Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KIMIA KLINIK I

“Pengukuran Kadar Magnesium dalam Whole Blood dan Serum pada


Penderita Jantung Iskemik dengan Flame Atomic Absorption Spectrometry”

Oleh:
Kelompok 9
1. Agita Fortuna Septa Ningsih 151710113026
2. Nada Adelia 151710113038
3. Diah Ayu A. 151710113039
4. Lisa Khoirotin Nisa’ 151710113044

PROGRAM STUDI D3 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS VOKASI
UNIVESITAS AIRLANGGA
2018
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan
syukur bagi Allah yang dengan rindhonya kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan lancar. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terima kasih kepada keluarga, dosen, dan
teman-teman yang terlibat dalam pembuatan makalah ini dengan do’a dan
bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
Dalam makalah ini kami membahas tentang jurnal yang berjudul
“DETERMINATION OF MAGNESIUM IN WHOLE BLOOD AND SERUM OF
ISCHEMIC HEART DISEASE (IHD) PATIENTS BY FLAME ATOMIC
ABSORPTION SPECTROMETRY” yang kami buat berdasarkan jurnal dengan judul
“Determination of Magnesium in Whole Blood and Serum of Ischemic Heart Disease
(IHD) Patients by Flame Atomic Absorption Spectrometry” oleh Hasan T Abdulsahib
beserta referensi yang kami ambil dari berbagai sumber. Makalah ini diharapkan bisa
menambah wawasan dan pengetahuan pembaca. Kami berharap makalah ini bisa di
manfaatkan semaksimal dan sebaik mungkin.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, kami memohon maaf yang sebesar-
besarnya untuk kesalahan dalam makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. II
DAFTAR ISI ………………………………………………………………............III
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………………………………………...1
Tujuan ………………………………………………………………………1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Magnesium ………………………………………………………………….2
Hot Plate …………………………………………………………………….2
Flame Atomic Absorption Spectrometry ……………………………………2
BAB III METODE
Alat …………………………………………………………………………6
Sampel……………………………………………………………………….6
Sampel ………………………………………………………………………6
Prosedur Kerja ………………………………………………………………6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………..............8
BAB V KESIMPULAN ……………………………………………………………15
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Magnesium adalah mikronutrien penting bagi manusia dan memiliki banyak
peran penting, dengan peran utamanya dalam fungsi lebih dari 300 enzim dan
transmisi neuromuskular. Defisiensi Mg serta kelainan pada metabolisme Mg
memainkan peran penting dalam berbagai jenis penyakit jantung seperti penyakit
jantung iskemik. Defisiensi magnesium telah dikaitkan dengan sebagian besar
faktor risiko utama untuk penyakit aterosklerotik arteri koroner, spasme arteri
koroner, dan trombosis arteri koroner serta banyak penelitian telah menunjukkan
bahwa asupan lebih tinggi dari mineral ini dikaitkan dengan risiko rendah dari
tekanan darah tinggi, stroke, dan penyakit jantung iskemik. Terdapat banyak bukti
bahwa defisiensi magnesium penting dalam patogenesis penyakit jantung iskemik.
Selain bukti epideomologi secara tidak langsung, ada bukti eksperimental
yang mendukung peran defisiensi magnesium pada penyakit jantung iskemik,
otopsi pasien yang meninggal karena penyakit jantung iskemik telah menunjukkan
tingkat magnesium jantung yang lebih rendah daripada otopsi dari mereka yang
meninggal karena penyebab lain. Defisiensi magnesium biasanya dapat terjadi
dalam diet rendah magnesium, kehilangan darah, keringat berlebihan,
penyalahgunaan obat dan/atau alkohol atau karena penggunaan obat tertentu
(seperti diuretik loop dan tiazid, obat sitotoksik, aminoglikosida, digoksin, steroid),
atau beberapa kondisi fisiologis pemanfaatan magnesium berlebihan seperti
kehamilan atau pertumbuhan bayi. Stres mental juga dapat menyebabkan
magnesiuresis karena adrenalin serum yang tinggi.
Beberapa metode analitik biasanya diperlukan untuk penentuan magnesium
dalam whole blood dan serum. Bahkan dengan penentuan elemen ini dengan
atomic absorption spectroscopy, berbagai pengenceran dan beberapa reagen anti
interferensi diperlukan. Dalam pekerjaan ini, metode yang sensitif untuk penentuan
magnesium dalam serum dan whole blood digunakan. Di mana, efek interferensi
fosfat benar-benar dihilangkan dengan penambahan (2% w/v AlCl3 · 6H2O).
Prosedurnya relatif sederhana, cepat dan penambahan reagen anti interferensi dapat
dengan mudah mengarah ke nilai akurat. Oleh karena itu, penelitian ini
menjelaskan beberapa tindakan fisiologis dan biokimia magnesium dalam
mekanisme penyakit jantung dengan penentuan magnesium dalam whole blood
dan sampel serum pasien penyakit jantung iskemik menggunakan metode flame
atomic absorption spectrometric.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk menentukan kadar magnesium
dalam whole blood dan sampel serum pasien degan penyakit jantung iskemik
menggunakan metode flame atomic absorption spectrometry.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Magnesium
Magnesium merupakan kation terbanyak ke empat di dalam tubuh dan kation
terbanyak kedua di dalam intraseluler setelah potasium. Magnesium (Mg)
mempunyai peran penting dalam struktur dan fungsi tubuh manusia. Distribusi
magnesium dalam tubuh diperkirakan 66% di dalam tulang, 33% di dalam otot dan
jaringan lunak, serta kurang dari 1% dalam darah. Di dalam darah 55% magnesium
dalam keadaan bebas (dalam bentuk ion) dan secara fisiologi aktif, 30% berikatan
dengan protein (terutama albumin), dan 15% dalam bentuk anion kompleks.
Pada kondisi tubuh normal konsentrasi magnesium akan selalu berada konstan
dalam sirkulasi darah. Homeostasis bergantung pada keseimbangan antara absorpsi
di usus dan ekskresi di ginjal dimana tubulus ginjal berperan utama dalam
pengaturan magnesium. Defisiensi magnesium menyebabka peningkatan sodium
intraseluler dan potasium banyak ke luar dan masuk ke ekstraseluler.

2.2. Hot Plate


Pada penelitian ini dibutuhkan alat pemanas dengan suhu tinggi berkisar 130-
o
180 C sehingga digunakan alat hot plate karena alat ini mampu memanaskan
sampai suhu sekitar 300-400 oC, tidak menggunakan waterbath ataupun oven
karena kedua alat tersebut hanya dapat memanaskan pada suhu rendah. Waterbath
hanya dapat memanaskan sekitar suhu 30-100 oC. Sedangkan oven hanya dapat
memanaskan berkisar antara suhu 105 oC.
2.3. Flame Atomic Absorption Spektrometri (FAAS)
Prinsip dari alat tersebut adalah terjadinya interaksi antara energy dan materi.
Pada (FAAS) terjadi penyerapan energi oleh atom sehingga atom mengalami
transisi elektronik dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi. Dengan metode ini
analisa didasarkan pada pengukuran intensitas sinar yang diserap oleh atom
sehingga terjadi eksitasi. Untuk dapat terjadi proses absorpsi atom dibutuhkan
sumber radiasi monokromatik serta alat untuk menguapkan sampel sehingga
diperoleh atom dalam keadaan dasar dari unsur yang diinginkan.
Bagian-bagian flame atomic absorption spektrometri :
a. Lampu katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda
memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda
pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan
diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur
Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
 Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
 Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa
logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol
digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu
dimasukkan ke dalam soket pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan
bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya.

2
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan
energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip
ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari
luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam
dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.

b. Tabung gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang
berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K,
dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas
asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K. Regulator pada tabung gas asetilen
berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas
yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator
merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.

c. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap
bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak
berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran
pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang
dihasilkan tidak berbahaya.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah
miring, karena bila lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup.
Ducting berfungsi untuk menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada AAS,
dan mengeluarkannya melalui cerobong asap yang terhubung dengan ducting.

d. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat
ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh
AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur
tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF,
spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan
dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang
kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara
yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor
digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS.
Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.

e. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena
burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides,
agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan
merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api,
dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di
bagian kanan burner. Sedangkan selang yang kiri, merupakan selang untuk

3
mengalirkan gas asetilen. Selang aspirator digunakan untuk menghisap atau
menyedot larutan sampel dan standar yang akan diuji. Logam yang akan diuji
merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu
dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di dalam
larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi.
Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda.
Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi
logam yang diukur. Bila warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu
banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan warna api yang paling
baik, dan paling panas.

f. Buangan Pada ASS


Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah
pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat
melingkar agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila
hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat
pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk.
Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga
dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala,
menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala,
dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu,
papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak
tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat
kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.

g. Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian
banyak spectrum yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode atau untuk
merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang
dibutuhkan oleh pengukuran. Macam-macam monokromator yaitu prisma,
kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah UV, rock salt (kristal
garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.
h. Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas.
Detector panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah termasuk
thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur intensitas
radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi energy listrik oleh
fotomultiplier. Hasil pengukuran detector dilakukan penguatan dan dicatat
oleh alat pencatat yang berupa printer dan pengamat angka. Ada dua macam
deterktor sebagai berikut:
 Detector Cahaya atau Detector Foton
Detector foton bekerja berdasarkan efek fotolistrik, dalam halini setiap
foton akan membebaskan elektron (satu foton satu electron) dari bahan
yang sensitif terhadap cahaya. Bahan foton dapat berupa Si/Ga, Ga/As,
Cs/Na.

4
 Detector Infra Merah dan Detector Panas
Detector infra merah yang lazim adalah termokopel. Efek termolistrik
akan timbul jika dua logam yang memiliki temperatur berbeda disambung
jadi satu.

2.4. Keuntungan dan Kelemahan Metode FAAS


Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu
spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-
unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat
langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur,
batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %).
Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu
menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh
ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan
emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya
pelarut.

2.5. Penyakit Jantung Iskemik (Ischemic Heart Disease)


Penyakit jantung iskemik, sering disebut penyakit jantung koroner (PJK),
menjadi epidemi sejak abad ke-20 pada kebanyakan negara industri, yang mana
penyakit jantung iskemik merupakan penyebab kematian utama pada orang
dewasa. Epidemi tersebut mulai terlihat di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia (Djoko Kraksono, 2002). Di seluruh dunia diperkirakan 30 % dari semua
penyebab kematian diakibatkan oleh penyakit jantung iskemik (Fuster, et al., 2008)
Iskemia yang sering terjadi adalah aterosklerosis, di mana plak yang sebagian
besar mengandung lemak ini menghambat aliran darah. Seiring waktu, arteri yang
terharmbat dapat mengeras dan menyempit (aterosklerosis). Selain itu,
kondisi yang juga dapat menimbulkan iskemia adalah bekuan darah yang terbentuk
dari pecahan plak dan berpindah ke pembuluh darah yang lebih kecil, sehingga
dapat menghentikan aliran darah secara tiba-tiba. Kondisi ini menyebabkan nyeri
dada dan tidak nyaman karena otot jantung tidak mendapatkan darah yang cukup,
seiring waktu, PJK dapat melemahkan otot jantung, hal ini dapat menyebabkan
gagal jantung dan aritmia (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).

5
6
BAB III
METODE

3.1. Alat :
a. Atomic absorbtion d. Labu ukur
spectrophotometer dengan e. Sentrifuge
panjang gelombang 285,2 nm f. Waterbath
b. Pipet g. Digestion tube
c. Hot plate

3.2. Sampel
a. Whole blood
b. Serum

3.3. Cara Kerja


a. Preparasi sampel

7
b. Pengukuran kadar Mg dengan Flame Atomic Absorption Spectrometry

Jika yes menjuju menu"


muncul perintah " apakah
Individu command " lalu
Buka program SSA ingin mengganti lampu
set updan No tidak
katoda?" klik yes atau tidak
inginmengganti katoda baru

Pilih menu select element Muncul tampilan " Klik icon bergambar burnet/
dan working mide, lalu pilih Condition Setting", diatur pembakar setelah
unsur yang akan dianalisis parameter lalu klik oke dan pembakar dan lampu nyala
mengeklik " symbol " dan set up ditunggu hingga siap digunakan untuk
klik oke selesai warming up mengukur logam

a. Masukkan blanko hingga


terbentuk garis lurus Masukkan banko hingga
Menu measurment pilih " kurva lurus, diukur dengan
Measure Sample " b. Kemudian pindahkan ke tahapan yang sama untuk
standart 1 ppm hingga data stanat 3 ppm dan 9ppm
keluar

Jika kurva baik akan ada


perintah unutk ulang , masukkan sampel 1 hingga
masukkan blanko kembali
dilakukan pengukuran kurva naik dan belok baru
dan dilakukan sampel ke 2
blanko hingga kurva turun dilakukan pengukuran
dan lurus

apabila pengukuran selesai


setelah pengukuran selesai aspirkan air deionisasi
Kompresor setelah itu di
dapat dapat di pirnt untuk membilas burner
ducting dan terakhir gas.
mengeklik " Print " selama 10 menit api dan
lampu dimatikan

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Interferensi
Interferensi ion muncul dalam serum pada konsentrasi lebih dari 0,5 µg/ml,
hal ini perlu dipertimangkan. Interferensi ini meliputi Fe (0,1 - 0,8 µg/ml), Cu (1,96
- 2,63 µg/ml), Ca (90 - 110 µg/ml), NH4 (1,43 - 3,0 µg/ml), P (85 - 155 µg/ml), S
(22 - 56 µg/ml), Cl (3500 - 3710 µg/ml), Zn (1,25 µg/ml). Sensitivitas metode
memungkinkan untuk menggunakan aliquot yang setara dengan 1 ml. serum dan
jumlah ion yang diperiksa berdasarkan pada hubungan ini. Interferensi yang tidak
stabil dikompensasikan dengan menambahkannya ke standar magnesium pada
saat analisis. Fosfat merupakan penyebab utama interferensi, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1. Dalam upaya untuk memahami sifat interferensi ini,
efek ini tidak dapat ditetapkan secara eksklusif pada magnesium fosfat kompleks
karena aluminium dipengaruhi oleh fosfat bahkan dengan tidak adanya
magnesium. Interferensi tidak berdasarkan pada kekuatan ionik.

Gambar 1. Efek interferensi fosfat terhadap absorbansi magnesium.

Penyelidikan untuk menyamarkan atau memindahkan fosfat mengarah pada


penemuan bahwa aluminium secara efektif mengendapkan semua fosfat. Hal ini
dikonfirmasi setelah dilakukan analisis spektrografik. Endapan berlebih akan
mengendap sebagai hidroksida. Setidaknya 1 mol aluminium diperlukan per mol
fosfor dan tidak berlebihan. Perebusan diperlukan untuk pengendapan yang
sempurna dan mengurangi masuknya magnesium dalam endapan. Pengendapan
yang terkontrol ini cukup efektif untuk menghindari masalah seperti itu.
Sedangkan untuk menghilangkan adanya interferensi dari kalsium fosfat pada saat
absorbansi magnesium adalah dengan penambahan 2% (w/v) AlCl36H2O seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 1.

9
Tabel 1. Efek (2% w/v) Alumunium klorida terhadap absorbansi atomik magnesium
dalam sampel whole blood.

4.2. Digesti
Protein harus dihilangkan untuk menghindari presipitasi dalam medium
asam saat pengukuran. Teknik wet-ashing merupakan cara yang dianjurkan.
Ditemukan bahwa 1 ml serum terdigesti dengan baik dengan jumlah minimum
asam nitrat dan asam perkhlorat dalam tabung pembakaran yang digunakan. Dalam
susunannya, untuk menghilangkan garam ammonium yang mana terbentuk saaat
ada pemecahan protein, dapat dengan penambahan beberapa tetes asam nitrat yang
ditambahkan pada akhir digesti. Semua klorida akan menguap saat proses digesti
ini. Jika hotplate dipanaskan terlebih dahulu untuk proses digesti memerlukan
waktu selama 3 jam.

4.3. Presisi dan Pengulangan


Rata-rata deviasi dari 10 pengukuran pada sampel serum tunggal adalah ±
3,47% dengan 5 dari pengukuran ini memiliki variabilitas di bawah 2%.
Pengulangan dibuat dengan menambahkan sejumlah magnesium yang telah
diketahui ke dalam serum, hasil dari percobaan ini, yang mana dirangkum dalam
Tabel 2, menunjukkan bahwa pengulangan dalam proses analitik secara
keseluruhan adalah 96,0% - 100%.

Tabel 2. Persentasi pengulangan denga metode langsung pada sampel whole blood.

10
4.4. Pengukuran Kadar Magnesium dalam Whole Blood dan Serum
Hipomagnesemia (didefinisikan sebagai kadar magnesium dalam serum
yang kurang dari kisaran normal (0,7 – 1,1 mM, 1,7 – 2,5 mg/dl) sering tidak
ditemukan pada pasien dengan deplesi magnesium kronis karena ekuilibrasi yang
sangat lambat antara serum dan sampel darah, yang mengandung sebagian kecil
dari magnesium. Temuan ini dapat menjelaskan setidaknya sebagian dari efek
menguntungkan dari pemberian magnesium pada beberapa pasien.
Dalam pemeriksaan magnesium di laboratoium biasanya dimulai dengan
melakukan pengukuran kadar magnesium dalam serum pasien dengan penyakit
jantung iskemik dan serum dan darah sampel kontrol yang ditunjukkan pada Tabel
3.

Tabel 3. Data pasien dengan penyakit jantung iskemik.

Semua pengukuran serum dan sampel darah dikenakan analisis statistik


menggunakan sampel secara bebas menggunakan RLSD-test untuk
membandingkan antara pengukuran kelompok studi (pasien dan kontrol), jenis
kelamin (pria dan wanita) dan kelompok usia (19 - 69 tahun).
Hasil statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan (P < 0,001) kadar
magnesium dalam serum laki-laki dan dan perempuan yang diukur, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 konsentrasi magnesium dalam whole
blood dan serum pada laki-laki lebih tinggi sekitar 15% daripada konsentrasi
magnesium dalam serum wanita. Dari fakta ini, maka dapat terlihat bahwa terjadi
variasi konsentrasi magnesium dalam whole blood dan serum dengan jenis kelamin
yang berbeda, tidak ada pola distribusi pasti yang terlihat.

11
Gambar 2. Konsentrasi Mg (µg/ml) dalam whole blood dan serum pada grup kontrol.

Gambar 3. Konsentrasi Mg (µg/ml) dalam whole blood dan serum pada pasien
jantung iskemik.

Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antar kelompok usia
yang terlihat dalam nilai rata-rata konsentrasi magnesium dalam darah dan serum
antara pasien dan kontrol. (P <0,01) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 dan
Gambar 5.

Gambar 4. Konsentrasi Mg (µg/ml) dalam whole blood dan serum pada grup kontrol.

12
Gambar 5. Konsentrasi Mg (µg/ml) dalam whole blood dan serum pada pasien
jantung iskemik.

Sedangkan pada Gambar 6 mengilustrasikan bahwa terdapat hubungan


statistika antara kadar magnesium dalam whole blood dan serum pasien dengan
penyakit jantung iskemik dan grup kontrol. Konsentrasi magnesium pada pasien
jantung iskemik sekitar 35% lebih rendah daripada serum kontrol.

Gambar 6. Perbandingan kadar Mg (µg/ml) dalam whole blood dan serum antara grup
kontrol dan pasien jantung iskemik.

Meskipun ada perbedaan yang signifikan secara statistik, namun


menyiratkan bahwa kurang dari satu persen variasi kadar magnesium serum dapat
dijelaskan berdasarkan perbedaan dalam asupan diet. Hubungan ini memberikan
indikasi kuantitatif dari afinitas magnesium untuk fraksi klinis tertentu.
Mungkin ada penjelasan lebih lanjut untuk penurunan kadar magnesium
post-infarct berkolerasi dengan penurunan kadar magnesium dalam serum seiring
dengan bertambahnya asam lemak bebas. Peningkatan konsentrasi asam lemak
bebas dapat dijelaskan oleh karena peningkatan lipolisis yang disebabkan oleh
peningkatan sekresi katekolamin yang terlibat dalam infark. Karena asam lemak
bebas dapat mengikat magnesium maka dengan demikian diasumsikan bahwa
magnesium dalam serum menurun. Mungkin penjelasan yang lebih masuk akal
untuk penurunan magnesium dalam serum selama peningkatan lipolisis adalah
peningkatan pengikatan magnesium oleh asam lemak bebas dalam adiposit.

13
Adiposit yang utuh menunjukkan peningkatan penyerapan magnesium setelah
perawatan dengan adrenalin.
Beberapa aspek patogenesis penyakit jantung saat ini ditinjau dari sifat
fisiologis dan biokimia magnesium pada fungsi jantung. Pada manusia, selama
infark miokard, ada penurunan kandungan magnesium bahkan di daerah yang tidak
terganggu dari miokardium, diikuti oleh penurunan sementara konsentrasi
magnesium serum. Efek ini dijelaskan oleh karena aksi katekolamin pada sel-sel
miokard, induksi katekolamin dari hilangnya magnesium dan/atau peningkatan
lipolisis yang mengikat magnesium sebagai sabun magnesium dalam adiposit
menyebabkan hilangnya magnesium. Akibatnya, serum magnesium dapat
menurun. Konsentrasi magnesium serum yang berkurang dapat meningkatkan
kerja katekolamin pada otot jantung serta kerja hormon vasopresif, sehingga
memicu kontraksi sel otot polos arteri koroner dan menyebabkan aritmia.
Meskipun banyak pasien dengan penyakit jantung kronis kekurangan
magnesium, berbagai stres juga dapat menyebabkan penurunan konsentrasi
magnesium dalam serum dengan redistribusi. Konsentrasi magnesium dalam
serum menurun secara signifikan selama peningkatan konsentrasi katekolamin
juga dapat berkontribusi terhadap penurunan magnesium. Selanjtnya, penurunan
konsentrasi magnesium dalam serum disebabkan oleh hemodilusi tambahan,
pengikatan pada albumin dalam pompa prima, dan redistribusi sekunder
katekolamin yang menginduksi peningkatan konsentrasi asam lemak bebas.
Sejumlah besar penelitian eksperimental, epidemiologis dan klinis yang ada
sekarang menunjukkan peran penting Mg2+ dalam etiologi dari patologi
kardiovaskular. Pada manusia, hipomagnesemia sering dikaitkan dengan
ketidakseimbangan elektrolit seperti Na+, K+ dan Ca2+. Diet abnormal sehingga
terjadi defisiensi magnesium, serta kelainan pada metabolisme magnesium
memainkan peran penting dalam penyakit jantung iskemik.
Meskipun demikian, banyak penelitian yang melaporkan untuk pemeriksaan
2+
Mg pada berbagai jaringan menunjukkan bahwa banyak pasien dengan penyakit
kardiovaskular menunjukkan kadar Mg2+ yang rendah dibandingkan dengan
individu yang sehat. Dokter dari Persemakmuran Inggris dan Rusia telah
melaporkan bahwa terapi magnesium pasien dengan penyakit jantung iskemik
dikaitkan dengan penurunan β-lipoprotein, peningkatan α-lipoprotein, dan
peningkatan rasio lecithin / kolesterol, atau penurunan kolesterol dalam serum.
Efektifitas magnesium pada penyakit jantung iskemik telah dikaitkan dengan
aktivitas antitrombotik, baik peningkatan fibrinolisis dan penghambatan koagulasi
yang dianggap sebagai mekanisme mediasi. Aktivitas fibrinolitik yang meningkat
secara signifikan dari darah pasien dengan iskemia jantung pada terapi Mg telah
teridentifikasi dari suatu penelitian. Pengamatan tersebut mengingatkan kembali
penjelasan tentang keampuhan penggunaan awal Mg dalam pencegahan trombosis
pasca operasi dan dalam pengobatan penyakit trombosis perife. Efek antitrombotik
dari magnesium juga telah dikaitkan dengan stabilitas membran trombosit dan
penghambatan agregasi trombosit. Teori pendukung tentang membran trombosit
terbaru menunjukkan bahwa Mg diperlukan untuk mempertahankan bentuk
platelet. Penambahan MgCl2 ke darah segar manusia, (di bawah kondisi elektrolit
dan sistem enzim yng dipertahankan agar senormal mungkin) menghasilkan
penurunan ukuran dan jumlah gumpalan trombosit dan peningkatan jumlah diskrit
trombosit.
Sayangnya, sulit untuk mengevaluasi kebutuhan pasti magnesium pada
manusia: tergantung usia dan asupan protein yang nilainya berkisar 0,1-0,4 mm /

14
kg per hari. Hal ini mungkin sebagian disebabkan karena penyerapan usus dan
ekskresi magnesium ginjal pada tiap individu sangat bervariasi. Misalnya, asupan
magnesium normal melalui makanan dan air dengan tambahan adalah 200 - 600
mg magnesium, yang meningkatkan serum magnesium sekitar 10%.
Meskipun hasil ini tidak konsisten dengan kecenderungan magnesium untuk
dikaitkan dengan perbedaan asupan makanan. Hubungan ini memberikan indikasi
kuantitatif dari afinitas magnesium untuk fraksi klinis tertentu, kekurangan
magnesium dapat berkontribusi pada proses patologis. Dokter harus
mempertimbangkan penggunaan suplemen magnesium untuk mencegah
kekurangan magnesium pada pasien yang berisiko dan untuk pengobatan saat
terjadi defisiensi magnesium. Ketika asupan magnesium individu dari makanan
rendah, misalnya 200 - 250 mg, kemudian asupan magnesium harian tambahan di
bagian tubuh kaya magnesium, mis. 50 mg, mungkin memiliki efek "pelindung
kardio" sementara di bagian tubuh yang miskin magnesium, maka dapat
menyebabkan defisiensi magnesium yang kronis.
Ketidakmampuan miokardium senescent untuk merespon stres iskemik bisa
disebabkan oleh beberapa alasan. Magnesium yang ditambah dengan K+
cardioplegia memodulasi akumulasi Ca2+ dan secara langsung terlibat dalam
mekanisme yang mengarah pada peningkatan pemulihan fungsi pasca iskemik
pada miokard yang sudah beumur setelah iskemia. Sementara banyak dari
mekanisme ini masih kontroversial dan dalam beberapa kasus spekulatif, efek
menguntungkan yang terkait dengan efek suplementasi magnesium telah tampak
jelas. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk penggabungan temuan ini terhadap
pengembangan peran protektif miokardium dari magnesium untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas pasien yang menderita berbagai penyakit jantung.

15
BAB V
KESIMPULAN
Pengembangan prosedur untuk analisa langsung terhadap magnesium dalam
darah dan serum tetap menjadi tantangan besar dalam dunia kesehatan. Sensitivitas dan
kerentanan yang kurang terhadap interferensi pada teknik ini dapat diatasi dengan
penambahan 2% (w/v) AlCl3·6H2O yang dapat menghilangkan interferensi akibat
fosfat. Karena metode yang dijelaskan dalam penelitian ini memberikan hasil yang
konkrit untuk magnesium, sehingga dapat digunakan untuk penentuan kadar
magnesium dalam darah utuh dan serum secara langsung. Hasil yang diperoleh untuk
kadar magnesium dalam whole blood dan serum menunjukkan bahwa tingkat
magnesium dan pasien penyakit jantung iskemik korelasinya berbanding terbalik, dan
ada perbedaan signifikan yang teramati antara kadar magnesium terhadap jenis kelamin
individu, tetapi tidak ada korelasi yang teramati antara kadar magnesium terhadap usia
(tidak ada perbedaan yang signifikan). Data menunjukkan bahwa defisiensi Mg dapat
menyebabkan penyakit jantung iskemik karena peran esensial magnesium dalam
berbagai reaksi dasar seluler pada pasien dengan penyakit jantung iskemik.
Selanjutnya, nilai terapeutik Mg dalam pengelolaan faktor risiko koroner dan penyakit
jantung iskemik telah diklarifikasi. Konsumsi suplemen Mg harus dipertimbangkan
sebagai salah satu cara pencegahan pada penyakit jantung iskemik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anugrah Niaga Mandiri. 2018. Menggunakan dan Merawat Oven Laboratorium


Memmert. http://www.anm.co.id/article/detail/65/menggunakan-dan-merawat-
oven-laboratorium#.W8cgB6QxWEc (Diakses pada hari Selasa, 16 Oktober
2018)

Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics: Division
for Heart Disease and Stroke Prevention. Available from:
http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm

Djoko Kraksono. 2002. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Penyakit Infark Miokard Akut
(IMA) pada Penderita yang Dirawat Hidup di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
dan RSU Islam Klaten. Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial

Gresele P, Fuster V, Page JA. Et al. Platelets in Hematologic and Cardiovascular


Disorders. Cambridge University Press. UK. 2008; 1-15

Gums JG. 2004. Magnesium in cardiovascular and other disorders. Am J Health-Syst


Pharm. 61:1569-76

Laboratorium SMK. 2017. Fungsi Waterbath.


https://www.labsmk.com/2017/01/fungsi-waterbath.html?m=1. (Diakses pada
hari Selasa, 16 Oktober 2018)

Multi tester. 2014. Pengaduk Magnetik Hot Plate MS300. https://multi-


tester.com/pengaduk-magnetik-hot-plate-ms-300/ (Diakses pada hari Selasa, 16
Oktober 2018)

Topf JM, Murray PT. 2003. Hypomagnesemia and hypermagnesemia. Rev Endoc
Metab Disord. 4:195-206

Wirayawan, Adam dkk. (2007). Kimia Analitik. Jakarta : Departemen Pendidikan


Nasional

17

Anda mungkin juga menyukai