemampuan dalam melakukan petugas dalam memonitor
kebutuhan dasar manusia mengalami pengobatan dan selalu
nilai mandiri yang kurang. melaksanakan Preventif Of
Disability (POD) setiap kali
SARAN penderita berkunjung ke
1. Bagi responden Puskesmas untuk mencegah
Diharapkan penderita kusta dapat kecacatan lebih lanjut dan
mempertahankan kemandirian memberikan konseling yang sangat
pada pemenuhan kebutuhan dasar diperlukan oleh penderita kusta.
manusia sehari-hari secara mandiri
untuk mencegah kecacatan yang
DAFTAR PUSTAKA
lebih parah
2. Bagi perawat Departemen Kesehatan RI. 2006. Buku
Diharapkan petugas kesehatan Pedoman Nasional
lebih meningkatkan kompetensi Pemberantasan Penyakit
dalam mengenal gejala dini Kusta. Edisi 8. Dirjen
penyakit kusta, memberikan Pengendalian Penyakit Dan
asuhan keperawatan secara Penyehatan Lingkungan.
komprehensif dan meningkatkan Jakarta
mutu pelayanan khususnya yang
berkaitan dengan pengendalian Dinas Kesehatan Kabupaten
pengobatan dan Purbalingga. 2015. Profil
perawatan/pencegahan cacat akibat Kesehatan Kabupaten
penyakit kusta serta melibatkan Purbalingga tahun 2014.
peranan keluarga dalam perawatan Dinas Kesehatan Kabupaten
penderita kusta. Purbalingga
3. Bagi Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Dinas Kesehatan Kabupaten
Sebagai bahan masukan dalam Purbalingga. 2016. Laporan
pelaksanaan program Situasi Kusta di Kabupaten

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


Purbalingga. Dinas Kunoli, F. J. (2013). Pengantar
Kesehatan Kabupaten Epidemiologi Penyakit
Purbalingga Menular. Jakarta: Trans Info
Media.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa
Tengah. 2015. Profil Kusumadewi, Candra. (2015)
Kesehatan Kabupaten/kota Efektivitas Pendampingan
Jumlah Angka dan Prevalensi Perawatan Diri Berbasis
Penyakit Kusta Menurut Keluarga Terhadap
Tipe/jenis, Jenis Kelamin dan Kemandirian Perawatan Diri
Kabupaten/kota Propinsi Penderita Cacat Kusta (Studi
Jawa Tengah. Semarang. Kasus di Puskesmas Wilayah
Dinas Kesehatan Propinsi Kunduran Kecamatan
Jawa Tengah Kunduran Kabupaten
Blora). Skripsi UNNES
Djuanda, (2010). Ilmu Penyakit Kulit dari
dan Kelamin. Jakarta: EGC. http://lib.unnes.ac.id/20406/1/
6411410097-S.pdf
Eliningsih, D. 2010. Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kushariyadi, (2010). Asuhan
Kecacatan Pada Penderita Keperawatan Pada Klien
Kusta Di Kabupaten Tegal. Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Jurnal. Volume 18. No. 2 Medika.

Harahap, M. 2013. Ilmu Penyakit Laoming. K, Umboh. J, Kepel. B.


Kulit. Edisi 1, Hipokrates. 2015. Faktor-Faktor Yang
Jakarta Berhubungan Dengan
Kecacatan Pada Penderita
Idris, D. N., T (2016). Activity Of Kusta Di Kabupaten Bolaang
Daily Living Penderita Kusta Mongondow. Jurnal. Fakultas
Berdasarkan Tingkat Cacat Kedokteran Universitas Sam
dengan Indeks Barthel. Skripsi Ratulangi. Medan
Stikesbapis dari Making, M, Aulawi, K, Warsini, S.
http://ejurnal.stikesbaptis.ac.id/ind 2008. Gambaran Kualitas
ex.php/STIKES/article/download/ Hidup Penderita Kusta Di
126/104 Kabupaten Lembata. Jurnal.
Program Studi Ilmu
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Keperawatan. FK UGM.
Konseling Kusta. Kementrian Yogyakarta
Kesehatan RI Direktorat
Jenderal Pengendalian Putra, (2011). Pencegahan Kecacatan
Penyakit dan Penyehatan Pada Tangan Penderita
Lingkungan. Jakarta Kusta, Medan, Departemen

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto


Ilmu Kesehatan Kulit dan (OYPMK) Studi Kasus Di
Kelamin Fakultas Kedokteran Wilayah Kerja Puskesmas
Universitas Sumut RSUP H. Jenggawah Dan Wilayah
Kerja Puskesmas
Adam Malik.
Kemuningsari Kidul
Prastiwi, T. 2010. Faktor-Faktor Yang Kabupaten Jember. Skripsi.
Berhubungan Dengan Cacat Fakultas Kesehatan
Tingkat II Pada Penderita Masyarakat. Universitas
Kusta Di Rumah Sakit Kusta Jember. Jawa Timur Info
Kediri Jawa Timur. Skripsi. Media
Perpustakaan Universitas World Health Organization/WHO.
Airlangga. Surabaya 2016. Global Leprosy
Rahariyani, (2008). Buku Ajar Asuhan Update. Weekly
Epidemiological Record no.
Keperawatan Klien Gangguan
35, 405-420
Sistem Integumen, Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Saputri, R. 2009. Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan
Kejadian Cacat Tingkat 2 Di
Kampung Rehabilitasi Rumah
Sakit Kusta Donorojo Jepara
Tahun 2008. Skripsi. Fakultas
Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Universitas Negeri. Semarang
Solikhah, A. 2016. Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Kusta
Dengan Perawatan Diri
Penderita Kusta Di Wilayah
Kabupaten Sukoharjo. Jurnal.
Fakultas Ilmu Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Susanto, (2013). Perawatan Klien


Kusta di Komunitas. Jakarta
Timur: CV. Trans
Ulfa, F. 2015. Kualitas Hidup Orang
Yang Pernah Menderita Kusta

Penelitian Kesehatan, Ratnasari (2018), UMP, Purwokerto

Anda mungkin juga menyukai