Anda di halaman 1dari 31

PNEUMONIA

Disusun oleh :

Kelompok 2

Ilmu Keperawatan A’2017

1. Alya Nisrinavira (011711004)


2. Dike Dwi Mareta (011711006)
3. Faizah Suci Damayanti (011711021)
4. Rachma Fajri Nur Lestari (011711012)
5. Rindiyani (011711022)
6. Siti Aulia Septiani (011711024)
7. Siti Maeda (011711047)

UNIVERSITAS BINAWAN

JL. KALIBATA RAYA NO. 25-30 JAKARTA TIMUR

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
salah satu tugas mata kuliah Essential of Pathophysiology. Makalah ini
membahas tentang penyakit pneumonia.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari adanya dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Erika Lubis, SKp,MN. selaku dosen mata kuliah Essential of
Pathophysiology.
2. Seluruh rekan mahasiswa prodi keperawatan tahun 2017 yang selalu
memberi dukungan dan masukan pada pembuatan makalah ini.
Penyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan
masukan yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan baik dari segi isi,
materi maupun metode penulisan dan sebagainya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan
sebgaimana mestinya.

Jakarta, November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................1

1.2. Tujuan Penulisan ...............................................................................................2

1.2.1. Tujuan Umum .........................................................................................2

1.2.2. Tujuan Khusus ........................................................................................2

1.3. Metode Penulisan ..............................................................................................3

1.4. Sistematika Penulisan .......................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................................

2.1. Anatomi dan Fisiologi .......................................................................................4

2.2. Definisi ............................................................................................................10

2.3. Klasifikasi .......................................................................................................10

2.3. Etiologi ............................................................................................................12

2.4 Faktor Risiko ....................................................................................................14

2.5. Manifestasi Klinik ...........................................................................................16

2.6 Patofisiologi .....................................................................................................17

2.7 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................20

2.8. Terapi ..............................................................................................................22

2.9. Komplikasi ......................................................................................................24

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan Atas .......................................................4

Gambar 2.2 Anatomi Sistem Pernapasan Bawah .....................................................5

Gambar 2.3 Pneumonia ..........................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk
mengabsorbsi oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari dalam tubuh,
yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Sel-sel makhluk hidup
memerlukan oksigen dan karbondioksida sebagai sisa metabolisme yang
harus dikeluarkan dari tubuh (Wiwih, 2011). Infeksi pada saluran pernafasan
jauh lebih sering terjadi dibandingkan infeksi pada sistem organ tubuh
lainnya. Infeksi saluran napas terbagi menjadi dua infeksi saluran napas atas
dan infeksi salurn napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis,
sinusitis, faringitis, laryngitis, epiglotis, dan tonsilitis. Sedangkan infeksi
saluran napas bawah meliputi bronkitis, bronkiolitis, pneumonia dan lain-lain.
Apabila infeksi saluran napas atas tidak diatasi dengan baik, maka dapat
berkembang dan menyebabkan infeksi saluran napas bawah (Depkes RI,
2011).
Pneumonia merupakan infeksi akut di paru-paru yang dapat
mengganggu pertukaran gas di alveolus karena adanya cairan yang
menumpuk. Kasus pneumonia sering ditemukan pada anak-anak, orang
dewasa dan usia lanjut. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika tidak
segera diobati (Dipiro dkk, 2015). Pada orang dewasa dan anak-anak,
pneumonia bisa menjadi infeksi serius yang dapat berkembang dan berpotensi
mengancam jiwa. Pneumonia juga sebagai salah satu penyakit infeksi pada
usia lanjut, yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
tingginya angka kematian disebabkan penyakit tersebut (Misnadiarly, 2008).

Pneumonia merupakan masalah kesehatan yang menduduki peringkat


10 di dunia. Terdapat kasus kematian 880.000 atau sekitar 16%
dari 5,6 juta kematian balita.

1
2

Pada usia lanjut/ lansia angka kejadian pneumonia mencapai 25-44 kasus atau
setara dengan 81,2% per 1000 penduduk setiap tahunnya (WHO, 2016). Di
Indonesia pneumonia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia
tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Jumlah kematian terbesar pada balita dan usia
lanjut sekitar 15,5% dan terdapat 554.650 kasus pneumonia (Kemenkes,
2016). Kasus pneumonia di DKI Jakarta secara keseluruhan berjumlah 44.967
dan terdapat 16 kasus yang mengalami kematian atau sekitar 0,04%
(Kemenkes, 2016). Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa, masih
tingginya penderita pneumonia terutama pada usia balita dan usia lanjut yang
disebabkan karena terpapar bakteri pneumokokus, lingkungan rumah yang
kotor, serta kurangnya gizi yang tidak terpenuhi.
1.2. Tujuan penulisan
1.2.1 Tujuan umum

Tujuan umum penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Essential of Pathophysiology dan mahasiswa diharapkan
dapat memahami penyakit pneumonia.

1.2.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :


a. Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi sistem
pernapasan.
b. Mahasiswa dapat memahami pengertian pneumonia.
c. Mahasiswa dapat memahami klasifikasi pneumonia.
d. Mahasiswa dapat memahami etiologi pneumonia.
e. Mahasiswa dapat memahami faktor risiko pneumonia.
f. Mahasiswa dapat memahami manifestasi klinik pneumonia.
g. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi pneumonia.
h. Mahasiswa dapat memahami pemeriksaan penunjang pneumonia
i. Mahasiswa dapat mamahami terapi pneumonia.
j. Mahasiswa dapat memahami komplikasi pneumonia.
3

1.3. Metode Penulisan


Metode penulisan makalah ini adalah menggunakan studi atau kajian literatur
yang berkaitan dengan pneumonia.
1.4. Sistematika penulisan

Penyusunan makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan
BAB II : Tinjauan teori
BAB III : Penutup
Daftar Pustaka
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


2.1.1 Anatomi Sistem Pernapasan Atas (Budiyono, 2011)

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan Atas

1. Hidung
Hidung merupakan tempat pertama yang dilalui udara pernafasan
sebagai tempat masuk udara kedalam tubuh. Di dalam rongga hidung
terdapat rambut (vibrissae) dan selaput lendir yang berfungsi untuk
menyaring kotoran atau debu yang masuk bersama udara pernapasan.
2. Faring
Faring terbagi menjadi 3 bagian, bagian yang dibelakang rongga
hidung disebut nasofaring, sedangkan dibelakang rongga mulut disebut
orofaring dan bagian bawah disebut laringofaring. Saluran orofaring
merupakan tempat lewatnya udara maupun makanan dan minuman
yang ditelan.
3. Laring
Laring terletak antara faring dan trakea. Pada laring terdapat kotak
suara. Di dalamnya terdapat jaringan elastis yang melintang dan
membelah dua disebut pita suara. Udara melintas kuat melalui kotak
suara menyebabkan getaran pada pita suara yang menimbulkan
gelombang suara.

4
5

2.1.2 Anatomi sistem pernafasan bawah (Setiadi, 2008)

Gambar 2.2 Anatomi Sistem Pernapasan Bagian Bawah


1. Trakea

Trakea terdapat dalam rongga dada yang mempunyai 2 cabang kiri


dan kanan. Trakea tersusun atas 16-20 cincin tulang rawan yang berbentuk
seperti C. Fungsi cincin tulang rawan yaitu untuk melindungi trakea,
membuat lentur (fleksibel) dan mencegah kolaps atau melebar berlebihan.
Lapisan terdalam terdiri atas jaringan epuitelium bersilia yang
menghasilkan lendir, berfungsi untuk menangkap debu dan mikro
organisme yang masuk saat menghirup udara.

2. Bronkus

Bronkus adalah batang tenggorokan bercabang yang terletak


sebelum trakea dan sesudah paru-paru. Bronkus mempunyai cabang
sebelah kiri dan kanan. Bronkus sebalah kanan (bronkus primer) akan
bercabang menjadi 3 bronkus lobaris, sedangkan bronkus sebalah kiri
(bronkus sekunder) 2 cabang bronkus lobaris. Bronkus sebalah kiri lebih
panjang, sempit dan mendatar dari pada sebalah kanan. Cabang ini
diameternya lebih kecil dari trakea, dan tiap bronkus masuk kedalam paru-
paru. Fungsinya sebagai konduktor udara antara atmosfer (lingkungan
luar) dengan alveoli dan menghubungkan antara trakea dan paru-paru.
6

3. Bronkhiolus

Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Salurannya semakin


halus dan dindingnya kecil serta tidak mempunyai tulang rawan tetapi
rongganya bersilia. Bronkhiolus mempunyai cabang lebih banyak dan
lebih kecil, khususnya pada paru kanan yang mempunyai 3 lobus. Karena
banyaknya cabang-cabang ini sering disebut “pohon bronkhiolus”.
Bronkus dan bronkhiolus mengandung jaringan otot polos. Jaringan ini
otot ini mengontrol besar atau diameter saluran nafas. Fungsi bronkiolus
sebagi media yang menghubungkan oksigen yang di hirup agar mencapai
paru-paru.

4. Alveolus

Alveolus adalah struktur anatomi yang memiliki bentuk berongga


dan gelembung halus didalam paru-paru. Terdapat parenkim paru-paru
yang merupakan ujung dari saluran pernapasan, di mana kedua sisi
merupakan tempat pertukaran udara dengan darah. Alveolus dikelilingi
oleh banyak pembuluh darah kecil yang disebut pembuluh kapiler alveoli.
Alveoli adalah kantung kecil yang memungkinkan oksigen dan karbon
dioksida untuk bergerak di antara paru-paru dan aliran darah. Ada sekitar
300 juta alveoli dikedua paru-paru, total luas permukaan 40-80 m2. Sel-sel
ini memiliki lapisan sitoplasma, yang tipis untuk pertukaran gas.

5. Paru-Paru

Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2


lobus pada paru sebelah kiri. Pada paru kanan lobus –lobusnya antara lain
lobus superior, lobus medius dan obus inferior. Sementara pada paru kiri
hanya terdapat lobus superior dan lobus inferior. Pada paru-paru sebelah
kanan pada lobus bagian atas (superior) dan bagian tengah (medius)
dipisahkan oleh fisura transversal. Dan lobus bagian bawah (inferior)
kanan dan kiri dipisahkan oleh fisura oblik.
7

6. Pleura

Pleura adalah suatu membran serosa yang mengelilingi paru-paru.


Pleura disusun oleh sel-sel epitel pada dasar membran serta memiliki dua
lapisan yaitu viseral dan parietal. Pleura bagian luar (parietal) menempel
pada dinding rongga dada, tetapi terpisah oleh fasia endotoraks.
Sedangkan pleura pada bagian dalam (viseral) menutupi paru-paru dan
menggabungkan struktur-struktur, seperti pembuluh darah, bronkus, dan
saraf-saraf. Pada lapisan pleura terdapat ruang diantar lapisan yang disebut
rongga pleura. Fungsinya sebagai pelicin dari gesekan antara permukaan
kedua pleura dan dapat bergerak leluasa pada wakktu bernafas.

7. Diafragma

Diafragma adalah organ tubuh yang memisahkan rongga perut


dengan rongga dada. Untuk mendapatkan jumlah oksigen yang maksimal
ketika menarik napas, tubuh akan menggunakan otot-otot pernapasan
termasuk diafragma. Diafragma adalah otot utama yang digunakan dalam
proses menarik dan mengeluarkan napas. Diafragma terletak di bawah
rongga dada dan berbentuk seperti kubah otot. Organ tubuh ini
memisahkan jantung dan paru-paru dengan organ perut (lambung, usus,
limpa, dan hati).

2.1.3 Fisiologi Sistem Pernapasan

1. Mekanisme Pernafasan

Udara masuk melewati hidung, lalu otot antar tulang rusuk


berkontraksi sehingga menarik tulang rusuk ke atas dan pada bersamaan
otot diafragma menjadi datar. Akibatnya rongga dada membesar, paru-
paru mengembang, dan tekanan udara dalam kantong paru-paru
menjadi lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer, sehingga udara
mengalir ke paru-paru atau disebut inspirasi. Saat otot antar tulang
berelaksasi, tulang rusuk kembali pada posisi semula dan pada saat
bersamaan otot diafragma berelaksasi. Akibatnya, rongga dada
8

menyempit, paru-paru mengecil sehingga tekanan udara dalam paru-


paru naik dari tekanan udara atmosfer. Proses ini disebut proses
menghembuskan udara dari paru-paru atau disebut ekspirasi (Syabariah,
2009).

2. Volume dan kapasitas paru-paru

Menurut Guyton (2008) volume paru terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:

a. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi


pada setiap kali pernafasan normal. Besarnya ± 500 ml pada rata-rata
orang dewasa.
b. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang di
inspirasi setelah volume tidal. Volume mencapai ± 3000 ml.
c. Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum pada akhir ekspirasi normal,
pada keadaan normal besarnya ± 1100 ml.
d. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam
paru-paru setelah ekspirasi kuat. Besarnya ± 1200 ml.

Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan


dibagi menjadi empat bagian, yaitu: (Guyton, 2008)

a. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan


inspirasi, totalnya ± 3500 ml. Jumlah udara yang dapat dihirup
seseorang mulai pada tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan
paru sampai jumlah maksimum.
b. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi
+ volume residu. Totalnya ± 2300 ml yang merupakan besar udara
tersisa dalam paru pada akhir eskpirasi normal.
c. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume
tidal + volume cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml yang
merupakan jumlah udara maksimal dan dapat dikeluarkan dari paru.
d. Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah
volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah
9

inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Hasil


ini di dapat setelah seseorang menginspirasi dengan usaha maksimal
dan mengekspirasi secara kuat dan cepat.
e. Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory
Volume in One Second (FEV1) adalah volume udara yang dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum per satuan detik. Hasil ini
didapat setelah seseorang terlebih dahulu melakukakn pernafasan
dalam dan inspirasi maksimal yang kemudian diekspirasikan secara
paksa sekuat-kuatnya dan semaksimal mungkin, dengan cara ini
kapasitas vital seseorang tersebut dapat dihembuskan dalam satu detik.
f. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu.
Besarnya ± 5800ml, adalah volume maksimal dimana paru-paru
dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa.Volume dan
kapasitas seluruh paru pada wanita ± 20 – 25% lebih kecil daripada
pria, dan lebih besar pada atlet dan orang yang bertubuh besar daripada
orang yang bertubuh kecil.

3. Fisiologi pernapasan

Pernapasan paru merupakan tempat pertukaran oksigen dan


karbondioksida yang terjadi di paru-paru. Oksigen dihirup melalui
hidung dan mulut. Saat bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan
pipa bronchial ke alveoli, dan dapat erat berhubungan dengan darah di
dalam kapiler pulmonalis. Pernapasan berarti pengangkutan oksigen ke
sel dan pengangkutan CO2 dari sel kembali ke atmosfer. Proses ini
menurut Guyton dan Hall (2008) dapat dibagi menjadi 4 tahap yaitu:

a. Pertukaran udara paru, masuk dan keluarnya udara di alveoli.


Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat mengempis penuh
karena udara yang tersisa di dalam alveoli tidak dapat dikeluarkan
walaupun dengan ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa ini
disebut volume residu. Volume ini penting karena menyediakan O2
dalam alveoli untuk menghasilkan darah.
10

b. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah.


c. Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah.
d. Regulasi pertukaran udara.

2.2 Definisi

Gambar 2.3 Pneumonia

Menurut Wikipedia (2018), pneumonia adalah kondisi inflamasi pada


paru-paru yang mempengaruhi kantung udara mikroskopik yang dikenal
sebagai alveolus. Sedangkan Nurul (2011), pneumonia adalah kondisi
inflamasi pada salah satu kantung udara atau kedua paru-paru yang berisi
cairan dan mengenai jaringan paru alveoli. Athena dan Ika (2014)
mendefinisikan, pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang
bersifat akut. Dapat disimpulkan bahwa pneumonia merupakan infeksi pada
kantung paru-paru atau alveoli yang berisi cairan dan bersifat akut.

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia terbagi dalam beberapa jenis antara lain
(Warganegara, E., 2017) :
1. Community Assosiated Pneumoia (CAP)
Community Assosiated Pneumoia (CAP) merupakan
pneumonia yang terjadi pada masyarakat atau dalam komunitas
melalui aspirasi mikroba patogen ke paru paru (lobus paru).
Penyebabnya 85% disebabkan oleh Streptococcus pneumonia,
Haemophylus influenza, dan Moraxella catarrhalis. Biasanya
11

diperoleh dari luar rumah sakit. CAP adalah infeksi akut dari
parenkim paru dengan gejala-gejala infeksi akut, ditmbah dengan
adanya suara paru abnormal pada pemeriksaan auskultasi. Biasanya
terjadi saat pasien sedang tidak dalam perawatan rumah sakit dalam
kurun waktu 14 hari sebelum timbul gejala. Kebanyakan pasien
memiliki gejala yang tidak spesifik seperti lelah, sakit kepala, nyeri
otot, dan anoreksia.
2. Health Care Associated Pneumonia (HCAP)
Health Care Associated Pneumonia (HCAP) adalah pneumonia
yang terjadi pada anggota masyarakat, sehingga merubah risiko
terhadap mikroba yang virulent dan resisten dengan obat. Faktor risiko
antara lain, perawatan dirumah sakit atau fasilitas perawatan yang
diperpanjang, anggota keluarga dengan infeksi yang melibatkan
mikroba resisten obat dan dialisis yang panjang lewat dari 30 hari.
Dalam HCAP terdapat beberapa jenis yaitu Hospital Acquired
Pneumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP).
Hospital Acquired Pneumonia (HAP) merupakan pneumonia yang
terjadi setelah pasein 48 jam dirawat di rumah sakit dan tidak dalam
masa inkubasi. HAP Pneumonia terjadi karena ketidakseimbangan
pertahanan dan kemampuan kolonisasi bakteri sehingga menginvasi
saluran pernapasan bagaian bawah. HAP merupakan penyebab paling
umum kedua dari infeksi dan diperkirakan 27-50% berhubungan
langsung dengan pneumonia. Faktor risiko pada perkembangan HAP
yaitu lansia, malnutrisi, penurunan kesadaran, dan penyakit obstruksi
paru yang kronis. HAP adalah infeksi yang paling umum terjadi pada
pasien yang membutuhkan perawatan Intensive Care Unit.
Sedangakan Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah suatu
pneumonia yang terjadi lebih dari 48-72 jam sesudah pemakaian
intubasi endotrakeal. Kondisi ini merupakan tindakan medis berupa
memasukan tabung endotrakeal melalui mulut atau hidung untuk
menghubungkan udara luar dengan paru-paru.
12

2.4 Etiologi

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme


(bakteri dan virus), serta sebagian pengaruh kecil penyebab lainnya
seperti polusi lingkungan dan masuknya makanan minuman kedalam
saluran pernafasan (aspirasi).

Adapun jenis-jenis bakteri dan virus yang dapat menyebabkan


pneumonia adalah sebagai berikut :

1. Bakteri
a. Pneumococus atau Streptococcus pneumonia merupakan bakteri di
saluran pernapasan yang mengakibatkan berbagai penyakit
termasuk pneumonia (infeksi paru-paru). Streptococcus Pneumonia
merupakan bakteri anaerob fakultatif. Bakteri ini menyerang
saluran pernapasan, sinus, dan rongga hidung yang sering terinfeksi
dan masuk ke pernapasan bawah. Bakteri patogen banyak
ditemukan di community acquired pneumonia atau pneumonia
komunitas yang rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60% (NSW,
2015).
b. Staphylococcus Aureus merupakan bakteri anaerob fakultatif. Pada
pasien yang diberikan obat secara intravena (intravena drug
abusers) memungkan infeksi kuman ini menyebar secara
hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-paru.
Bakteri ini memiliki daya taman paling kuat, apabila suatu organ
telah terinfeksi kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu
peradangan, nekrosis dan pembentukan abses (Amalina, 2014).
c. Streptococcus β hemolyticus merupakan bakteri yang dapat
ditemukan di saluran pernafasan. Kadang-kadang tidak
menimbulkan penyakit akan tetapi dapat berisiko untuk
menyebarkan penyakit. Infeksi yang ditimbulkan Streptococcus β
hemolyticus terjadi oleh adanya interaksi yang dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti radang
tenggorokan, faringitis, impetigo, erisipelas, scarlet fever,
13

necrotizing fasciitis, toxic shock syndrome, dan pneumonia (Aini,


dkk, 2016).
d. Haemophilus Influenza merupakan bakteri berasal dari gram
negatif yang sering menyerang pada pasien defisiensi imun
(immunocompromised) atau pasien yang di rawat di rumah sakit
dan dilakukan pemasangan endotracheal tube. Bentuk bakteri
batang anaerob berkapsul dan tidak berkapsul (Fida, 2016).
e. Mycoplasma Pneumonia merupakan infeksi bakteri di saluran
pernafasan yang dianggap sebagai infeksi ringan, namun gejalanya
dapat berlangsung lama jika radang paru-paru tidak segera diobati
dengan benar dan cepat (Ega, M., 2017).
2. Virus

Virus influenza dapat menyebabkan pneumonia karena


pertahanan paru-paru dilemahkan dan menyebar melalui partikel-
partikel air kecil (droplet). Biasanya dapat menyerang pasien yang
mengalami komponen sistem imun yang tidak berfungsi secara
normal atau disebut imunodefisiensi. Virus lainnya bisa menjadi
penyebab pneumonia adalah Cytomegalivirus, herpes simplex virus,
varicella zooster virus (cacar air).

Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan virus yang


menyebabkan infeksi paru-paru dan saluran pernapasan. Pada
beberapa kasus, infeksi virus RSV dapat menjadi parah terutama
pada bayi premature, lansia, orang dewasa dengan penyakit jantung
dan paru-paru, atau seseorang yang sedang memiliki sistem
kekebalan yang sangat lemah (immunocompromised).

3. Fungi/Jamur :
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh
jamur oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat
menghirup udara. Organisme yang menyerang adalah Candida sp.,
Aspergillus sp., Cryptococcus neoformans, Hitoplasma
Capsulatum, Cryptococcus Neoroformans, Blastomyces
14

Dermatitides, Coccidodies Immitis, Aspergilus Species, Candida


Albicans.
4. Polusi Lingkungan
Pencemaran udara disebabkan oleh tingginya emisi dari
berbagai aktivitas manusia sehingga terjadi peningkatan gas rumah
kaca. Semakin banyak pencemaran udara di lingkungan dapat
menyebabkan penyakit, terutama polusi udara yang berpotensi
membahayakan kesehatan.
Pencemaran udara juga dapat terjadi di dalam ruangan,
terutama rumah. Oleh sebab itu, rumah dianggap sebagai
lingkungan mikro yang berkaitan dengan risiko
pencemaran udara. Contohnya perilaku merokok dalam rumah,
penggunaan pestisida, penggunaan bahan kimia pembersih.
Bahan-bahan kimia tersebut dapat mengeluarkan polutan yang
dapat bertahan di dalam rumah untuk jangka waktu yang cukup
lama (Fahimah, dkk, 2014).

2.5 Faktor Resiko

Faktor risiko yang mempengaruhi pneumonia antara lain : (Wondi, 2012


dalam Muhammad Arafat, 2016)

a. Perokok dan peminum alkohol

Perokok dapat mengalami iritasi pada saluran pernapasan


(bronchial) yang akhirnya menimbulkan sekresi mukus (riak/dahak).
Apabila riak atau dahak mengandung bakteri, maka dapat
menyebabkan pnuemonia. Alkohol berdampak buruk terhadap sel-sel
darah putih sehingga daya tahan tubuh dalam melawan suatu infeksi
menjad lemah.

b. Pasein yang berada dalam ruang perawatan intensif (ICU/ICCU)

Pasein yang dilakukan tindakan ventilator (alat bantu napas)


endotrachel tube sangat berisiko terkena pnuemonia. Disaat mereka
15

batuk akan mengeluarkan tekanan balik isi lambung (perut) ke arah


tenggorokan. Bila hal itu mengandung bakteri dan berpindah ke rongga
napas (ventilator), ia sangat berpotensi terkena pnuemonia.

c. Menghirup udara yang tercemar polusi zat kimia

Risiko tinggi yang dihadapi para petani apabila menyemprotkan


tanaman dengan zat kimia tanpa memakai masker adalah terjadinya
iritasi dan menimbulkan peradangan pada paru-paru dan selanjutnya
rentan menderita penyakit pnuemonia.

d. Pasien yang lama berbaring.

Pasein yang mengalami operasi besar biasanya bermasalah


dalam hal mobilisasi. Orang dengan kondisi semacam itu memiliki
risiko tinggi terkena penyakit pnuemonia. Karena, saat tidur berbaring
statis sangat mungkin riak berkumpul dirongga paru-paru dan menjadi
media berkembangnya bakteri.

e. Daya tahan tubuh yang lemah


Seseorang yang menderita HIV/AIDS dalam jangka waktu
yang lama, serta mempunyai penyakit kronis seperti sakit jantung,
diabetes mellitus, atau hipertensi akan mengalami penurunan imun
secara perlahan-lahan.

2.6 Manifestasi Klinik

Gambaran klinis pneumonia ditunjukkan dengan adanya tanda


yang sering terjadi bila ditandai dengan ciri-ciri adanya demam dan batuk
disertai nafas cepat (takipnea). Gejala dan tanda pneumonia tergantung
penyebab, usia, status imunologis, dan beratnya penyakit. Tanda gejala
penyakit pneumonia anatara lain : (Brogan, Ryan, 2016)

1. Batuk

Batuk yang disebabkan oleh virus harus diwaspadai karena


merupakan gejala infeksi salah satunya pneumonia. Batuk berdahak
16

merupakan gejala yang paling sering pada penderita pneumonia. Dahak


penderita pneumonia dapat berupa dahak kental, menyerupai nanah,
atau disertai bercak darah. Umumnya, dahak penderita akan lebih
menyerupai nanah.

2. Sesak napas
Pneumonia merupakan peradangan paru-paru yang disebabkan
oleh patogen dan menyerang alveolus atau kantung udara. Bila struktur
fungsional paru-paru ini terserang, maka aliran oksigen menuju darah
akan terganggu. Biasanya sesak napas semakin parah jika penderita
pneumonia melakukan aktivitas fisik yang memerlukan tenaga. Bahkan
dalam kasus yang lebih parah, penderita membutuhkan tabung oksigen
dan perawatan agar tetap dapat bernapas.

3. Demam

Demam sering menjadi tanda infeksi pneumonia. Biasanya suhu


mencapai 39,5-40,5oC yang dapat ditemui pada penderita yang sudah
akut atau berat. Demam tinggi ini cenderung menyerang anak-anak,
orang dewasa maupun lansia.

4. Nyeri dada

Nyeri yang didapat akibat peradangan selaput pembungkus paru


yang terjadi saat menarik nafas atau batuk. Keluhan umum yang terasa
seperti ditusuk-tusuk saat sedang bernapas.

5. Anoreksia

Anoreksia, merupakan hal yang umum dikaitkan dengan penyakit


pneumonia. Gangguan psikologi yang berkaitan dengan makan dan berat
badan yang begitu ekstrim dapat memicu penurunan daya tahan tubuh
karena kurangnya asupan makan yang bisa membahayakan nyawa.
17

6. Muntah

Muntah bersamaan dengan terjadinya penyakit pneumonia


merupakan petunjuk awal dari mulai infeksi. Biasanya berlangsung
singkat, tetapi dapat menentap selama sakit dan jika tidak ditangani akan
semakin parah.

2.7 Patofisiologi

Infeksi paru terjadi bila mekanisme sistem pertahanan tubuh


terganggu karena virus, bakteri dan jamur. Agen infeksius masuk ke
saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi dari saluran nafas bagian atas,
dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan
terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi
mekanisme pembersihan dan respon imun. Ketika mikroorganisme
berkembang biak, ia akan mengeluarkan toksin yang mengakibatkan
peradangan pada parenkim paru yang dapat menyebabkan kerusakan pada
membran mukus alveolus. Hal tersebut dapat memicu perkembangan
edema paru dan eksudat yang mengisi alveoli sehingga mengurangi luas
permukaan alveoli untuk pertukaran karbondioksida dan oksigen sehingga
sulit bernafas.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi


eksudatif jaringan ikat paru yang bisa menyebabkan gangguan difusi gas.
Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hipertermi saat di saluran
napas bawah mengalami peradangan dan terjadi peningkatan suhu. akibat
pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan
fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi
merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru
dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yang melewati paru yang
terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-
perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya
hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan
kerja jantung (Bennete, 2013).
18
19

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita pneumonia : (Yudha, S., 2017)

1. X-ray

Gambar 2.4 X-ray dada Pneumonia

Mengidentifikasikan distribusi struktural (missalnya: lobar,


bronchial), dapat melihat kondisi paru-paru yang terkena pneumonia.
Menampakan daerah terlihat putih yang menggambarkan konsolidasi.
Infiltrasi sudah menyebar atau terlokalisasi (bakterial) atau
penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus).
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai
30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri
serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah
dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.
3. BGA (Blood Gas Analysis)
Pemeriksaan Analisa Gas Darah adalah suatu pemeriksaan
melalui darah arteri dengan tujuan mengetahui keseimbangan asam dan
basa dalam tubuh, mengetahui kadar oksigen dalam tubuh dan
20

mengetahui kadar karbondioksida dalam tubuh. Pemeriksaan ini


digunakan untuk menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan
oksigen kedalam sirkulasi darah dan mengambil karbondioksida dalam
darah. Analisa gas darah meliputi PO2, Ph, HCO3, dan seturasi O2. Tes
ini juga menunjukkan seberapa baik paru-paru dan ginjal yang
berinteraksi untuk menjaga pH darah normal (keseimbangan asam-
basa). Tujuannya untuk menilai fungsi respirasi (ventilasi), menilai
kapasitas oksigenasi, menilai keseimbangan asam-basa, mengetahui
keadaan O2 dan metabolisme sel, efisiensi pertukaran O2 dan CO2,
untuk mengetahui kadar CO2 dalam tubuh, dan memperoleh darah
arterial untuk analisa gas darah atau test diagnostik yang lain.
4. Pemeriksaan serologi:
Ilmu yang mempelajari cara mendeteksi suatu infeksi di dalam
serum pasien, misalnya adanya antibodi (Ab) spesifik terhadap
mikroba tertentu. Uji serologi didasarkan atas ikatan spesifik antara
antigen (Ag) dan antibodi (Ab). Tujuannya dapat membantu dalam
membedakan diagnosis organisme khusus.
5. Pemeriksaan fungsi paru
Tes fungsi paru atau spirometri adalah tes yang digunakan untuk
memeriksa kondisi dan fungsi saluran pernapasan. Dalam tes ini,
jumlah dan kecepatan udara yang dihirup dan diembus pasien akan
diukur. Spirometri membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit
terkait saluran pernapasan, dan mengamati perkembangan kondisi
pasien terhadap terapi yang telah diberikan. Tujuannya untuk
mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu
diagnosis keadaan.
6. Biopsi paru
Biopsi transbronchial meliputi pengambilan sebagian kecil
jaringan dari paru‐paru. Biopsi transbronchial adalah cara yang
efektif untuk mengetahui permasalahan pada paru‐paru. Tujuannya
untuk menetapkan diagnosis.
21

7. Spirometrik statik
Alat untuk mengukur ventilasi yaitu mengukur volume statik dan
volume dinamik paru, untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
8. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah prosedur yang digunakan untuk
memvisualisasikan bagian dalam saluran pernapasan, laring dan paru-
paru. Prosedur ini memungkinkan dokter mendiagnosis kelainan
saluran pernafasan yang meliputi peradangan, tumor, dan kondisi
saluran pernapasan lainnya. Suatu alat yang disebut bronkoskop, dapat
berupa alat yang kaku atau lentur, dimasukkan ke dalam saluran
pernapasan melalui hidung atau mulut. Prosedur ini tidak memerlukan
anestesi umum, dan biasanya dilakukan dengan menggunakan sedatif
(obat yang membuat mengantuk dan relaks). Tujuannya untuk
menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

2.9 Terapi

Beberapa pengobatan yang dilakukan pada penderita pneumonia ada dua


farmakologi dan non-farmakologi antara lain : (Sarampang, 2016)

a. Farmakologi

1. Antibiotik

Pemberian antibiotik biasanya disebabkan oleh bakteri. Umumnya


pemilihan antibiotik harus berdasarkan usia dan keadaan klinis pasien.
Contohnya pemberian ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam
pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan selama 5
hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan
amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.

Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk


pneumonia stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5
22

mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV


setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian).

2. Obat Analgesik

Mengonsumsi analgesik (obat pereda sakit) seperti parasetamol


atau ibuprofen untuk meredakan dan menurunkan demam. Tetapi, hindari
konsumsi ibuprofen jika memiliki alergi terhadap aspirin, obat anti
inflamasi nonstereoid lain, atau menderita asma, tukak lambung, dan
gangguan hati atau pencernaan.

3. Pemberian oksigen

Pemberian oksigen pada konsentrasi yang lebih tinggi dari udara


bebas untuk mencegah terjadinya hipoksemia dan hipoksia. Tujuannya
untuk membebaskan jalan nafas agar tidak terjadi penumpukan sekret serta
konsentrasi O2 udara inspirasi dapat dikontrol.

3 .Mukolitik

Mukolitik adalah golongan obat yang bekerja dengan cara


memecah ikatan kimia mukoprotein dan mukopolisakarida pada dahak
sehingga dahak menjadi lebih encer dan tidak lengket, hal ini kemudian
akan mempermudah pengeluaran dahak dari saluran napas. Membantu
mengencerkan sekret sehingga dapat keluar pada saat batuk. . Obat
mukolitik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, kapsul, dan nebulizer.
Contoh obat mukolitik adalah ambroxol, erdosteine, bromheksin,
acetylcysteine, dan carbocysteine. Secara umum obat mukolitik
ditoleransi dengan baik oleh tubuh, namun obat ini tidak dianjurkan
untuk digunakan pada pasien dengan tukak saluran cerna dan pasien yang
diketahui alergi terhadap obat mukolitik.

4. Bronkodilator
23

Bronkodilator adalah kelompok obat yang digunakan untuk


melegakan pernapasan. Penderita akan mengalami penyempitan dan
penumpukan lendir atau dahak di saluran pernapasan. Ada tiga jenis obat
bronkodilator yang umum digunakan, di antaranya antikolinergik,
contohnya ipratropium dan glycopyrronium. Agonis beta-2, contohnya
salmeterol, salbutamol, procaterol, dan terbutaline. Methylxanthines,
contohnya teofilin dan aminofilin.

5. Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah obat yang mengandung hormon steroid yang


berguna untuk menambah hormon steroid dalam tubuh bila diperlukan,
dan meredakan peradangan atau inflamasi, serta menekan kerja sistem
kekebalan tubuh yang berlebihan.Berguna pada keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

b. Non-farmakologi

1. Pemberian oksigen, dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor


dengan pluse oxymetry bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan fentilasi
mekanik.

2. Mempertahankan suhu tubuh normal melalui pemberian kompres.

3. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parentral). Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.

4. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet entral bertahap melalui
selang nasograstik.

5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal.

6. Koreksi kelainan asam basa atau erektrolit.


24

7. Pemilihan anti biotik berdasarkan umum, keadaan penderita dan dugaan


penyebab.pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam lama pemberian anti biotik
tergantung kemajuan klinis penderita, hasil laboratorium, foto torax, dan jenis
kuman (stafilokokus dan haemophylus).

2.10 Komplikasi

Terdapat beberapa komplikasi yang mungkin dapat terjadi antara lain:


(Mutaqqin, Arif, 2012)

a. Efusi pleura
Efusi pleura adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan
yang diantara dua lapisan pleura. Pleura merupakan membran yang
memisahkan paru paru dengan dinding dada bagian dalam. Cairan yang
diproduksi pleura ini berfungsi sebagai pelumas yang membantu
kelancaran pergerakan paru paru ketika bernafas. Tetapi ketika cairan
tersebut berlebihan dan menumpuk, maka bisa menimbulkan komplikasi
pada penyakit pneumonia.

b. Empiema
Empiema adalah kondisi ketika kumpulan nanah terbentuk di ruang
pleura, yaitu area yang terletak diantara paru paru dan permukaan bagian
dalam dinding dada. Empiema biasanya terjadi setelah seseorang
mengalami infeksi jaringan paru paru (pneumonia).
c. Abses Paru
Absses paru paru adalah infeksi paru paru yang disebabkan
pembengkakan yang mengandung nanah, necrotik pada jaringan paru
paru, dan pembentukan rongga. Berisi butiran necrotik atau sebagai akibat
infeksi mikroba. Pembentukan banyak abses dapat menyebabkan
pneumonia atau necrosis paru paru.
d. Pneumothorax
Pneumothorax adalah pengumpulan udara atau gas dalam rongga
pleura, yang berada antara paru paru dan thorax. Pneumothorax dapat
25

terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi Paru paru kronis (biasa
disebut pneumothorax primer) dan orang dengan penyakit paru paru
(pneumothorax sekunder). Selain itu banyak juga ditemui kasus
pneumothorax yang dissebabkan trauma fisik pada dada, cedera akibat
ledakan atau komplikasi dari berbagai pengobatan.
e. Gagal Napas
Gagal napas adalah kondisi dimana kadar oksigen yang masuk ke
dalam darah melalui paru sangat rendah. Sementara itu untuk bekerja
dengan baik, organ tubuh seperti jantung dan otak memerlukan darah
yang kaya oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, F. , Djamal, A. , & Usman, E. (2016). Identifikasi Bakteri Streptococcus


Hemolytics Berdasarkan Perbedaan Umur Carier dan Jenis Kelamin. Jurnal
Kesehatan Andalas 5(1). (http://www. jurnal.fk.unand.ac.id, diakses 2
September 2018).

Anwar, A. & Dharmayanti, I. (2014). Pneumonia Pada Anak Balita di Indonesia.


Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional , 8(8). (http://www.neliti.com ,
diakses 14 September 2018).

Budiyono, Setiadi. (2011). Anatomi tubuh manusia. Bekasi: Laskar Askara.

Departemen Kesehatan. (2011). Infeksi saluran pernafasan. Jakarta : Komite


Nasional.

Fahimah, R. , Kusumawardani, E. , & Susana, D. (2014). Kualitas udara rumah


dengan kejadian pneumonia. Jurnal Makara 18(1). (http://www.neliti.com,
diakses 10 November 2018).

Kementrian Kesehatan. (2016). Pneumonia balita. Buletin Jendela Epidemiologi.


2(3), (https://www.depkes.go.id/, diakses 20 Oktober 2018).

Kementrian Kesehatan. (2016). Profil Kesehatan DKI Jakarta.


(https://www.depkes.go.id/, diakses 17 September 2018).

Misnadiarly. (2008). Penyakit infeksi saluran nafas pneumonia pada anak, orang
dewasa, Usia Lanjut .Ed.1. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

Nurul, A.H. (2011). Pelayanan puskesmas berbaris manajemen terpadu dengan


kejadian pneumonia balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat 7(1).
(http://www.journal.unnes.ac.id, diakses 29 Oktober 2018)

Sarampang, Jayanti. (2016). Farmakoterapi Pneumonia. (https://www.


academia.edu/pneumonia/, diakses 30 Oktober 2018).
Setiadi. (2008). Anatomi dan fisiologi manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Syabariah, S. (2009). Anatomi dan fisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC.

Warganegara, Efrida. (2017). Pneumonia nosokomial (Hospital acquired,


ventilator associated, health care associated pneumonia). JK Unila, 1(3),
(https://www.respiratory.lppm.unila.ac.id/, diakses dengan 30 Oktober
2018).

Wikipedia.(2018). Pneumonia. (https://www.id.m.wikipedia.org/, diakses 2


Okrober 2018).

Wiwih Hasim. (2011). Sistem Pernapasan. (http://www.scribd.com/id/, diakses 23


September 2018).

World Health Organization. (2016). Pneumonia (http:www.who.int/, diakses 15


Oktober 2018).

Guyton and Hall. (2008). Text book medical physiology. United States America:
Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai