Anda di halaman 1dari 10

REFERAT ABSES SEREBRI PEMBIMBING: dr.

Hadi Soeprapto G, SpS, MKes DISUSUN


OLEH: Christy Imelda M M ( ) Dian Rizki Rahayu ( ) KEPANITERAAN KLINIK ILMU
PENYAKIT SARAF RS MARDI WALUYO METRO LAMPUNG FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PERIODE 27 MEI JUNI 2013
JAKARTA 1 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii BAB I PENDAHULUAN...1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI EPIDEMIOLOGI ANATOMI OTAK
ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI HISTOPATOLOGI PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS DIAGNOSIS PENATALAKSANAAN DIAGNOSIS BANDING
KOMPLIKASI PROGNOSIS...24 BAB III KESIMPULAN...25 DAFTAR PUSTAKA R e f
eratAbsesSerebri

3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat- Nya dalam menyelesaikan referat Ilmu Penyakit Saraf yang berjudul
Abses Serebri. Referat ini disusun sebagai bagian dalam rangka memenuhi salah satu tugas
kami sebagai mahasiswa kedoteran yang mengikuti program studi profesi dokter di bagian
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia periode 27 Mei Juni
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah dalam rangka mengikuti Kepanitraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf, RS Mardi Waluyo Metro Lampung, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan berbagai pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan referat
ini. Penulis juga mengharapkan segala masukan baik berupa saran maupun kritik membangun
daripada pembaca dalam rangka meningkatkan kualitas refarat ini. Demikianlah referat ini
disusun, kiranya dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia. Lampung, Juni 2013 Penulis 3 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abses serebri merupakan infeksi


intraserebral fokal yang dimulai sebagai serebritis yang lokalisatorik dan berkembang
menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam
variasi bakteri, fungus dan protozoa.. Abses serebri/ abses otak pada anak jarang ditemukan
dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni ( ) pertama kali melaporkan AO
yang disebabkan oleh peradangan telinga. Pada beberapa penderita dihubungkan dengan
kelainan jantung bawaan sianotik. Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri,
jamur dan parasit tertentu. Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran
darah, perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan
kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya. Walaupun
teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami
kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak tetap masih tinggi yaitu sekitar 10-60%
atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju,
namun karena resiko kematiiannya tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi
yang mengancam kehidupan masyarakat ( life threatening infection ). Abses serebri dapat
terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus frontal, parietal, dan
temporal. Abses serebri di lobus occipital, serebelum dan batang otak terjadi pada sekitar
20% kasus. Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di
sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti
trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran 5 hematogen
dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;
sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada
lobus tertentu. Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan
pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah
sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini
memudahkan terjadinya trombo-emboli. 3 Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu
demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal
sesuai lokalisasi abses. Terapi AO terdiri dari pemberian antibiotik dan pembedahan. Tanpa
pengobatan, prognosis AO dapat menjadi jelek. 5 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Abses serebri merupakan infeksi intraserebral
fokal yang dimulai sebagai serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan
pus yang dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus
dan protozoa. 2.2 Epidemiologi Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia,
namun paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu,
embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi
fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada
wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial.
Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus. Walaupun teknologi
kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan,
namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-
rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena
resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection). Di Indonesia belum ada data
pasti, namun Amerika Serikat dilaporkan sekitar kasus abses serebri per tahun. Prevalensi
diperkirakan 0,3-1,3 per orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita,
yaitu dengan perbandinagan 2-3:1. 6 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

7 Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki
daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu
sekitar tahun. Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kemtian. Jika kondisi pasien buruk, rate
kematian akan tinggi. Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson
Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14
tahun ( ), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan
7:2, berusia sekitar tahun dengan rate kematian 55%. Demikian juga dengan hasil penelitian
Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul selama 2 tahun ( ) dari RSUD Dr
Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita
abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50
tahun dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal). Dengan perkembangan
pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi pediatri, serta pandemic AIDS, terjadi
pergeseran prevalensi ke usia dekade 3-5 kehidupan. 7 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

8 2.3 Anatomi Otak Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit karena fungsi
organ yang menakjubkan ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan,
serta untuk mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak,
yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Gambar 2.1. Anatomi otak (Sumber: www.
biology.about.com) Pembagian otak: 1. Prosencephalon - Otak depan 2. Mesencephalon -
Otak tengah o Diencephalon = thalamus, hypothalamus o Telencephalon= korteks serebri,
ganglia basalis, corpus striatum 8 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

9 3. Rhombencephalon - Otak belakang o Metencephalon= pons, cerebellum o


Myelencephalon= medulla oblongata Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier) Sawar darah
otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu otak dan likuor
serebrospinalis, dari kompartemen ketiga yaitu darah. Tempat -tempat rintangan itu adalah
tapal batas antara darah dan kedua kompartemen susunan saraf tersebut diatas yaitu pleksus
koroideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang
menutupi ruang subaraknoid. Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung
satu dengan yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus intraseluler. Sel- sel
tersebut adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel
membran araknoid serta perineurium. Sawar darah otak mengalami perubahan jika terjadi
beberapa proses patologis, seperti anoksia daniskemia, lesi destruktif dan proliferative, reaksi
peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral tang
terganggu. Gambar 2.2 Mekanisme Imunologi Sawar Darah Otak Sumber: 9 R e f e r a t A b
sesSerebri

10 Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu menghalangu
masuknya leukosit ataupun mikroorganisme pathogen ke susunan saraf pusat. Tetapi pada
proses radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi bocor. Leukosit polinuklearis
terangsang oleh substansi substansi yang dihasilkan dari sel- sel yang sudah musnah sehingga
ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang
tergolong dalam T- sel ternyata dapat juga menyebrangi endotheliaum tanpa menimbulkan
kerusakan structural pada pembuluh darah. 2.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi Sebagian
besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal,
ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries). Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara
hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektas, pneumonia),
endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot
(abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang
penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang
didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang
otak. Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,
penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh % penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang
dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka
tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan
sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak. 10 R e f e r a t A b s e s
Serebri

11 Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis melalui klep
vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal,
terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga
menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis
dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat
menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses
pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis.
Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti
kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat
menyebar ke dalam serebelum. Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus,
streptococci (viridians, pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram
positif, Bacteroides spp, Fusobacterium spp,prevotella spp, Actinomyces spp, dan
Clostridium spp), basil aerob gram-negatif (enteric rods, Proteus spp, Pseudomonas
aeruginosa, Citrobacter diversus, dan Haemophilus spp). Infeksi parasit (Schistosomiasis,
Amoeba) dan fungus (Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses,
tetapi hal ini jarang terjadi. Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau
factor lingkungan. 1. Faktor tuan rumah (host) Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk
menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak
yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan
selular yang berfungsi sempurna. 11 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

12 2. Faktor kuman Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan


meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut
dengan faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat
menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada system limfoid
atau retikuloendotelial. 3. Faktor lingkungan Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi
kuman. Yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air,
atau udara. 2.5 Histopatologi Abses Piogenis disebabkan bakteri Jaringanotak rentan terhadap
infeksi dan tidak mempunyai mekanisme pertahanan yang baik, pembentukan kapsul kolagen
merupakan rspon yang terpenting dalam membatasi penyebaran abses. Untuk terjadinya
abses otak harus ada daerah yang nekrosis terlebih dahulu dalam jaringan otak. Pada
penderita meningitis bacteria tidak selalu terjadi abses otak, hal ini dipengaruhioleh faktor-
faktor: 1.Virulensi bakteri Komponen permukaa subkapsular bakteri (dinding sel dan
lipopolisakarida) memegang peranan yang penting untuk timbulnya radang di selaput otak
dan memperluas daerah yang nekrosis ke dalam jaringan otak. Bakteri pneumokokus
mempunyai dua polimer dinding sel (peptidoglikan dan asam trikoik fosfat ribitol)
menyebabkan 12 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

13 timbulnya peradangan. H. influenza mempunyai kapsul lipopolisakarida bila terjadi


inokulasi ke dalam intrasisternal menyebabkan radang dan merusak sawar darah otak. 2.
Rusaknya sawar darah otak Hanya bakteri tertentu yang bisa merusak sawar darah otak.
Kerusakan sawar darah otak menimbulkan eksudasi albumin yang mempercepat timbulnya
edema otak dengan kerusakan sel endotel dan mikrovaskuler otak. 3. Imunopatologis Satu
sampai 3 jam setelah inokulasi lipopolisakarida terjadi pelepasan secara cepat dari TNF
(Tumor Necrotic Factor). Interleukin-2 ke dalam CSS menyebabkan neutrofil melekat pada
epitel serta merangsang sel-sel di susunan saraf pusat (astroglia endotel, dan makrofag
selaput otak) untuk melepaskan sitokin. Sitokin dieksresikan dan merusak sawar darah otak.
Kondisi imunologis penderita yang kurang baik akan mempercepat terjadinya proses
peradangan dijaringan otak Abses disebabkan jamur Abses yang disebabkan jamur umumnya
merupakan abses metastatik. Awalnya akan tampak invasi vaskuler oleh jamur, disusul
thrombosis sekunder dan infark otak. Hal ini menyerupai abses piogenik, dimana di dalam
bagian nekrotik terdapat sel radang, makrofag, fibroblast, dan sel besar berinti banyak terisi
jamur yang telah difagosit Abses disebkan parasit Amoeba menyebabkan terjadinya pusat
nekrotik yang berisi debris dan terutama sel mononuclear dikelilingi kongesti vaskuler
nekrosis jaringan saraf dan sel limfotik, sel plasma dan mononuclear lain, disini pembentukan
kapsul tidak ada atau hanya sedikit serta dapat ditemukannya kistadan trofozoit. Toksoplasma
dapat menyebabkan ensefalitis abses dan granuloma dengan atau tanpa pusat nekrotik. 13 R e
feratAbsesSerebri

14 2.6 Patofisiologi Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung
seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen
dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;
sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada
lobus tertentu. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak
dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang
disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis
dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas
dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas
tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa
ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu : 1) Stadium serebritis dini
(Early Cerebritis) Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit,
limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama
dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh
darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut
cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena
pembesaran abses. 14 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

15 2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis) Saat ini terjadi perubahan histologis yang
sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan
pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis
didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang
terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada
fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar 3) Stadium
pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation) Pusat nekrosis mulai mengecil,
makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul.
Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah
ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah
substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di
permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses
cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat
daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar
otak mulai meningkat. 4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation) Pada
stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut:
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang. Daerah tepi dari sel
radang, makrofag, dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. 15 R e f e r a t A b s e s S e r e
bri

16 Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit,


gliosis, dan edema otak di luar kapsul. Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin
membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan
meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi
pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis
dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen. Respon
Imunologik pada Abses Otak. Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian
sampai ke susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di
mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui arteri
intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung. Ada penjagaan otak khusus
terhadap bahaya yang dating melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah
otak atau blood brain barrier. Pada toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan
tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya
bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman
yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak
membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar
atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun
dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit,
antibody 16 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

17 dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki
lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda
dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan
destruktif. 2.7 Manifestasi Klinis Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat
gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan
intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak
gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi (demam,
leukositosis), peninggian tekanan intracranial (sakit kepala, muntah proyektil, papil edema)
dan gejala neurologik fokal (kejang, paresis, ataksia, afaksia) Abses pada lobus frontalis
biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis,
hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang
kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel. Abses
lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan
disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan
motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam
lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala
fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer
dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus.
Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal. 17 R
eferatAbsesSerebri

18 2.8 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik,


pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga
untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya.
Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin
ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan
diagnosisnya. Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status
mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga
tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen. Pemeriksaan motorik
sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem musculoskeletal dan kemungkinan
terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya
bilateral atau tunggal. Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer
yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap
darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang
normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa
dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan
ventrikel. Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat
pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak
dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui
lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang
lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi 18 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

19 abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan


arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai
ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan
scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses
memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya
dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat
membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak
digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat. Gambar CT Scan
Normal Gambar CT- Scan Abses serebri 19 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

20 Gambaran CT-scan pada abses : Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan
edema. Gambaran CT-Scan : Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan
sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan
diameter serebritisnya. Didapati mengelilingi pusat nekrosis. Late cerebritis (hari 4-9): daerah
inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona central inflamasi. Gambaran CT-Scan :
Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke
daerah sentral dengan gambaran lesi homogen menunjukkan adanya cerebritis. Early capsule
stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah
yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement. Gambaran CT-
Scan : Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul
terlihat lebih tebal. Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens
(sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses) Gambaran
CT-Scan : Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak diisi
oleh kontras. 20 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

21 Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik,


dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang
perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak
menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark,
metastasis, hematom yang diserap dan granuloma. Walaupun sukar membedakan antara abses
dan tumor (glioblastoma, metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat
digunakan untuk membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin
tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus,
kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya
vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess biasanya
berkembang di medial. Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi
(yang tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di
daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Sedangkan
gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density tumor, ring enhancement
yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.

2.9 Penatalaksanaan Terapi definitif untuk abses melibatkan : 1. Penatalaksanaan terhadap


efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa 2. Terapi antibiotik dan test
sensitifitas dari kultur material abses 3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi) 4.
Pengobatan terhadap infeksi primer 21 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

22 5. Pencegahan kejang 6. Neurorehabilitasi Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi


diagnosis yang tepat dan pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme
yang memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan
kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera
kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau
vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik
terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia. Tabel 2.1 Prinsip
Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak Etiologi Infeksi bakteri gram negatif, bakteri
Antibiotik Meropenem anaerob, stafilokokkus dan stretokokkus Penyakit jantung sianotik
Post VP-Shunt Otitis media, sinusitis, atau mastoiditis Penissilin dan metronidazole
Vancomycin dan ceptazidine Vancomycin Infeksi meningitis citrobacter Sefalosporin
generasi ketiga, yang secara umum dikombinasi dengan terapi aminoglikosida Pada abses
terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi
dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole.
Monoterapi dengna meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri
anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi 22 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

23 pilihan alternatif. Sementara itu pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik
dapat diterapi dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat
ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine.ketika otitis
media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena
strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang
merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga,
yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien
denganimmunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan
dipertimbangkan pula terapi amphoterids. Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik
pada Abses Otak Drug Dose Frekwensi dan rute Cefotaxime 2-3 kali per hari, (Claforan)
mg/kgbbt/hari IV Ceftriaxone (Rocephin) 2-3 kali per hari, mg/kgbbt/hari Metronidazole
(Flagyl) mg/kgbb/hari Nafcillin (Unipen, Nafcil) 2 grams Vancomycin 15 mg/kgbb/hari IV 3
kali per hari, IV setiap 4 jam, IV setiap 12 jam, IV Kebanyakan studi klinis menunjukkan
bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat
menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada
kasus-kasus dimana terdapat 23 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

24 risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg


dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari. Pada penderita ini,
kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan intrakranial yang meningkat,
papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid
diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit
kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil
edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan
menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan,
seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel. Terapi optimal dalam mengatasi abses
serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi
eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-
center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and
biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada
lesi yang lebih luas digunakan eksisi. Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak
menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara penderita
yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko
kejang. Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi mengingat
proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik oleh edema maupun
abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses yang cukup besar, tebalnya kapsul
dan lokasinya di temporal. 24 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
25 Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul dan secara
umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi
abses. Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini
dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik aspirasi.
Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam
abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang
berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat
pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada
organisme dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6
minggu. Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya
terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per
kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan
neurologis, EEG dan neuroimaging). 3 Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat
penderita sudah mengalami kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian
antikonvulsan ini ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya
Diagnosis Banding Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat
bermanifestasi klinis hamper sama dengan suatu neoplasma maupun hematosubdural. 25 R e
feratAbsesSerebri

26 Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnose yang menyeluruh agar terapi yang diberikan
menjadi tepat. Tabel 2.3 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging Abscess
Tumor Wall Smooth, thin, regular Thick, irregular Thinner on inner aspect Thinner on outer
aspect Nodularity If present, in inner border Outer border T1 T2 Hyperintense rim
Hypointense rim Meningeal enhancement Favours Not seen Diffusion Imaging High signal
Low signal Perfusion imaging dynamic Normal signal due to collagen and fibrosis in wall
Low signal due high capillary density in tumour 2.11 Komplikasi Abses otak menyebabkan
kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya adalah: 1. Robeknya kapsul abses ke
dalam ventrikel atau ruang subarachnoid 2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang
menyebabkan hidrosefalus 3. Edema otak 4. Herniasi oleh massa Abses otak 26 R e f e r a t A
bsesSerebri

27 2.12 Prognosis Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan
berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic yang tepat,
serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka
kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya
fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk
hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalahmasalah
pembelajaran lainnya. Prognosis dari abses otak ini tergantung dari: 1) Cepatnya diagnosis
ditegakkan 2) Derajat perubahan patologis 3) Soliter atau multipel 4) Penanganan yang
adekuat. Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat
didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan mu1tipel.
Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50% penderita. 27 R e f e r a t
AbsesSerebri

28 BAB III KESIMPULAN Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,
fungus, dan protozoa, dimana kasusnya jarang dijumpai tetapi angka kematiannya tinggi
(rata-rata 40%) sehingga tergolong kelompok penyakit life threaqtening infection. Sebagian
besar penderita abses otak adalah laki-laki, dibandingkan perempuan (3:1) yang berusia
produktif (20-50) tahun. Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi
tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries), dapat timbul akibat
penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase,
pneumonia), endokarditis bacterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan
Tetralogi Fallot ( abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jarinagn otak).
Dapat juga timbul akibat trauma tembus pada kepala atau trauma pasca operasi., Abses dapat
juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis
yang mendapat kemoterapi. Steroid yang dapat menurunkan system kekebalan tubuh. Proses
pembentukan abses otak memakan waktu 2 minggu dan terdiri dari 4 tahap. Dengan semakin
besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala
infeksi, peninggian tekanan intracranial, dan gejala neurologic fokal. Diagnosa ditegakkan
dengan pemeriksaan fisik, rontgen, CT-Scan dan pemeriksaan laboratorium. 28 R e f e r a t A
bsesSerebri

29 Terapi definitive untuk abse melibatkan penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan
edema) yang dapat mengancam jiwa, terapi antibiotic dan test sensitifitas dari kultur material
abses, terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi), pengobatan terhadap infeksi primer,
pencegahan kejang, dan neurorehabilitasi. Prognosis dari abses otak ini tergantung dari
cepatnya diagnosis ditegakkan, derajat perubahan patologis, soliter atau multiple, penegakan
yang adekuat. 29 R e f e r a t A b s e s S e r e b r i

30 DAFTAR PUSTAKA

1. Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf PERDOSSI. Hal
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. 2011.

2. Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Otak. Buku Pedoman SPM dan SPO
Neurologi PERDOSSI. hal Jakarta: 2006.

3. Mardjono, Mahar, dkk. Abses Serebri. Neurologi Klinis Dasar.hal 320-321. Jakarta:
Dian Rakyat, 2008.

4. Hakim, Adril Arsyad. Abses Otak. Dep Bedah FK USU/ SMF Bedah Saraf RSUP H
Adam Malik Medan. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4. Sumatera
Utara: Desember 2005.

Anda mungkin juga menyukai